• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Flavor Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) dan Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Flavor Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) dan Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

FLAVOR CHARACTERIZATION OF WHITE PITAYA (Hylocereus undatus)

AND RED PITAYA (Hylocereus polyrhizus)

Vita Ayu Puspita1, Darwin Kadarisman2, and Anton Apriyantono2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 857 6954 7405, e-mail: vita.ayu.puspita@gmail.com

ABSTRACT

Pitaya is one of newcomers on market. It is also one genus of the cactus family that is unique and interesting to be more deeply explored. Pitaya market demand increases every year. This is correlated with consumer demand for pitaya flavor in a variety of food products. Therefore, this study took the domain about flavor characterization of white and red pitaya to characterize their sensory description and their volatile composition. This research was divided into two stages. The first study involved the selection and training of panelists, pitaya flavor extraction, selection of extraction methods with sensory evaluation, and QDA (Quantitative Descriptive Analysis). The extraction was done using two methods, the maceration and the Likens-Nickerson. The second study included extraction of volatile components that form pitaya flavor using method that had been selected and identification using GC-MS. Based on trained panelists’ evaluation, some fruit aromas description in both of pitayas were sweet, fruity, floral, green leafy, fatty green, and plastic green. Trained panelists revealed in QDA test that the most intense aroma in both of pitayas is green leafy. According to output data from identification result using GC-MS, white and red pitaya contain alcohols, carboxylic acids, alcanes, aldehydes, ketones, alcenes, esters, and terpenoids as their volatile compositions. Alcohol compounds present as major concentration in both of pitayas, with most of this being due to 1-tetradecanol (143.40 μg/g) in white pitaya and 1-hexadecanol (114.62 μg/g) in red pitaya. These volatile compositions had correlation with FGD sensory description. It is expected that the results of this research can contribute significantly to world food and flavor.

(2)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Buah naga berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Namun, seiring dengan perkembangannya, buah naga banyak dibudidayakan di Asia. Negara di Asia yang sudah melakukan pembudidayaan secara besar-besaran adalah Vietnam dan Thailand. Taiwan, Filipina, Indonesia, dan Malaysia juga mulai meningkatkan budidaya tanaman ini. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk membudidayakan tanaman untuk ekspor. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki iklim tropis, sesuai dengan iklim yang dibutuhkan tanaman ini untuk tumbuh dengan baik. Kementrian Pertanian (2010) menyatakan bahwa buah naga di pasar ekspor jumlahnya masih sedikit karena buah ini belum banyak dikenal di banyak negara. Namun, permintaan pasar dalam negeri yang sangat banyak membuat sentra buah naga umumnya masih dipasarkan untuk kebutuhan dalam negeri saja (Nugroho 2009).

Pembudidayaan yang mulai meluas disebabkan oleh meningkatnya permintaan pasar (Anonim 2008). Dengan demikian, diketahui dari semakin meningkatnya permintaan pasar, tingkat kesukaan konsumen terhadap buah naga juga semakin meningkat dan meluas sehingga dapat disimpulkan juga bahwa konsumen menyukai flavor buah naga. Dilihat dari sisi sensori, buah naga memiliki rasa yang cukup manis, menyegarkan, dan menghilangkan dahaga karena kandungan airnya yang banyak. Warna buah naga yang sangat menyala dan unik menambah daya tarik konsumen. Aroma buah naga memang tidak sekuat aroma buah lainnya, namun secara keseluruhan cukup menarik dengan kombinasi rasa yang manis dan warna yang mencolok.

Berdasarkan fakta tersebut, flavor buah naga memiliki potensial yang sangat besar untuk dimanfaatkan secara luas oleh industri pangan. Flavor buah naga untuk sekarang ini sudah banyak dimanfaatkan sebagai flavor campuran pembuatan es krim serta penguat rasa dan aroma pada minuman sari buah. Kebutuhan industri akan flavor dan citarasa buah naga menjadikan industri flavor tertantang untuk memproduksi flavor buah naga. Dengan demikian, penelitian ini mengambil ranah karakterisasi flavor buah naga putih dan buah naga merah untuk mengidentifikasi senyawa pembentuk flavor apa saja yang terkandung di dalamnya, sehingga industri mengetahui dengan pasti jika ingin membuat flavor sintetiknya untuk kebutuhan tertentu meskipun beberapa konsumen menginginkan flavor alami.

Hadirnya flavor buah naga sebagai flavor yang tergolong baru menambah variasi flavor makanan di dunia pangan Indonesia. Melalui hasil penelitian ini, pengembangan dan penggunaan flavor buah naga di dunia pangan dapat lebih meluas dan memenuhi permintaan masyarakat yang meningkat terhadap flavor buah naga.

B.

TUJUAN PENELITIAN

(3)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

BUAH NAGA

Buah naga termasuk pendatang baru yang cukup populer. Hal ini dapat disebabkan oleh penampilannya yang eksotik, rasanya yang manis menyegarkan, dan manfaat kesehatan yang dikandungnya.

Buah naga dalam bahasa Inggris disebut pitaya. Buah ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan, namun sekarang juga dibudidayakan di Negara-negara Asia, seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Buah ini juga dapat ditemui di Okinawa, Israel, Australia Utara, dan Tiongkok Selatan (Anonim 2008).

Nama buah naga atau dragon fruit muncul karena buah ini memiliki warna merah menyala dan memiliki kulit dengan sirip hijau yang serupa dengan sosok naga dalam imajinasi masyarakat Cina. Dahulu masyarakat Cina kuno sering menyajikan buah ini dengan meletakkannya diantara dua ekor patung naga di atas meja altar dan dipercaya akan mendatangkan berkah (Kristianto 2008). Bentuk buah naga berdaging merah dapat dilihat pada Gambar 1.

Pada awalnya tanaman ini dibudidayakan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya segitiga, berduri pendek, dan memiliki bunga yang indah mirip bunga Wijayakusuma berbentuk corong yang mulai mekar saat senja dan akan mekar sempurna pada malam hari. Oleh sebab itu, tanaman ini juga dijuluki night blooming cereus (Anonim 2009).

Secara morfologis, tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Akar buah naga tidak terlalu panjang dan berupa akar serabut yang sangat tahan pada kondisi tanah yang kering dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Batang dan cabang mengandung air dalam bentuk lender dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Bunga buah ini mekar penuh pada malam hari dan menyebarkan bau yang harum. Buah berbentuk bulat agak lonjong dengan letak yang pada umumnya berada di ujung cabang atau batang dengan ketebalan kulit buah sekitar 2-3 cm. Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam dan setiap buah terdapat sekitar 1200-2300 biji (Kristianto 2008).

Buah naga mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000 dan bukan dari budidaya sendiri melainkan impor dari Thailand. Padahal pembudidayaan tanaman ini relatif mudah dan iklim tropis di Indonesia sangat mendukung pengembangannya. Tanaman ini mulai dikembangkan sekitar tahun 2001, di beberapa daerah di Jawa Timur di antaranya Mojokerto, Pasuruan, Jember, dan sekitarnya, namun sampai saat ini areal penanaman buah naga masih dapat dikatakan sempit dan hanya ada di daerah tertentu karena memang masih tergolong langka dan belum dikenal masyarakat luas.

Buah naga merupakan buah non klimaterik (buah yang bila dipanen mentah tidak akan menjadi matang sehingga pemanenan harus dilakukan pada tingkat kematangan yang optimum) dan peka mengalami chilling injury. Buah ini sudah dapat dipanen 30 hari setelah berbunga.

Hingga kini terdapat empat jenis tanaman buah naga yang diusahakan dan memiliki prospek yang baik. Keempat jenis tersebut yaitu (Kristianto 2008):

1. Hylocereus undatus

(4)

3  briks. Tanaman ini lebih banyak dikembangkan di negara-negara produsen utama buah naga dibanding jenis lainnya.

2. Hylocereus polyrhizus

Hylocereus polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Rasa buah lebih manis dibanding Hylocereus undatus, dengan kadar kemanisan mencapai 13-15% briks. Tanaman ini tergolong jenis yang sering berbunga, bahkan cenderung berbunga sepanjang tahun. Sayangnya tingkat keberhasilan bunga menjadi buah sangat kecil, hanya mencapai 50% sehingga produktivitas buahnya tergolong rendah dan rata-rata berat buahnya hanya sekitar 400 gram.

3. Hylocereus costaricentris

Hylocereus costaricentris sepintas mirip dengan Hylocereus polyrhizus namun warna daging buahnya lebih merah sehingga tanaman ini disebut buah naga berdaging super merah. Berat buahnya sekitar 400-500 gram dengan rasanya yang manis mencapai 13-15% Briks. 4. Selenicereus megalanthus

Selenicereus megalanthus berpenampilan berbeda dibanding jenis anggota genus

Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus. Rasa buahnya jauh lebih manis dibanding buah naga lainnya karena memiliki kadar kemanisan mencapai 15-18% briks. Sayangnya buah yang dijuluki yellow pitaya ini kurang popular, kemungkinan besar diakibatkan oleh bobot buahnya yang tergolong kecil, hanya sekitar 80-100 gram.

(5)

Buah naga diklasifikasikan sebagai berikut (Anonim 2009): Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)

Ordo : Cactales

Famili : Cactaceae

Subfamili : Hylocereanea

Genus : Hylocereus dan Selenicereus

Species : Hylocereus undatus (daging putih), Hylocereus polyrhizus (daging merah),

Hylocereus costaricensis (daging super merah), Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik)

Khasiat buah naga yang membuat buah ini banyak dicari masyarakat antara lain menurunkan kolesterol, menurunkan kadar lemak, penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker, pelindung kesehatan mulut, pencegah pendarahan, mengurangi keluhan keputihan, mencegah kanker usus, menguatkan fungsi ginjal dan tulang, menguatkan daya kerja otak, meningkatkan ketajaman mata, bahan kosmetik, meringankan sambelit, mengobati hipertensi, memperhalus kulit wajah, dan meningkatkan daya tahan tubuh (Anonim 2007).

