BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pembersihan (cleaning) dan pembentukan (shaping) adalah salah satu tahap yang penting dalam perawatan saluran akar. Cleaning adalah tindakan pembersihan
saluran akar terhadap substrat-substrat organik yang mendukung pertumbuhan bakteri
di dalam saluran akar. Shaping adalah tindakan pembentukan saluran akar untuk
persiapan pengisian. Selain itu, pemakaian bahan medikamen saluran akar juga
sangat penting untuk mengeliminasi bakteri di dalam saluran akar yang tidak
tereliminasi pada tahap cleaning dan shaping.9,34
2.1 Bahan Medikamen Saluran Akar
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa infeksi endodonti adalah
polimikroba yang terdapat pada gigi dengan jaringan pulpa nekrotik yang terdiri dari
bakteri fakultatif anaerob, bakteri mikroaerofilik dan jamur. Tujuan utama dari
perawatan endodonti adalah mengurangi atau mengeliminasi mikroorganisme beserta
produk-produknya dari sistem saluran akar. Meskipun sejumlah teknik instrumentasi
dan irigasi telah dilakukan, namun debris masih sering tertinggal di dalam saluran
akar. Penelitian telah menunjukkan bahwa pembersihan saluran akar yang tepat,
pembentukan dan irigasi, secara signifikan mengurangi dan dapat menghilangkan
bakteri dari saluran akar. Namun, pengeliminasian bakteri secara tuntas tidak selalu
dapat dicapai dalam praktek klinis karena kompleksitas anatomi saluran akar serta
keterbatasan akses instrumentasi dan bahan irigasi.22,23
Penggunaan bahan medikamen saluran akar dianggap sebagai suatu langkah
yang penting dalam mengeliminasi mikroorganisme dalam saluran akar. Secara
historis, formokresol dan golongan fenol lainnya sering digunakan sebagai bahan
medikamen saluran akar, tetapi bahan ini merupakan bahan kimia bakterisida yang
apabila mengenai saluran akar akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui apeks akar
merupakan agen kariogenik yang kuat sehingga tidak diindikasikan lagi sebagai
bahan medikamen saluran akar dalam endodonti modern. Saat ini, biokompatibilitas
dan stabilitas adalah sifat penting dari bahan medikamen saluran akar.24
Medikamen saluran akar digunakan dengan tujuan mengeliminasi bakteri
yang tidak dapat dihancurkan dengan proses chemo-mechanical seperti irigasi dan instrumentasi, mengurangi inflamasi periradikular dan rasa sakit, mengeliminasi
eksudat apikal, mencegah atau menghentikan resorpsi akar, mencegah infeksi ulang
ketika restorasi sementara rusak, menstimulasi penyembuhan jaringan periapikal. 25,32
Bahan medikamen saluran akar yang telah dipakai saat ini antara lain:
a. Bahan berbasis fenol
Terbagi atas parachlorophenol, champhorated monoparachlorophenol
(CMPC), metyl acetate, eugenol dan thymol, memiliki daya antimikrobial, tetapi
tidak bertahan lama, menimbulkan bau tidak sedap, toksik terhadap jaringan dan
melemahkan sifat bahan tumpatan.4,9
b. Halida/halogen
Contohnya sodium hypochlorite dan iodine-potassium iodide, memiliki kemampuan berdifusi melalui tubulus dental dan membunuh bakteri in vivo, tetapi
tidak dapat menghancurkan jaringan nekrotik dan dapat menimbulkan alergi.4,9
c. Aldehida
Contohnya formokresol yang merupakan kombinasi formaline dan
tricresol dalam perbandingan 1:2 atau 1:1. Formokresol merupakan bahan
medikamen yang tidak spesifik dan sangat efektif terhadap mikroorganisme aerob
dan anaerob yang ditemukan dalam saluran akar. Tetapi formokresol disebutkan juga
menghasilkan iritasi derajat tinggi dan menyebabkan nekrosis yang bertahan selama
2-3 bulan, sehingga bersifat toksik.4, 9
d. Kombinasi antibiotik-steroid
Memiliki efek bakterisida yang kuat terhadap bakteri. Mengandung
kortikosteroid yang berguna mengurangi peradangan dan antibiotik untuk
menghambat pertumbuhan bakteri saluran akar. Tetapi keberadaan kedua kandungan
kandungan kortikosteroid akan menurunkan kemampuan regenerasi sel dan jaringan
serta menghambat pembentukan fibroblast dan antibodi. Kandungan antibiotikanya
