• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH

MANGGIS

(Garcinia mangostana L.)

TERHADAP

Enterococcus faecalis

SEBAGAI ALTERNATIF

BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR

(

In Vitro

)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ELISABETH MUTIARA NIM : 110600152

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2015

Elisabeth Mutiara

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

xi + 49 halaman

Kesuksesan dari perawatan saluran akar secara langsung berkaitan dengan hilangnya mikroorganisme dari dalam saluran akar. Salah satu bahan medikamen yang paling banyak digunakan pada saat ini yaitu kalsium hiroksida (Ca(OH)2) terbukti tidak dapat membunuh semua bakteri yang ada dalam saluran akar terutama bakteri E. faecalis. Dengan kelemahan medikamen yang ada saat ini maka dibutuhkan alternatif bahan medikamen yang baru terutama dari bahan alami, salah satunya ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Ekstrak kulit buah manggis memiliki komponen dengan aktivitas antibakteri yaitu saponin, tanin, alkaloid, flavonoid, dan

xanthone. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kadar hambat minimum ekstrak etanol kulit buah manggis terhadap E. faecalis sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar (in vitro).

Simplisia kulit buah manggis sebanyak 300 gram dimaserasi dengan etanol teknis 70%, lalu diperkolasi dan diuapkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh 90 gram ekstrak kental kulit buah manggis. Daya hambat minimum ditentukan dengan menggunakan metode difusi Kirby Bauer dengan teknik sumuran. Mueller Hinton Agar

(3)

dalam suhu 37°C. Zona hambat yang terbentuk kemudian diukur dengan jangka dan penggaris.

Hasil penelitian yang dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai p<0,05 yang berarti ada perbedaan yang signifikan pada seluruh kelompok perlakuan. Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney dan diperoleh nilai signifikansi p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan. Disimpulkan bahwa kadar hambat minimum ekstrak kulit manggis terhadap

E. faecalis diperoleh pada konsentrasi 0,39%.

Kata kunci : ekstrak kulit buah manggis, medikamen saluran akar, Enterococcus faecalis, Kirby Bauer

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 5 Mei 2015

Pembimbing : Tanda tangan

Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp. KG (K)

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

pada tanggal 5 Mei 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K)

ANGGOTA : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K)

2. Nevi Yanti, drg., M.Kes

(6)

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan kasih karuniaNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar–besarnya kepada ayahanda Bismarck Hasudungan Sinaga SH,SE,MH dan ibunda tercinta Dra. Hotni P.H Lumbantoruan yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, bimbingan, dan cinta kasih yang tidak dapat terbalaskan. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ketiga adik penulis Joshua, Jonathan, Josafat yang selalu memberikan penghiburan dan dukungan kepada penulis.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan sripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Sp.Ort, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan masukan, arahan, saran, dan bersedia membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah membantu penulis dengan memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi.

(7)

6. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. selaku kepala Laboratorium Obat Tradisional Farmasi USU yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

7. Wahyu Hidayatiningsih, Amd., S.Si, M.Kes selaku penguji di Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. Terimakasih juga kepada Mas Ridzky dan Mbak Nurul selaku staf Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Prof. Dr. Yoes Prijatna Dachlan, dr., M.Sc selaku Direktur Penelitian dan Pengembangan Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR atas izin yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR.

9. Prof. Harry Agusnar, M.Sc., M. Phill. selaku Kepala Laboratorium Penelitian FMIPA USU yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

10. Dra. Nunuk Priyani, M.Sc selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

11. Maya Fitria, SKM, M. Kes yang telah membimbing penulis dalam pengolahan data statistika.

12. Kak Epifeni, Kak Ruth, Octavina, Mitra, Amira, Kak Jessica, Pauline, Disa, Annisa Rahma yang selalu meluangkan waktu, memberikan masukan, dan motivasi yang sangat berarti selama pengerjaan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat penulis, Elisabeth Saragi, Revina, Cyntia, Dytha, Annysa, Ayu atas semangat dan motivasi yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan bermanfaat bagi masyarakat.

Medan, 5 Mei 2015 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

2.1 Bahan Medikamen Dalam Perawatan Saluran Akar ... 6

2.2 Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Terdapat pada Infeksi Saluran Akar ... 8

2.3 Tanaman Manggis ... 12

2.4 Nilai Farmakologis Kulit Buah Manggis ... 14

2.5 Metode Difusi Kirby Bauer ... 15

2.6 Kerangka Teori ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 18

3.1 Kerangka Konsep ... 18

3.2 Hipotesis Penelitian... 18

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 19

4.1 Rancangan Penelitian ... 19

(10)

4.2.1 Tempat Penelitian ... 19

4.2.2 Waktu Penelitian ... 19

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel Penelitian ... 19

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Mikroorganisme yang terdeteksi pada saluran akar dengan infeksi

periodontitis apikal yang persisten ... 10 2. Hasil uji ekstrak kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis pada

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sel bakteri Enterococcus faecalis dengan pembesaran 400x ... 9

2. Buah manggis ... 13

3. Autoklaf ... 27

4. Timbangan analitik ... 27

5. Vortex ... 27

6. Buah manggis yang telah dicuci bersih dan ditimbang ... 28

7. Kulit buah manggis diiris halus ... 28

8. Kulit manggis dikeringkan di dalam lemari pengering ... 28

9. Kulit manggis diblender ... 28

10. Simplisia dimaserasi dalam etanol teknis 70% ... 29

11. Proses perkolasi ... 30

12. Proses penguapan ekstrak ... 30

13. Media MHA dalam bentuk cair setelah disterilkan dalam autoklaf ... 31

14. Media MHA setelah dituangkan ke dalam plate dan dibiarkan hingga dingin ... 31

15. Perforator untuk melubangi media ... 32

16. Media dimasukkan ke dalam incubator untuk diinkubasi ... 32

17. Ekstrak kental kulit buah manggis ... 34

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Alur Penelitian 3. Sertifikat Hasil Uji

4. Sertifikat Bakteri Enterococcus faecalis

5. Hasil Indentifikasi BuahManggis (Garcinia mangostana L)

(14)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2015

Elisabeth Mutiara

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

xi + 49 halaman

Kesuksesan dari perawatan saluran akar secara langsung berkaitan dengan hilangnya mikroorganisme dari dalam saluran akar. Salah satu bahan medikamen yang paling banyak digunakan pada saat ini yaitu kalsium hiroksida (Ca(OH)2) terbukti tidak dapat membunuh semua bakteri yang ada dalam saluran akar terutama bakteri E. faecalis. Dengan kelemahan medikamen yang ada saat ini maka dibutuhkan alternatif bahan medikamen yang baru terutama dari bahan alami, salah satunya ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Ekstrak kulit buah manggis memiliki komponen dengan aktivitas antibakteri yaitu saponin, tanin, alkaloid, flavonoid, dan

xanthone. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kadar hambat minimum ekstrak etanol kulit buah manggis terhadap E. faecalis sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar (in vitro).

Simplisia kulit buah manggis sebanyak 300 gram dimaserasi dengan etanol teknis 70%, lalu diperkolasi dan diuapkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh 90 gram ekstrak kental kulit buah manggis. Daya hambat minimum ditentukan dengan menggunakan metode difusi Kirby Bauer dengan teknik sumuran. Mueller Hinton Agar

(15)

dalam suhu 37°C. Zona hambat yang terbentuk kemudian diukur dengan jangka dan penggaris.

