• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERILAKU KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG AKIBAT

VARIASI MODEL SENGKANG PENGIKAT

Ir. Krisnamurti, M.T.

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jember Jl. Slamet Riyadi No. 62 Jember

Tel : 0811355128 Fax : 0331-484977

Email : krisnamurti@ymail.com dan murti_krisna@teknik.unej.ac.id

ABSTRAK

Sejumlah besar penelitian eksperimental keruntuhan geser balok beton bertulang menunjukkan fakta bahwa kegagalan geser balok merupakan proses yang kompleks dan efek ukuran memberikan pengaruh signifikan. Oleh karena itu, upaya memperoleh model analisis secara fisik yang mampu memberikan hasil memuaskan untuk kasus kegagalan geser balok beton bertulang menjadi daya tarik kuat bagi peneliti dan para praktisi rancang-bangun. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi perilaku terjadinya keruntuhan geser suatu balok beton bertulang akibat variasi model sengkang pengikat.

Metode penelitian yang dilaksanakan meliputi uji material dan perencanaan campuran beton, uji kuat tarik baja tulangan, pembuatan dan pengujian benda uji balok. Benda uji balok berupa model balok beton bertulang dengan sengkang segiempat (model I) yang dikombinasikan dengan sengkang berbentuk lingkaran (model II), dan jajaran genjang (model III). Benda uji balok dibuat sebanyak 3 buah benda uji untuk masing-masing bentuk sengkang. Pengamatan dilakukan terhadap Pola retakan masing-masing benda uji, Defleksi terbesar, dan Besaran beban terpusat maksimum yang bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola retakan pada masing-masing benda uji menunjukkan keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan geser. Defleksi terbesar yang terjadi: pada model I sebesar 0,322 mm pada pembebanan 16 ton, pada model II sebesar 0,395 mm pada pembebanan 16,8 ton, pada model III sebesar 0,405 mm pada pembebanan 15 ton. Besaran beban terpusat maksimum sebesar 16,8 ton dengan lendutan rata-rata 0,395 mm terjadi pada balok dengan kombinasi tulangan sengkang segiempat dengan sengkang lingkaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sengkang pengikat yang terdiri dari gabungan pola segiempat dan lingkaran merupakan pola pendetailan yang mampu memberikan kinerja yang lebih baik dalam menahan beban geser.

Kata kunci: keruntuhan geser balok, pola retakan, sengkang pengikat.

PENDAHULUAN

Selama dua puluh tahun terakhir, penelitian eksperimental yang difokuskan pada keruntuhan geser balok beton bertulang secara intensif telah dilaksanakan oleh para peneliti untuk mendapatkan mekanisme keruntuhan geser. Banyak model keruntuhan geser diajukan untuk memperoleh formula yang mendekati untuk memprediksi kekuatan geser dari balok beton bertulang dengan keakuratan yang baik untuk kepentingan desainer bangunan. Bagaimanapun, formula yang digunakan dalam berbagai peraturan perencanaan masih bersifat empiris, hingga saat ini belum ada model analitis yang dapat memberikan hasil memuaskan untuk semua kasus keruntuhan geser dari balok beton bertulang [15].

Pada tahun-tahun terakhir ini, sejumlah peneliti memberikan perhatiannya pada aplikasi dari mekanika keruntuhan pada keruntuhan geser dari balok beton bertulang tanpa sengkang untuk mengembangkan model analitis dengan pendekatan fisika, sebagaimana dilaksanakan di [4], [6], [16], dan [5]. Hal ini didasarkan pada sejumlah fakta yang diperoleh dalam penelitian eksperimental secara intensif dimana keruntuhan geser balok dipicu oleh sejumlah proses keruntuhan yang terjadi dalam balok. Dalam [2] telah

diteliti interaksi antara geser dan momen pada berbagai macam penampang balok AISC. Interaksi tersebut digunakan untuk mengestimasi geser dan momen maksimum yang dapat berkembang di dalam balok selama goncangan gempa ekstrim. Sementara itu pada [3] telah dilakukan penelitian mengenai metodologi untuk memprediksi keruntuhan geser yang mungkin terjadi di dalam balok beton dengan mempergunakan analisis dimensional dan jaringan fungsional.