juga berakibat kurang baik untuk pemakaian jangka panjang.4,9
e. Kalsium hidroksida
Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) telah digunakan sejak 1920 sebagai
bahan medikamen saluran akar. Kalsium hidroksida saat ini merupakan medikamen
saluran akar yang paling sering digunakan.4,9
Kalsium hidroksida memiliki kelarutan yang rendah terhadap air, pH yang
tinggi sekitar 12,5-12,8. Dengan pH yang tinggi, kalsium hidroksida memiliki efek
antimikroba yang sangat baik.25,26,33 Mekanisme antimikroba kalsium hidroksida
terjadi dengan pemisahan ion kalsium dan hydroksil ke dalam reaksi enzimatik pada
bakteri dan jaringan, menginhibisi replikasi DNA serta bertindak sebagai barier
dalam mencegah masuknya bakteri dalam sistem saluran akar. Ion hydroksid akan
mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri anaerob pada periodontitis , seperti
Enterococcus faecalis. Difusi ion hydroksil (OH) menyebabkan lingkungan alkalin sehingga tidak kondusif bagi pertahanan bakteri dalam saluran akar, serta
mengadakan difusi ke dalam tubulus dentin. Ion kalsium memberi efek terapeutik
yang dimediasi melalui ion channel.9,25,26 Kalsium hidroksida juga menginaktivasi
lipopolisakarida (LPS) bakteri sehingga membantu perbaikan jaringan periapikal.9
Walaupun demikian, dari beberapa penelitian, didapati bahwa kalsium
hidroksida juga memiliki beberapa kelemahan. Haapasalo et al dan Porteiner et al
melaporkan bahwa dentin dapat menginaktifkan aktivitas antibakteri kalsium
hidroksida, hal ini berkaitan dengan kemampuan bufer dentin yang menghambat kerja
kalsium hidroksida. Kemampuan buffer dentin menghambat terjadinya kondisi
alkalin yang dibutuhkan untuk membunuh bakteri, juga menghambat penetrasi ion
hydroksil ke jaringan pulpa. Selain itu, Sundqvist et al menyatakan bahwa kalsium hidroksida hanya mampu mengeliminasi bakteri Enterococcus faecalis ketika berjumlah sedikit (sebelum terjadi infeksi sekunder). Hence menyatakan bahwa
kalsium hidroksida bukan merupakan bahan medikamen universal untuk semua kasus
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa penemuan-penemuan bahan
perawatan saluran akar selama ini menggunakan bahan sintetis yang memiliki efek
antibakteri yang tinggi, tetapi mempunyai efek samping terhadap jaringan gigi. Oleh
karena itu, sangat diharapkan berkembangnya aplikasi bahan medikamen saluran akar
yang berasal dari alam dan lebih kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki
kemampuan antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi.
2.2 Peranan Bakteri Enterococcus faecalis dalam Saluran Akar
Enterococcus telah diketahui sebagai patogen yang berpotensi pada manusia sejak pergantian abad dan sekarang menempati posisi ketiga bakteri patogen dan
resisten terhadap antibiotik yang tersedia untuk terapeutik saat ini. Sekitar 90%
infeksi Enterococcus pada manusia disebabkan oleh Enterococcus faecalis (Gambar 1). Enterococcus mempunyai kemampuan adaptasi yang baik dan persisten dalam
berbagai lingkungan. Hal ini diperjelas dengan kemampuan bertahan hidup di dalam
saluran akar dengan nutrisi yang terbatas dan mampu menghindari efek dari bahan
medikamen. Berdasarkan studi in vitro, Enterococcus faecalis telah terbukti mampu menyerang tubulus dentin. Bakteri ini juga berkoloni dalam saluran akar dan mampu
bertahan hidup tanpa dukungan dari bakteri lainnya.13
Secara umum ditemukan dalam persentase yang tinggi penyebab kegagalan
dari perawatan saluran akar adalah satu atau lebih mikroorganisme yang mampu
bertahan hidup dalam saluran akar, salah satunya adalah Enterococcus faecalis. Secara taksonomi, bakteri ini termasuk ke dalam:
Filum: Firmicutes Kelas: Bacilli Ordo: Lactobacilles Famili: Enterococcaceae Genus: Enterococcus.13
Enterococcus faecalis tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, gram positif kokus, berbentuk ovoid dengan diameter 0,5 – 1 μm, biasanya tunggal, berpasangan