B.

BIOGENESIS FLAVOR BUAH

Aroma adalah parameter kualitas yang paling signifikan dan menentukan dalam pemilihan suatu produk. Komponen aroma yang terdapat dalam bahan baku tidak hanya dalam bentuk komponen volatil tetapi juga dalam bentuk prekursor non-volatil seperti sistein sulfosida, thioglikosida, glikosida, karatenoid, dan turunan asam sianamat (Crouzet et al 1995).

Pembentukan flavor buah-buahan mulai terjadi pada waktu proses pematangan buah. Pada saat buah mentah menjadi matang, terjadi proses anabolisme di dalam buah yang membentuk karbohidrat, lemak, dan protein. Kemudian pada saat pematangan, terjadi proses katabolisme yang mengurai karbohidrat, lemak, dan protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mempunyai aroma yang khas. Laju pembentukan flavor volatil ini tidak sama dengan laju respirasi (klimaterik). Pada umumnya, pembentukan flavor ini mencapai puncaknya setelah proses klimaterik maksimum. Tiap-tiap komponen flavor ini mempunyai waktu reproduksi yang berbeda satu sama lainnya (Heath dan Reineccius 1986).

Menurut Pantastico (1986), senyawa-senyawa utama yang berperan dalam pembentukan flavor buah yaitu senyawa-senyawa ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek, sedangkan menurut Potter (1980) secara umum flavor buah terbentuk karena adanya senyawa-senyawa kimia seperti ester, aldehida, keton dan eter, asam-asam lemak, hidrokarbon, serta terpen.

C.

PENELITIAN MENGENAI BUAH NAGA

(6)

5  antiproliferasi pada buah naga merah oleh Li Chen Wu, Hsiu Wen Hsu, Yun Chen Chen, Chih Chung Chiu, Yu In Lin dan Jaan Annie Ho dari National Chi-Nan University, Taiwan pada tahun 2005, dan penelitian mengenai asam lemak esensial pada minyak biji buah naga pernah dilakukan oleh Abdul Azis Ariffin, Jamilah Bakar, Chin Ping Tan, Russly Abdul Rahman, Roselina Karim, dan Chia Chun Loi dari Universiti Putra Malaysia pada tahun 2008. Selain itu, beberapa penelitian tentang buah naga juga dipublikasi dalam Journal of Postharvest Biology and Technology, antara lain penelitian mengenai pengaruh tingkat kematangan buah naga kuning terhadap kualitasnya setelah penyimpanan oleh Avinoam Nerd dan Yosef Mizrahi dari Israel pada tahun 1999.

D.

UJI SENSORI

Untuk mendapatkan kesesuaian data antara komponen flavor yang teridentifikasi dengan deskripsi aromanya secara subyektif perlu dilakukan adanya suatu uji sensori sehingga prosedur uji sensori ini merupakan salah bagian yang penting dalam penelitian flavor. Uji sensori bertujuan mengetahui ada tidaknya perubahan aroma karena reaksi kimia atau proses fisik di dalam bahan selama proses ekstraksi ataupun selama penyimpanan bahan dan untuk menentukan kerelevanan serta korelasi antara komponen kimia dengan flavor yang dihasilkan (Acree 1993).

Di dalam uji sensori diperlukan beberapa panelis, baik panelis terlatih atau berpengalaman maupun tidak terlatih tergantung jenis dan tujuan uji sensori tersebut. Menurut Larmond (1975) tidak ada ketentuan yang pasti mengenai jumlah panelis yang digunakan, akan tetapi semakin banyak jumlah panelis maka hasil uji organoleptik tersebut semakin baik pula karena variasi data antar individu semakin kecil. Akan tetapi, penggunaan panelis semi terlatih maupun terlatih jauh lebih efisien dari segi keakuratan data dan waktu. Sebelum dilakukan uji sensori, para calon panelis terlatih atau semi terlatih diseleksi dan dilatih terlebih dahulu karena setiap individu berbeda sensitivitasnya, keinginannya, serta kemampuannya sehingga akan diperoleh jumlah panelis yang sedikit tetapi dapat diandalkan (Amerine et al 1965).

Jenis uji sensori yang umumnya digunakan di dalam penelitian flavor meliputi uji deskripsi seperti FGD (Focus Group Discussion) dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis), uji pembedaan seperti uji segitiga dan uji duo-trio, uji scalar seperti uji rating dan ranking, maupun uji penerimaan (Soekarto 1985). Uji deskripsi berguna dalam memaparkan dan menjelaskan atribut-atribut sensori pada sampel. Uji pembedaan berguna dalam mengetahui apakah ada perbedaan pada sampel dengan perlakuan-perlakuan tertentu. Uji scalar berguna dalam mengetahui seberapa jauh perbedaan antar sampel dan seberapa besar tingkat kesukaan konsumen terhadap sampel. Uji penerimaan berguna dalam mengetahui seberapa besar penerimaan konsumen terhadap sampel. Uji-uji ini berguna dalam menganalisis berbagai macam perlakuan dan modifikasi proses.

Uji segitiga merupakan salah satu dari jenis uji pembedaan, selain digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang kecil dan sampel, uji ini juga dapat digunakan untuk menyeleksi para calon panelis. Larmond (1975) menyatakan bahwa uji segitiga merupakan uji pembedaan yang cukup peka jika dibandingkan dengan uji pembedaan lainnya seperti uji pasangan dan uji duo-trio.

E.

METODE IDENTIFIKASI FLAVOR

(7)

Gas Chromatography-Mass Spectometry (GC-MS)

Sebelum sampel diinjeksikan ke dalam kolom kromatografi gas, Hunziker (1989) menyarankan sampel flavor harus benar-benar dipisahkan dari komponen-komponen non volatil. Prinsip kerja kromatografi terletak pada kondisi keseimbangan yang terjadi antara senyawa terlarut dengan fase diam dan fase geraknya. Keadaan keseimbangan ini berbeda untuk setiap komponen tergantung perbedaan interaksinya dengan fase diam yang menahan senyawa tersebut. Kemudian komponen-komponen ini akan berinteraksi berulang-ulang dengan fase diam sepanjang kolom kromatografi sehingga antar komponen dapat dipisahkan (Heath 1981). Dengan metode ini, komponen-komponen volatil dapat dipisahkan dengan efektif dan efisien sehingga metode ini banyak digunakan di bidang flavor.

(8)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah naga putih (Hylocereus undatus) dan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) berumur ± 2 bulan saat dipanen, yang diperoleh dari Kebun Qori, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dimana keduanya mendapatkan perlakuan budidaya yang sama. Tanaman buah naga di kebun ini telah berusia ± 2 tahun. Buah naga yang diambil adalah buah naga yang segar, mature, dan sehat. Setelah dipanen, buah naga ini disimpan di dalam lemari es sampai saat akan diekstrak. Pengambilan buah ini hanya sekali dan langsung dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok untuk diekstrak, dan satu kelompok lagi untuk keperluan uji sensori. Menurut Ziegler (1998), hanya buah yang mature dan sehat yang dapat memproduksi ekstrak flavor yang berkualitas tinggi. Kebun Qory merupakan kebun buah organik dimana tanaman buah dipelihara dan dibesarkan secara organik dengan pengontrolan yang baik dan rutin terhadap tanaman-tanaman buahnya. Bahan yang digunakan untuk seleksi dan pelatihan panelis adalah standar aroma dan rasa. Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi komponen volatil yaitu diklorometana (CH2Cl2) (Merck, Jerman), propilen glikol, kertas saring (Whitman), natrium sulfat anhidrat (Na2SO4) (Merck, Jerman), natrium klorida (NaCl) (Merck, Jerman), n-alkana standar C7-C30 (Fluka-standar untuk GC, Sigma aldrich), dan 1,4-dichlorobenzene. Bahan kimia diperoleh dari Laboratorium Kimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, pisau, neraca analitik, mikropipet, blender, stirrer, kolom vigrex, seperangkat alat Likens-Nickerson, waterbath, penyaring vakum, pemanas, oven, vial dan alat GC-MS (Simadzu).

(9)

B.

METODE PENELITIAN

Gambar 2. Bagan alir proses penelitian

Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap satu dan penelitian tahap dua. Penelitian tahap satu meliputi seleksi panelis dan pelatihan panelis menjadi panelis terlatih, ekstraksi flavor buah naga, pemilihan metode ekstraksi menggunakan evaluasi sensori, dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis). Penelitian tahap dua berupa ekstraksi komponen volatil pembentuk flavor buah naga menggunakan metode yang terpilih dan identifikasi menggunakan metode GC-MS. Aliran proses penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

1. Penelitian Tahap I a.Seleksi Panelis

Panelis terlatih yang dibutuhkan sekitar 8-12 orang. Berikut ini adalah sejumlah tahapan untuk memilih panelis:

Mulai

Seleksi Panelis

Pelatihan Panelis

Pemilihan Cara Ekstraksi

Penentuan Atribut Aroma

Ekstraksi Buah Naga Tahap 1

Tahap 2

Analisis Komponen Flavor

dengan GC-MS 

(10)

(1) Pendaftaran Panelis

Tahap ini merupakan tahap paling awal untuk menjaring panelis dengan menyebarkan formulir bagi yang berminat menjadi panelis terlatih, dalam hal ini panelis terlatih flavor buah (Lampiran 1).

(2)Identifikasi Bau Dasar Bahan atau Sampel:

Sampel aroma yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT Ogawa Indonesia. Berikut ini disebutkan sampel aroma apa saja yang dipakai pada uji identifikasi bau dasar dalam Tabel 1. Sampel yang berasal dari PT Ogawa berbentuk

liquid dan disimpan dalam botol kaca tidak berwarna dengan konsentrasi tertentu yang masih tergolong pekat untuk dilakukan penciuman. Oleh karena itu, sampel aroma tersebut diencerkan hingga konsentrasi 100 ppm dengan propilen glikol. Setelah diencerkan, sampel aroma disimpan di dalam botol kaca gelap.