Penulangan geser balok adalah usaha menyediakan sejumlah tulangan baja untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal pada balok sedemikian rupa sehingga mampu mencegah bukaan retak lebih lanjut. Dalam SNI 03-2847-2002, jenis tulangan geser terdiri dari: Sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur, Sengkang yang membuat sudut 45o atau lebih terhadap tulangan tarik longitudinal, Jaring kawat baja las dengan kawat-kawat yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur, Tulangan longitudinal dengan bagian yang ditekuk untuk mendapatkan sudut sebesar 30o atau lebih terhadap tulangan tarik longitudinal , kombinasi dari sengkang dan tulangan longitudinal yang ditekuk, spiral, sengkang ikat bundar atau persegi.

(2)

Dengan adanya beberapa macam penulangan geser tersebut, perlu dilakukan penelitian terhadap model pendetailan sengkang yang dapat memberikan kontribusi besar menahan geser yang terjadi pada balok maupun kolom. Dalam penelitian ini dicoba untuk melakukan pengujian terhadap 3 buah model sengkang pengikat yang mampu memberikan kontribusi lebih baik terhadap perilaku terjadinya keruntuhan geser suatu balok beton bertulang.

Diharapkan penelitian ini akan bermanfaat bagi perencana struktur dalam mendesain bangunan tahan gempa. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi perilaku terjadinya keruntuhan geser suatu balok beton bertulang akibat variasi model sengkang pengikat.

Kapasitas Elemen Balok/Kolom Terhadap Lentur Kapasitas lentur suatu elemen dapat dianalisis dari penampang melintangnya seperti gambar di bawah ini:

Gambar 1. gaya-gaya pada penampang Kondisi seimbang (balance failure):

d f E 003 , 0 E 003 , 0 c a 1 y s s b 1 b ……...(1) dengan fs = fy dan 1= 0,85

Ragam keruntuhan yang terjadi pada kolom mungkin saja bukan keruntuhan seimbang, mungkin saja kolom tersebut mengalami keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan . Keruntuhan tarik terjadi jika Pu < Pb yang berarti s > y atau e < eb. Tegangan pada tulangan tarik sama dengan tegangan lelehnya. Keruntuhan tekan terjadi jika Pu > Pb yang berarti

s< y atau c > cb. Tegangan pada tulangan tarik mesti ditentukan c c d 003 , 0 s ………...(2) s f s s Es c c d 003 , 0 E …...(3) Karena persamaan diatas diasumsikan baja tulangan tekan sudah leleh, maka harus dikontrol dengan melihat regangan pada baja tulangan

s y s E f c ' d c 003 , 0 ' …...(4) Jika baja tulangan belum leleh , nilai fs’ harus ditentukan melalui diagram regangannya :

s f s s Es c ' d c 003 , 0 E ' ...(5) Kapasitas Geser

Menurut SK SNI T-15-1991-03 kuat geser Balok dapat dihitung dengan persamaan:

Vn = Vc + Vs ...(6) Kuat geser nominal beton dan kuat geser tulangan geser dapat dihitung sebagai berikut :

d b ' f 6 1 A 14 P 1 V c w g c ... (7) s d f A Vs v y s ...(8) Untuk kolom berspiral sebagai berikut:

s 4 D f A 2 Vs ss y s ...(9) Satuan gaya yang digunakan adalah Newton, sedangkan satuan panjangnya adalah meter.