Hasil penelitian yang dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai p<0,05 yang berarti ada perbedaan yang signifikan pada seluruh kelompok perlakuan. Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney dan diperoleh nilai signifikansi p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan. Disimpulkan bahwa kadar hambat minimum ekstrak kulit manggis terhadap

E. faecalis diperoleh pada konsentrasi 0,39%.

Kata kunci : ekstrak kulit buah manggis, medikamen saluran akar, Enterococcus faecalis, Kirby Bauer

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menyingkirkan jaringan yang sudah mati, mengeliminasi bakteri patogen dari sistem saluran akar, mencegah

infeksi berulang oleh bakteri setelah perawatan, dan membantu proses penyembuhan.1-6 Prinsip perawatan yaitu menyingkirkan faktor etiologi harus dilakukan untuk mencapai

hasil yang menguntungkan dalam pengelolaan infeksi saluran akar.2 Pengurangan

mikroba dalam saluran akar dapat dicapai oleh serangkaian proses antimikroba yang meliputi preparasi saluran akar, irigasi, dressing intrakanal, dan pengisian saluran akar.2

Kesuksesan dari perawatan saluran akar secara langsung berkaitan dengan menurunnya jumlah mikroorganisme dalam saluran akar.7

Sebagian besar infeksi pada saluran akar disebabkan oleh bakteri yang didominasi oleh bakteri anaerobik fakultatif dan sedikit bakteri aerobik.3 Penelitian yang dilakukan oleh Gajan et al (2009) menunjukkan bahwa bakteri gram positif paling banyak ditemukan di dalam infeksi primer saluran akar dengan presentasi 67,8% dan bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Peptostreptococcus dan Streptococcus spp.7 Mikroorganisme di dalam saluran akar dapat tumbuh tidak hanya sebagai sel planktonik, tetapi juga dapat membentuk suatu biofilm yang terdiri dari jaringan kompleks dari berbagai mikroorganisme. Pembentukan biofilm di dalam saluran akar dimulai setelah mikroorganisme kontak dengan tanduk pulpa dan morfologi saluran akar yang begitu kompleks juga mendukung pembentukan biofilm.42 Pada infeksi sekunder saluran akar yang disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap prosedur

(17)

yang baik dalam membentuk biofilm dan diperkirakan bakteri Enterococcus faecalis

hidup dan berkembang pada saluran akar dalam bentuk biofilm.24,42

Bystrom dan Sundqvist mengevaluasi salah satu cara mengeliminasi bakteri di saluran akar dengan teknik preparasi chemo-mechanical, yaitu dengan instrumentasi saluran akar dan irigasi.8-10 Keduanya secara bersamaan dapat mengeliminasi sebagian besar bakteri yang ada di dalam sistem saluran akar.10 Tetapi karena anatomi sistem saluran akar yang kompleks seperti main canal, tubulus dentin, aksesori kanal, dan ramifikasi, mikroorganisme dapat lolos dari preparasi chemo-mechanical.6,11

Mikroorganisme dapat tetap bertahan di dalam saluran akar dan tubulus dentin bahkan setelah instrumentasi saluran akar.3 Oleh karena itu, penggunaan medikamen saluran akar sangat dianjurkan untuk mengeliminasi bakteri dalam saluran akar, mengurangi rasa nyeri, memacu proses penyembuhan, dan mencegah infeksi berulang dalam saluran akar.9,10 Syarat-syarat bahan medikamen saluran akar yaitu harus memiliki daya anti bakteri, menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar, menghilangkan rasa nyeri, dan biokompatibel.8,12

(18)

Adanya kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh bahan medikamen yang ada saat ini maka perlu dikembangkan bahan alami dengan toksisitas yang rendah dan lebih kompatibel terhadap jaringan namun tetap memiliki daya antibakteri yang baik sebagai bahan medikamen saluran akar yang baru. WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit. Obat herbal telah diterima secara luas hampir di seluruh negara di dunia. Afrika, Asia, dan Amerika menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima, bahkan di Afrika sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Obat herbal secara umum dinilai lebih aman dibandingkan dengan obat modern, hal ini dikarenakan efek samping yang ditimbulkan oleh obat herbal lebih sedikit dari obat modern.15 Salah satu tumbuhan herbal yang sedang dikembangkan sebagai bahan pengobatan adalah buah manggis (Garcinia mangostana L.).

Hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit manggis yang dilakukan oleh Poeloengan dan Praptiwi (2010) menunjukkan bahwa kulit manggis mengandung komponen kimia yang memiliki aktivitas anti bakteri yaitu saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid.16 Penelitian aktivitas antifungal alpha-mangostin yang terdapat pada kulit buah manggis terhadap Candida albicans dilakukan oleh Kaomongkolgit et al (2009) diperoleh hasil

MIC dan MFC (Minimum Fungicidal Concentration) masing-masing sebesar 1,000 µg/ml dan 2,000 µg/ml. Selain itu, dari uji toksisitas alpha-mangostin terhadap fibroblas gingiva manusia diperoleh pada konsentrasi 4,000 µ g/ml tidak toksik selama 480 menit.17 Penelitian efek antibakteri dari bahan herbal lainnya terhadap bakteri

Enterococcus faecalis juga telah banyak dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Darjono (2011) dengan menggunakan minyak atsiri serai mendapatkan daya hambat pada konsentrasi 20% terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis.35

(19)

representatif untuk mengukur nilai KHM. Selain itu, rentang konsentrasi yang digunakan terlalu tinggi sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan memperkecil rentang konsentrasi bahan coba dan melakukan pengujian dengan metode lain seperti metode difusi agar nilai KHM dapat ditemukan.18 Nilai KHM perlu untuk ditemukan karena KHM merupakan gold standard untuk menetukan kerentanan suatu mikroorganisme terhadap bahan antimikroba dan banyak digunakan dalam penelitian di laboratorium untuk menentukan efektifitas dari suatu bahan antimikroba baru.45

Salah satu syarat bahan medikamen saluran akar yaitu mampu mengeliminasi bakteri yang mungkin tertinggal setelah preparasi dengan instrumentasi dan irigasi saluran akar (chemo-mechanical). Dari uraian di atas, terlihat bahwa ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) memiliki daya antimikroba terhadap beberapa mikroorganisme di rongga mulut karena kandungan senyawa antibakteri aktif yang terkandung di dalamnya, yaitu saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid. Karena mengandung senyawa antibakteri aktif kemungkinan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat digunakan sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar. Karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguji daya hambat ekstrak kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis sebagai salah satu bakteri patogen di dalam saluran akar dan penyebab infeksi sekunder saluran akar. Uji daya hambat yang dilakukan pada penelitian ini dengan menentukan nilai kadar hambat minimum menggunakan metode difusi Kirby Bauer.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut :

Apakah ada kadar hambat minimum ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis dengan menggunakan metode difusi Kirby Bauer ?

1.3 Tujuan Penelitian

(20)

Untuk mengetahui kadar hambat minimum ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis dengan menggunakan metode difusi Kirby Bauer.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang kedokteran gigi khususnya dalam bidang endodontik.

2. Sebagai manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan potensi pendayagunaan tanaman obat berkhasiat yang ada di Indonesia.

3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai bahan medikamen saluran akar di bidang endodontik.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu tujuan utama perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan mikroorganisme dari saluran akar.Cleaning dan shaping saluran akar dapat mengurangi populasi bakteri namun tidak dapat menghilangkan populasi bakteri secara keseluruhan.13 Terdapat berbagai macam penyebab kegagalan perawatan saluran akar, antara lain preparasi saluran akar yang kurang memadai ataupun obturasi saluran akar yang tidak adekuat atau tidak sempurna. Di antara faktor-faktor tersebut, mikroorganisme baik yang tersisa setelah perawatan saluran akar maupun yang timbul setelah obturasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dan merupakan etiologi utama penyebab kegagalan perawatan saluran akar. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) merupakan bahan medikamen saluran akar yang paling sering digunakan untuk perawatan endodontik pada saat ini. Namun di dalam tubulus dentin, bakteri

Enterococcus faecalis dapat bertahan dari medikamen intrakanal tersebut.20 Ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) diharapkan dapat dikembangkan menjadi bahan alternatif medikamen saluran akar yang memiliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme secara maksimal dan biokompatibel terhadap jaringan.

