• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Antibakteri Minyak Atsiri Kayu Manis terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Antibakteri Minyak Atsiri Kayu Manis terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In vitro"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS

TERHADAP ENTEROCOCCUS FAECALIS SEBAGAI

BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : RATIH MUTIA NIM : 060600020

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2010

Ratih Mutia

Efek Antibakteri Minyak Atsiri Kayu Manis terhadap Enterococcus faecalis

sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In vitro.

xi + 54 halaman

Persistensi bakteri pada saluran akar merupakan penyebab utama kegagalan pada perawatan endodonti. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling resisten pada saluran akar dan imun terhadap kalsium hidroksida sebagai bahan antimikrobial yang umum digunakan pada medikasi intrakanal. Minyak atsiri kayu manis dipilih sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar karena telah terbukti memiliki efek antibakteri dan antifungal.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antibakteri minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis dengan melihat nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC).

Minyak atsiri kayu manis diencerkan dalam Muelller Hinton Broth dengan

metode dilusi, diperoleh konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25% yang masing-masing terdiri dari 4 sampel. Dari tiap konsentrasi diambil 1 ml, tambahkan 1 ml suspensi bakteri, diinkubasi 37ºC selama 24 jam pada inkubator CO2. Amati

(3)

Setelah penentuan MIC, tiap kelompok divorteks, diambil 50 µ l, diteteskan ke media padat, direplikasi 4 petri, diamkan 15-20 menit lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam pada inkubator CO2. Lanjutkan dengan perhitungan koloni bakteri

dengan metode Drop Plate Mills Mesra.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis dengan nilai MBC 0,5%

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 26 NOVEMBER 2010

OLEH :

Pembimbing

Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) NIP : 19410830 196509 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul

EFEK ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI KAYU MANIS TERHADAP ENTEROCOCCUS FAECALIS SEBAGAI

BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR SECARA IN VITRO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

RATIH MUTIA NIM : 060600020

Telah dipertahankan didepan tim penguji pada tanggal 26 November 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) NIP : 19410830 196509 1 001

Anggota tim penguji lain

Prof. Trimurni Abidinn, drg., Sp.KG (K) Nevi Yanti, drg., M.Kes NIP : 19450702 197902 1 001 NIP : 19631117 199203 2 004

Medan, 26 November 2010 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda dan ibunda tercinta, Zulkifli dan Jusni Bakri yang telah begitu banyak memberikan pengorbanan untuk membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, cinta, mendoakan, membimbing, memberi semangat serta motivasi dan mendukung secara moril dan materil yang tidak akan terbalaskan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih untuk abang dan kakakku yaitu Jhony Rifki, Yulia Almira, Zuwis Raita, Zelvi Yonalia yang telah memberi banyak dukungan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga telah mendapat banyak bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(7)

3. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG (K) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Zulkarnain drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama Departemen Ilmu Konservasi Gigi yang telah memberikan bantuan, saran dan bimbingan kepada penulis.

6. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt, Imam Bagus Sumantri, S.Farm, Puji Lestari, S.Farm, Wilson, S.Fam dan seluruh staf laboratorium Farmasi Universitas Sumatera Utara yang turut membantu mengerjakan penelitian ini. 7. Wahyu Hidayahtiningsih, S.Si., M.Kes selaku peneliti pada Laboratorium

Tropical Disease Centre Universitas Airlangga yang telah banyak membantu terutama dalam kegiatan penelitian di laboratorium.

8. Prof. Dr. Dwi Suryanto, drs., B.Sc., M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas MIPA USU atas pemikirannya dalam pelaksanaan skripsi ini.

9. Prof. Tonel Barus selaku Konsultan bagian Kimia Fakultas MIPA USU atas bimbingannya dalam penelitian ini.

(8)

11.Kepada patner on duty Rianda, Risya, Lusi, Mita, Halida, Yumi, Manda, Rani, Swastika, Tika, dan Willi atas bantuan, dukungan, saran dan kebersamaan selama penelitian ini berlangsung.

12.Kak Vanya Maulani Rahmi SKG, Fatimiarni Yudha SKG, Roza Almunawarah SKG, Aprilia Mulia Rahma SKG dan Defrina Riaanda SKG yang selalu meluangkan waktunya dan memberikan masukan, motivasi dan bimbingan yang sangat berguna selama saya mengerjakan skripsi ini.

13.Teman-teman angkatan 2006 dan senior-senior yang telah memberikan dukungan dan semangat selama ini.

14.Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Akhirnya terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak, mudah-mudahan segala bantuannya menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT dan penulis memohon maaf jika selama proses penyelesaian skripsi ini terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.

Medan, 26 November 2010 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 2.1 Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Terdapat pada Infeksi Endodonti... 6

(10)

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 24

4.3 Sampel dan Besar Sampel... 24

4.4 Variabel Penelitian... 26

4.5 Defenisi Operasional... 27

4.6 Bahan dan Alat Penelitian... 28

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Efektifitas Antibakteri ………... 35

BAB 6 PEMBAHASAN... 38

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan………... 45

7.2 Saran……… 45

BAB 8 DAFTAR PUSTAKA... 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Koloni Enterococcus faecalis dengan scanning electron microscope... 6

2. Spesies Enterococcus... 7

3. Scanning electron microscopySaluran akar tertutup oleh biofilm Enterococcus faecalis... 11

5. Autoklaf (Tomy, Japan)... 29

6. Kaca pembesar (Ootsuka ENV-CL, Japan)... 29

7. Electronic Balance (Ohyo JP2 6000, Japan)………... 30

8. Vortex/whirli mixer (Iwaki model TM-100, Japan)………... 30

9. Pipet mikro dan tips (Gilson, France)... 30

10. Ose, Spiritus... 30

11. Lemari Penyimpanan Petri………... 31

12.Menunjukkan koloni yang terbentuk pada media MHA dengan konsentrasi minyak atsiri kayu manis 0,25%, dengan (a) replikasi I, (b) replikasi II, (c) replikasiIII,(d) replikasi IV... 13. Kontrol Mc Farland 0.5... 37

14. Struktur Membran Sel Gram Positif………... 41

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Alur Pikir... 49 2. Skema Alur Penelitian... 51

3. Hasil Uji Minyak Kayu Manis

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2010

Ratih Mutia

Efek Antibakteri Minyak Atsiri Kayu Manis terhadap Enterococcus faecalis

sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In vitro.

xi + 54 halaman

Persistensi bakteri pada saluran akar merupakan penyebab utama kegagalan pada perawatan endodonti. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling resisten pada saluran akar dan imun terhadap kalsium hidroksida sebagai bahan antimikrobial yang umum digunakan pada medikasi intrakanal. Minyak atsiri kayu manis dipilih sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar karena telah terbukti memiliki efek antibakteri dan antifungal.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antibakteri minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis dengan melihat nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC).

Minyak atsiri kayu manis diencerkan dalam Muelller Hinton Broth dengan

metode dilusi, diperoleh konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25% yang masing-masing terdiri dari 4 sampel. Dari tiap konsentrasi diambil 1 ml, tambahkan 1 ml suspensi bakteri, diinkubasi 37ºC selama 24 jam pada inkubator CO2. Amati

(15)

Setelah penentuan MIC, tiap kelompok divorteks, diambil 50 µ l, diteteskan ke media padat, direplikasi 4 petri, diamkan 15-20 menit lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam pada inkubator CO2. Lanjutkan dengan perhitungan koloni bakteri

dengan metode Drop Plate Mills Mesra.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis dengan nilai MBC 0,5%

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keberhasilan perawatan endodonti secara langsung dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengeliminasi mikroorganisme yang terdapat pada saluran akar yang terinfeksi.1 Bakteri yang biasa dapat bertahan dalam saluran akar adalah golongan bakteri anaerob. Salah satunya yaitu Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan dalam saluran akar yang mengalami kegagalan perawatan endodonti dan keberadaan dari bakteri ini diketahui dari hasil kultur dan metode polymerase chain reaction (PCR), resisten di dalam saluran akar, serta dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya tambahan nutrien.2,3 Enterococcus faecalis bertanggung jawab terhadap 80-90% infeksi saluran akar oleh Enterococci dan biasanya merupakan satu-satunya spesies Enterococcus yang

diisolasi dari saluran akar yang telah diisi.4

(17)