Mekanisme keruntuhan geser dari balok bertumpuan sederhana, yang dibebani dengan beban terpusat dapat dibedakan dalam 3 tipe berdasarkan rasio a/d dimana a adalah bentang balok yang mengalami geser, dan d adalah jarak tulangan longitudinal terhadap sisi atas balok. Ketiga tipe tersebut adalah: [13]

Tipe I. Keruntuhan dari mekanisme balok dalam waktu singkat sesudah aplikasi beban retak diagonal, ketika 3 < a/d < 7. Mekanisme lengkung berikutnya tidak mampu menahan beban retak. Tipe II. Keruntuhan tekan akibat geser atau keruntuhan tarik lentur dari zone tekan diatas beban retak diagonal. Ini biasanya merupakan keruntuhan aksi lengkung ketika 2 < a/d < 3. Tipe III. Keruntuhan akibat hancur atau lepasnya beton (yaitu keruntuhan aksi aksi lengkung), ketika a/d kurang dari 2,5.

Dengan mempertimbangkan aksi balok pada ketahanan geser, sebagai gambaran pendahuluan, jelas bahwa besaran gaya ikat T, dipancarkan dianatara dua retakan yang berdekatan, dibatasi oleh kekuatan blok kantilever yang terbentuk diantara retakan. Dengan mengasumsikan bahwa kekuatan setiap kantilever dalam bentang geser balok prismatik adalah sama, Tmax = qmax x, momen maksimum yang dapat dikembangkan oleh aksi balok 0,003 C1 T1 S1 S2 C

a

d d’ g. netral As (tekan) As (tarik) ½ H pusat plastis H 0,85 fc’

(3)

menjadi: x jdx q x q jd jdT M 0 max max max max ..(10) dimana qmax adalah ikatan gaya maksimum persatuan panjang balok, x adalah jarak antara retakan, dan x adalah jarak penampang momen maksimum dari tumpuan. Jika momen ini kurang dari kekuatan lentur penampang Mu, kekuatan geser, terkait dengan aksi balok, membentuk kapasitas dari balok. Dengan demikian momen yang dapat ditahan oleh aksi balok berupa kantilever beton dalam bentang geser meningkat sesuai dengan jarak x dari tumpuan. Aksi balok juga menyebabkan konstanta kekuatan geser, dibatasi dengan qmax, yaitu bentang geser independen terhadap rasio tinggi balok a/d.

METODE

Variabel dalam penelitian

Variabel independent dalam penelitian ini adalah: Variasi model sengkang benda uji dan Mutu beton dari benda uji. Sedangkan variabel dependent yang diharapkan diperoleh melalui pengujian adalah: Pola retakan akibat geser yang terjadi pada masing-masing benda uji, Defleksi terbesar yang terjadi pada balok, dan Besaran beban terpusat maksimum yang dapat bekerja pada benda uji yang berasosiasi dengan kapasitas maksimum balok terhadap beban geser. Model yang digunakan

Dalam penelitian ini digunakan model balok beton bertulang dengan sengkang segiempat (model I) yang dikombinasikan dengan sengkang berbentuk lingkaran (model II), dan jajaran genjang (model III) sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Model sengkang pengikat Karena parameter yang diukur pada penelitian ini adalah tentang geser, maka keruntuhan yang diharapkan pada balok adalah keruntuhan geser, dengan kata lain kapasitas balok terhadap geser harus dicapai dulu sebelum kapasitas balok terhadap lentur tercapai. Oleh karena itu berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hal-hal sebagai berikut:

Tulangan longitudinal: 10 mm, berjumlah 8 buah,

Tulangan transversal : 3,9 mm, dengan jarak sengkang minimum, yakni = 15 cm,

Dimensi balok yang digunakan adalah: 15 x 15 cm dengan panjang 60 cm, dengan jarak antar tumpuan sederhana = 45 cm.

Benda uji dibebani beban terpusat di tengah bentang.

Benda uji balok akan dibuat sebanyak 3 buah benda uji untuk masing-masing bentuk sengkang, sehingga total benda uji adalah sebanyak 9 buah benda uji.

Rancangan Penelitian

Penelitian evaluasi perilaku kuat geser balok beton bertulang akibat variasi model sengkang pengikat ini dilaksanakan di laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Jember. Penelitian dilaksanakan selama +/- 8 bulan mulai bulan April s/d Nopember 2008.

Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti bagan alir sebagai berikut:

Gambar 3. Bagan alir metode penelitian Tahap proses pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Pengujian material bahan balok beton dan perencanaan mix design

2. Pengujian kuat tarik baja tulangan. 3. Perencanaan dimensi benda uji balok.

4. Pembuatan benda uji balok. Jumlah benda uji balok yang dibuat adalah masing-masing 3 buah untuk masing-masing perlakuan. Pada tahap ini 15 cm 15 cm 15 cm

1

5

c

m

Model I Model II Model III

Mulai

Penyiapan bahan dan set up peralatan penelitian

Pengujian sifat-sifat (properties) material penyusun beton dan baja

tulangan

Pengecoran dan perawatan benda uji balok beton bertulang

Pembuatan desain penulangan penampang balok dan mix design campuran beton

Pembuatan bekisting dan penulangan benda uji balok beton

Pengujian geser balok beton

Analisis data dan evaluasi

Penyusunan laporan penelitian

(4)

juga dibuat contoh benda uji silinder sebanyak 5 buah sebagai representasi mutu beton benda uji balok dan hasil uji tekannya digunakan untuk menghitung kapasitas (lentur dan geser) benda uji balok teoritis.

5. Perawatan beton dengan cara direndam selama 7 hari, sedangkan benda uji balok dijaga kelembabannya selama 7 hari juga.

6. Persiapan pengujian lentur benda uji balok, masing-masing balok diberi gambar garis kotak-kotak, digunakan untuk menandai lokasi, perambatan, dan panjang retakan dari awal sampai akhir pengujian.

Pengujian benda uji, silinder maupun balok, setelah mencapai umur 28 hari. Untuk benda uji balok pengujian dilakukan dengan cara menempatkan benda uji balok pada rangka pembebanan (loading frame) yang telah disiapkan sebelumnya, dengan memasang alat penghasil beban, manometer pembacaan beban, dan dial pengukur lendutan; parameter-parameter yang diamati adalah beban, P; lendutan, Δ; dan pola retakan yang terjadi. Demikian seterusnya satu persatu sampai keseluruhan benda uji balok selesai diuji. Pada pengujian geser balok beton bertulang, beban diaplikasikan menggunakan dongkrak hidrolik dan dicatat perubahannya menggunakan pengukur beban. Beban diaplikasikan hingga terjadi keruntuhan untuk mendapatkan nilai beban maksimal yang dapat ditahan oleh balok. Dari pengujian ini bisa dilaporkan hubungan antara beban dan defleksi tengah bentang. Disamping itu juga bisa diketahui pola retak yang terjadi.

Gambar 4. Set up peralatan pengujian geser balok beton bertulang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian laboratorium untuk agregat halus dan agregat kasar yang meliputi pengujian analisis saringan, berat jenis, penyerapan air, kelembaban, dan berat isi agregat adalah sebagaimana terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Material Penyusun Beton Jenis Bahan d Maks (mm) Sg Abs Wc Kondisi (kg/m3) (%) (%) Semen Tipe I 0 3.15 1250.00 0 0 Kering Pasir Alami 4.75 2.62 1393.86 1.80 9.01 SSD Kerikil Batu Pecah 40 2.49 1460.67 0.94 1.63 SSD Air PDAM 0 1.00 1000 0 0 Normal

Ket.: d = diameter Sg = Specific Gravity (Berat Jenis) = Berat Isi Abs = Absorpsi ( penyerapan air) Wc = Water Content (Kadar air)

Sedangkan rencana proporsi campuran bahan material untuk pembuatan benda uji beton disusun seperti pada tabel 2.