Tabel 1. Aroma untuk identifikasi bau dasar

S

Sumber : PT Ogawa Indonesia

Penyajian

Sampel disajikan secara berturut-turut dengan diberi label berupa tiga digit angka secara acak. Scoresheet uji identifikasi bau dasar ada pada Lampiran 2.

Penilaian oleh Panelis

Panelis menguji sampel secara acak dengan melakukan penciuman untuk masing-masing sampel aroma. Penciuman dilakukan dengan meletakkan botol sampel aroma dekat hidung lalu tangan mengibas-ngibaskan aroma yang ada pada bagian atas botol hingga aroma sampel tersebut dapat tercium. Kemudian panelis mengidentifikasi aroma apa sebenarnya sampel itu dan menuliskannya ke scoresheet yang telah disediakan.

Pengujian hanya diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang. Dari pengujian satu sampel ke sampel lainnya panelis diminta menetralkan terlebih dahulu inderanya memberikan jeda penciuman minimal 30 detik antar sampel. Jika indera penciuman panelis jenuh, indera tersebut harus dinetralkan dengan mencium aroma kopi beberapa saat hingga panelis dapat menggunakan indera penciumannya lagi untuk melakukan pengujian (Waysima 2009).

Pengolahan Data oleh Penyaji

Panelis yang terpilih sebagai kandidat panelis terlatih adalah panelis yang mampu mengidentifikasi minimal 50% dari aroma dasar.

Bahan Karakteristik Bau

Allyl hexanoate Sweet, fruity, balsamic, floral

Iso amyl acetate Fruity, banana, sweet

Ethyl butyrate Sweet-fruity

Winter green Balsamic, herba, green-earthy

(11)

(3)Uji Segitiga

Bahan atau Sampel

Uji segitiga ini menggunakan satu jenis bau dasar tetapi dengan intensitas yang berbeda. Masing-masing aroma di bawah ini diencerkan dengan propilen glikol hingga konsentrasi 100 ppm, lalu disimpan di dalam botol kaca berwarna gelap dan diberi tiga kode angka acak. Ada tiga kelompok sampel aroma pada uji ini. Setiap kelompok terdiri dari tiga sampel. Sampel aroma yang digunakan untuk masing-masing kelompok uji segitiga dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Kelompok aroma untuk uji segitiga

Kelompok Bahan Karakterisasi Bau

1 Ethyl butyrate Sweet-fruity

Isoamyl acetate Fruity, banana, sweet

2 Winter green Balsamic, herba, green earthy

1,8 cineole Balsamic

3 Allyl hexanoate Sweet, fruity, balsamic, floral

Ethyl phenyl acetate Floral

Penyajian

Sampel disajikan dalam bentuk tiga kelompok sampel. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga sampel aroma. Penyajian kepada panelis dilakukan dengan meletakkan botol-botol sampel tiap kelompok pada satu nampan. Uji segitiga memiliki enam kemungkinan penyajian sampel dalam uji segitiga :

ABB BBA AAB

BAB ABA BAA

Kombinasi penyajian ini dilakukan untuk ulangan pengujian. Dalam satu kali sesi pengujian, bisa digunakan kombinasi dari baris pertama, kemudian dalam pengulangan di hari berikutnya digunakan kombinasi dari baris kedua. Pengulangan diperlukan untuk mengetahui konsistensi panelis dalam memberikan jawaban. Scoresheet uji segitiga ada pada Lampiran 3.

Penilaian dari Panelis

Panelis diminta melakukan penciuman terhadap masing-masing sampel yang telah diberi kode tiga angka acak. Pengujian hanya dilakukan satu kali (tidak diperkenankan mengulang) berurutan dari kiri ke kanan. Penciuman dilakukan dengan meletakkan botol sampel aroma dekat hidung lalu tangan mengibas-ngibaskan aroma yang ada pada bagian atas botol hingga aroma sampel tersebut dapat tercium. Hal ini dilakukan untuk ketiga kelompok sampel yang disajikan. Kemudian panelis mengidentifikasi sampel mana yang memiliki aroma berbeda dari ketiga sampel yang disajikan tiap kelompok. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga total kelompok sampel yang disajikan adalah sembilan kelompok sampel.

Pengolahan Data oleh Penyaji

(12)

11  Form isian/penilaian yang digunakan juga memiliki format antara lain berisi jenis pengujian, identitas panelis, instruksi yang lengkap dan jelas, dan garis/kolom penilaian uji. Instruksi yang jelas maupun kondisi ruang pengujian yang diatur sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya bias.

Panelis yang terpilih sebagai panelis terlatih harus memiliki beberapa syarat diantaranya dapat mengikuti instruksi dengan baik, dalam kondisi sehat dan mampu meluangkan waktu. Selain itu, pengolahan data penilaian scoresheet panelis oleh penyaji untuk masing-masing uji sangat menentukan keberhasilan panelis yang diuji terpilih menjadi panelis terlatih. Untuk uji identifikasi bau, panelis yang terpilih adalah yang berhasil menjawab benar minmal 80%. Sebenarnya, berdasarkan teori yang menjawab benar minimal 50% dapat terpilih menjadi panelis yang akan mengikuti pelatihan. Namun, karena calon panelis terlatih yang melakukan uji sangat banyak, penyaji dapat memilih 12 orang yang berhasil menjawab benar 80%. Untuk uji segitiga, panelis yang berhasil menjawab 75% benar tiap kelompok uji segitiga terpilih menjadi panelis yang mengikuti pelatihan sebagai panelis terlatih (Waysima 2009).

b. Pelatihan Panelis

(1) Pengenalan Aroma-Aroma Umum yang Terdapat pada Buah dan Penentuan Atribut Aroma pada Buah Naga dengan FGD (Focus Group Discussion)

Pelatihan panelis menjadi panelis terlatih diawali dengan mengenalkan delapan aroma yang secara umum terdapat di dalam buah kepada panelis, seperti yang tertulis di dalam Tabel 3. Pengenalan ini dilakukan secara berkala.

Setelah panelis telah mengingat dan mengerti karakter masing-masing atribut aroma yang umum ada pada buah, Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan dengan seorang panel leader yang akan memimpin diskusi tersebut. Grup akan melakukan diskusi untuk menentukan aroma apa saja yang terkandung dalam buah naga secara sensori dari keseluruhan aroma yang umum terdapat dalam buah. Selain itu, panelis juga mendeskripsikan aroma buah naga. Scoresheet FGD dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 3. Aroma umum pada buah

Nama Senyawa Aroma Deskripsi Aroma

Ethyl Phenyl Acetate Floral

Iso Amyl Acetate Esthery

Allyl Hexanoate Fruity

Sugar Lactone Sweet

Ethyl Acetate Tutty Fruity

Cis-3-Hexen-ol Green leafy

Trans-2-Trans-4-Decadienal Fatty green

(13)

(2) Pelatihan Standardisasi Aroma dalam Menentukan Dua Nilai Reference

Selanjutnya, blind test dilakukan setelah panelis diperkenalkan dengan aroma-aroma umum yang terdapat dalam buah. Blind test diadakan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam menebak aroma. Selain blind test, uji rating skala tidak terstruktur (skala garis) juga diadakan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan intensitas aroma tertentu dan untuk menentukan nilai reference yang akan dijadikan acuan pada uji QDA (Quantitative Descriptive Analysis). Proses pelatihan standardisasi aroma ini akan diulang terus hingga panelis ingat dan mengerti karakter masing-masing atribut aroma yang umum terdapat pada buah.

Penentuan reference dilakukan dengan uji rating skala tidak terstruktur (skala garis) dengan menyajikan 3 sampel di hadapan panelis, dimana ketiganya merupakan satu jenis atribut aroma, tetapi konsentrasinya berbeda sesuai threshold. Pembuatan aroma ini dilakukan dengan mengencerkan standar aroma hingga diperoleh intensitas yang diinginkan. Standar aroma asli diperlakukan sebagai aroma murni. Kemudian, pengenceran dilakukan dengan menggunakan labu takar dan mikropipet. Contohnya dalam membuat 500 ppb aroma green leafy, senyawa liquid cis-3-hexenol diambil sebanyak 5μl dengan mikropipet dan dicampurkan dengan propilen glikol dalam labu takar 100 ml, lalu dari larutan yang sudah dibuat itu, diambil lagi 0.1 ml dan dicampur lagi dengan propilen glikol pada labu takar 10 ml. Hasil pengenceran aroma ini disimpan di dalam botol kaca gelap yang diberi kode tiga angka bilangan acak. Ketiga sampel aroma ini disajikan di atas nampan. Panelis membuka tutup botol aroma, kemudian mulut botol didekatkan ke hidung dan tangan mengibas-ngibas sehingga aroma tercium oleh hidung. Setelah melakukan penciuman terhadap masing-masing sampel, panelis memberikan skor untuk intensitas pada skala garis (15 cm).

Atribut-atribut aroma yang digunakan pada uji rating ini merupakan atribut aroma yang ada pada buah naga, yang telah ditentukan oleh panelis pada FGD. Data skor dari panelis selanjutnya dirata-rata untuk masing-masing konsentrasi tiap atribut, kemudian rata-ratanya dibuat ke dalam nilai logaritma. Dari nilai log rata-rata dan nilai log konsentrasi, grafik dengan persamaan garis tertentu dapat dibuat dengan sumbu y adalah nilai log rata-rata dan sumbu x adalah nilai log konsentrasi. Selanjutnya, dengan perhitungan dari persamaan garis, dua nilai reference dapat diketahui, satu reference (R1) merepresentasikan batas bawah intensitas aroma tersebut pada buah naga, sedangkan satu reference lainnya (R2) merepresentasikan batas atasnya. Masing-masing atribut aroma memiliki kedua nilai reference tertentu.