2.1 Bahan Medikamen Dalam Perawatan Saluran Akar

Bahan medikamen saluran akar ialah suatu medikamen yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan biokompabilitas yang baik.12 Medikamen saluran akar diharapkan dapat mengeliminasi mikroorganisme yang tersisa setelah preparasi

(22)

perawatan dan biokompatibel. Selain itu medikamen juga digunakan untuk mengeliminasi eksudat pada daerah apikal jika ada, mencegah terjadinya inflamasi yang menyebabkan resorpsi akar, dan mencegah terjadinya infeksi sekunder.20

Medikamen saluran akar dikelompokkan berdasarkan bahan dasar kimianya, yang terdiri atas golongan fenol (eugenol, camphorated monoparachlorphenol, cresatin, kresol), aldehid (formokresol, glutaraldehid), halida (sodium hipoklorit, iodin-kalium iodida), steroid, kalsium hidroksida (Ca(OH)2), antibiotik dan kombinasi. Bahan yang paling sering digunakan adalah kalsium hidroksida (Ca(OH)2) disebabkan karena memiliki pH yang tinggi, efek antimiroba, efek antiinflamasi, dan berpotensi untuk memacu proses penyembuhan pulpa dan jaringan periapikal.1,6,9,12

Beberapa golongan medikamen intrakanal memiliki kelemahan, seperti fenol dan formokresol bila digunakan sebagai medikamen saluran akar tidak mempengaruhi pencegahan dan pengendalian rasa nyeri. Golongan steroid dapat menurunkan tingkatan nyeri tetapi tidak akan menurunkan insiden flare up. Dalam aplikasi endondotik, kerja obat ini tampaknya tidak banyak dan hanya mempengaruhi nyeri yang derajatnya ringan. Golongan fenol dan aldehid pada umumnya merupakan pembunuh sel yang baik, namun memiliki efek samping yaitu dapat menyebabkan alergi. Golongan fenol juga diketahui memiliki bau yang menyengat dan rasa yang tidak enak. Belum adanya manfaat yang diperlihatkan oleh agen seperti golongan fenol atau CMCP dan adanya toksisitas yang ditimbulkan bahan tersebut membuat pemakaian medikamen tradisional semakin berkurang.12

(23)

eksternal. Kalsium hidroksida juga dapat digunakan sebagai bahan sealer pada perawatan saluran akar.21

Berbagai penelitian mengenai efektivitas Ca(OH)2 sebagai antimikroba telah dilakukan. Efek antimikrobial Ca(OH)2 telah dievaluasi pada studi klinis dimana Ca(OH)2 dengan sukses dapat mendisinfeksi saluran akar jika digunakan selama 1 bulan pada 97% kasus yang disembuhkan. Studi berikutnya pada kelompok yang sama, efektivitas dari Ca(OH)2 dapat diperoleh dengan peletakan Ca(OH)2 selama 1 minggu di dalam saluran akar.9 Cara kerja Ca(OH)2 melalui pelepasan ion Ca2+ yang memiliki peran dalam proses mineralisasi jaringan dan ion OH- yang menghasilkan alkalin yang tinggi sehingga menyebabkan lingkungan yang tidak sesuai bagi mikroorganisme.20

Ca(OH)2 juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang ditemukan oleh beberapa peneliti. Penelitian klinis menunjukkan bahwa Ca(OH)2 kurang efektif dalam membunuh bakteri Enterococcus faecalis.6 Penelitian yang dilakukan oleh Estrela et al membuktikan bahwa Ca(OH)2 membutuhkan waktu 60 hari untuk dapat membunuh

Candida albicans dan Enterococcus faecalis.14 Kekurangan lain dari Ca(OH)2 adalah sisa residunya sulit dihilangkan dari dinding saluran akar sehingga akan mengurangi

setting time sealer yang berbasis zinc oxide yang digunakan pada pengisian saluran akar.20 Bloomlof et al (1988) menemukan penggunaan Ca(OH)2 sebagai medikamen saluran akar pada pasien yang juga melakukan perawatan periodontal memiliki efek yang kurang baik pada jaringan periodontal. Ca(OH)2 memberikan pengaruh negatif dalam proses penyembuhan jaringan lunak dan dapat menghambat proses perlekatan gingiva fibroblas walaupun tidak secara signifikan.22

2.2 Enterococcus faecalis Sebagai Salah Satu Bakteri yang Terdapat pada

Infeksi Saluran Akar

(24)

berpasangan atau berbentuk rantai pendek.25 Enterococcus faecalis telah terbukti memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di saluran akar sebagai organisme tunggal tanpa dukungan dari bakteri lain.6,11 Bakteri Enterococcus faecalis banyak berperan pada infeksi endodontik yang telah dibuktikan oleh beberapa penelitian karena ukurannya yang kecil sehingga dapat bertahan hidup dalam tubulus dentin.26

Enterococcus faecalis merupakan flora rongga mulut khususnya di saluran akar dan mempunyai daya resistensi yang sangat tinggi terhadap beberapa antibiotik tertentu. Bakteri ini mampu mengadakan kolonisasi yang baik pada permukaan protein serta membentuk biofilm pada dinding-dinding dentin. Pada saat ini, bakteri Enterococcus faecalis telah menduduki peringkat ketiga sebagai bakteri patogen nasokomial, mempunyai sifat yang resisten pada beberapa antibiotik seperti aminoglikosida, penisilin, tetrasiklin, klorampenikol, dan vankomisin.26

Berdasarkan taksonominya, Enterococcus faecalis diklasifikasikan atas :23 Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes Famili : Enterococcaceae Genus : Enterococcus

Spesies : Enterococcus faecalis

(25)

Gambar 1. Scanning Electron Micrograph (SEM) sel bakteri Enterococcus faecalis

dengan pembesaran 400x 24

Prevalensi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Enterococcus faecalis berkisar antara 24%-77%. Penemuan ini dapat dijabarkan melalui variasi dari ketahanan dan virulensi dari bakteri Enterococcus faecalis sendiri termasuk kemampuannya dalam bersaing dengan mikroorganisme lain, masuk ke tubulus dentin, dan mampu bertahan pada kondisi nutrisi yang sedikit. Penelitian yang dilakukan oleh Stuart (2006) juga menyebutkan bahwa Enterococcus faecalis banyak ditemukan pada gigi yang dirawat saluran akarnya dengan prevalensi sebesar 30%-90%. Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup dalam jangka panjang pada saluran akar gigi tanpa penambahan nutrisi.26

Tabel 1. Bakteri yang diisolasi dari saluran akar yang telah dilakukan perawatan dengan periodontitis apikalis yang persisten27

Bakteri Frekuensi (%)

Synergistes oral clone BA121 5

(26)