Tabel. 2. Rencana Proporsi Campuran Beton Bahan beton 1 m3 Kondisi Kering Proporsi dalam Berat Volume Semen (Kg) 372.73 1 1 Pasir (Kg) 738.62 1.98 1.78 Kerikil (Kg) 1040.42 2.79 2.39 Air (Liter) 148.23 0.40 0.50 Slump: 60-180 mm

Pada pengujian kuat tarik baja tulangan ini dilaksanakan pengujian tarik terhadap bahan sengkang, yaitu tulangan dengan diameter 3,90 mm dan pengujian tarik terhadap bahan tulangan memanjang yaitu tulangan dengan diameter 10 mm. Hasil pengujian yang telah dilaksanakan menghasilkan data-data sebagai berikut:

Tabel 3 Hasil pengujian titik leleh (fy) tiap benda uji

Benda Uji L/Lo P

Baja tulangan dengan 3,90 mm 0,1661 395 Baja tulangan dengan 10 mm 0,3375 851

Pada saat pengecoran balok beton dilaksanakan pula pembuatan 5 buah benda uji kubus beton untuk keperluan pengujian kuat tekan beton. Pengujian kuat tekan benda uji beton dilaksanakan terhadap 5 buah benda uji kubus berukuran 15 mm x 15 mm x 15 mm. Benda uji telah mendapatkan perlakuan berupa perawatan dengan cara direndam dalam bak perendaman selama 28 hari. Hasil uji kuat tekan benda uji kubus beton dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji kuat tekan benda uji kubus beton 15x15x15 No Tgl buat Tgl Uji Umur Berat P hancur Kuat hancur ke-i (hr) (gram) (KN) (kg/cm2) 1 12-7-08 9-8-08 28 7330 515 275.77 2 12-7-08 9-8-08 28 7450 550 294.51 3 12-7-08 9-8-08 28 7650 580 310.58 4 12-7-08 9-8-08 28 7500 470 251.67 5 12-7-08 9-8-08 28 7600 530 283.80 Rerata 283.27 Cat.: Mutu rencana (fc') = 225 kg/cm2

Dongkrak hidrolik berpengukur beban

Jajaran bantalan beton Sistem struktur rangka

untuk pembebanan lantai kerja kolom uji Tumpuan sederhana Dial gauge pengukur lendutan

(5)

Dari rata-rata hasil pengujian ternyata bahwa kuat

hancur rata-rata dari benda uji beton yang dilaksanakan adalah 283,27 kg/cm2. Dengan demikian mutu beton rencana yang diharapkan sebesar 225 kg/cm2 dapat diperoleh, walaupun seharusnya nilai yang sebenarnya dari mutu beton masih harus dikurangi dengan nilai standard deviasi, apabila dilakukan pengujian terhadap 20 benda uji.

Pengujian terhadap setiap model benda uji balok beton dilaksanakan sebanyak 3 kali. Pada setiap pengujian dilakukan pencatatan besarnya beban P yang bekerja dan besarnya lendutan yang terjadi. Sesudah terjadi keruntuhan yang ditandai dengan tidak bertambahnya nilai beban P yang bekerja, maka pada benda uji diberi tanda pola retakan yang terjadi.

Hasil pengujian kuat geser untuk model 1 dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Kuat Geser MODEL I Beban P Pembacaan lendutan (x 0,001 mm) (Ton) Uji I Uji II Uji III Rata-rata

2 48 25 23 32.00 4 98 53 45 65.33 6 132 102 72 102.00 8 172 147 102 140.33 10 220 191 140 183.67 12 266 229 168 221.00 14 360 280 196 278.67 15 360 325 225 303.33 16 360 325 280 321.67

Apabila hasil pengujian kuat geser model 1 tersebut disusun dalam bentuk grafik hubungan antara beban dan lendutan yang terjadi, maka dapat diperoleh gambaran hubungan sebagaimana terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. Hasil uji kuat geser model I

Dari gambar hubungan antara beban dan lendutan pada gambar 5 terlihat bahwa penambahan beban dari 0 hingga 16 ton menimbulkan lendutan antara 0,25 mm hingga 0,35 mm pada ketiga balok beton bertulang yang diuji. Perilaku dari ketiga benda uji balok beton menunjukkan pola non linier, yaitu

membentuk suatu lengkung sebelum terjadinya keruntuhan benda uji.