Scoresheet uji rating skala tidak terstruktur untuk uji intensitas ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

c. Pemilihan Cara Ekstraksi

(14)

13  Sampel daging buah yang telah dihacurkan terlebih dahulu sebanyak 50 atau 75 gram kemudian dicampur dan direndam dengan pelarut organik non-polar yaitu diklorometana dengan perbandingan tertentu seperti di tabel 4 (sampai buah terendam). Sampel kemudian digoyang-goyangkan sekitar 2 menit atau 15 menit dan disimpan ± 24 jam pada suhu freezer. Campuran buah dan pelarut dipisahkan dengan penyaring vakum dan kertas saring, lalu ditambahkan Na2SO4 anhidrat ke dalam ekstrak pelarut untuk mengikat air yang terdapat di dalam ekstrak sehingga ekstrak terbebas dari air. Setelah itu dipekatkan dengan distilasi fraksional menggunakan kolom vigrex dengan suhu kira-kira lebih tinggi 5-100C di atas titik didih pelarut yang digunakan, sampai ± 1 ml. Titik didih diklorometana 40,5oC sehingga suhu kolom vigrex yang diset sekitar 51oC. Setelah dipekatkan, ekstrak siap untuk diuji sensori. Untuk menambah kepekatan hasil ekstraksi, ekstrak dihembus dengan gas N2. Penghembusan ini biasa dilakukan ketika preparasi sampel sebelum diinjeksikan ke GC-MS. Bagan alir proses ekstraksi dengan maserasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode ekstraksi Likens-Nickerson. Metode Likens-Nickerson dipilih karena metode ini memiliki recovery yang cukup tinggi untuk variasi komponen volatil yang luas dan mampu memerangkap cukup banyak komponen volatil. Metode ini menggunakan rangkaian alat Likens-Nickerson. Daging buah sebanyak 100 gram yang telah dipotong dadu kecil-kecil ditambah air sebanyak 500 ml (1:5) sehingga membentuk pulp dan dimasukkan ke dalam labu di atas heater dan pelarut organik 25 ml dimasukkan ke dalam labu di dalam waterbath, kemudian masing-masing labu dididihkan pada titik didihnya selama 2 jam. Setelah itu, pelarut bersama komponen volatil yang terekstrak pada isi labu kecil Likens-Nickerson dipekatkan dengan distilasi fraksional menggunakan kolom vigrex dengan suhu kira-kira lebih tinggi 5-100C di atas titik didih pelarut yang digunakan, sampai ± 1 ml. Titik didih diklorometana 40,5oC sehingga suhu kolom vigrex yang diset sekitar 51oC. Setelah dipekatkan, ekstrak siap untuk diuji sensori. Untuk menambah kepekatan hasil ekstraksi, ekstrak dihembus dengan gas N2. Penghembusan ini biasa dilakukan ketika preparasi sampel sebelum diinjeksikan ke GC-MS. Bagan alir proses ekstraksi Likens-Nickerson dapat dilihat pada Gambar 4.

Variasi perlakuan dari kedua metode dapat dilihat pada Tabel 4. Kesembilan perlakuan ekstraksi sampel ini (delapan perlakuan metode maserasi dan satu perlakuan metode Likens-Nickerson) kemudian dipilih yang terbaik berdasarkan penilaian panelis terlatih. Pemilihan metode ekstraksi dilakukan dengan cara membandingkan kemiripan aroma hasil ekstraksi dengan aroma dari buah naga asli yang segar menggunakan uji rating skala terstruktur (skala kategori). Metode ekstraksi yang terpilih adalah metode yang hasil ekstraksinya paling mendekati aroma asli dari contoh yang diekstrak berdasarkan penilaian panelis terlatih.

(15)

aroma buah naga segar. Panelis menilai masing-masing sampel dengan memberi skor 1-7. Skor 1 untuk kategori sangat amat tidak mirip dan skor 7 untuk kategori sangat amat mirip. Pengujian dan penilaian ini dilakukan untuk aroma masing-masing sampel satu per satu dengan aroma buah naga segar. Scoresheet uji rating ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 4. Variasi perlakuan dari metode maserasi dan Likens-Nickerson

Sampel

Berat Sampel

(g)

Perbandingan Sampel dan

Air

Perbandingan Sampel dan

Pelarut

Stirring

Time (menit)

Volume Air (ml)

Berat Pulp (g)

Volume Pelarut

(ml)

Volume Total

(ml)

a 50 1:1 1:1 2 50 50 50 100

b 50 1:1 1:1 15 50 50 50 100

c 50 1:1 1:3 2 50 50 150 200

d 50 1:1 1:3 15 50 50 150 200

e 75 1:1 1:1 2 75 75 75 150

f 75 1:1 1:1 15 75 75 75 150

g 75 1:1 1:3 2 75 75 225 300

h 75 1:1 1:3 15 75 75 225 300

(16)

15  Gambar 3. Bagan aliran proses ekstraksi dengan metode maserasi

50 atau 75 gram buah naga + air 1:1

Homogenisasi dengan blender

Perendaman dengan diklorometana 1:1 atau 1:3

Stirring selama 2 atau 15 menit

Penambahan Na2SO4 anhidrat

Pemisahan campuran buah dan pelarut dengan penyaring vakum

Penyimpanan selama 24 jam pada suhu freezer

Penyimpanan hasil ekstraksi di dalam botol kecil pada suhu freezer

Siap untuk diinjeksikan ke GC-MS

Pemekatan ekstrak dengan kolom vigrex hingga ± 1 - 1.5 ml Pemisahan daging buah naga dengan kulitnya

Penghembusan gas N2 terhadap

(17)

Gambar 4. Bagan aliran ekstraksi dengan metode Likens-Nickerson Penyimpanan hasil ekstraksi di dalam

botol kecil pada suhu freezer

Siap untuk diinjeksikan ke GC-MS

Pemekatan ekstrak dengan kolom vigrex hingga ± 1 - 1.5 ml

Penghembusan gas N2 terhadap

ekstrak pada botol kecil Siap untuk diuji sensori

100 gram buah yang telah dipotong kecil + 500 ml air

Dimasukkan ke dalam labu Likens-Nickerson (besar)

25 ml diklorometana

(18)

17  d. Penentuan Atribut Aroma yang Paling Berpengaruh terhadap Flavor Buah Naga

dengan QDA (Quantitative Descriptive Analysis)

Pengujian QDA membutuhkan dua aroma reference dengan konsentrasi tertentu sesuai dengan hasil perhitungan dari data skor panelis pada pelatihan standardisasi aroma. Pembuatan kedua liquid aroma reference untuk masing-masing atribut ini dilakukan dengan mengencerkan standar aroma tersebut pada konsentrasi tertentu menggunakan propilen glikol serta alat mikropipet dan labu takar. Kemudian, liquid aroma reference

pada labu takar dipindahkan ke dalam botol kaca kecil berwarna gelap.

Pada saat pengujian, sampel buah naga yang diblender disajikan di hadapan panelis dengan diberi kode tiga angka acak. Selain itu, di hadapan panelis juga disajikan kedua liquid aroma reference yang telah diperoleh sebelumnya sebagai bantuan dalam melakukan penilaian. Mula-mula panelis mendekatkan hidungnya ke atas gelas berisi buah naga segar yang telah diblender sambil mengibas-ngibaskan tangan, kemudian hal yang sama juga dilakukan terhadap kedua botol aroma reference sehingga panelis dapat membandingkan dan melakukan penilaian tiap atribut aroma sampel buah naga pada skala garis sepanjang 6 inci atau 15 cm, dimana R1 merupakan reference sebagai batas bawah dan R2 sebagai batas atas. Scoresheet uji QDA ada pada Lampiran 7.

Masing-masing atribut aroma tersebut ingin diketahui sejauh mana perbedaanya antara buah naga putih dan buah naga merah dengan menggunakan uji independen t. Uji independen t dipilih karena kedua sampel merupakan varian yang berbeda dalam populasi yang sama. Analisis dengan uji independen t ini dilakukan dengan software SPSS.

2. Penelitian Tahap II

Penelitian tahap dua meliputi ekstraksi sampel buah naga dengan metode ekstraksi yang telah terpilih dan identifikasi komponen volatilnya dengan GC-MS. Hasil ekstraksi disuntikan pada alat GC-MS. Kondisi GC-MS yang digunakan terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Spesifikasi GC-MS

Spesifikasi Keterangan Gas Chromatography Merk Kolom Gas Pembawa Detektor Suhu Injector Volume injeksi Split Ratio Kecepatan split Suhu awal

Laju kenaikan suhu

Suhu akhir Mass Spectrophotometer Merk Kisaran Massa Simadzu Kolom Kapiler

Rtx-5MS (30 m x 0.25 mm x 0.25 µm) Helium

MS 2500C 0,1µL -

50 ml/menit

400C ditahan 5 menit

30C/menit sampai suhu 1500C,

100C/menit sampai 2250C ditahan 20 menit

2250C

(19)

Hasilnya terdeteksi dalam bentuk peak-peak. Peak ini menunjukkan keberadaan suatu komponen pada sampel. Masing-masing peak, dalam hal ini, merepresentasikan suatu komponen tertentu yang mempunyai waktu retensi yang berbeda-beda, yang dapat diketahui dari software Simadzu GC-MS Postrun Analysis dengan meng-click suatu peak lalu terlihat berapa waktu retensinya. Waktu retensi diperlukan untuk menentukan nilai Linear Retention Indices (LRI). Nilai LRI masing-masing peak dihitung berdasarkan data waktu retensi n-alkana standar (C8-C31) yang disuntikkan pada kondisi sama dengan kondisi penyuntikan sampel. Penyuntikkan standar alkana ini dilakukan terpisah atau tidak bersamaan dengan sampel. Waktu retensi standar alkana juga dapat diketahui dengan cara yang sama melalui software Simadzu GC-MS Postrun Analysis. Perhitungan LRI dilakukan dengan persamaan (Heath 1981) :