Bahan medikamen yang paling umum digunakan saat ini ialah kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Bahan ini digunakan sebagai medikamen selama kunjungan

terapi endodonti dan memiliki sifat antibakterial yang baik. Sifat antibakteri kalsium hidroksida ini disebabkan oleh penguraian ion-ion Ca2+ dan OH-.6 Mekanisme antimikroba kalsium hidroksidaterjadi dengan pemisahan ion calcium dan hydroxyl ke dalam reaksi enzimatik pada bakteri dan jaringan, menginhibisi replikasi DNA serta bertindak sebagai barrier dalam mencegah masuknya bakteri dalam sistem saluran akar. Ion hydroxide akan mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri anaerob pada periodontitis, seperti Enterococcus faecalis. Difusi ion hydroxl (OH) menyebabkan lingkungan alkaline sehingga tidak kondutif bagi pertahanan bakteri dalam saluran akar, serta mengadakan difusi kedalam tubulus dentin. Ion calcium memberi efek terapeutik yang dimediasi melalui ion channel. 7,8

Secara klinis, kalsium hidroksida merupakan bahan medikamen memiliki kemampuan menginaktifasi endotoksin bakteri serta dapat diterima baik sebagai bahan medikamen saluran akar. Akan tetapi, penelitian terdahulu menyatakan bahwa kalsium hidroksida dapat bekerja aktif terbatas pada beberapa hari. Hal ini mungkin dikarenakan saluran akar yang merupakan jaringan kompleks bahan organik dan anorganik. Kalsium hidroksida juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kekuatan kompresif yang rendah sehingga dapat berpengaruh pada kestabilan kalsium hidroksida terhadap cairan di dalam saluran akar yang akhirnya dapat melarutkan bahan medikamen saluran akar.9

(18)

positif mengandung bakteri meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium hidroksida.10 Oleh karena itu, sangat diharapkan berkembangnya aplikasi bahan medikamen saluran akar yang berasal dari alam dan lebih kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki kemampuan antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi.

Kecenderungan masyarakat kembali memakai bahan alami dikenal sebagai New Green Wave, dimana gerakan ini berupaya menggunakan kembali obat-obatan tradisional yang ramuannya dari bahan alami yang didapat dari alam (biofarmaka). Sumber bahan baku obat (medicine) hingga saat ini sebagian besar masih berasal dari alam, baik nabati maupun asal hewan.11 Tidak kurang dari 1260 jenis tumbuhan yang terdapat di hutan hujan tropika Indonesia merupakan kekayaan sumberdaya alam hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, baik untuk obat tradisional maupun untuk bahan baku obat modern. Di Indonesia terdapat kurang lebih 85 jenis pohon hutan yang berguna sebagai bahan baku obat, dimana telah diketahui tanaman obat sangat potensial sebagai sumber agen antibakteri.12

(19)

Beberapa senyawa terpenoid yang ditemukan dalam minyak kayu manis dipercaya memfasilitasi efek pengobatan dari minyak kayu manis. Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak atsiri, eugenol, safrole, , tannin, kalsium oksalat, damar, zat penyamak, pelekat, gula, kalsium, oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya. Yang paling utama yaitu sinamaldehid dan eugenol yang telah terbukti memilki aktifitas antibakteri dan antijamur.14

Penelitian membuktikan bahwa minyak atsiri kayu manis menghambat 99,4% pertumbuhan mikroorganisme terhadap 178 jenis bakteri yang berasal dari 12 kategori yang diisolasi dari rongga mulut. Aktivitas antibakteri minyak atsiri kayu manis paling kuat terhadap Bacillus subtilis dengan konsentrasi hambat minimum 0,62% sedangkan aktivitas antifungi terkuat terhadap Candida albicans dengan konsentrasi hambat minimum 1%.14

Konsentrasi minyak atsiri kayu manis yang diuji dimulai dari konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25%. Penetapan rentang konsentrasi ditetapkan berdasarkan penelitian sebelumnya dimana telah diketahui nilai MFC (Minimal Fungicidal Concentration) dari minyak atsiri kayu manis terhadap Candida albicans adalah 1%.14

(20)

digunakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian efek antibakteri minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis dengan menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC).

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut : Apakah minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui efek antibakteri minyak atsiri kayu manis dalam berbagai konsentrasi terhadap bakteri Enterococcus faecalis.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengembangkan potensi pendayagunaan tanaman obat berkhasiat yang ada di Indonesia.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enterococcus faecalis sebagai salah satu bakteri yang terdapat pada

infeksi endodonti

Enterococcus faecalis diklasifikasikan dalam Kingdom Bacteria, Filum

Firmicutes, Famili Enterococcaceae, Genus Enterococcus, Spesies Enterococcus faecalis.18 Pada dasarnya, Enterococcus faecalis merupakan flora normal komensal yang habitatnya pada gastrointestinal dan rongga mulut. 19 Akan tetapi, dapat menjadi mikroorganisme patogen penyebab infeksi pada luka, bakteremia, endokarditis, meningitis. Sedangkan di rongga mulut, Enterococcus faecalis adalah salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada saluran akar. Mikroorganisme ini dapat diisolasi dari berbagai infeksi rongga mulut serta berhubungan erat respon inflamasi periradikular. 20,21

Gambar 1. Koloni Enterococcus

(22)

Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan hidrogen peroksida. Bakteri ini berbentuk ovoid dengan diameter 0,5 – 1 µm dan terdiri dari rantai pendek, berpasangan atau bahkan tunggal. Pada blood agar, permukaan koloni berbentuk sirkular, halus dan menyeluruh (Gambar 1).22,23

Gambar 2. Spesies Enterococcus 21

(23)

Virulensi bakteri ini disebabkan kemampuannya dalam pembentukan kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain, resisten terhadap mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap mediator inflamasi.22 Faktor-faktor virulen yang berperan adalah komponen agregation substance (AS), surface adhesins, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA),

extraceluller superoxide production (ESP), gelatinase lytic enzyme, hyalurodinase, dan cytolysin toxin.20 (Tabel 1).20

Tabel 1. Faktor virulen Enterococcus faecalis dan fungsinya20 Function Factor References

Adhesion and colonization Aggregation Substance (AS) Kreft et al., 1992; Rodzinski

et al., 2001

other surface adhesions Rich et al., 1999; Shankar et

al., 2001

Lipoteichoic Acid (LTA) Ciardi et al., 1977

Resistance to host defense Aggregation Substance (AS) Rakita et al., 1999; Süßmuth

et al., 2000

Inhibition on other bacteria Cytolysin Jett and Gilmore, 1990 AS-48

Galvez et al., 1989 other bacteriocins

References in the text Tissue damage

Lipoteichoic Acid (LTA)

Hausmann et al., 1975; Bab et

al., 1979

extracellular superoxide anion Key et al., 1994 Gelatinase

Mäkinen et al., 1989; Hill et

al., 1994

Hyaluronidase Takao et al., 1997 Cytolysin Jett et al., 1992 Induction of inflammation

sex pheromones

Sannomiya et al., 1990; Ember and Hugli, 1989 Lipoteichoic Acid (LTA)

Bhakdi et al., 1991; Card et

(24)

Faktor virulensi yang menyebabkan perubahan patogen secara langsung adalah gelatinase, hyalurodinase, cytolysin dan extracelullar superoxide anion. Gelatinase berkontribusi terhadap resorpsi tulang dan degradasi dentin matriks organik. Hal ini berperan penting terhadap timbulnya inflamasi periapikal. Hyaluronidase membantu degradasi hyaluronan yang berada di dentin untuk menghasilkan energi untuk organisme, sedangkan extracellular superoxide anion dan cytolysin berperan aktif terhadap kerusakan jaringan. Selain membantu perlekatan, AS juga berperan sebagai faktor protektif bakteri yang melawan mekanisme pertahanan host (induk) melalui mekanisme media reseptor dengan cara pengikatan neutrofil sehingga Enterococcus faecalis menjadi tetap hidup walaupun mekanisme fagositosis aktif berlangsung.20

(25)