Pola retakan yang terjadi pada pengujian model I balok beton bertulang dengan sengkan segi empat ini dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Pola retakan geser benda uji model I

Pada gambar terlihat bahwa retakan terjadi berupa garis dari tumpuan menuju pada posisi beban yang bekerja. Pola retakan ini menunjukkan bahwa terjadi keruntuhan geser terlebih dahulu sebelum terjadinya keruntuhan lentur.

Hasil pengujian kuat geser untuk balok beton model II dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Kuat Geser MODEL II Beban P Pembacaan lendutan (x 0,001 mm)

(Ton) Uji I Uji II Uji III Rata-rata

2 36 38 45 39.67 4 64 72 80 72.00 6 98 112 105 105.00 8 144 159 150 151.00 10 165 200 195 186.67 12 222 235 243 233.33 14 278 280 295 284.33 15 330 315.5 325 323.50 15.8 430 343.9 325 366.30 16 430 351 325 368.67 16.8 430 430 325 395.00

Pada pengujian model II ini beban yang bekerja mencapai 16,8 ton, dengan lendutan yang terjadi berkisar antara 0,325 mm hingga 0,430 mm. Grafik hubungan antara beban yang bekerja dan lendutan yang terjadi dapat dilihat pada gambar 7.

(6)

Gambar 7. Hasil uji kuat geser model II

Dibandingkan dengan hasil pengujian pada model I terlihat bahwa hasil pengujian dari ketiga benda uji balok beton bertulang pada model II terjadi pola lendutan yang cenderung hampir sama besarnya pada level beban yang sama. Perilaku lendutan juga menunjukkan pola non linier.

Pola retakan yang terjadi dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Pola retakan geser benda uji model II

Dari gambar 8 terlihat bahwa keruntuhan pada pengujian model II ini juga merupakan keruntuhan geser seperti yang direncanakan. Keretakan yang terjadi pada benda uji dengan pola sengkang segiempat yang dikombinasikan dengan sengkang lingkaran ini juga memiliki pola retak yang menghubungkan posisi tumpuan dengan posisi beban yang bekerja.

Hasil uji kuat geser untuk model III benda uji balok beton bertulang yang memiliki detail tulangan sengkang berupa kombinasi sengkang segiempat dengan sengkang berbentuk jajaran genjang dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Kuat Geser MODEL III Beban P Pembacaan lendutan (x 0,001 mm)

(Ton) Uji I Uji II Uji III Rata-rata

2 28 61 44 44.33 4 75 98 85 86.00 6 92 148 135 125.00 8 130 196 180 168.67 10 178 256 215 216.33 12 218 325 308 283.67 14 260 408 375 347.67 14.8 290.4 502 407 399.80 15 298 502 415 405.00

Beban yang bekerja pada pengujian model III ini hingga 15 ton, dengan lendutan maksimal yang terjadi antara 0,298 mm hingga 0,502 mm. Variasi lendutan yang terjadi agak tinggi. Ini bisa dilihat pada grafik hubungan beban dan lendutan pada gambar 9.

Gambar 9. Hasil uji kuat geser model III

Dari gambar 9 terlihat bahwa pola runtuh geser yang terjadi juga non linier. Namun perilaku yang terjadi hampir mirip dengan model I, yaitu ada perbedaan besar lendutan maksimal yang terjadi pada masing-masing benda uji.

Gambar pola retak yang terjadi dapat dilihat pada gambar 10.

(7)

Apabila hasil pengujian dari ketiga benda uji untuk

masing-masing model tersebut di hitung rata-rata lendutan yang terjadi, maka dapar dibuat hubungan antara beban yang bekerja dengan lendutan yang terjadi pada masing-masing balok untuk setiap model sebagaimana terlihat pada tabel 8.