bakteri Enterococci dan merupakan bakteri gram positif fakultatif anaerob. Enterococcus faecalis merupakan flora normal dalam rongga mulut. Prevalensi Enterococcus faecalis meningkat pada mulut apabila pasien yang menerima perawatan endodonti berulang dibandingkan dengan mereka yang tidak ada riwayat
perawatan endodonti.12
Virulensi dari Enterococcus faecalis berhubungan dengan kolonisasi terhadap host, kemampuan berkompetisi dengan bakteri lainnya, resistensi dalam melawan
mekanisme host serta produksi toksin secara langsung maupun melalui induksi
inflamasi. Faktor – faktor virulensi tersebut adalah substansi agregasi (AS),
permukaan adhesi ( adhesin surface ), sex pheromones, lipoteichoic acid, produksi superoxide ektraseluler, gelatinase, hyaluronidase, cytolysin (hemolysin) dan protease.12,28
Substansi agregasi (AS) berperan sebagai mediasi antara donor dan resipien
bakteri, serta merupakan ikatan mediasi matriks protein ekstraseluler (ECM),
termasuk kolagen type I. Dengan kemampuannya untuk tetap berada pada kolagen
menjadi penyebab penting dalam infeksi endodonti. Diketahui melalui kasus – kasus
bakterimia dan isolasi endokarditis bahwa bakteri Enterococcus faecalis memiliki daya perlekatan yang tinggi terhadap permukaan protein. Bakteri ini mampu
mengadakan kolonisasi yang baik pada permukaan protein serta membentuk biofilm
pada dinding – dinding dentin. Hal inilah yang menyebabkan bakteri dapat tetap
bertahan pada saluran akar. Superantigen yang diproduksi bakteri dapat menginduksi
inflamasi melalui stimulasi dari limfosit T, diikuti dengan masuknya hasil pelepasan
dari sitokin inflamasi. Sitokin TNF-α dan TNF-β diimplikasikan dalam terjadinya
resorpsi tulang, sedangkan INF-γ diketahui menstimulasi produksi makrofag dan
neutrofil yang menyebabkan kerusakan jaringan. Selain itu, Enterococcus faecalis memiliki berat molekul yang tinggi pada permukaan protein. Hal ini akan membantu
dalam pembentukan biofilm pada dinding dentin dan inilah yang menyebabkan
resistensi bakteri terhadap efek bakterisidal calsium hydroxide.11,12,28
gen. Resistensi gen secara intrinsik, seperti karakteristik spesies lainnya, berada pada
kromosom. Sedangkan resistensi gen yang didapat berasal dari mutasi DNA atau
akuisisi gen baru melalui transfer plasmid dan trasposon. Resistensi Enterococcus secara intrinsik terhadap agen antimikroba yang umum digunakan memungkinkan
keuntungan kumulatif lebih lanjut untuk akuisisi pengkodean gen dengan tingkat
resistensi yang lebih tinggi terhadap aminoglycosides, penicillins, tetracycline, chloramphenicol, dan vancomycin. Ini memungkinkan organisme untuk bertahan hidup pada lingkungan yang telah digunakan agen antimikroba. Pada refraktori
periodontitis marginal dengan perawatan konvensional, ditemukan peningkatan
prevalensi resistensi bakteri terhadapa antibiotik yang digunakan.13
Menurut penelitian Evans et al (2002) dan Portenier (2003), Enterococcus faecalis adalah suatu mikroorganisme yang persisten dan mungkin mampu bertahan hidup di saluran akar sebagai organisme tunggal atau sebagai komponen utama dari
flora. Tronstad dan Sunde (2003) telah mengemukakan bahwa spesies ini terlibat
dalam patogenesis sekunder lesi endodontik apikal. Namun demikian, Zoletti et al (2006) dalam literaturnya menunjukkan bahwa Enterococcus juga dapat ditemukan pada saluran akar yang tanpa lesi apikal dan juga dalam lesi endodontik primer.2
Gambar 1. Koloni Enterococcus faecalis dengan scaning electron
2.3 Tanaman Manggis (Garcinia mangostana Linn)
Indonesia merupakan negara yang kaya akan buah-buahan tropis. Salah satu
buah eksotis yang sangat terkenal adalah manggis yang dijuluki sebagai si hitam
manis. Di dunia buah-buahan manggis sering dijuluki queen of fruits (Gambar 2).16 Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu
(Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista
(Sumatera Barat).