Pada penelitian in vitro, Enterococcus Faecalis terlihat memasuki tubulus dentin, dimana tidak semua bakteri memiliki kemampuan seperti ini. Pada penelitian lainnya, dilakukan kultur dari berbagai variasi bakteri yang diinokulasi ke dalam saluran akar. Terlihat Enterococcus faecalis, dapat mengadakan kolonisasi yang baik dan dapat bertahan dalam saluran akar tanpa dukungan dari bakteri lainnya. Keberadaan bakteri ini dalam saluran akar dapat diketahui dari hasil kultur dan metode polymerase chain reaction (PCR). Selain itu, bakteri tersebut dapat beradaptasi pada kondisi yang kurang baik serta memiliki pertahanan yang kuat pada infeksi saluran akar ketika nutrien sangat terbatas. Kemampuannya untuk bertoleransi dan beradaptasi pada lingkungan yang keras dapat menjadi keuntungan lebih dari spesies lainnya 2, 3, 20

(26)

neutrofil yang menyebabkan kerusakan jaringan. Selain itu, Enteococcus faecalis memiliki berat mokelul yang tinggi pada permukaan protein. Hal ini akan membantu dalam pembentukan biofilm pada dinding dentin dan inilah yang menyebabkan resistensi bakteri terhadap efek bakterisidal kalsium hidroksida. 20

Gambar 3. Scanning electron microscopy (a,b) Saluran akar tertutup oleh biofilm E.faecalis (c,d) agregasi sel bakteri ke tubulus dentin. 29

Enterococcus faecalis dapat berkolonisasi di saluran akar dan bertahan tanpa bantuan dari bakteri lain. Gambar 3 menunjukkan bakteri mengkontaminasi saluran akar dan membentuk koloni di permukaan dentin dengan bantuan LTA, sedangkan AS dan surface adhesin lainnya berperan pada perlekatan di kolagen. Cytolysin, AS-48 dan bacteriosin menghambat pertumbuhan bakteri lain. Hal ini menjelaskan rendahnya jumlah bakteri lain pada infeksi endodonti yang persisten sehingga Enterococcus faecalis menjadi mikroorganisme dominan pada saluran akar.30

(27)

protein-kolagen pada Staphylococcus aureus. Telah dibuktikan bahwa protease, gelatinase, dan ikatan protein – kolagen (Ace) bakteri Enterococcus faecalis berperan dalam adhesi pada saluran akar. 20,22 Sex pheromones yang dimiliki bakteri ini berupa 7-8 rantai asam amino yang bersifat peptida hidrophobic, berperan dalam menginduksi produksi superoxide dan sekresi enzim lysosomal. Enzim ini akan mengaktivasi sistem komplemen yang dapat berkontribusi terhadap resorpsi tulang dengan menghambat pembentukan tulang. Ekstraseluler superoxide yang diproduksi bakteri tersebut merupakan oksigen radikal reaktif yang berperan dalam resistensi antibiotik, kolonisasi, kerusakan jaringan, termasuk inflamasi, lesi periapikal dan resorpsi tulang. 20,26 Gelatinase dapat menghidrolisasi gelatin, kolagen, fibrinogen, casein, hemoglobin sehingga berperan dalam patogenesis inflamasi periapikal. 20,25

Hyaluronidase sebagai asam hyaluronic , berperan mengadakan degradasi matriks organik dentin, serta dapat menyediakan nutrisi berupa disakarida hasil degradasi yang ditransport dan dimetabolisme sacara intraseluler oleh bakteri dan serum yang berada pada cairan tubulus dentin. Cytolysin ( hemolysin ) menyebabkan kerusakan jaringan dan penyakit periodontal. 20

2.2 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) Sebagai Bahan Medikamen Saluran

Akar

(28)

dan sisa – sisa dentin atau debris yang tertinggal pada saluran akar. 14 Dinding saluran yang tidak bersih dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri, mengurangi perlekatan bahan pengisi saluran akar dan meningkatkan celah apikal. Adanya bakteri tidak hanya menyebabkan lesi periapikal, tetapi juga dapat mengganggu mekanisme pertahanan lesi tersebut. 13

Keberhasilan perawatan endodonti secara langsung dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengeliminasi miroorganisme yang terdapat pada saluran akar yang terinfeksi.8 Preparasi biomekanikal dan irigasi saluran akar sangat penting untuk mengurangi jumlah bakteri selama perawatan endodonti. Hal ini juga perlu ditunjang dengan pemberian bahan medikamen karena akan sangat membantu untuk mengeliminasi bakteri yang masih tertinggal setelah dilakukan preparasi atau setidaknya menghambat infeksi berulang pada saluran akar diantara kunjungan.9

Medikamen saluran akar digunakan dengan tujuan (1) mengeliminasi bakteri yang tidak dapat dihancurkan dengan proses chemo-mechanical seperti instrumentasi dan irigasi, (2) mengurangi inflamasi periradikular dan rasa sakit, (3) mengeliminansi eksudat apikal, (4) mencegah atau menghentikan resorpsi akar, (5) mencegah infeksi ulang ketika restorasi semntara rusak. Medikamen saluran akar yang digunakan antar kunjungan menunjukkan efek yang menguntungkan dalam merawat infeksi endodonti serta lebih dibutuhkan pada kasus-kasus dengan resistensi bakteri. 31

Bahan medikamen saluran akar yang paling umum digunakan saat ini ialah kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Bahan ini digunakan sebagai medikamen saluran akar

(29)

Mekanisme antimikroba kalsium hidroksida terjadi dengan pemisahan ion calcium dan hydroxyl ke dalam reaksi enzimatik pada bakteri dan jaringan, menginhibisi replikasi DNA serta bertindak sebagai barrier dalam mencegah masuknya bakteri dalam sistem saluran akar. Ion hydroxide akan mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri anaerob pada periodontitis, seperti Enterococcus faecalis.Difusi ion hydroxl (OH) menyebabkan lingkungan alkaline sehingga tidak kondutif bagi pertahanan bakteri dalam saluran akar, serta mengadakan difusi kedlam tubulus dentin. Ion calcium memberi efek terapeutik yang dimediasi melalui ion channel. 7,8

Secara klinis, kalsium hidroksida merupakan bahan medikamen memiliki kemampuan menginaktifasi endotoksin bakteri serta dapat diterima baik sebagai bahan medikamen saluran akar. Akan tetapi, penelitian menyatakan bahwa kalsium hidroksida dapat bekerja aktif terbatas pada beberapa hari. Hal ini mungkin dikarenakan saluran akar yang merupakan jaringan kompleks bahan organik dan organik. Kalsium hidroksida juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kekuatan kompresif yang rendah sehingga dapat berpengaruh pada kestabilan kalsium hidroksida terhadap cairan di dalam saluran akar yang akhirnya dapat melarutkan bahan medikamen saluran akar.9

(30)

jaringan, namun tetap memiliki kemampuan antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi.

2.3 Minyak Atsiri Kayu Manis

Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmani Bl) adalah salah satu tanaman yang biasanya digunakan masyarakat sebagai campuran makanan dan jamu. Kayu manis dikenal dengan nama daerah keningar (Indonesia), cinnamon (Inggris), holim, holim manis (Sumatera), manis jangan (Jawa), huru mentek (Sunda), modang siak– siak (Batak), cingar (Bali), kasingar (Nusa Tenggara), kanyengar (Kangean). Kesingar (Nusa tenggara), kecingar, onte (Sasak), kaninggu (Sumba), pundinga (Flores), kayu manis (Melayu), madang kulit manih (Minang kabau).12

Menurut taksonominya, kayu manis diklasifikasikan sebagai berikut (Rismunandar dan Paimin 2001): 12

• Kingdom : Plantae

• Divisi : Gymnospermae

• Subdivisi : Spermatophyta

• Kelas : Dicotyledonae

• Sub kelas : Dialypetalae

• Ordo : Policarpicae

• Famili : Lauraceae

• Genus : Cinnamomum

(31)

Morfologi tanaman berupa pohon, tumbuh tegak, tahunan, tinggi dapat mencapai 15 m. Batang berkayu, bercabang, warna hijau kecoklatan. Daun tunggal, bentuk lanset, ujung dan pangkal meruncing, tepi rata, saat masih muda berwarna merah tua atau hijau ungu, daun tua berwarna hijau. Bunga majemuk malai, muncul dari ketiak daun, berambut halus, mahkota berwarna kuning. Buah buni, warna hijau waktu muda dan hitam setelah tua. Biji kecil-kecil, bentuk bulat telur. Kulit batang mengandung damar, lendir dan minyak atsiri yang mudah larut dalam air. 13