Tingginya prevalensi Enterococcus faecalis disebabkan antara lain karena

Enterococcus faecalis dapat beradaptasi pada kondisi yang kurang menguntungkan seperti hiperosmolariti, panas, etanol, hidrogen peroksida, asam, dan basa. Enterococcus faecalis dapat menginvasi tubulus dentin untuk perlindungan dari preparasi saluran akar

chemo-mechanical dan teknik dressing intrakanal. Enterococcus faecalis dapat terlepas dari tubulus dentin menuju ruang saluran akar dan menjadi sumber infeksi ulang. Beberapa studi telah melaporkan rendahnya sensitivitas Enterococcus faecalis terhadap cairan irigasi dan medikamen saluran akar seperti kalsium hidroksida, diperkirakan efek basanya dapat meningkatkan sifat adhesif dari bakteri.28 Enterococcus faecalis juga dapat mentolerir kandungan alkalin yang tinggi dari kalsium hidroksida karena memiliki pompa proton.6

Enterococcus faecalis diperkirakan dapat berpenetrasi antara 50-300µ m ke dalam dentin manusia sehingga apabila penetrasi cukup dalam, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan dari instrumen dan irigan endodontik ketika preparasi chemo-mechanical berlangsung.20,29 Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup di dalam kanal melalui ramifikasi apikal atau ruang antara bahan pengisi saluran akar dengan dinding kanal, sehingga sangat diperlukan adanya bahan medikamen saluran akar yang digunakan antar kunjungan yang diharapkan dapat berpenetrasi ke dalam jaringan gigi.20 Faktanya, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup selama 6-12 bulan pada lingkungan yang kekurangan nutrisi sekalipun dan kemudian tumbuh dengan subur pada saat sumber nutrisi kembali tersedia.29

Kemampuan bertahan hidup dan virulensi dari Enterococcus faecalis antara lain berasal dari enzim litik, sitolisin, senyawa agregasi, feromon, dan asam lipoteikoat (LTA). Untuk melekat pada sel host, bakteri ini mengekspresikan protein untuk berkompetisi dengan sel bakteri lain dan mengubah respon host. Enterococcus faecalis

(27)

nutrisi peptida pada organisme dan menyediakan nutrisi peptida pada organisme dan menyebabkan kerusakan, baik secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan pejamu dan termasuk ke dalam faktor virulensi. Faktor virulensi terkait dengan kolonisasi pada pejamu, kompetisi dengan bakteri lain, resistensi dalam merespon mekanisme kekebalan pejamu, dan produksi bahan patologis yang dapat mempengaruhi pejamu secara langsung dengan menghasilkan toksin atau secara tidak langsung yakni dengan cara menginduksi terjadinya proses inflamasi. Faktor-faktor virulensi tersebut terdiri dari substansi agregasi, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA), extracellular superoxide, gelatinase, hialuronidase, dan sitolisin.24,25 Enterococcus faecalis juga memiliki sistem adhesi yang baik, dikenal sebagai Ace, yaitu ikatan kolagen dimana struktur dan fungsinya hampir sama dengan ikatan protein-kolagen pada Staphylococcus aureus. Telah dibuktikan bahwa protease, gelatinase, dan ikatan protein-kolagen (Ace) bakteri Enterococcus faecalis berperan dalam adhesi saluran akar.26,33

Sifat resistensi bakteri Enterococcus faecalis sangat kuat, beberapa upaya telah dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut dan banyak alternatif yang dikhususkan untuk menghambat atau membunuh bakteri Enterococcus faecalis tersebut. Antibakteri yang sudah ada kurang mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri ini sehingga masih dibutuhkan adanya inisiatif-inisiatif baru untuk menyempurnakan fungsinya, oleh karena itu diharapkan muncul alternatif lain dari bahan alami untuk mendapatkan antibakteri yang dapat lebih baik dari yang sudah ada.26

2.3 Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)

(28)

Buah manggis merupakan salah satu buah unggulan Indonesia dan mendapat julukan Queen of Fruits. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Di Indonesia, manggis mempunyai berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat).30-32

Menurut Tjitrosoepomo (1994), kedudukan taksonomi dari manggis (Garcinia mangostana L) yaitu :32

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Guttiferanales Famili : Guttiferae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L

Gambar 2. Buah manggis (Garcinia mangostana L.)32

(29)

2.4 Nilai Farmakologis Kulit Buah Manggis

Pemanfaatan kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu. Menurut Mahabusarakam et al (1987), kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai pengobatan di India, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand.31 Tambunan (1998) dan Subroto (2008) menemukan kulit buah manggis mempunyai sifat sebagai anti-aging, menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan berat badan, antivirus juga antibakteri.16 Hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit buah manggis yang dilakukan oleh Poeloengan dan Praptiwi (2010) menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mengandung komponen kimia yang memiliki aktivitas anti bakteri yaitu saponin, tanin, alkaloid dan flavonoid.16

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga mengganggu proses metabolisme.16 Flavanoid bersifat sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (lipid bilayer).26

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel kuman, kuman tersebut akan pecah atau lisis.16,31

Alkaloid mekanisme kerjanya dihubungkan dengan kemampuan alkaloid untuk berikatan dengan DNA sel sehingga menganggu fungsi sel diikuti dengan pecahnya sel dan diakhiri dengan kematian sel.16,31

Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan pada konsentrasi tinggi, tanin bekerja sebagai antimikroba dengan cara mengkoagulasi atau mengumpulkan protoplasma kuman sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein kuman dan pada saluran pencernaan tanin diketahui dapat mengeliminasi toksin.16,31

(30)

mempunyai aktivitas antijamur, antioksidan, antiviral, dan antibakteri dan α-Mangostin memiliki aktivitas antibakteri yang paling ampuh.26,30

Penelitian ini menggunakan ekstrak etanol kulit buah manggis yang digunakan sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar dapat menyebabkan terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangbiakan sel Enterococcus faecalis sampai pada akhirnya mati. Ekstrak ini memiliki beberapa senyawa aktif yang memiliki daya antibakteri, yaitu flavonoid, saponin, alkaloid, tanin, dan xanthone yang masing-masing memiliki mekanisme yang berbeda dalam membunuh bakteri.

2.5 Metode Difusi Kirby Bauer

Metode difusi Kirby Bauer adalah metode yang paling sering digunakan untuk menentukan keampuhan suatu bahan antibiotik atau antimikroba. Uji ini diperkenalkan oleh William Kirby dan Alfred Bauer pada tahun 1966. Pada uji ini lempengan agar disemai dengan mikroorganisme penguji. 3,37,38 Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu metode silinder, cakram kertas, dan sumuran. Metode silinder yaitu meletakkan beberapa silinder yang terbuat dari gelas atau besi tahan karat di atas media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri. Tiap silinder diletakkan sedemikian rupa hingga berdiri di atas media agar, diisi dengan larutan yang akan diuji dan diinkubasi. Metode cakram kertas yaitu meletakkan cakram kertas yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah direndam larutan uji di atas media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Metode sumur yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri.38,40

(31)

bahan uji dalam medium. Kecepatan berdifusi ini harus diperhitungkan dalam penentuan keampuhan bahan uji.37,38,41

Sampel diinkubasi selama 24-48 jam dalam suhu 37°C. Setelah diinkubasi selama 24 jam, bakteri yang rentan akan memperlihatkan zona hambatan pertumbuhan di sekitar cakram dan bakteri yang resisten akan tumbuh hingga ke tepi cakram.39 Besar diameter zona hambat diukur dengan menggunakan jangka dan penggaris.38

Uji daya hambat pada penelitian ini dilihat dengan mencari nilai kadar hambat minimum dari ekstrak etanol kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis

(32)

2.5 Kerangka Teori

Kadar hambat minimum dengan metode difusi

Kirby Bauer yang dilihat dengan mengendalikan konsentrasi sampel mulai dari 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097% hingga 0,048%

Bakteri Enterococcus faecalis

Menghambat produksi radikal bebas intraseluler oleh bakteri

ϒ

-Mangostin

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah manggis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Hal ini dapat dilihat dengan membuat ekstrak kulit buah manggis yang dimulai dari konsentrasi 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097% hingga 0,048% yang akan dicobakan terhadap bakteri

Enterococcus faecalis sampai didapatkan kadar hambat minimum bakteri.