Berdasarkan taksonominya, tanaman manggis termasuk dalam:
•
Divisi : Spermatophyta
•
Subdivisi : Angiospermae
•
Kelas : Dicotyledonae
•
Famili : Guttiferae
•
Genus : Garcinia
•
Spesies : Garcinia mangostana Linn.30
Gambar 2. Buah manggis
Gambar 3. Kulit buah manggis yang
sudah dikeringkan
Manggis merupakan tanaman yang seluruh bagian tanamannya dapat
dimanfaatkan, mulai dari daging buah, kulit buah, daun, batang dan akar. Buah
manggis dapat disajikan dalam bentuk segar, sebagai buah kaleng, dibuat sirup/sari
buah. Secara tradisional buah manggis digunakan sebagai obat sariawan,wasir dan
luka. Kulit buah (Gambar 3) dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil
dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Menurut Prihatman (2000)
batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar/ kerajinan.18
Kulit manggis yang dahulu hanya dibuang saja ternyata menyimpan sebuah
harapan untuk dikembangkan sebagai kandidat obat. Kulit buah manggis setelah
diteliti ternyata mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas farmakologi
misalnya antiinflamasi, antihistamin, pengobatan penyakit jantung, antibakteri,
antijamur bahkan untuk pengobatan atau terapi penyakit HIV. Berbeda dengan jenis
buah-buahan lain, keunggulan buah manggis terletak pada kulit buahnya.18,19
2.4 Nilai Farmakologis Kulit Buah Manggis
Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu.
Thailand. Banyak penelitian telah membuktikan khasiat kulit buah manggis, dan
diantaranya bahkan menemukan senyawa-senyawa yang bertanggungjawab terhadap
efek-efek tersebut.18,19
Hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit buah manggis yang dilakukan oleh
Masniari Poeloengan dan Praptiwi (2010) menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah
manggis mengandung komponen kimia yang mempunyai aktivitas antibakteri, yaitu
saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid.18 Saponin merupakan zat aktif yang dapat
meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin
berinteraksi dengan sel bakteri, bakteri tersebut akan pecah atau lisis. Flavonoid
merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk
mengikat protein, sehingga mengganggu proses metabolisme. Mekanisme kerja
alkaloid dihubungkan dengan kemampuan alkaloid untuk berikatan dengan DNA sel,
sehingga mengganggu fungsi sel diikuti dengan pecahnya sel dan diakhiri dengan
kematian sel. Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi, tanin bekerja sebagai antibakteri dengan
cara mengkoagulasi atau menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk
ikatan yang stabil dengan protein bakteri dan pada saluran pencernaan, tanin
diketahui mampu mengeliminasi toksin.18,19,29
Kulit buah manggis juga diketahui mengandung senyawa xanthone yang
berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antimikrobial yang tidak ditemui
pada buah-buahan lainnya.16 Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya
adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3- metil-2-butenil)- 9H-xanten-9-on and
1,3,6,7- tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)- 9Hxanten-9-on. Menurut Jinsart
2.5 Kerangka Konsep
.
?
Bakteri Enterococcus Faecalis
Perawatan saluran akar
Medikamen saluran akar
flavonoid
Ekstrak kulit buah manggis
alkaloid
Dinding sel dirusak → protein diendapkan → sintesis DNA terganggu → Sel lysis
Sel Enterococcus faecalis mati
Infeksi ulang saluran akar
Cleaning& Shaping
•Suhu
•Waktu
Ekstrak kulit buah manggis mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, dan
tanin yang masing-masing mempunyai mekanisme yang berlainan dalam membunuh
bakteri. Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas
membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel
bakteri, bakteri tersebut akan pecah atau lisis. Flavonoid merupakan kelompok
senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga
mengganggu proses metabolisme. Mekanisme kerja alkaloid dihubungkan dengan
kemampuan alkaloid untuk berikatan dengan DNA sel, sehingga mengganggu fungsi
sel diikuti dengan pecahnya sel dan diakhiri dengan kematian sel. Tanin dalam
konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada
konsentrasi tinggi, tanin bekerja sebagai antibakteri dengan cara mengkoagulasi atau
menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan
protein bakteri dan pada saluran pencernaan, tanin diketahui mampu mengeliminasi
toksin.18,19,29 Dengan mekanisme di atas diduga ekstrak kulit buah manggis mampu