Kayu manis telah lama digunakan sebagai medikasi seperti dalam mengatasi nyeri gigi, iritasi lambung, artritis, bronkitis, demam, diare, disentri, flu, masalah liver, ketegangan otot dan lain-lain. Selain digunakan untuk bumbu masakan dan pembalsam murni, minyak atsiri kayu manis dimanfaatkan sebagai antiseptik, disentri,

singkir angin, reumatik, sakit usus, jantung, pinggang, darah tinggi, kesuburan wanita,

obat kumur, pasta, deterjen, lotion, parfum, cream, pewangi atau peningkat cita rasa. 13

Beberapa senyawa terpenoid yang ditemukan dalam minyak kayu manis dipercaya memfasilitasi efek pengobatan dari minyak kayu manis. Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak atsiri, eugenol, safrole, sinnamaldehid, tannin, kalsium oksalat, damar, zat penyamak, pelekat, gula, kalsium, oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya. Yang paling utama yaitu cinnamaldehyde dan eugenol yang telah terbukti memiliki aktifitas antibakteri dan antijamur. 15

(32)

kayu manis dihasilkan dari dari kayu manis melalui proses destilasi uap. Minyak ini mengandung bahan kimia organik yang berbentuk aroma khas secara terpadu. Minyak atsiri dapat diperoleh dari kulit, ranting dan daun kayu manis. Minyak atsiri yang berasal dari kulit kayu manis komponen terbesarnya ialah sinamaldehid sekitar 60–80%, eugenol, beberapa jenis aldehida, benzyl-benzoat, phelandrene dan lain-lainnya. 15

Pada penelitian sebelumnya meneliti efek antibakteri kayu manis terhadap 178 jenis bakteri yang bersal dari 12 kategori yang diisolasi dari rongga mulut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa minyak kayu manis menghambat 99,4% pertumbuhan mikroorganisme tapi tidak efektif terhadap Salmonela para typhy B. Minyak kayu manis diketahui sangat efektif terhadap Streptococcus oralis, Streptococcus anginosus, Streptococcus intermedius, dan Streptococcus sanguis, Enterobakter aerogenes dan Mikrococcus roseus. Penemuan ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang mengamati dan menemukan efek antimikroba yang luar biasa ditunjukkan oleh minyak kayu manis terhadap berbagai jenis bakteri dan jamur. 19

(33)

hambat minimum 1%. Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun paling kuat terhadap Salmonella typhimurium dan aktivitas anti fungi terkuat terhadap Candida albicans masing-masing dengan konsentrasi hambat minimum 2%. 14

2.4 Nilai farmakologis Minyak Atsiri Kayu Manis

Bioaktifitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalamnya. Perbedaan kandungan senyawa kimia yang ada menunjukkan perbedaan aktivitas farmakologisnya. Efek farmakologis yang dimiliki minyak atsiri kayu manis diantara lain mempunyai daya bunuh terhadap mikroorganisme (antiseptis), sebagai peluruh angin (carminative), peluruh keringat (diaphoretic), antirematik, anti inflamasi, penambah nafsu makan (stomachica) dan penghilang rasa

sakit (analgesic) 13

Senyawa aktif dalam minyak atsiri kayu manis yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah sinamaldehid dan eugenol. Lebih dari satu mekanisme antibakteri diduga berperan dalam aktivitas senyawa ini untuk menghambat pertumbuhan

bakteri, salah satunya yaitu dengan menghambat metabolise energi pada sel bakteri,

sehingga menyebabkan ketidakmampuan sel untuk melakukan metabolisme atau

beradaptasi terhadap bahan antimikroba. 15

Sinnamaldehid merupakan senyawa organik yang mempunyi gugus fungsi

karbonil. Penelitian menunjukkan bahwa mekanisme antibakteri sinamaldehid diduga

menghambat sintesis dinding sel atau menghambat biosintesis enzim. Pada interaksi

sinamaldehid dengan dinding sel menyebabkan gangguan yang cukup berarti pada

(34)

adanya kerusakan yang luas pada komponen sel. Selain itu, sinnamaldehid juga

menghambat transport glukosa sehingga mengahambat proses glikolisis pada sel

bakteri. 15

Eugenol merupakan salah satu turunan dari senyawa fenol yang potensial

memiliki daya antibakteri. Mekanisme antibakteri eugenol berkaitan dengan interaksi

pada membran sel, dimana menyebabkan kehancuran pada membran sel. Eugenol

berpotensi mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel sampai pada batas

tertentu dan mengakibatkan kebocoran ion potasium. Kebocoran ion potasium

merupakan indikator awal terjadinya kerusakan membran sel. Selain itu, diketahui

bahwa eugenol juga menghambat peningkatan level ATP yang terjadi, sehingga

(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka konsep

??

Medikamen Saluran Akar- Minyak Atsiri Kayu Manis Perawatan saluran akar Sitoplasma keluar dari sel

(36)

Kerangka di atas menunjukkan mekanisme minyak atsiri kayu manis yang akan dikembangkan sebagai bahan medikamen saluran akar.

Enterococcus faecalis adalah salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada saluran akar, bersifat fermentatif, bentuk tidak berspora, fakultatif anareob. Bentuk selnya ovoid dengan diameter 0.5 – 1 µ m. Ketika berada di dalam tubulus dentin, maka bakteri ini sangat sulit untuk dieliminasi dengan medikamen saluran akar. Bakteri ini adalah tergolong bakteri yang resisten di dalam saluran akar serta dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama tanpa adanya tambahan nutrien, serta kemampuannya untuk tetap berada pada kolagen menjadi penyebab penting dalam infeksi endodonti.

Bakteri Enterococccus faecalis memiliki daya perlekatan yang tinggi terhadap permukaan protein. Hal ini diketahui melalui kasus-kasus bakterimia dan isolasi endokarditis. Bakteri ini mampu mengadakan kolonisasi yang baik pada permukaan protein serta membentuk biofilm pada dinding-dinding dentin. Hal inilah yang menyebabkan bakteri dapat tetap bertahan pada saluran akar. Selain itu, bakteri Enterococcus faecalis juga memproduksi ekstraseluler superoxide sebagai oksigen

radikal yang reaktif dalam menyebabkan inflamasi, resorpsi tulang dan lesi periapikal juga memproduksi gelatinase, sebagai penyebab kerusakan jaringan serta mendegradasi matriks organik dentin.

(37)

senyawa ini untuk menghambat pertumbuhan bakteri, salah satunya yaitu dengan menghambat metabolise energi pada sel bakteri, sehingga menyebabkan ketidakmampuan sel untuk melakukan metabolisme atau beradaptasi terhadap bahan antimikroba.

Sinnamaldehid merupakan senyawa organik yang mempunyi gugus fungsi

karbonil. Penelitian menunjukkan bahwa mekanisme antibakteri sinamaldehid diduga

menghambat sintesis dinding sel atau menghambat biosintesis enzim. Pada interaksi

sinamaldehid dengan dinding sel menyebabkan gangguan yang cukup berarti pada

pergerakan ion proton yang dimulai karena adanya kebocoran beberapa ion tanpa

adanya kerusakan yang luas pada komponen sel. Selain itu, sinnamaldehid juga

menghambat transport glukosa sehingga mengahambat proses glikolisis pada sel

bakteri.

Eugenol merupakan salah satu turunan dari senyawa fenol yang potensial

memiliki daya antibakteri. Mekanisme antibakteri eugenol berkaitan dengan interaksi

pada membran sel, dimana menyebabkan kehancuran pada membran sel. Eugenol

berpotensi mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel sampai pada batas

tertentu dan mengakibatkan kebocoran ion potasium. Kebocoran ion potasium

merupakan indikator awal terjadinya kerusakan membran sel. Selain itu, diketahui

bahwa eugenol juga menghambat peningkatan level ATP yang terjadi, sehingga

(38)

3.2 Hipotesis penelitian

(39)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian : Posttest Only Control Group Design

Jenis penelitian : Eksperimental Laboratorium

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian : Tropical Diseases Laboratory UNAIR

4.2.2 Waktu Penelitian : April 2010 - September 2010

4.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian

4.3.1 Sampel penelitian : Suspensi E.faecalis ATCC 29212 yang telah

diisolasi dan dibiakkan dengan media Mueller Hinton Agar.