Tabel 8. Hubungan beban dan lendutan balok Beban P lendutan (x 0,001 mm)

(Ton) Model I Model II Model III

2 32.00 39.67 44.33 4 65.33 72.00 86.00 6 102.00 105.00 125.00 8 140.33 151.00 168.67 10 183.67 186.67 216.33 12 221.00 233.33 283.67 14 278.67 284.33 347.67 14.8 298.40 315.67 399.80 15 303.33 323.50 405.00 15.8 318.00 366.30 16 321.67 368.67 16.8 395.00

Dari tabel 8 terlihat bahwa model I mampu menahan beban sebesar 16 ton dengan lendutan yang terjadi adalah sebesar 0,322 mm. Selanjutnya model II mampu menahan beban 16,8 ton dengan lendutan yang terjadi adalah 0,395 mm. Model III mampu menahan beban 15 ton dengan lendutan rata-rata yang terjadi adalah 0,405 mm. Apabila hubungan antara beban dan lendutan rata-rata tersebut digambarkan dalam sebuat grafik, hasilnya dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Hubungan lendutan dan beban rata-rata

Pada gambar 11 terlihat bahwa ketiga model benda uji memiliki perilaku pola keruntuhan yang non linier dengan lendutan pada model III selalu lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi pada model I maupun model II pada beban yang sama.

KESIMPULAN

Dari seluruh proses pengujian dalam penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pola retakan pada masing-masing benda uji menunjukkan bahwa keruntuhan yang terjadi adalah merupakan keruntuhan geser.

2. Defleksi terbesar 0,405 mm pada pembebanan yang rendah 15 ton terjadi pada balok dengan kombinasi tulangan sengkang segiempat dengan sengkang diagonal.

3. Besaran beban terpusat maksimum sebesar 16,8 ton dengan lendutan rata-rata 0,395 mm terjadi pada balok dengan kombinasi tulangan sengkang segiempat dengan sengkang lingkaran.

Dengan demikian pola pendetailan sengkang pengikat yang terdiri dari gabungan pola segiempat dan lingkaran merupakan pola pendetailan yang mampu memberikan kinerja yang lebih baik dalam menahan beban geser yang terjadi pada suatu balok atau kolom

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini dalam skema hibah penelitian dosen muda sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 022/SP2H/PP/DP2M/III/2008 Tanggal 6 Maret 2008

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aswatama, K. (2005) Retrofit Kolom Beton Bertulang Persegi Dengan Metode Penyelubungan Beton, Jurnal Rekayasa, Vol. 2 No 2, pp. 109-118

[2] Arlekar, J.N. and Murty, C. V. R. (2004), Shear Moment Interaction For Design Of Steel Beam-To-Column Connections. 13th World Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, B.C., Canada, Paper No. 635 [3] Amparo Alonso-Betanzos, Enrique Castillo, Oscar

Fontenla-Romero, and Noelia Sanchez-Marono, (2004), Shear Strength Prediction using Dimensional Analysis and Functional Networks, ESANN'2004 proceedings - European Symposium on Artificial Neural Networks, Bruges (Belgium), d-side publi., ISBN 2-930307-04-8, pp. 251-256

[4] Bazant, Z. P., and Yu, Qiang, 2003, Design Against Size Effect on Shear Strength of Reinforced Concrete Beams without Stirrups. Structural Engineering Report No. 03-02/A466s, Northwestern University, Evanston, Illions.

[5] Gastebled, Olivier J. and May Lan M., 1998, Fracture Mechanics Model Applied to Shear Failure of Reinforced Concrete Beams without Stirrups, ACI Structural Journal, 184-190.

[6] Jenq, Y. S., and Shah, S. P., 1989, Shear Resistance of Reinforced Concrete Beams-A Fracture Mechanics Approach, Fracture

Hubungan lendutan rata-rata & Beban

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 Lendutan (x0,001 m m ) B e b a n ( T o n )

(8)

Mechanics: Application to Concrete, SP-118, V. Li and Z. P. Bazant, eds., American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich., 237-258.