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari kerangka konsep di atas, maka ditarik hipotesa bahwa :

Terdapat kadar hambat minimum dari ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dalam menghambat pertumbuhan dari Enterococcus faecalis yang dilihat menggunakan metode difusi Kirby Bauer.

Ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan konsentrasi mulai dari 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097% hingga 0,048%

Pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada media dengan menghitung diameter zona hambat yang terbentuk dengan metode difusi Kirby Bauer

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian : Eksperimental Laboratorium

Rancangan Penelitian : Posttest Only Control Group Design

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian : 1. Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi

USU

2. Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR

4.2.2 Waktu Penelitian : 8 bulan

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Enterococcus faecalis.

4.3.2 Sampel penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah suspensi Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang telah diisolasi, diinkubasi, dan dibiakkan dengan media

Mueller Hinton Agar (MHA). 4.3.3 Besar Sampel

Penentuan besar sampel sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure) yang ada di Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi Universitas Airlangga. Jumlah pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rumus Federer (1991).

(t-1) (r-1) ≥ 15

(35)

Jumlah perlakuan ulang (r) yang digunakaan dalam penelitian ini adalah empat kali pengulangan.

Penentuan nilai kadar hambat minimum :

Kelompok I : ekstrak dengan konsentrasi 3,125% = 4 sampel Kelompok II : ekstrak dengan konsentrasi 1,562% = 4 sampel Kelompok III : ekstrak dengan konsentrasi 0,781% = 4 sampel Kelompok IV : ekstrak dengan konsentrasi 0,39% = 4 sampel Kelompok V : ekstrak dengan konsentrasi 0,195% = 4 sampel Kelompok VI : ekstrak dengan konsentrasi 0,097% = 4 sampel Kelompok VII : ekstrak dengan konsentrasi 0,048% = 4 sampel Kelompok VIII : kontrol positif (bakteri tanpa perlakuan) = 4 sampel Kelompok IX : kontrol negatif (etanol teknis 70%) = 4 sampel

Jumlah sampel = 36 sampel

4.3.3.1 Penentuan Nilai Daya Hambat Minimum

Metode yang digunakan dalam penentuan nilai kadar hambat minimum ekstrak kulit buah manggis ini adalah metode difusi Kirby Bauer (1966) teknik sumuran dengan menetapkan konsentrasi sebesar 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097% , dan 0,048%.

Cara pengukuran daya hambat menurut CLSI (2012) : Diameter zona hambat = vertikal + horizontal (mm) 2

: Diameter vertikal : Diameter horizontal

(36)

4.4 Variabel dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

Variabel bebas

Ekstrak kulit buah manggis dengan konsentrasi mulai dari 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097% hingga 0,048%

Variabel tergantung

Pertumbuhan bakteri E. faecalis

pada media Mueller Hinton Agar

dengan pengukuran nilai kadar hambat minimum menggunakan sampai proses ekstraksi (7 hari, 40°C)

d. Volume etanol teknis 70% yang dipakai (5 liter) e. Waktu perendaman simplisia (3 jam)

f. Waktu perkolasi (2 minggu)

g. Nomor kertas saring yang digunakan (Whatman No.42) h. Jumlah kertas saring saat perkolasi (3 lapis)

i. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (30 tetes/menit) j. Sterilisasi alat, bahan coba, dan media

k. Suspensi Enterococcus faecalis ATCC 29212

l. Mueller Hinton Agar sebagai media pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis

m. Suhu untuk menumbuhkan Enterococcus faecalis

(37°C)

n. Waktu pembiakan Enterococcus faecalis (24 jam)

o. Trypticase Soy Broth sebagai media pengencer bahan

c. Lama penyimpanan buah manggis d. Waktu saat pengiriman dari bahan

coba sampai ke Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR

e. Suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR

f. Suhu penguapan rotary evaporator g. Suhu inkubator

(37)

4.4.2 Variabel bebas

Ekstrak kulit buah manggis dengan konsentrasi 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097%, dan 0,048%.

4.4.3 Variabel tergantung

Pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada media Mueller Hinton Agar

(MHA) dengan pengukuran nilai zona hambat. 4.4.4 Variabel Terkendali

Variabel pada penelitian ini terdiri atas :

a. Asal buah manggis (Garcinia mangostana L) Kutacane, Aceh Tenggara b. Berat kulit buah manggis sebelum pengeringan (1kg) dan setelah dikeringkan (300 gram)

c. Lama penyimpanan kulit buah manggis dan suhu sampai proses ekstraksi (7 hari, 40°C)

d. Volume etanol teknis 70% yang dipakai (5 liter) e. Waktu perendaman simplisia (3 jam)

f. Waktu perkolasi (2 minggu)

g. Nomor kertas saring yang digunakan (Whatman No.42) h. Jumlah kertas saring saat perkolasi (3 lapis)

i. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (30 tetes/ menit) j. Sterilisasi alat, bahan coba, dan media

k. Suspensi Enterococcus faecalis ATCC 29212

l. Media Mueller Hinton Agar sebagai media pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis

m. Suhu untuk menumbuhkan Enterococcus faecalis (37°C) n. Waktu pembiakan Enterococcus faecalis (24 jam)

o. Media Trypticase Soy Broth sebagai media pengencer bahan coba 4.4.5 Variabel Tidak Terkendali

(38)

c. Lama penyimpanan buah manggis

d. Waktu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR

e. Suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR

f. Suhu penguapan rotary evaporator g. Suhu inkubator

h. Kemampuan berdifusi dari bahan coba

4.4.6 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala

(39)
(40)
(41)

4.5 Metode Pelaksanaan Penelitian

4.5.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah :

1. Kulit buah manggis sebanyak 1 kg (Kutacane, Aceh Tenggara) 2. Etanol 70% 5 liter (Kimia Farma, Indonesia)

3. Suspensi Enterococcus faecalis ATCC 29212 (Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi UNAIR, Surabaya, Indonesia)

4. Media Mueller Hinton Agar (Difco,USA) 5. Media Trypticase Soy Broth (Difco, USA)

4.5.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Timbangan (Home Line, China)

2. Timbangan analitik (Vibra, Japan) 3. Blender (Panasonic, Japan)

4. Kertas perkamen 2 kajang

5. Kapas 250 gram (Bio Panca, Indonesia) 6. Kertas saring (Whatman no.42, England)

7. Aluminium foil 1 gulungan (Total Wrap, Indonesia) 8. Perkolator

9. Erlenmeyer (Pyrex, USA)

10. Vaccum rotavapor (Stuart, 2010)

11. Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan) 12. Autoklaf (Tommy, Japan)

13. Vortex (Iwaki model TM- 100, Japan) 14. Inkubator CO2 (Sanyo, Japan)

15. Pipet mikro (Gilson, France) 16. Piring petri (Pyrex, Japan) 17. Ose dan spiritus

(42)

19. Penggaris (Novus, Indonesia) 20. Jangka (Aigo, Japan)

Gambar 3. Autoklaf Gambar 4. Timbangan Gambar 5. Vortex analitik

4.5.3 Prosedur Penelitian

4.5.3.1 Prosedur pembuatan ekstrak kulit buah manggis

Sampel kulit buah manggis berasal dari buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang diperoleh dari Kutacane, Aceh Tenggara. Proses pembuatan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dilakukan berdasarkan Standard Operational Procedure (SOP) Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pembuatan simplisia

(43)

Gambar 6. Buah manggis yang telah di- Gambar 7. Kulit buah manggis diiris halus cuci bersih dan ditimbang

(44)

Gambar 10. Simplisia dimaserasi dalam

etanol teknis 70% selama 3 jam

b. Proses maserasi

Sebanyak 300 gram simplisia dimasukkan ke dalam wadah dan direndam dengan etanol teknis 70% selama 3 jam dalam keadaan tertutup. Diaduk sesekali dengan keadaan etanol cukup merendam sampel.

c. Proses perkolasi

Perkolator disiapkan dengan cara meletakkan kapas secukupnya pada bagian dasar wadah perkolator, kemudian di atas kapas tersebut diletakkan kertas saring sebanyak 2 lembar. Kemudian masa simplisia yang telah direndam selama 3 jam tersebut dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati – hati sambil sesekali ditekan dengan sendok. Kemudian etanol 70% dituangkan ke dalam perkolator dan massa simplisia disaring dengan lapisan kertas saring sampai cairan tersebut mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari untuk mengetahui apakah perkolator sudah berfungsi dengan baik. Kemudian perkolator ditutup dengan

aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam.