4.3.2 Besar Sampel

Konsentrasi minyak atsiri kayu manis yang diuji dimulai dari konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25%. Penetapan rentang konsentrasi ditetapkan berdasarkan penelitian sebelumnya dimana telah diketahui nilai MFC (Minimal Fungicidal Concentration) dari minyak atsiri kayu manis terhadap Candida albicans adalah

1%.14 Adapun penentuan besar sampel dilakukan sebagai berikut, sesuai dengan SOP (Standard Operational Prosedure) yang ada di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis, Universitas Airlangga.

a. Penentuan nilai MIC

 Kelompok I : minyak atsiri 8% 4 sampel

Kelompok II : minyak atsiri 4% 4 sampel

(40)

Kelompok IV : minyak atsiri 1% 4 sampel

Kelompok V : minyak atsiri 0,5% 4 sampel

 Kelompok VI : minyak atsiri 0,25% 4 sampel

Kelompok VII : kontrol Mc Farland 1 sampel

 Kelompok VIII: kontrol negatif (minyak atsiri kayu manis tanpa diberi

suspensi Enterococcus faecalis) 1 sampel

Dari masing-masing konsentrasi dilakukan dilusi (pengenceran) untuk mendapatkan konsentrasi minimal yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada penentuan nilai MIC, jumlah keseluruhan sampel adalah 26 sampel

b. Penentuan nilai MBC

Dari hasil penentuan nilai MIC dilanjutkan perhitungan jumlah koloni bakteri dengan metode Drop Plate Mills Mesra, adalah:

 Kelompok I : minyak atsiri 8% 4 sampel

 Kelompok II : minyak atsiri 4% 4 sampel

Kelompok III : minyak atsiri 2% 4 sampel

Kelompok IV : minyak atsiri 1% 4 sampel

 Kelompok V : minyak atsiri 0,5% 4 sampel

 Kelompok VI : minyak atsiri 0,25% 4 sampel

Kelompok VII : kontrol Mc Farland 1 sampel

 Kelompok VIII: kontrol negatif (minyak atsiri kayu manis tanpa diberi

(41)

VARIABEL TERKENDALI :

Media pertumbuhan (Mueller Hinton Agar)

• Suhu inkubasi (370 C)

Stem cell E.faecalis ATCC 29212

• Waktu pembiakan E.faecalis (24 jam)

• Sterilisasi alat, bahan coba dan media

• Teknik pengisolasian dan pengkulturan

• Jumlah bahan coba yang diteteskan ke media

• Waktu pengamatan (24 jam)

• Keterampilan operator

4.4. Variabel Penelitian

Variabel Bebas

Minyak atsiri kayu manis dengan konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25% Variabel Tergantung

- Pertumbuhan bakteri E.faecalis pada media MHA dengan pengukuran nilai MIC dan MBC

VARIABEL BEBAS

Minyak atsiri kayu manis dalam berbagai konsentrasi

VARIABEL TERGANTUNG

Pertumbuhan bakteri E. faeacalis pada media MHA dengan pengukuran nilai MIC dan MBC

VARIABEL TAK TERKENDALI

 Cara penyimpanan bahan

coba sebelum perlakuan penelitian

 Waktu dan suhu saat

pengiriman dari bahan coba

 Kandungan bahan lain yang

(42)

Variabel Terkendali

a. Suspensi Enterococcus faecalis ATCC 29212 b. Media pertumbuhan MHA (Mueller Hinton Agar)

c. Suhu yang digunakan untuk menumbuhkan E.faecalis (37°C) d. Individu asal Enterococcus faecalis diisolasi

e. Waktu pengamatan pertumbuhan atau pembiakan E.faecalis yaitu 24 jam f. Alat dan bahan percobaan

g. Jumlah bahan percobaan yang diteteskan ke media padat (50µl) Variabel Tak terkendali

a. Cara penyimpanan bahan coba sebelum perlakuan penelitian

b. Waktu dan suhu saat pengiriman bahan coba

c. Kandungan bahan lain yang terdapat dalam minyak atsiri kayu manis

komersial

4.5 Defenisi Operasional

a. Minyak atsiri kayu manis adalah minyak murni yang berasal dari Cinnamon cassia yang mengandung 83,751% cinnamaldehyde, 8,233% cinnamylacetate, 1,523% eugenol yang diperoleh dari CV. AROMA & Co jalan Timor no.113 Medan. Konsentrasi minyak atsiri dimulai dari 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25% yang didilusikan dalam Mueller Hinton Broth.

(43)

pada media MHA (Muller Hinton Agar) dalam suasana anaerob di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR.

c. MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi minimal bahan coba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi 24 jam dan tidak tumbuh koloni bakteri pada media perbenihan dengan menggunakan metode dilusi.

d. MBC (Minimum Bactericidal concentration) adalah konsentrasi minimal bahan coba yang dapat membunuh 99,9 % atau 100 % bakteri setelah dilakukan uji dilusi selama 24 jam, dengan cara menghitung jumlah koloni bakteri pada media padat menggunakan metode Drop Plate Mills Mesra.

Contoh cara perhitungan untuk bahan coba tanpa dilusi adalah :

• Jika tetesan 1 berjumlah 5 koloni dan tetesan 2 berjumlah 9 koloni.

• Maka rata-rata jumlah koloni bakteri pada kedua tetesan adalah 7 koloni.

• Jadi jumlah kuman pada sampel cair tersebut adalah :

7 x 1 (faktor pengenceran) x 20 (faktor pengali) = 140 CFU / ml

e. Kontrol Mc Farland berisi bakteri yang disuspensikan dengan menggunakan larutan NaCl 0,9 % sampai diperoleh kekeruhan sesuai standard 0,5 Mc Farland atau sebanding dengan jumlah bakteri 1x108 CFU/ml.

4.6 Bahan dan Alat Penelitian

4.6.1 Bahan Penelitian

- Minyak kayu manis komersial (CV. Aroma, Medan)

(44)

- Media Mueller Hinton Agar (Difco, USA)

4.6.2 Alat Penelitian

- Candle jar (Sanyo, Japan)

- Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan)

- Kaca pembesar (Ootsuka ENV-CL, Japan)

- Vorteks (Iwaki TM-100, Japan)

- Autoclave (Tomy, Japan)

- Mikropipet dan tips (Gilson, France)

- Tabung gas CO2 (Japan)

- Tabung reaksi dan rak

- Petri dish

- Lampu spiritus, ose, kapas

- Kabin cabinet

Gambar 7. Autokla (Tomy, Japan) Gambar 8. Kaca pembesar (Ootsuka

(45)

Gambar 9. Electronic Balance

(Ohyo JP2 6000, Japan)

Gambar 10. Vortex/whirli mixer (Iwaki

model TM-100,Japan)

Gambar 11. Pipetmikro dan tips (Gilson,

France)

(46)

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

4.7.1 Pembuatan media bakteri

Sebelum spesimen dibiakkan, dibuat media Mueller Hinton Agar, sebanyak

12 gram dilarutkan ke dalam 240 ml aquadest untuk 40 petri (20 ml/Petri), lalu dipanaskan di atas tungku pemanas magnetik sampai mendidih. Kemudian media yang telah masak, disterilkan didalam autoklaf selama 15 menit dengan tekanan udara 2 ATM suhu 121°C. Setelah disterilkan, media disimpan dalam lemari pendingin. Jika akan digunakan kembali, media dipanaskan kembali hingga mendidih lalu dituangkan ke dalam masing-masing petri dan dibiarkan hingga dingin.

4.7.2 Pembiakan spesimen

Kegiatan pembiakan spesimen dilakukan dalam suasana anaerob pada inkubator CO2. Enterococcus faecalis yang digunakan adalah spesimen stem-cell Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang telah dibiakkan secara murni pada media

(47)

MHA yang telah disiapkan pada prosedur sebelumnya dalam suasana anaerob. Sebanyak 1-2 ose dari biakkan murni bakteri uji yang telah dikultur dan tumbuh dengan subur disuspensikan dengan menggunakan larutan NaCl 0,9 % sampai diperoleh kekeruhan sesuai standard 0,5 Mc Farland atau sebanding dengan jumlah bakteri 1 x 108 CFU/ml.