[7] Karayannis, C.G., and Sirkelis, G.S., (2005), Seismic behavior of reinforced concrete columns with rectangular spiral shear reinforcement, Third international conference on construction in the 21st century (CITC-III), “Advanced Engineering, Management and Technology”, Athens. [8] Khalifa, A., W.J. Gold, A. Nanni, and M.I. Abdel

Aziz, (1998) "Contribution of Externally Bonded FRP to Shear Capacity of Flexural Members" ASCE-Journal of Composites for Construction, Vol. 2, No.4, pp. 195- 203. [9] Krisnamurti (2006) Pengaruh Eksentrisitas

Konfigurasi Sistem SRPM Gedung Bertingkat Banyak Terhadap Perilaku Portal Beton Bertulang, Jurnal Rekayasa, Vol. 3 No. 1, pp. 028-042.

[10] Krisnamurti dan Aswatama, K. (2008) Pengaruh variasi model sengkang terhadap kekuatan geser balok/kolom beton bertulang guna meningkatkan kekuatan elemen struktur gedung tahan gempa, Laporan Penelitian Dosen Muda, Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jember.

[11] Lorenzis, L.D, and Nanni, A. (2001) Shear Strengthening of Reinforced Concrete Beams with near- surface Mounted Fiber-reinforced Polymer Rods, ACI Structural Journal V.98

[12] Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi Bangunan (2002) Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, SNI 03-2847-2002, Jakarta.

[13] Park, R. and T. Paulay (1975) Reinforced Concrete Structures, A Wiley-interscience publication, John wiley & sons, New Zealand.

[14] Ramirez, J.A., (2001), Shear reinforcement requirements for high-strength concrete bridge girders, Joint Transportation research project, Project No.: C-36-56111, Indiana Department of Transportation, Federal Highway Administration, U.S. Departement of Transportation – Purdue University. [15] Shilang Xu, Hans W. Reinhardt, Xiufang Zhang,

(2004) Shear Capability Of Reinforced Concrete Beams Without Stirrups Predicted Using A Fracture Mechanical Approach, NSFC (Natural Science Foundation of China), Grant No. No.50178015.

[16] So, K. O., and Karihaloo, B. L., 1990, Shear Capacity of Longitudinally Reinforced Beams A Fracture Mechanics Approach, ACI structural Journal, 591-600.

Gambar

Gambar 1. gaya-gaya pada penampang  Kondisi seimbang (balance failure):
Gambar 3. Bagan alir metode penelitian   Tahap  proses  pelaksanaan  penelitian  yang  telah  dilakukan meliputi kegiatan sebagai berikut:
Gambar 4. Set up peralatan pengujian geser balok  beton bertulang
Tabel 5. Hasil Uji Kuat Geser MODEL I  Beban P  Pembacaan lendutan (x 0,001 mm)  (Ton)  Uji I  Uji II  Uji III  Rata-rata
+3

Referensi

Dokumen terkait

One common design, demonstrated for example by Netscape Navigator’s prefer- ence dialog, is that of using a tree to organize the selection area, like the one shown in Figure 4.18

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Semarang sebagai

Dalam rangka penelitian ilmiah untuk memenuhi tugas akhir pada Program Sarjana (S1) Institut Agama Islam Negeri Surakarta dengan judul: PENGARUH KEPEMIMPINAN,

 Adult Attachment Styles:  Secure Adults:..  Have a positive view of relationships and find it easy to get close

Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi peserta diklat mengenai kemampuan widyaiswara dalam menerapkan pembelajaran orang dewasa dengan hasil

Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen yaitu kelompok yang memperoleh perlakuan berupa penyajian komik integritas ego, terdiri dari 9 orang, kelompok

Dengan integrasi-interkoneksi keilmuan kalam dapat menjadi ilmu yang multidisiplin, terbuka untuk dianalisa dan dikritik, tentu dengan ilmu kalam akan terus menerus

Dari beberapa jurnal (±35) yang dibaca penulis banyak sekali peneliti sebelumnya menggunakan Algoritma Naive Bayes sebagai urutan pertama, Algoritma Decision Tree