(45)

dilakukan penampungan perkolat. Tambahkan etanol teknis 70% sebanyak 2/3 dari tinggi perkolator ketika cairan penyari sudah hampir habis sehingga selalu terdapat cairan penyari di atas simplisia hingga diperoleh ekstrak cair. Prosedur penampungan perkolat dilakukan sampai perkolat yang dihasilkan berwarna jernih dimana diperoleh ekstrak cair sebanyak 3,5 liter.

Gambar 11. Proses perkolasi Gambar 12. Proses penguapan ekstrak

d. Ekstrak cair diuapkan dengan vacuum rotavapor pada suhu 40°C hingga konsistensi kental. Ekstrak yang telah kental tersebut ditimbang dengan timbangan analitik.

4.5.3.2 Pengenceran Bahan Coba

Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) ditimbang menggunakan

(46)

mikropipet dan diletakkan pada tabung ke-2 untuk mendapatkan ektrak kulit buah manggis konsentrasi 50% (pengenceran ganda), demikian seterusnya sampai tabung terakhir dan diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 0,048%.

4.5.3.3 Pembuatan Media Bakteri

Sebelum spesimen dibiakkan, terlebih dahulu dibuat media Mueller Hinton Agar

(MHA) sebanyak 38 gram dilarutkan ke dalam 1000 ml aquadest dan dipanaskan diatas tungku pemanas magnetik sampai mendidih. Kemudian dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi (20ml/tabung). Selanjutnya disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit. Setelah disterilkan, media yang akan digunakan dipanaskan kembali dan dituangkan ke dalam petri (20ml/petri) dan dibiarkan hingga dingin.

Gambar 13. Media MHA dalam bentuk Gambar 14. Media MHA setelah dituang- cair setelah disterilkan dalam kan ke dalam plate dan autoklaf dibiarkan hingga dingin

4.5.3.4 Pembiakan Suspensi Bakteri

Kegiatan pembiakan spesimen dilakukan dalam suasana anaerob pada inkubator CO2. Enterococcus faecalis yang digunakan adalah spesimen stem sel Enterococcus

(47)

Sebanyak 1-2 ose dari biakan murni bakteri uji yang telah dikultur dan tumbuh dengan subur disuspensikan dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% sampai diperoleh kekeruhan sesuai standar 0,5 Mac Farland atau sebanding dengan jumlah bakteri 1x108 CFU/ml

4.5.3.5 Penentuan Kadar Hambat Bahan Coba

Metode yang digunakan adalah difusi Kirby Bauer dengan teknik sumuran. Bahan coba ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang akan digunakan telah diencerkan dan dimulai dari konsentrasi 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097% hingga 0,048%. Buat hole dengan menggunakan perforator pada media MHA yang telah berisi suspensi bakteri. Teteskan ekstrak sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan ke dalam masing-masing hole sebanyak 100µl. Tutup plate dan masukkan ke dalam inkubator. Inkubasi dalam suhu 37° C selama 24 jam. Setelah 24 jam, ukur zona hambat yang terbentuk dengan jangka dan penggaris.

(48)

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

Data dari setiap pemeriksaan dianalisis dengan memakai uji statistik, yaitu : 1. Uji normalitas Shapiro-Wilk untuk mengetahui data hasil penelitian terdistribusi normal atau tidak.

2. Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan pada seluruh kelompok perlakuan.

(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L)

Ekstrak kulit buah manggis diperoleh dari 3 kg buah manggis yang segar dan matang lalu diambil kulitnya dan diiris halus hingga diperoleh 1 kg kulit buah manggis lalu dikeringkan di dalam lemari pengering. Kulit buah manggis yang telah kering lalu dihaluskan sehingga dihasilkan 300 gram serbuk simplisia dan dilarutkan dengan etanol teknis 70% kemudian diuapkan dengan vacuum rotavapor sehingga diperoleh 90 gram ekstrak kental berwarna coklat. Ekstrak kental yang dihasilkan dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin.

Gambar 17. Ekstrak kental kulit buah manggis

5.2 Pengujian Daya Hambat

(50)

0,048%). Penetapan konsentrasi dilakukan berdasarkan standar Laboratorium Rumah Sakit Khusus Infeksi Universitas Airlangga dengan metode pengenceran ganda.

Penentuan daya hambat dilakukan dengan mengukur zona hambat yang terbentuk pada hole pada masing-masing sampel setelah diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37°C. Zona hambat di sekitar hole inilah yang menunjukkan daya hambat yang dibentuk oleh ekstrak terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis. Zona hambat yang terbentuk diukur dengan menggunakan jangka dan penggaris. Dari hasil pengujian ekstrak kulit buah manggis terhadap bakteri Enterococcus faecalis, zona hambat paling besar dihasilkan oleh ekstrak kulit buah manggis dengan konsentrasi 3,125% dan zona hambat paling kecil dihasilkan oleh konsentrasi 0,39%.

(a) (b)

(51)

(e) (f)

(g) (h)

Gambar 18. Koloni bakteri pada media MHA dengan konsentrasi (a) 3,125% (b) 1,562% (c) 0,781% (d) 0,39% (e) 0,195% (f) 0,097% (g) 0,048% (h) Kontrol negatif

(52)

dan petri (b), dan pada petri (d) yang ditetesi ekstrak dengan konsentrasi 0,39% terlihat zona hambat yang berdiameter paling kecil, hampir mendekati diameter daripada hole.

Selanjutnya pada petri (e), (f), (g) yang masing-masing yang ditetesi ekstrak dengan konsentrasi 0,195%, 0,097%, 0,048% sudah tidak terdapat zona hambat di sekitar hole, sedangkan pada petri (h) merupakan kontrol negatif dari penelitian ini yang ditetesi etanol teknis 70%. Pada petri (d) yang ditetesi ekstrak dengan konsentrasi 0,39% yang menjadi daya hambat minimum karena masih terdapat zona hambat yang terbentuk dan menjadikannya konsentrasi terkecil yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri

Enterococcus faecalis. Pada petri (e), (f), dan (g) yang masing-masing ditetesi ekstrak dengan konsentrasi 0,195%, 0,097%, 0,048% sudah tidak lagi ditemukan zona hambat dan seluruh media ditumbuhi oleh bakteri, maka ekstrak dengan konsentrasi tersebut tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.