4.7.3 Pembuatan Bahan Coba Minyak Atsiri Kayu Manis

Konsentrasi minyak astiri dimulai dari konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25% yang didilusikan dalam Mueller Hinton Broth. 0,8 ml minyak atsiri kayu manis dilarutkan dalam 10 cc Mueller Hinton Broth untuk medapatkan konsentrasi 8%. Kemudian dilakukan pengenceran berganda untuk mendapatkan konsentrasi laiinya. Masing-masing konsentrasi direplikasi sebanyak 4 kali.

4.7.4 Penentuan MIC bahan coba

(48)

24 jam pada inkubator CO2 dan diamati kekeruhan yang terjadi dengan

membandingkan tabung-tabung tersebut dengan kontrol untuk menentukan nilai MIC dari masing-masing bahan coba. Tabung dengan kekeruhan yang mulai tampak jernih untuk setiap kelompok perlakuan yang merupakan MIC yaitu konsentrasi minimal ekstrak atau bahan uji apapun yang mampu menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis dalam media perbenihan setelah diinkubasi 24 jam dan tidak tumbuh koloni

kuman dalam media pembenihan tersebut.

4.7.4 Penentuan MBC bahan coba

Hasil prosedur penentuan nilai MIC tidak terlihat larutan yang mulai tampak jernih sehingga semua kelompok larutan dilanjutkan dengan penghitungan jumlah koloni bakteri, yaitu pada konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5% dan 0,25% dengan metode Drop Plate Mills Mesra. Setelah itu, bahan coba dengan konsentrasi di atas divorteks dan diambil 50 µ l untuk tiap konsentrasi lalu diteteskan ke dalam media padat (Mueller Hinton Agar), direplikasi 4 petri, diamkan selama 15-20 menit sampai mengering dan diinkubasi dalam inkubator CO2 dengan suhu 370 C selama 24 jam.

Dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri dengan prinsip satu sel bakteri hidup bila dibiakkan pada media padat akan tumbuh menjadi 1 koloni bakteri. Perhitungannya adalah bila bentuk koloni melebar dianggap berasal dari 1 koloni, bila bentuknya 2 koloni bersinggungan dianggap sebagai 2 koloni. Satuan yang dipakai adalah CFU (Colony Forming Unit) / ml cairan (suspensi).

(49)

pengali. Oleh karena itu, karena pada penelitian konsentrasi yang dilakukan perhitugan jumlah koloni bakteri merupakan konsentrasi awal (sebelum dlakukan dilusi) maka faktor pengenceran x 1, selain itu karena pada penetesan suspensi bahan coba dan bakteri pada media padat sebanyak 50µ l, maka hasil perhitungan harus dikali dengan faktor pengali 20 untuk mendapatkan hasil sesuai satuan standard (CFU/ml).

4.7.5 Analisis Data

(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Uji Efektifitas Antibakteri

Pengujian efektifitas antibakteri bahan coba dilakukan dengan mengamati perubahan kekeruhan pada tiap konsentrasi bahan coba. Dimulai dari konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5% dan 0,25%. Perubahan yang terjadi ditandai dengan hasil biakan mulai tampak jernih bila dibandingkan dengan kontrol (Mc Farland) yang diinkubasi 24 jam). Selanjutnya, dilakukan penghitungan jumlah bakteri menggunakan metode Drop Plate Mills Mesra yang bertujuan membuktikan bahwa perubahan tingkat

kekeruhan pada setiap konsentrasi menunjukkan kemampuan bahan coba membunuh bakteri sebesar 99%-100%, yang disebut dengan MBC (Minimum Bactericidal Concentration).

(51)

Tabel 2. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba minyak atsiri kayu manis

Keterangan: 0 CFU/ml = steril, tidak dijumpai pertumbuhan bakteri Setiap CFU/ml telah dikali 20 (faktor pengali)

(52)

(i) (ii)

(iii) (iv)

Gambar 14. Menunjukkan koloni yang terbentuk pada media MHA dengan konsentrasi minyak atsiri kayu manis 0,25%, (i) replikasi ke 1, (ii) replikasi ke 2, (iii) replikasi ke 3, (iv) replikasi ke 4.

(53)

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian eksperimental laboratorium secara in vitro mengenai minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis adalah untuk membuktikan bahwa minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri dalam hal menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis. Pada tahap awal, pengujian efek antibakteri dari suatu bahan dilakukan secara in vitro.Ada dua metode untuk menentukan aktifitas antibakteri, yaitu agar diffusion test dan direct exposure test (metode dilusi). Pada metode agar diffusion test, ukuran zona inhibisi antibakteri tergantung daripada kelarutan dan difusi bahan coba pada media, sehingga kemungkinan kurang efektif dalam menginhibisi mikroorganisme. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian efek antibakteri dari minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis dengan metode dilusi. Dengan metode ini bahan coba dapat berkontak langsung dengan mikroorganisme, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat dan dapat diketahui nilai MIC dan MBC dari bahan coba seperti yang direkomendasikan oleh National

Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS, USA). 11

(54)

konsentrasi dilakukan replikasi sebanyak 4 kali untuk hasil yang lebih akurat dan mengetahui berapa rata-rata jumlah bakteri yang tumbuh pada minyak atsiri kayu manis dalam berbagai konsentrasi karena pada konsentrasi yang sama belum tentu jumlah bakteri yang tumbuh juga sama.

MIC dilihat dari konsentrasi minimal bahan coba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi 24 jam dan tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri secara makroskopik yang dapat dilihat dari hasil biakan pada tabung yang mulai tampak jernih dengan menggunakan metode dilusi, sedangkan MBC dilihat dari konsentrasi minimal bahan uji pada biakan padat (MHA) dimana

tidak terlihat pertumbuhan bakteri atau seluruh bakteri mati pada media perbenihan. Pada penelitian untuk mengetahui nilai MIC menunjukkan bahwa dari semua konsentrasi bahan coba yang diuji ternyata tidak dapat terlihat larutan yang mulai tampak jernih. Dalam hal ini, bahan coba itu sendiri berwarna kuning keruh, sehingga sehingga dianggap tidak representatif untuk dicari nilai MIC. Hal ini tidak bisa dibedakan apakah terjadi pertumbuhan bakteri yang cepat, atau karena tumpukan sel bakteri mati. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan lebih lanjut untuk perhitungan jumlah koloni bakteri dengan metode Drop Plate Mills Mesra.

(55)

Walaupun nilai MIC tidak diketahui, hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan coba minyak atsiri kayu manis memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis dengan nilai MBC 0,5%. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima. Ada perbedaan hasil penelitian efek antibakteri minyak atsiri kayu manis terhadap berbagai jenis bakteri dan jamur. Penelitian membuktikan bahwa minyak atsiri kayu manis mempunyai efek antibakteri terhadap Candida albicans dengan nilai Minimum Fungisidal Concentration (MFC) 1%. Nilai MBC yang diperoleh peneliti berbeda dengan konsentrasi peneliti sebelumnya, hal ini terjadi kemungkinan metode, bakteri, atau bahan yang digunakan berbeda.

Tujuan dan metode yang digunakan peneliti untuk pengujian efek antibakteri minyak atsiri kayu manis terhadap Enterococcus faecalis dan Candida albicans adalah sama, yaitu untuk mencari konsentrasi minimal bahan coba yang dapat membunuh 99,9 % atau 100 % bakteri (MBC) atau jamur (MFC). Metode yang digunakan adalah metode dilusi. dengan cara menghitung jumlah koloni bakteri pada media padat menggunakan metode Drop Plate Mills Mesra. Bahan coba yang berbeda dapat menyebabkan hasil yang berbeda karena ada kemungkinan ada perbedaan kadar senyawa aktif yang terkandung dalam minyak atsiri.

(56)

Tabel 3. Perbedaan morfologi Enterococcus faecalis dan Candida albicans14,27,28

Nama bakteri E.faecalis C.albicans

Membran sel - Peptidoglikan (40%)

- Polisakarida (gliserol posfat, glukosa, galaktosa)

- AS (mengikat neutrofil)

- Resisten terhadap antibiotik spektrum luas

- Mutasi DNA

bertahan pada suasana asam atau basa tergantung lingkungannya. Pada suasana anaerob, tumbuh lebih baik suasana asam daripada netral ataupun basa

Pada ekologi yang keras & defisiensi nutrisi.