Keterangan :

LRIx = indeks retensi linier komponen x tx = waktu retensi komponen x

tn = waktu retensi alkana standar, dengan n buah atom C yang muncul sebelum

komponen x

tn+1 = waktu retensi alkana standar, dengan n buah atom C yang muncul setelah komponen x n = jumlah atom C alkana standar yang muncul sebelum komponen x

Penentuan nilai konsentrasi untuk tiap-tiap komponen volatil yang teridentifikasi merupakan analisis kuantitatif. Untuk menentukan nilai konsentrasi ini digunakan standar internal (SI) 1,4-dichlorobenzene 1% (w/v) yaitu satu gram SI yang dilarutkan ke dalam 100 ml solven pengekstrak dan ditambahkan pada bahan yang akan diekstraksi. Standar internal yang dicampurkan ke dalam bahan sebanyak 1 ml/100 gram bahan untuk setiap perlakuan. SI dimasukkan sebelum bahan mengalami perlakuan ekstraksi, sehingga SI juga akan mengalami perlakuan seperti sampel. Setelah sampel yang telah dicampur dengan standar internal disuntikkan ke alat GC-MS, hasilnya berupa peak SI dan peak-peak komponen kimia yang selain memiliki waktu retensi tertentu, juga memiliki luas daerah di bawah peak. Luas daerah di bawah peak-peak ini diperlukan untuk mengetahui konsentrasi komponen kimia volatil yang terdapat pada sampel dan dapat diketahui dari software Simadzu GC-MS Postrun Anlysis. Ketika di-click pada peak-nya, akan muncul luas daerah di bawah peak. Perhitungan konsentrasi masing-masing komponen volatil tersebut adalah sebagai berikut :

Keterangan :

A = konsentrasi (μg/g bahan)

B = komponen interes

(20)

19  Luas area B dari perhitungan konsentrasi komponen volatil tersebut diperoleh dari luas area masing-masing peak komponen volatil yang terdeteksi oleh GC-MS, sedangkan luas area SI merupakan luas area standar internal.

(21)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP 1

Penelitian tahap 1 meliputi seleksi dan pelatihan panelis terlatih, ekstraksi, pemilihan metode ekstraksi, dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis).

1. Pendaftaran Panelis

Pendaftaran panelis dilakukan dengan menyebarkan form pendaftaran ke kelas-kelas, anatara lain kelas ITP angkatan 2007, 2008, dan 2009. Dari penyebaran form ini diperoleh lebih dari 60 calon panelis terlatih yang nantinya akan mengikuti proses seleksi.

2. Seleksi Panelis Terlatih

Tujuan pemilihan para panelis terlatih ini yaitu memperoleh panelis yang dapat mengenali dan mendeskripsikan secara umum flavor ekstrak buah naga yang mendekati aroma aslinya dari hasil beberapa variasi formula metode maserasi dan Likens-Nickerson. Selain itu, panelis terlatih ini diperlukan untuk menilai intensitas atribut aroma yang ada pada buah naga dalam QDA.

Seleksi dan pelatihan para panelis terlatih ini dilakukan dengan uji identifikasi aroma dasar dan uji segitiga. Uji identifikasi aroma dasar dipilih karena uji ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam mendeteksi dan mendeskripsikan berbagai aroma/bau dasar, sedangkan uji segitiga dipilih karena uji ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan konsentrasi aroma. Uji segitiga merupakan uji pembedaan yang lebih sensitif dibandingkan dengan uji duo-trio dan uji pembedaan pasangan.

Hasil dari seleksi panelis dengan menggunakan uji identifikasi aroma/bau dasar dan uji segitiga ini diperoleh 12 orang panelis terlatih (Lampiran 8). Kriteria terpilihnya panelis terlatih adalah sehat, memiliki indera penciuman yang baik dan sensitif, mampu meluangkan waktu untuk mengikuti berbagai pengujian sensori. Panelis yang terpilih mampu mengidentifikasi dan mendeskripsikan sampel aroma dasar minimal 80% benar, yaitu aroma

fruity, sweet, floral, balsamic, dan woody. Walaupun berdasarkan teori, menjawab 50% sudah dapat lulus seleksi (Soekarto, 1985). Calon panelis yang dapat menjawab 80% benar ada dalam jumlah yang cukup untuk disaring sebagai panelis terlatih. Di dalam uji segitiga, para panelis mampu membedakan dan memilih satu sampel yang paling berbeda diantara 3 sampel standar flavor yang disajikan dengan persentasi benar 75% untuk ketiga kelompok uji segitiga.

3. Pelatihan Panelis

Pelatihan panelis terdiri dari FGD (Focus Group Discussion) dan pelatihan standardisasi aroma.

a. Pengenalan Aroma-Aroma Umum yang Terdapat pada Buah dan Penentuan Atribut Aroma pada Buah Naga dengan FGD (Focus Group Discussion)

Deskripsi Umum Aroma

(22)

21  terlatih. Tiga panelis lainnya berhalangan datang sehingga data yang diperoleh hanya dari sembilan panelis terlatih.

Tabel 6. Deskripsi umum aroma buah naga oleh panelis terlatih Panelis Deskripsi Umum Aroma Buah Naga

1 Bau rumput, daun, dan tanah.

2 Aromanya tidak terlalu kuat, bau grassy agak pahit/sepat. Berbau seperti mentah.

3 Ada aroma greeny, aroma daun basah. 4 Aroma green, tanah.

5 Wangi segar, seperti wangi daun tetapi tidak terlalu kuat. Ada sedikit bau hambar.

6 Aroma green lembut, tidak tajam. 7 Aroma daun, rumput, tanah. 8 Aroma rumput dan sedikit manis. 9 Bau green leafy, bau tanah.

Menentukan Deskripsi Aroma/Atribut Aroma Buah Naga

Penentuan atribut aroma yang ada pada buah naga dilakukan dengan menyajikan standar aroma yang umum terdapat pada buah, kemudian panelis terlatih diminta menentukan aroma apa saja yang terdapat pada buah naga. Berdasarkan penilaian panelis, aroma yang terkandung dalam buah naga antara lain sweet, floral, fruity, green leafy, fatty green, dan plastic green.

b.Pelatihan Standardisasi Aroma dalam Menentukan Dua Reference

Pelatihan standardisasi aroma dilakukan dengan memperkenalkan aroma yang umum terdapat pada buah kepada panelis terlatih, yaitu sweet, floral, fruity, tutty fruity, esthery, green leafy, fatty green, plastic green. Kemudian panelis-panelis terlatih diminta menentukan intensitas aroma-aroma yang telah diperkenalkan sebelumnya dengan menggunakan uji rating skala tidak terstruktur (skala garis). Uji rating skala tidak terstruktur ini diadakan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan intensitas aroma tertentu dan menentukan reference. Reference ini nantinya akan digunakan untuk mempermudah panelis dalam menentukan intensitas atribut aroma tertentu yang ada pada buah naga segar. Reference yang digunakan dalam QDA pada penelitian ini adalah sebanyak dua reference. R1 (Reference 1) merepresentasikan intensitas batas bawah dan R2 (Reference 2) merepresentasikan intensitas batas atas untuk atribut aroma tersebut.

Selain itu, data-data yang diperoleh tersebut dapat dibuat grafik dengan memplotkan nilai log konsentrasi dan nilai log rata-rata skor dari uji rating sehingga dapat diketahui persamaan garis dan nilai R2. Persamaan garis ini digunakan untuk mencari reference

sedangkan nilai R2 digunakan untuk mengetahui kemampuan panelis. Jika nilai R2=0.9, kemampuan panelis terlatih secara rata-rata dan keseluruhan sudah baik.

Pelaksanaan uji rating intensitas skala tidak terstruktur ini dilakukan dengan cara setiap aroma disajikan dengan 3 intensitas berbeda dalam pengujian. Ketiga konsentrasi masing-masing aroma dapat dilihat pada Tabel 7. Ketiga konsentrasi untuk masing-masing aroma tidak semua sama, namun mengacu pada threshold level tertentu. Threshold level

(23)

disesuaikan lagi dengan tingkat penciuman orang Indonesia pada umumnya. Hal ini disebabkan literatur yang ada merupakan acuan dari orang Eropa. Aroma-aroma yang diujikan pada uji rating skala tidak terstruktur ini merupakan aroma buah naga yang telah ditentukan oleh panelis pada FGD.

Tabel 7. Konsentrasi masing-masing aroma dalam menentukan reference

Aroma Konsentrasi yang digunakan (ppm)

Sweet (HDF) 100, 200, 300

Fruity (allyl hexanoate) 10, 50, 150

Floral (ethyl phenyl acetate) 10, 50, 150

Green leafy (cis-3-hexen-1-ol) 10, 50, 150

Fatty green (trans-2-trans-4-decadienal) 5, 50, 150

Plastic green (thymol) 200, 500, 1000

Setelah seluruh panelis melakukan uji intensitas menggunakan uji rating skala tidak terstruktur, data diperoleh untuk masing-masing aroma sehingga persamaan garis dan nilai R2 dapat diketahui dari grafik yang diplot antara nilai log konsentrasi pada sumbu x dan nilai log rata-rata skor uji rating pada sumbu y. Jika nilai R2 mencapai 0.9, kemampuan rata-rata untuk semua panelis terlatih sudah baik. Hal ini diketahui dari persamaan garis, dimana dari persamaan itu pula nantinya nilai reference untuk aroma tersebut dapat dicari. Berikut hasil yang diperoleh berdasarkan tabel data dan grafik masing-masing aroma:

1) Sweet (HDF)

Tabel 8. Data skor panelis uji intensitas atribut aroma sweet

Panelis 100 ppm 200 ppm 300 ppm

1 2.20 8.40 10.30

2 5.90 9.30 12.80

3 4.50 6.00 8.30

4 2.70 5.70 9.20

5 3.00 7.10 11.80

6 10.55 12.80 11.45

7 5.20 8.70 11.00

8 1.80 6.10 10.20

9 6.70 8.50 11.60

10 3.30 10.90 12.90

11 8.00 11.30 13.20

12 3.00 3.80 7.40

Rata-rata 4.74 8.22 10.85

Log rata-rata 0.68 0.92 1.04

Log konsentrasi 2.00 2.30 2.48

(24)

23  Gambar 5. Grafik atribut aroma sweet (HDF)

Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 0.758x – 0.838 dan nilai R2 = 0.998. Terlihat dari nilai R2 tersebut, kemampuan panelis terlatih sudah cukup baik. Kemudian, dari persamaan garis, nilai reference untuk aroma sweet ini dapat dicari dengan perhitungan. Ada dua nilai reference yang diperoleh, yaitu (1) untuk konsentrasi sebagai batas bawah, digunakan aroma sweet dengan konsentrasi 66.6000 ppm berdasarkan perkiraan aroma sweet terendah yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai

reference 3.50 cm untuk konsentrasi 66.60 ppm, dan (2) untuk konsentrasi sebagai batas atas, digunakan aroma sweet dengan konsentrasi 200.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma sweet tertinggi yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai

(25)

Tabel 9. Nilai konsentrasi aroma sweet sepanjang 15cm garis skala tidak terstruktur Skor

(cm) Log Skor

Log Konsentrasi

Konsentrasi (ppm)

1.00 0.00 1.10 12.75 1.50 0.18 1.34 21.77 2.00 0.30 1.50 31.82 2.50 0.40 1.63 42.71 3.00 0.48 1.74 54.32

3.50 0.54 1.82 66.58

4.00 0.60 1.90 79.40 4.50 0.65 1.97 92.75 5.00 0.70 2.03 106.58 5.50 0.74 2.08 120.86 6.00 0.78 2.13 135.56 6.50 0.81 2.18 150.66 7.00 0.84 2.22 166.13 7.50 0.88 2.26 181.96

8.00 0.90 2.30 198.13

8.50 0.93 2.33 214.63 9.00 0.95 2.36 231.44 9.50 0.98 2.40 248.55 10.00 1.00 2.42 265.95 10.50 1.02 2.45 283.63 11.00 1.04 2.48 301.58 11.50 1.06 2.50 319.80 12.00 1.08 2.53 338.27 12.50 1.10 2.55 356.99 13.00 1.11 2.58 375.94 13.50 1.13 2.60 395.14 14.00 1.15 2.62 414.56 1450 1.16 2.64 434.20 15.00 1.18 2.66 454.06

(26)

25  2) Fruity (allyl hexanoate)

Data-data skor panelis dalam uji intensitas atribut aroma fruity pada Lampiran 9 diplotkan menjadi sebuah grafik dengan sumbu x adalah log konsentrasi dan sumbu y adalah log rata-rata skor sehingga diketahui persamaan garis dan nilai R2. Grafik atribut aroma fruity (Allyl Hexanoate) dapat dilihat pada Lampiran 14.

Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 0.490x – 0.001 dan nilai R2 = 0.935. Terlihat dari nilai R2 tersebut, kemampuan panelis terlatih sudah cukup baik. Kemudian, dari persamaan garis, nilai reference untuk atribut aroma plastic green ini dapat dicari dengan perhitungan. Ada dua nilai reference yang diperoleh, yaitu (1) untuk konsentrasi sebagai batas bawah, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 9.50 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green terendah yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai reference 3.00 cm untuk konsentrasi 9.50 ppm, dan (2) untuk konsentrasi sebagai batas atas, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 39.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green tertinggi yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai

reference 6.00 cm untuk konsentrasi 39.00 ppm. Perhitungan ini dapat dilihat pada Lampiran 20.

Tabel nilai konsentrasi aroma fruity sepanjang 15 cm garis skala tidak terstruktur yang diketahui dari persamaan garis dengan cara perhitungan seperti yang dicontohkan pada Lampiran 20, dapat dilihat pada Lampiran 25.

3) Floral (ethyl phenyl acetate)

Data-data skor panelis dalam uji intensitas atribut aroma floral pada Lampiran 10. diplotkan menjadi sebuah grafik dengan sumbu x adalah log konsentrasi dan sumbu y adalah log rata-rata skor sehingga diketahui persamaan garis dan nilai R2. Grafik atribut aroma floral (ethyl phenyl acetate) dapat dilihat pada Lampiran 15.

Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 0.301x + 0.309 dan nilai R2 = 0.996. Terlihat dari nilai R2 tersebut, kemampuan panelis terlatih sudah cukup baik. Kemudian, dari persamaan garis, nilai reference untuk atribut aroma plastic green ini dapat dicari dengan perhitungan. Ada dua nilai reference yang diperoleh, yaitu (1) untuk konsentrasi sebagai batas bawah, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 10.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green terendah yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai reference 4.07 cm untuk konsentrasi 10.00 ppm, dan (2) untuk konsentrasi sebagai batas atas, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 100.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green tertinggi yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai

reference 8.14 cm untuk konsentrasi 100.00 ppm. Perhitungan ini dapat dilihat pada Lampiran 21.

(27)

4) Green leafy (cis-3-hexen-1-ol)

Data-data skor panelis dalam uji intensitas atribut aroma green leafy pada Lampiran 11 diplotkan menjadi sebuah grafik dengan sumbu x adalah log konsentrasi dan sumbu y adalah log rata-rata skor sehingga diketahui persamaan garis dan nilai R2. Grafik atrbut aroma green leafy (cis-3-hexen-1-ol) dapat dilihat pada Lampiran 16.

Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 0.409x – 0.127 dan nilai R2 = 0.999. Terlihat dari nilai R2 tersebut, kemampuan panelis terlatih sudah cukup baik. Kemudian, dari persamaan garis, nilai reference untuk atribut aroma plastic green ini dapat dicari dengan perhitungan. Ada dua nilai reference yang diperoleh, yaitu (1) untuk konsentrasi sebagai batas bawah, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 10.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green terendah yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai reference 1.91 cm untuk konsentrasi 10.00 ppm, dan (2) untuk konsentrasi sebagai batas atas, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 50.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green tertinggi yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai

reference 3.70 cm untuk konsentrasi 50.00 ppm. Perhitungan ini dapat dilihat pada Lampiran 22.

Tabel Nilai konsentrasi aroma green leafy sepanjang 15 cm garis skala tidak terstruktur yang diketahui dari persamaan garis dengan cara perhitungan seperti yang dicontohkan pada Lampiran 22, dapat dilihat pada Lampiran 27.

5) Fatty green (trans-2-trans-4-decadienal)

Data-data skor panelis dalam uji intensitas atribut aroma fatty green pada Lampiran 12 diplotkan menjadi sebuah grafik dengan sumbu x adalah log konsentrasi dan sumbu y adalah log rata-rata skor sehingga diketahui persamaan garis dan nilai R2. Grafik atribut aroma fatty green (trans-2-trans-4-decadienal) dapat dilihat pada Lampiran 17.

Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 0.182x + 0.460 dan nilai R2 = 0.999. Terlihat dari nilai R2 tersebut, kemampuan panelis terlatih sudah cukup baik. Kemudian, dari persamaan garis, nilai reference untuk atribut aroma plastic green ini dapat dicari dengan perhitungan. Ada dua nilai reference yang diperoleh, yaitu (1) untuk konsentrasi sebagai batas bawah, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 1.24 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green terendah yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai reference 3.00 cm untuk konsentrasi 1.24 ppm, dan (2) untuk konsentrasi sebagai batas atas, digunakan aroma fatty green dengan konsentrasi 50.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma fatty green tertinggi yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai

(28)

27  Tabel Nilai konsentrasi aroma fatty green sepanjang 15 cm garis skala tidak terstruktur yang diketahui dari persamaan garis dengan cara perhitungan seperti yang dicontohkan pada Lampiran 23, dapat dilihat pada Lampiran 28.

6) Plastic green (thymol)

Data-data skor panelis dalam uji intensitas atribut aroma plastic green pada Lampiran 13. diplotkan menjadi sebuah grafik dengan sumbu x adalah log konsentrasi dan sumbu y adalah log rata-rata skor sehingga diketahui persamaan garis dan nilai R2. Grafik atribut aroma plastic green (thymol) dapat dilihat pada Lampiran 18.

Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 0.713x – 1.260 dan nilai R2 = 0.970. Terlihat dari nilai R2 tersebut, kemampuan panelis terlatih sudah cukup baik. Kemudian, dari persamaan garis, nilai reference untuk atribut aroma plastic green ini dapat dicari dengan perhitungan. Ada dua nilai reference yang diperoleh, yaitu (1) untuk konsentrasi sebagai batas bawah, digunakan aroma plastic green dengan konsentrasi 58.50 ppm berdasarkan perkiraan aroma plastic green terendah yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai reference 1.00 cm untuk konsentrasi 58.5000 ppm, dan (2) untuk konsentrasi sebagai batas atas, digunakan aroma plastic green dengan konsentrasi 200.00 ppm berdasarkan perkiraan aroma plastic green tertinggi yang terdapat pada buah naga setelah dilakukan penciuman terhadap buah naga segar sehingga dengan perhitungan diperoleh nilai reference 2.40 cm untuk konsentrasi 200.00 ppm. Perhitungan ini dapat dilihat pada Lampiran 24.

Tabel Nilai konsentrasi aroma plastic green sepanjang 15 cm garis skala tidak terstruktur yang diketahui dari persamaan garis dengan cara perhitungan seperti yang dicontohkan pada Lampiran 24, dapat dilihat pada Lampiran 29.

4. Pemilihan Cara Ekstraksi Terbaik

Metode ekstraksi yang dilakukan pada penelitian tahap 1 ini yaitu metode ekstraksi maserasi dan metode ekstraksi Likens-Nickerson. Metode ekstraksi terbaik yang dapat mengekstrak flavor buah naga mendekati aroma aslinya dipilih dari kedelapan variasi perlakuan sampel metode ekstraksi maserasi dan satu sampel metode ekstraksi Likens-Nickerson. Pemilihan metode ekstraksi tersebut dilakukan dengan uji rating skala terstruktur (skala kategori) oleh para panelis terlatih.

(29)

Tabel 10. Data hasil uji tingkat kemiripan perlakuan dengan buah naga segar

Panelis A B C D E F G H I

1 4 4 3 5 4 1 2 3 2

2 2 2 3 2 1 1 1 1 4

3 2 4 5 5 1 2 1 2 4

4 6 4 6 5 2 2 2 2 3

5 1 5 4 4 3 2 5 4 6

6 4 3 4 4 2 4 6 4 1

7 6 4 3 3 5 6 4 6 7

8 4 3 4 3 3 1 5 3 1

9 4 3 2 4 3 2 3 1 2

Rata-Rata 3.67 3.56 3.78 3.89 2.67 2.33 3.22 2.89 3.33

Berdasarkan hasil uji rating skala terstruktur, metode maserasi dengan perlakuan D (50 gram sampel dengan perbandingan pulp dan pelarut 1:3) merupakan metode terbaik dalam mengekstrak flavor buah naga dan selanjutnya metode ini digunakan pada penelitian lanjutan (tahap 2). Sebenarnya, nilai rata-rata antara satu perlakuan dengan yang lainnya tidak terlalu berbeda jauh dan tingkat kesulitan dalam melakukan cara ektraksi masing-masing adalah sama. Namun, perlakuan yang menggunakan pulp seberat 50 gram lebih hemat dalam pemakaian sampel asli buah naga daripada perlakuan dengan berat pulp 75 gram. Selain itu, penggunaan berat pulp yang lebih sedikit berarti juga mengurangi pemakaian pelarut.

Metode ekstraksi Likens-Nickerson lebih rendah hasil penilaian panelisnya daripada rata-rata penilaian untuk metode maserasi. Hal ini menunjukkan bahwa metode maserasi menghasilkan aroma buah naga yang lebih mirip dengan buah naga aslinya dibandingkan dengan metode Likens-Nickerson karena metode Likens-Nickerson menggunakan panas untuk mendidihkan air dan pelarut. Panas ini menyebabkan kerusakan komponen-komponen flavor tertentu sehingga merusak aroma ekstrak buah naga itu sendiri atau bahkan ada kemungkinan terbentuk artefak (komponen flavor baru yang terbentuk pada saat proses pemanasan). Adanya komponen artefak ini dapat membuat aroma ekstrak buah naga menyimpang dari yang seharusnya.

(30)

29  Dari spider web tersebut, terlihat bahwa dari keseluruhan aroma, yaitu fruity, sweet, floral, green leafy, dan plastic green. Aroma yang paling tinggi intensitasnya, baik pada buah naga putih maupun buah naga merah, adalah aroma green leafy. Aroma floral adalah aroma kedua yang memiliki intensitas tinggi setelah green leafy, sedangkan aroma lainnya memiliki intensitas yang rendah. Dengan demikian, diketahui bahwa aroma green leafy dan floral adalah dua aroma yang paling mempengaruhi flavor buah naga putih dan merah secara umum berdasarkan penilaian oleh panelis terlatih. Namun intensitas aroma floral pada buah naga putih lebih tinggi daripada buah naga merah. Untuk aroma sweet, intensitasnya pada buah naga putih sedikit lebih tinggi dibandingkan pada buah naga merah. Sedangkan untuk aroma fatty green, buah naga merah mengandung aroma ini dengan intensitas yang lebih tinggi daripada buah naga putih. Hasil QDA juga menunjukkan adanya sedikit perbedaan antara buah naga putih dan buah naga merah. Pada buah naga putih, urutan aroma berdasarkan intensitasnya adalah green leafy, floral, fatty green, sweet, fruity, kemudian yang terakhir adalah plastic green, sedangkan pada buah naga merah adalah green leafy, floral, fatty green, fruity, sweet, lalu plastic green. Penilaian panelis dari uji QDA ini juga memberikan hasil bahwa buah naga putih mengandung aroma sweet yang lebih menonjol daripada buah naga merah. Sebaliknya, pada buah naga merah, aroma fruity lebih menonjol daripada aroma sweet.

Melalui uji independen t, perbedaan masing-masing aroma pada buah naga putih dan buah naga merah dapat diketahui. Uji independen t ini dilakukan dengan menggunakan

software SPSS 16.0. Penentuan kesimpulan analisis dengan uji ini ditentukan dari sebuah kondisi, jika nilai Sig. pada tabel output SPSS uji independen t lebih kecil daripada nilai α 0.05, aroma tersebut berbeda nyata antara kedua sampel dan jika hal sebaliknya terjadi (Sig. >

α 0.05), aroma tersebut tidak berbeda nyata antara kedua sampel. Setelah dianalisis dengan uji ini, aroma sweet antara buah naga putih dan buah naga merah berbeda nyata (Sig. 0.016 < α 0.05). Berdasarkan penilaian panelis pada uji QDA, rata-rata skor buah naga putih lebih besar daripada rata-rata skor buah naga merah sehingga dapat disimpulkan bahwa buah naga putih lebih beraroma sweet dibandingkan dengan buah naga merah. Begitu pula yang terjadi dengan aroma plastic green, hasil analisis menunjukkan bahwa antara buah naga putih dan buah naga merah berbeda nyata (Sig. 0.001 < α 0.05). Sedangkan aroma fruity, green leafy, dan fatty green antara buah naga putih dan buah naga merah tidak berbeda nyata (Sig. > α 0.05). Output

SPS uji independen t untuk masing-masing aroma dapat dilihat pada Lampiran 40, 41, 42, 43, 44, dan 45. Jika dilihat dari gambar spider web, atribut aroma yang berbeda antara keduanya adalah floral dan fatty green. Namun, hasil uji independen t menyatakan bahwa atribut aroma

sweet dan plastic green yang berbeda nyata diantara kedua buah. Hal ini dapat disebabkan selang skor masing-masing panelis pada 3 ulangan uji QDA untuk atribut aroma sweet dan

plastic green cukup jauh sehingga hasilnya menjadi berbeda nyata setelah diolah dengan uji independen t yang memperhitungkan setiap skor ulangan. Pengolahan data uji QDA menjadi

(31)
[image:31.595.138.524.101.202.2]

Tabel 11. Hasil analisis uji independen t untuk masing-masing deskripsi aroma

Deskripsi Aroma Output SPSS Kesimpulan

Sweet Sig. 0.016 < α 0.05 Berbeda nyata

Fruity Sig. 0.348 > α 0.05 Tidak berbeda nyata

Floral Sig. 0.060 > α 0.05 Tidak berbeda nyata

Green leafy Sig. 0.611 > α 0.05 Tidak berbeda nyata

Fatty green Sig. 0.378 > α 0.05 Tidak berbeda nyata

Plastic green Sig. 0.001 < α 0.05 Berbeda nyata

Buah naga berkerabat dekat dengan prickly pear (Opuntia ficus indica (L.) mill. Cactaceae). Kedua spesies ini masuk ke dalam famili Cactaceae. Berdasarkan penelitian terbaru mengenai komponen volatil pada prickly pear oleh Arena et al tahun 2001 dari Catania University, Italy, menyatakan bahwa aroma yang paling mempengaruhi prickly pear adalah aroma fresh fruity, sedangkan pada buah naga adalah aroma green leafy dan floral.

B. PENELITIAN TAHAP 2

1. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) dan Karakterisasi Flavor Buah Naga

Ekstrak flavor buah naga yang telah terpilih dan dipekatkan, kemudian dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas kolom kapiler yang dihubungkan dengan spektrometer massa untuk mengidentifikasi komposisi komponen volatil. Setiap peak yang terdeteksi oleh alat GC-MS mempunyai waktu retensi yang berbeda-beda. Penentuan nilai LRI untuk masing-masing komponen dihitung berdasarkan waktu retensi standar eksternal (alkana C7-C30) dalam solven pengekstrak yang disuntikkan pada alat dengan kolom yang sama yaitu DB-5 yang diset kondisinya sesuai dengan kondisi sampel. Output peaks hasil injeksi ekstrak buah naga putih ulangan 1 dan 2, buah naga ulangan 1 dan 2, serta standar eksternal (alkana C7-C30) dapat dilihat pada Lampiran 46, 47, 48, 49, dan 50.

Dari hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut diklorometana, teridentifikasi senyawa alkohol, asam karboksilat, alkana, keton, aldehida, terpenoid, alkena, dan ester. Profil aroma buah naga putih dan merah dapat dilihat pada Lampiran 50. Senyawa alkohol dan asam karboksilat mendominasi komposisi volatil dari buah naga, baik buah naga merah maupun buah naga putih. Konsentrasi senyawa golongan alkohol adalah yang paling tinggi diantara senyawa golongan lainnya, yaitu sebesar 143.40 μg/g untuk buah naga putih dan 114.62 μg/g untuk buah naga merah. Kemudian diikuti oleh senyawa golongan asam karboksilat (54.70

μg/g untuk buah naga putih dan 45.68 μg/g untuk buah naga merah), alkana (41.38 μg/g untuk buah naga putih dan 21.81 μg/g untuk buah naga merah), keton (20.63 μg/g untuk buah naga putih dan 7.20 μg/g untuk buah naga merah), aldehida (19.64 μg/g untuk buah naga putih dan 7.47 μg/g untuk buah naga merah), terpenoid (1.77 μg/g hanya pada buah naga merah), alkena (1.01 μg/g untuk buah naga putih dan 0.91 μg/g untuk buah naga merah), dan ester (0.38 μg/g untuk buah naga putih dan 0.60 μg/g untuk buah naga merah).

(32)

31  buah naga merah. Senyawa golongan asam karboksilat dengan konsentrasi tertinggi adalah

dodecanoic acid pada buah naga putih (16.88 μg/g) dan pada buah naga merah (23.75 μg/g). Senyawa golongan alkana dengan konsentrasi tertinggi adalah tridecane untuk buah naga putih (35.83 μg/g) dan buah naga merah (14.94 μg/g). Senyawa golongan keton dengan konsentrasi tertinggi adalah benzophenone (6.03 μg/g) pada buah naga putih dan 1-penten-3-one (1.91

μg/g) pada buah naga merah. Senyawa golongan aldehida dengan konsentrasi tertinggi adalah

5-(hydroxymethyl)-2-furancarboxaldehyde (8.31 μg/g) pada buah naga putih dan tetradecanal

(1.81 μg/g) pada buah naga merah. Senyawa golongan terpenoid hanya dijumpai pada buah naga merah dengan senyawanya yang memiliki konsentrasi paling tinggi adalah isolongifolene

(1.12 μg/g), dimana senyawa ini merupakan sesquiterpen. Senyawa golongan alkena dengan konsentrasi tertinggi adalah 3-ethyl-1-octene pada buah naga putih (0.88 μg/g) dan buah naga merah (0.63 μg/g). Senyawa golongan ester dengan konsentrasi tertinggi adalah n-octyl acetate

pada buah naga putih (0.33 μg/g) dan buah naga merah (0.38 μg/g).

Namun, dari keseluruhan komponen yang teridentifikasi, 1-tetradecanol adalah komponen yang memiliki konsentrasi tertinggi pada buah naga dan 1-hexadecanol pada buah naga merah. Keseluruhan senyawa volatil beserta nilai LRI masing-masing dapat dilihat pada Tabel 12. Selain itu, profil aroma kedua buah naga sesuai dengan golongannya dapat dilihat pada Lampiran 51.

Peaks yang berhasil dapat diidentifikasi hanya sampai menit ke-55. Peaks pada menit-menit selanjutnya tidak dapat teridentifikasi dan diperkirakan merupakan pengotor atau

impurities, sehingga disebut unknown compounds. Hal ini dapat terjadi kemungkinan besar karena kurang teliti dalam memisahkan daging buah dengan kulitnya sehingga ada sebagian matriks kulit buah ikut terekstrak. Dengan demikian, komponen senyawa kulit buah ikut diinjeksikan ke GC-MS kemudian muncul pada output dan mengganggu proses identifikasi. Contoh senyawa-senyawa teridentifikasi yang berasal dari kulit buah naga, antara lain

heneicosanoic acid methyl ester; hexadecanoic acid, 1-(hydroxymethyl)-1,2-ethanediyl ester;

tricosanoic acid methyl ester; (22-Z)-dehydrocholesterol-1-ether; 10,13,10',13' tetramethyl-dotriacontahydro [3,3'] bi [cyclopenta[A]phenanthrenyl]. Selain itu, pengotor lain yang muncul dan terdeteksi pada hasil injeksi GC-MS adalah 1,2-benzenedicarboxylic acid, bis(2-methylpropyl) ester. Senyawa ini merupakan senyawa jenis phthalate dengan sinonim

diisobutyl phthalate yang diperkirakan berasal dari komponen plastik vial injeksi (Anonim, 2011). Senyawa 2-methyl-propanoic acid-1-(1,1-dimethylethyl)-2-methyl-1,3-propanediyl ester

dan 2,2,4-Trimethyl-1,3-pentanediol diisobutyrate juga terdeteksi sebagai pengotor pada hasil injeksi GC-MS. Senyawa ini merupakan salah satu jenis plasticizer dan diperkirakan berasal dari plastik vial injeksi (Anonim 2011).

Korelasi diperoleh antara komponen-komponen volatil dengan deskripsi-deskripsi aroma buah naga yang ditentukan oleh panelis terlatih dengan teknik FGD (Focus Group Discussion). Senyawa furfural; 2,4-Dihydroxy-2,5-dimethyl-3(2H)-furan-3-one; 2-furancarboxylic acid, 2-hydroxy-benzaldehyde; 2-(2-hydroxypropoxy)-1-propanol; 2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-Pyran-4-one; dihydro-4-Hydroxy-2(3H)-furanone; 5-(hydroxymethyl)-2-furancarboxaldehyde; benzenemethanol; dan 9-octadecen-1-ol yang teridentifikasi berkontribusi membentuk karakter aroma sweet pada buah naga putih; sedangkan pada buah naga merah senyawa furfural; 2,4-Dihydroxy-2,5-dimethyl-3(2H)-furan-3-one; 2-hydroxy-benzaldehyde; 2-(2-hydroxypropoxy)-1-propanol; 3-hydroxy-2-methyl-4H-Pyran-4-one; dihydro-4-Hydroxy-2(3H)-furanone; 5-(hydroxymethyl)-2-furancarboxaldehyde;

(33)

membentuk karakteristik sweet. Karakteristik sweet ini muncul juga pada FGD oleh panelis sebagai salah satu deskripsi aroma yang ada pada buah naga putih dan buah naga merah.

Senyawa 2-hexanol; 1-p-menthen-8-yl acetate; 2-ethyl-1-hexanol; (E, Z)-2,4-decadienal; 1-dodecanol yang teridentifikasi berkontribusi membentuk karakteristik fruity pada buah naga putih, sedangkan pada buah naga merah senyawa 2-hexanol; 1-p-menthen-8-yl acetate; 2-ethyl-1-hexanol; 1-dodecanol adalah senyawa yang teridentifikasi dan berkontribusi membentuk deskripsi aroma ini. Hasil FGD oleh panelis juga menunjukkan bahwa aroma fruity

terdeskripsikan pada buah naga putih dan buah naga merah.

Senyawa 2-pentanol; n-octyl acetate yang teridentifikasi berkontribusi membentuk karakter aroma floral pada buah naga putih, sedangkan senyawa n-octyl acetate ditemukan pada buah naga merah dan berkontribusi membentuk karakter aroma floral. Karakter aroma

floral juga muncul dan terdeskripsikan dalam FGD oleh panelis, baik pada buah naga putih, maupun pada buah naga merah.

Senyawa hexanal; 4-methyl-2-pentanol; heptanal; dan decanal yang teridentifikasi berkontribusi membentuk karater aroma green leafy pada buah naga putih, sedangkan pada buah naga merah senyawa hexanal; heptanal; dan decanal adalah senyawa yang teridentifikasi dan berkontribusi membentuk karakter aroma green leafy. Pada FGD, panelis juga mendeskripsikan aroma ini sebagai salah satu karakter aroma yang terdapat pada buah naga putih dan buah naga merah.

Senyawa nonanal dan (E, E)-2,4-decadienal yang berhasil teridentifikasi berkontribusi membentuk karakter aroma fatty green, sedangkan pada buah naga merah senyawa 2-heptenal;

nonanal; dan 2-nonenal adalah senyawa yang teridentifikasi dan berkontribusi membentuk karakter ini. Panelis juga mendeskripsikan aroma ini pada FGD sebagai salah satu karakter aroma yang ada pada buah naga putih dan buah naga merah.

Senyawa acetophenone dan 4-vinyl-2-methoxy-phenol yang berhasil teridentifikasi pada buah naga putih dan buah naga merah berkontribusi membentuk karakter aroma plastic green. Aroma plastic green ini juga merupakan salah satu karakter aroma yang dideskripsikan panelis pada FGD.

Hasil analisis sangat menunjukkan bahwa korelasi ditemukan antara senyawa-senyawa volatil pembentuk karakter aroma sweet, fruity, floral, green leafy, fatty green, dan plastic green, dengan deskripsi-deskripsi aroma tersebut oleh panelis pada FGD yang telah dilakukan pada penelitian tahap 1.

Senyawa-senyawa volatil lainnya yang juga berhasil teridentifikasi ternyata berkontribusi pula membentuk karakter-karakter a

Gambar

Gambar 2. Bagan alir proses penelitian
Gambar 3. Bagan aliran proses ekstraksi dengan metode maserasi
Gambar 4. Bagan aliran ekstraksi dengan metode Likens-Nickerson
Tabel 8. Data skor panelis uji intensitas atribut aroma sweet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penulis membuat aplikasi video trailer menggunakan microsoft visual basic 6.0 dengan harapan dapat membuat para pecinta film dapat menghemat waktu dan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh kepercayaan pada merk dan kepuasan terhadap loyalitas merek, maka dapat diambil kesimpulan

From our knowledge of homogeneous linear differential equations with constant coefficients, we know that the only real-valued functions annihilated by constant-coefficient operators

Adapun Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih media untuk dijadikan campuran adalah kualitas dari bahan tersebut, sifat kimia atau fisiknya, tersedia di pasaran,

Frekuensi pemberian urin kelinci sebanyak 9 kali dapat memberikan perfumbuhan vegetatif tanaman tomat yaitu berat kering tanaman, berat kering daun, berat kering

Survey pada suatu Rumah Sakit Umum Daerah di Jawa Tengah oleh mahasiswa residensi dari Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) UI tahun 2009 menjalaskan bahwa 58,33%

Dalam kalimat dasar yang memiliki kata sifat berfungsi sebgai menerangkan kata benda pada kalimat bahasa Indonesia kata sifat kemudian diikuti oleh kata benda, berbanding

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh akupresur pada titik pericardium 6 terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien dyspepsia di Ruang Rawat