Tabel 2. Hasil uji ekstrak kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis pada konsentrasi3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39%, 0,195%, 0,097%, 0,048%

No. Bahan Uji Konsentrasi Diameter Zona Hambat (mm)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4

(53)

dengan suhu 37°C masih terlihat adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar hole. Pada konsentrasi 0,195%, 0,097%, dan 0,048% tidak ditemukan lagi zona hambat di sekitar hole dan terdapat bakteri yang tumbuh pada media. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,195%, 0,097%, dan 0,048% ekstrak kulit buah manggis tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri bakteri Enterococcus faecalis.

5.3 Analisis Hasil Penelitian

Data dari pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan koloni Enterococcus faecalis dianalisa secara statistik dengan derajat kemaknaan (α= 0,05). Sebelum dilakukan uji perbedaan antar kelompok perlakuan, dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui apakah data yang dianalisa terdistribusi normal atau tidak. Setelah data hasil penelitian diuji, ternyata nilai p< 0,05 yang artinya data tersebut tidak terdistribusi normal.

Tabel 3. Hasil uji normalitas

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

a .813 28 .000

(54)

Tabel 4. Hasil uji Kruskal-Wallis

*signifikan

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan nilai p< 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak konsentrasi 0,39% merupakan konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Tabel 5. Hasil uji Mann-Whitney

Konsentrasi 3,125% 1,562% 0,781% 0,39% 0,195% 0,097% 0,048%

3,125% - * * * * * *

1,562% * - * * * * *

0,781% * * - * * * *

0,39% * * * - * * *

0,195% * * * * - * *

0,097% * * * * * - *

0,048% * * * * * * -

*signifikan

Kelompok Perlakuan N Rata-Rata Diameter Zona Hambat Nilai P*

3,125% 4 14,25 0,00

1,562% 4 11,25 0,00

0,781% 4 9,25 0,00

0,39% 4 7,625 0,00

0,195% 4 0,00 0,00

0,097% 4 0,00 0,00

(55)

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian eksperimental laboratorium secara in vitro ekstrak kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis dilakukan untuk menemukan kadar minimal ekstrak kulit buah manggis yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis

sampai akhirnya bakteri tersebut mati. Penelitian ini menggunakan 300 gram serbuk simplisia yang diperkirakan cukup untuk mendapatkan ekstrak kental kulit buah manggis untuk pengujian daya hambat terhadap Enterococcus faecalis. Dalam penelitian ini pengambilan ekstrak kulit buah manggis dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol teknis 70%. Etanol teknis 70% dipilih sebagai cairan penyari karena pelarut ini bersifat universal yang dapat menarik sebagian besar zat-zat aktif yang terkandung dalam kulit buah manggis yaitu saponin, flavonoid, alkaloid, tanin, dan

xanthone.16

Ekstrak kulit buah manggis disuspensikan dalam media Trypticase Soy Broth

(TSB) yang merupakan media standar yang digunakan untuk daya hambat dengan metode difusi Kirby Bauer. TSB memiliki pH netral yaitu 7,3 sehingga efek antibakteri yang dihasilkan murni dari ekstrak kulit buah manggis itu sendiri, bukan karena penambahan pelarut yang bersifat asam ataupun alkali yang kemungkinan dapat meningkatkan efek antibakterinya.34 Ada tiga cara yang terdapat dalam metode difusi

Kirby Bauer yang dapat digunakan dalam menemukan zona hambat suatu bahan antibakteri, yaitu dengan menggunakan silinder, cakram kertas, dan sumuran (hole)

(56)

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap metode difusi Kirby Bauer yaitu konsentrasi senyawa dalam wadah harus dapat ditentukan, waktu difusi, dan kemampuan difusi senyawa tersebut ke dalam media agar. Meskipun senyawa tersebut sangat berpotensi sebagai antimikroba tetapi bila tidak mampu berdifusi ke dalam media akan menghasilkan diameter daerah hambatan yang sempit. Kecepatan pertumbuhan mikroba dan kecepatan difusi senyawa juga akan berpengaruh menghasilkan diameter daerah hambatan yang sempit.37

Dalam pengujian daya hambat, pada setiap konsentrasi bahan dilakukan replikasi sebanyak empat kali agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Penentuan nilai daya hambat dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar hole dengan menggunakan jangka dan penggaris dengan ketelitian dalam millimeter (mm) setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 3,125%, 1,562%, 0,781%, 0,39% terdapat daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri dan pada konsentrasi 0,195%, 0,097%, dan 0,048% sudah tidak ditemukan adanya zona hambat di sekitar hole.

Ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Enterococcus faecalis karena bahan aktif yang dimiliki oleh ekstrak kulit buah manggis yaitu saponin, tanin, alkaloid, flavonoid, dan xanthone berefek terhadap bakteri sehingga ditemukan adanya daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri tersebut.16,26 Data hasil penelitian ini kemudian dianalisa secara statistik dengan uji Shapiro-Wilk,

(57)

hambat yang paling besar sementara konsentrasi 0,39% adalah daya hambat yang paling kecil atau konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan dari Enterococcus faecalis. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit manggis maka semakin meningkat bahan aktif antibakteri yang terkandung dalam ekstrak. Selain itu, kerusakan sel bakteri yang terjadi akibat daya hambat dari bahan antibakteri tidak dapat diimbangi dengan kemampuan perbaikan dari sel bakteri, sehingga bakteri menjadi lisis dan jumlah koloni Enterococcus faecalis yang berhasil tumbuh semakin menurun.26,35

Beberapa penelitian terhadap ekstrak kulit buah manggis juga telah dilakukan dengan mengujikannya pada bakteri lain. Penelitian aktivitas antifungal alpha-mangostin yang terdapat pada kulit buah manggis terhadap (Candida albicans) dilakukan oleh Kaomongkolgit et al (2009) diperoleh KHM sebesar 1 mg/ml dan MFC (Minimum Fungicidal Concentration) sebesar 2mg/ml.16 Penelitian yang dilakukan oleh Tadtong et al (2009) terhadap Streptococcus mutans, P. gingivalis dan Streptococcus pyogenes diperoleh KHM sebesar 0,01 mg/ml sedangkan pada Staphylococcus aureus

diperoleh KHM sebesar 0,1 mg/ml.15 Penelitian yang dilakukan oleh Sitaresmi (2014) terhadap bakteri plak supragingiva didapatkan daya hambat pada konsentrasi ekstrak 0,87%.30 Penelitian efek antibakteri ekstrak kulit manggis terhadap bakteri

Enterococcus faecalis secara in vitro dengan metode dilusi yang dilakukan oleh Melfi (2013) mendapatkan Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada konsentrasi 3,125% tetapi nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) tidak ditemukan.18 Juga pada penelitian efek antibakteri ekstrak kulit manggis terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum secara in vitro dengan metode dilusi yang dilakukan oleh Epifeni (2013) memperoleh Kadar Bunuh Minimum (KBM) pada konsentrasi 1,562% tetapi nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) juga tidak ditemukan.36

(58)

menggunakan kulit buah manggis yang diperoleh dari pohon yang tumbuh di Kutacane, Aceh Tenggara.

Efek antibakteri yang dimiliki ekstrak kulit buah manggis disebabkan adanya senyawa aktif yang terkandung di dalamnya yaitu saponin, tanin, alkaloid, flavonoid, dan xanthone yang berperan dengan mengganggu fungsi membran atau dinding sel bakteri. Alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, dan xanthone berfungsi membuat dinding sel rusak, mengendapkan protein bakteri, mengganggu sintesis DNA sehingga menyebabkan lisisnya sel dari bakteri Enterococcus faecalis.16,26,30

Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel Enterococcus faecalis akan rusak dan lisis.16,26

Tanin mampu menyebabkan pengerutan dinding sel bakteri sehingga mengganggu permeabilitas sel tersebut sehingga berakibat aktivitas hidup sel terganggu, pertumbuhannya terhambat, bahkan dapat mengakibatkan kematian pada bakteri. Selain itu tanin mampu membentuk ikatan kompleks dengan protein sehingga mengaktivasi adhesin bakteri, enzim, koagulator protein bakteri sehingga aktivitas fisiologis sel bakteri terganggu. Tanin dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi, tanin bekerja sebagai anti mikroba dengan cara mengkoagulasi dan mengumpulkan protoplasma mikroba sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein dari bakteri tersebut.16,26

Alkaloid berfungsi sebagai antibakteri yaitu berikatan dengan DNA sel dari

Enterococcus faecalis sehingga mengganggu sintesis DNA yang mengakibatkan bakteri tersebut tidak mampu bereplikasi. Alkaloid mekanisme kerjanya dihubungkan dengan kemampuannya untuk berikatan dengan DNA sel sehingga menganggu fungsi sel diikuti dengan pecahnya sel dan diakhiri dengan kematian sel 16,31

(59)

bilayer). Flavonoid mampu membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga struktur tersier protein terganggu dan protein tidak dapat berfungsi lagi, maka terjadi denaturasi protein dan asam nukleat. Denaturasi tersebut menyebabkan koagulasi protein dan mengganggu metabolisme dan fungsi fisiologis bakteri. Metabolisme yang terganggu akan mengakibatkan rusaknya sel secara permanen karena tidak tercukupinya kebutuhan energi.26

Xanthone mempunyai senyawa aktif turunan yaitu α-Mangostin, β-mangostin, dan ϒ-Mangostin. Ketiga senyawa turunan ini menurut penelitian Chaverri (2008)

mempunyai aktivitas antijamur, antioksidan, antiviral, dan antibakteri dan α-Mangostin memiliki aktivitas antibakteri yang paling ampuh. Senyawa α-Mangostin berperan sebagai antibakteri dengaan mekanismenya sebagai antioksidan. Antioksidan ini yang berperan menjadi toksin yang kuat untuk membunuh bakteri. 26,30

(60)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian daya hambat ekstrak etanol kulit buah manggis terhadap Enterococcus faecalis secara in vitro dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis memiliki kadar hambat minimum terhadap Enterococcus faecalis

yang diperoleh pada konsentrasi 0,39%.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan uji fitokimia pada ekstrak kulit buah manggis untuk mengetahui senyawa aktif mana yang paling menghambat pertumbuhan bakteri.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk menguji daya hambat ekstrak kulit buah manggis terhadap biofilm yang terbentuk di dalam saluran akar.

(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Jain P, Ranjan M. Role of herbs in intracanal medicaments. Int J Pharm Bio Sci 2014; 5(3) : 126-31.

2. Suvarna R, Bhat SS, Hegde KS. Antibacterial activity of turmeric against

Enterococcus faecalis – an in vitro study. Int J Curr Microbiol App Sci 2014; 3(2): 498-504.

3. Puneetha, Champa C, Panchajanya S. An in-vitro evaluation of antibacterial activity of medicinal plants and calcium hydroxide against Enterococcus faecalis

by modified direct contact test. Ind J Dent Sci 2014; 2(6): 18-20.

4. Jain P, Ranjan M. Role of herbs in root canal irrigation- a review. Int J Pharm Bio Sci 2014; 9(2): 6-10.

5. Sulieman RT. The antibacterial effect of Myrtus Communis as root canal irrigant: a comparative study. Al- Rafidain Dent J 2009; 9(2): 289-96.

6. Javidi M, Zarei M, Afkhami F. Antibacterial effect of calcium hydroxide on intraluminal and intratubular Enterococcus faecalis. Iran Endod J 2011; 6(3): 103-6.

7. Gajan EB, Aghazadeh M, Abashov R, Milani AS, Moosavi Z. Microbial flora of root canals of pulpally- infected teeth: Enterococcus faecalis a prevalent species. Journal of Dental Research, Dental Clinics, Dental Prospects 2009; 3(1): 24-7. 8. El Karim et al. The antimicrobial effects of root canal irrigation and medication.

Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontology 2007; 103; 560-1, 564-5.

9. Narayanan L L, Vaishnavi C. Endodontic microbiology. J Conserv Dent 2010; 13: 231-9.

(62)

11. Ballal V, Kundabala M, Acharya S, Ballal M. Antimicrobial action of calcium hydroxide, chlorhexidine and their combination on endodontic pathogens. Aust Dent J 2007; 52(2): 118-21.

12. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip & praktik ilmu endodonsia. Ed 3. Alih Bahasa. Narlan Sumawinata. Jakarta: EGC, 2008: 258-9, 325.

13. Singh SV, Bogra P, Gupta S, Saggar P, Gupta I. In vitro evaluation of effectiveness of chlorhexidine, curcuma longa, calcium hydroxide as intracanal medicaments in

Enterococcus faecalis infected dentinal tubules. RJPBCS 2013; 4(1): 234-9.

14. Valera MC, Silva KCG, Maekawa LE, Carvalho CAT, Koga-Ito CY, Camargo CHR, et al. Antimicrobial activity of sodium hypochlorite associated with intracanal medication for Candida albicans and Enterococcus faecalis inoculated in root canals. J Appl Oral Sci 2009; 17(6): 555-9.

15. Sari LO. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah ilmu kefarmasian 2006; 3(1): 1-7.

16. Poeloengan M, Praptiwi. Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana Linn). Media Litbang Kesehatan 2010; 20, 65-9.

17. Palakawong C, Sophanodora P, Pisuchpen S, Phongpaichit S. Antioxidant and antimicrobial activities of crude extracts from mangosteen (Garcinia mangostana L) parts and some essential oils. International Food Research J 2010; 17, 583-7. 18. Melfi AT. Efek antibakteri ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana

L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar (secara in vitro). Skripsi : Medan : Fakultas Kedokteran Gigi USU 2013.

19. Mulyawati E. Peran bahan disinfeksi pada perawatan saluran akar. Maj Ked Gi 2011; 18(2): 205-9.

20. Athanassiadis B, Abbott P V, Walsh L J. The use of calcium hydroxide, antibiotics and biocides as antimicrobial medicaments in endodontics. Australian Dental Journal Endodontic 2007; 52: 64-72.

Gambar

Gambar                                                                                                        Halaman
Tabel 1. Bakteri yang diisolasi dari saluran akar yang telah dilakukan perawatan   dengan periodontitis apikalis yang persisten27
Gambar 2. Buah manggis (Garcinia mangostana L.)32
Gambar 3. Autoklaf
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan senyawa-senyawa volatil yang teridentifikasi, terdapat korelasi antara senyawa – senyawa tersebut dengan karakter aroma yang telah dideskripsikan panelis pada FGD,

Pemantauan kadar obat di dalam darah adalah suatu cara yang digunakan untuk dasar pemberian obat yang optimal berdasarkan konsentrasi target (C target) sehingga dengan

[r]

Hasil penelitian ini sesuai dengan Kurnia, FR (2008) yang berjudul &#34;Hubungan Status Gizi pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di RSUD Wates Kulon

Komponen ini terbentuk dari variabel yang penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen membeli beras organik, tetapi sering dihiaraukan oleh konsumen dan pelaku

Perendaman hormon dilakukan dengan tujuan untuk menginduksi akar pada stek batang tanaman tin ( Ficus carica L) yang akan

•Sabunsan k erja yens dicolenr-orokoo oloh caorcns burub densen cobuch pcruca\ccn ccninbulkon hok-hak dan ko jiban-kevajiban yean haruo d irc a lia iv dan yann bani

Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri dari 50% penderita laki-laki