- VBNC (+) (LTA ↑ sehingga lebih resisten terhadap kerusakan mekanis, PBP ↑ sehingga resisten terhadap penisilin) - Katabolisasi energy dari

karbohidrat, gliserol, malat, sitrat, laktat.

- Sekresi protease (tetap hidup pada lingkungan yang minim nutrisi) - Perubahan fenotip (adaptasi pada

lingkungan yang keras)

Pada dasarnya, dinding sel Enterococcus faecalis terdiri dari peptidoglikan sebanyak 40 %, sisanya merupakan teichoic acid dan polisakarida (Gambar 16).25 Keseimbangan antara enzim polimerisasi dan hidrolitik menghasilkan sintesis peptidoglikan.26

(57)

Sedangkan dinding sel Candida albicans berperan penting dalam aspek biologis dan patogenesitas. Sekitar 80-90% dari dinding sel Candida albicans merupakan karbohidrat, yang terdiri dari tiga unsur pokok polisakarida yakni glukan, kitin, dan mannan yang dihubungkan dengan strukturnya yang kaku, dan mannoprotein (gambar 2). Selain itu dinding sel juga mengandung protein (6-20%) dan sejumlah kecil lipid (1-7%).30

Saluran akar yang terinfeksi merupakan salah satu kondisi di mana nutrisi kurang memadai, ada toksin dari bakteri lain dan invasi medikamen endodontik. Kondisi yang keras ini dapat menyebabkan perubahan fisiologi yang spesifik sebagai respon terhadap lingkungan tersebut dan bertindak sebagai mekanisme pertahanan. Pada kondisi ini bakteri kehilangan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang tapi tetap hidup dan bersifat patogen. Kondisi ini dinamakan dengan fase Viable but Nonculturable (VBNC). Biasanya hal ini hanya ditemukan pada bakteri gram negatif saja, namun belakangan diketahui bahwa E.faecalis sebagai bakteri gram positif juga memiliki kemampuan ini.23

Pada kondisi ini, E.faecalis dapat memanjang, berbentuk cocobacillary dengan permukaan yang tidak rata. Diantara enzim polimer yang terlibat dalam pembentukan peptidoglikan, beberapa diantaranya dapat berikatan dengan penisilin yang disebut dengan Penicillin Binding Protein (PBP). Pada fase VBNC, terjadi peningkatan produksi PBP yang bila diproduksi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan resistensi terhadap penisilin.23

(58)

manis memiliki kandungan berupa sinamaldehid dan eugenol yang bersifat antibakteri. Kematian bakteri Enterococcus faecalis mungkin karena sinnamaldehid dan eugenol yang diduga menghambat sintesis dinding sel menghambat metabolise energi pada sel bakteri, sehingga menyebabkan ketidakmampuan sel untuk melakukan metabolisme atau beradaptasi terhadap bahan antimikroba.

Mekanisme antibakteri sinamaldehid diduga adanya interaksi sinamaldehid

dengan dinding sel menyebabkan gangguan yang cukup berarti pada pergerakan ion

proton yang dimulai karena adanya kebocoran beberapa ion tanpa adanya kerusakan

yang luas pada komponen sel. Selain itu, sinnamaldehid juga menghambat transport

glukosa sehingga mengahambat proses glikolisis pada sel bakteri. Mekanisme

antibakteri eugenol diperkirakan berkaitan dengan interaksi pada membran sel,

dimana menyebabkan kehancuran pada membran sel. Eugenol berpotensi

mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel sampai pada batas tertentu

dimana terjadi peningkatan permeabilitas membran, sehingga mengakibatkan

kebocoran ion potasium. Kebocoran ion potasium merupakan indikator awal

terjadinya kerusakan membran sel. Selain itu, eugenol berpotensi menghambat

peningkatan level ATP, sehingga mengganggu fungsi sel diikuti kematian sel.

(59)

lebih kuat dan lebih tahan terhadap kerusakan mekanis.30 Membran sel merupakan membran selektif terhadap zat-zat yang berada di sekitarnya, memiliki saluran khusus yang memudahkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah seperti ion dan molekul yang besar menembusnya secara relatif lambat.29 Selain itu, bakteri ini juga dapat bertahan dari detergen, logam berat dan bahkan etanol.4 Hal ini membuat bahan coba minyak atsiri kayu manis butuh konsentrasi tertentu untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri Enterococcus faecalis.

Selain daya antibakteri, minyak atsiri kayu manis memiliki sifat-sifat yang mendukung untuk dikembangkan menjadi bahan medikamen saluran akar yang baik. Penelitian menunjukkan bahwa kandungan eugenol dan sinnamaldehide dalam minyak atsiri kayu manis memiliki efek analgetik dan antiinflamasi.15 Meskipun demikian, uji antibakteri minyak atsiri kayu manis yang dilakukan masih merupakan hasil penelitian in vitro. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian secara in vivo sebagai lanjutan penelitian ini sehingga bahan ini dapat digunakan secara klinis.

(60)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. KESIMPULAN

Bahwa minyak atsiri kayu manis memiliki daya antibakteri serta mampu

menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis. Efek antibakteri dinilai dari nilai MBC yang terdapat pada minyak atsiri kayu manis pada konsentrasi 0,5% dengan jumlah koloni 0 CFU/ml. Sedangkan pada penentuan MIC, kekeruhan tabung tidak berubah sehingga dianggap tidak representatif untuk mengukur nilai MIC. Oleh karena itu, nilai MIC tidak dapat diketahui.

7.2. SARAN

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan zat aktif mana yang memiliki efek antibakteri paling besar pada minyak atsiri kayu manis. 2. Perlu dilakukan uji sitotoksis dan biokompatibilitas pada minyak atsiri

kayu manis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan sel. 3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat mekanisme antibakteri minyak

kayu manis secara biomolekuler

(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ercan E, Dalli M, Yavuz I, Ozekinci T. Investigation Microorganisms in Infected Dental Root Canals. Biotechnol and Biotechnol Eq 2006; 20: 166-72. 2. Cogulu Dilsah, Atac Uzel. European Journal of Dentistry. Detection of

Enterococcus faecalis in necrotic teeth root canals by culture and polymerase chain reaction methods. Euro Dent J. 2007; 1: 145-52.

3. Sedgley, Lennan. Survival of Enterococcus faecalis in root canal ex vivo. Int Endod J. 2005; 38(10); 735-42.

4. Fisher K, Phillips C. The ecology, epidemiology and virulence of Enterococcus. Microbiology 2009; 155: 1749–57.

5. Rosa OP, Torres SA, Ferreira CM, Ferreira FB. In vitro Effect of Intracanal Medicaments on Strict Anaerobes by Means of The Broth Dilution Method. Pesqui Odontol Bras 2002; 16(1): 31-6.

6. Mickel AK, Sharma P, Chogle S. Effectiveness of Stannous Fluoride and Calcium Hydroxide Against Enterococcus faecalis. Int Endod J 2003; 29(4): 259-60.

7. Estrela C. Efficacy of Calcium Hydroxide Dressing in Endodontic Infection Treatment:A Systemic Review. Rev.Odonto science 2008; 23(1): 82-6

8. Athanassiadis B.The Use of Calcium Hydroxide, Antibiotics, Biocides, as Antimicrobial Medicament in Endodontics. Aust Dent J. 2007; 1: 564-82

9. Leswari MI. Peranan Kalsium Hidroksida Sebagai Bahan Pelindung Pulpa Gigi. M.I.Kedokt. Gigi FKG Usakti 1997; 12(34): 45-50.

10. Kudiyirickal MG, Ivancakova R. Antimicrobial agents used in Emdodontic Treatment. Acta Medica 2008; 51(1): 3-12.

11. Ristek.Pendayagunaan Produk Bahan Alami dalam Mengatasi kanker

(62)

13. Rismunandar P. Kandungan Bahan Aktif Kayu Manis. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 2009: 7-8.

14. Yulinah Elin,Gana Asep, Muslikhati. Efek minyak atsiri kulit kayu dan daun

Cinnamon burmanni terhadap bakteri dan fungi 2005. Majalah Farmasi

Indonesia 1999; 10(1): 31-9.

15. Nazia Masood. Anti-microbial Activity of Cinnamomum Cassia Againts Diverse Microbial Flora With Its Nutritional and Medical Impact Respiratory. Pak J Bot 2006; 38(1): 169-74

16. M Seluck, Ahmet O. Analysis of Enterococcus faecalis in samples from Turkish patients with primary endodontic infections and failed endodontic treatment by real-time PCR SYBR green method. J Appl Oral Sci 2009; 17(5): 33-7

17. Kayaoglu G, Dag Orstavik. Virulence Factors of Enterococcus feacalis: Relationship to Endodontic Diseases. Sages Journal 2004; 15(5): 308-20.

18. Source Molecular Coorporation. Human Enterococcus. <

19. Kundabala M, Suchitra U. Enterococcus Faecalis: An Endodontic Pathogen. J Endod 2002; 3:11-3

20. Rollins DM, Joseph SW. BSCI 424 - Pathogenic Microbiology – Enterococcus Summary. (23 Agt 2009)

21. Delisle G, Tomalty L. Enterococcus faecalis in a Blood Culture. American Society for Microbiology 2002.

22. Luis M, Marie T, Pezzlo, et al. Color Atlas of Medical Bacteriology. Washington DC: American Society for Microbiology Press, 2004.

23. Signoretto C, Tafi MC, Canepari P, et al. Cell wall chemical composition of Enterococcus faecalis in the viable but nonculturable state. Appl and Enviromental Microbiology 2000; 66(5):1953-9

24. Fisher K, Phillips C. The ecology, epidemiology and virulence of Enterococcus. Microbiology 2009; 155: 1749–57.

(63)

26. S Arif. Pengaruh minyak atsiri kayu manis terhadap jaringan ginjal mencit (Mus musculus). Biodiversitas. Juli, 2006; 7(3): 278-81.

27. Walton E Richarcd, Mahmoud Torabinajed. Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsia. Alih Bahasa, Dr. Narlan Sumawinata,drg.,SpKG(K).Editor edisi bahasa Indonesia, Lilian Juwono. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: 243-4

28. Athanassiadis B.The Use of Calcium Hydroxide, Antibiotics, Biocides, as Antimicrobial Medicament in Endodontics. Aust Dent J 2007; 1: 564-82

29. Estrela C, Barbin EL, et al. Mechanism of action of sodium hypoclorite. J Braz Dent 2002; 13(2): 113-7

(64)

LAMPIRAN 1. Skema alur pikir

• Eliminasi mikroorganisme dari akar yang terinfeksi telah menjadi focus utama dari perawatan saluran akar.

Enterococcus faecalis adalah salah satu bakteri anaerob fakultatif yang ada pada saluran akar serta merupakan mikroorganisme yang biasa dideteksi tanpa gejala, pada infeksi endodonti yang gagal.

Enterococcus faecalis dapat bertahan dalam waktu jangka panjang pada akar gigi tanpa penambahan nutrisi.

Bahan dressing yang paling umum digunakan saat ini ialah kalsium hidroksida (Ca(OH2)) Bahan ini digunakan sebagai dressing selama

kunjungan terapi endodonti dan memiliki sifat antibakterial yang baik.

Haapasalo et al dan Portenier et al melaporkan bahwa dentin dapat meng-inaktifkan aktifitas antibakteri kalsium hidroksida. Begitu juga pada penelitian Peters et al., 2002 menunjukkan jumlah saluran akar yang positif mengandung bakteri meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium hidroksida.

• Kayu manis telah lama digunakan sebagai medikasi seperti dalam mengatasi nyeri gigi, iritasi lambung, artritis, bronkitis, demam, diare, disentri, flu, masalah liver, ketegangan otot dan lain-lain.

(65)

antimikroba yang luar biasa ditunjukkan oleh minyak kayu manis terhadap berbagai jenis bakteri dan jamur. 19

Tujuan penelitian :

Untuk mengetahui konsentrasi minimum minyak atsiri kayu manis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.

EFEK ANTIBAKTERI MINYAK KAYU MANIS TERHADAP

Enterococcus faecalis

SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR SECARA IN VITRO

Seperti halnya minyak kayu manis dapat menghambat pertumbuhan berbagai bakteri maka timbul pemikiran untuk mencari alternatif lain yang dapat dipergunakan sebagai bahan medikamen saluran akar, yaitu minyak atsiri akyu manis, serta belum ada penelitian yang menguji daya antibakteri minyak atsiri kayu manis sebagai bahan medikamen saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis.

Yang menjadi permasalahan adalah :

(66)

Mueller Hinton Agar 12 gram + aquadest 240ml

Disterilkan dengan autoklaf selama 3 jam

Jika akan digunakan, dipanaskan kembali hingga

Dituangkan ke dalam petri.

Stem cell E. faecalis ATCC 29212

Dibiakkan pada media pertumbuhan

1-2 ose koloni disuspensikan dengan larutan NaCl 0,9%

Diperoleh sesuai kekeruhan Mac Farland

LAMPIRAN 2. Skema alur penelitian

2.1 Pembuatan media pertumbuhan

Dipanaskan hingga mendidih

(67)

2.4 Skema uji bakteri

Suspensi bakteri E.faecalis ATCC 29212

Minyak atsiri kayu manis dengan konsentrasi 8%, 4%, 2%, 1%, 0,5%, 0,25%

Dimasukkan dalam inkubator CO2 dengan suhu 37°C selama 24 jam

Membandingkan kekeruhan dengan kontrol (Mac Farland yang diinkubasi 24jam)

Penentuan nilai MIC dari kelompok perlakuan yang mulai tampak jernih

Menghitung jumlah koloni bakteri pada kelompok perlakuan yang mulai tampak jernih (MIC)

Metode Drop Plate Mills Mesra

(68)

LAMPIRAN 3. Hasil Uji Minyak Kayu Manis Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis

Uraian Jenis Pengujian

No PARAMATER Hasil Uji

Hitung Jumlah Bakteri Enterococcus faecalis

(69)

-Ulangan 4

e. Konsentrasi 0,5%

- Ulangan 1

- Ulangan 2

- Ulangan 3

-Ulangan 4

f. Konsentrasi 0,25%

- Ulangan 1

- Ulangan 2

- Ulangan 3

-Ulangan 4

0 CFU/ml

0 CFU/ml

0 CFU/ml

0 CFU/ml

0 CFU/ml

1,1.102 CFU/ml

1,18.102CFU/ml

1,16.102 CFU/ml

9,6.101CFU/ml

Gambar

Gambar 1. Koloni Enterococcus faecalis  dengan scanning electron microscope. 24
Tabel 1. Faktor virulen Enterococcus faecalis dan fungsinya20
Gambar 3.  Scanning electron microscopy (a,b) Saluran akar tertutup oleh biofilm E.faecalis (c,d) agregasi sel bakteri ke tubulus dentin
Tabel 2. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba minyak atsiri kayu manis
+3

Referensi

Dokumen terkait

Scheff ( Boerl.)) TERHADAP Enterococcus faecalis SEBAGAI BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR SECARA IN VITRO Seperti halnya ekstrak daun mahkota dewa yang dapat dipergunakan sebagai salah

Sediaan sabun wajah minyak atsiri kayu manis mengalami penurunan diameter zona hambat setelah dilakukan dengan metode freeze thaw cycling.. Kata kunci : Minyak

Simpulan : Efek antifungi kombinasi minyak atsiri lebih lemah daripada minyak atsiri kayu manis dimana perbedaan yang bermakna secara statistik di mana p &lt;

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan, total fenol, dan aktivitas antibakteri minyak atsiri dan oleoresin kayu manis. Diameter zona

Berdasarkan hasil uji statistik dari ketiga bakteri dapat ditentukan bahwa kombinasi minyak atsiri 5% masoyi dan 10% kayu manis memiliki aktivitas paling baik

coli dengan perlakuan 5% masoyi dan 10% kayu manis (B) Minyak atsiri dapat bekerja lebih baik pada bakteri gram positif dibandingkan bakteri gram negatif karena

Faktor-faktor virulensi yang dimiliki bakteri Enterococcus faecalis dapat menyebabkan bakteri ini mampu membentuk koloni pada host, dapat bersaing dengan bakteri

Hasil penelitian ini menunjukan pasta gigi yang mengandung minyak atsiri kulit batang kayu manis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan