STUDI PENGARUH PEMBANGUNAN PLTP RAWA DANO 110 MW
TERHADAP TARIF LISTRIK REGIONAL BANTEN
Muh.Habibi
Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh November
Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111
Abstrak : Kemampuan pembangkit energi listrik di Banten belum cukup untuk memenuhi konsumsi energi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga harus mentransfer energi dari sistem interkoneksi Jamali. Selain itu pembangkit yang ada di Banten saat ini adalah PLTU dan PLTGU yang daya pembangkitannya sangat tinggi.
Pembangunan pembangkit listrik panas bumi yang sedang digiatkan merupakan solusi kebutuhan energi baru terbarukan (EBT) untuk mengatasi kebutuhan energi di Banten dan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi tak terbaharukan. Hal ini dikarenakan potensi panas bumi Indonesia yang mencapai ±40% dari cadangan dunia. yaitu 27.601 MW atau setara dengan 12,37 milyar barel minyak. Dari potensi tersebut baru ±4% yang telah dikembangkan dan dimanfaatkan terutama untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Dengan pembangunan PLTP Rawa Dano 110 MW diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan beban dasar dengan mempertimbangkan harga jual, dan daya beli masyarakat di Banten. Selain itu PLTP Rawa Dano juga ramah lingkungan karena hanya menghasilkan karbon kredit (CDM) yang rendah..
I. PENDAHULUAN
Fenomena krisis energi saat ini terjadi di seluruh dunia, meliputi krisis energi minyak bumi dan gas alam, bahan bakar fosil, serta energi listrik. Pemenuhan energi listrik di Indonesia menuju ambang kritis sejak tahun 2004, dimana pertumbuhan perekonomian mencapai lebih dari 5%, yang mendorong kebutuhan akan sumber energi primer terutama listrik juga semakin meningkat. Energi listrik merupakan kebutuhan primer yang vital untuk pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Ketersediaan tenaga listrik yang mencukupi, andal, aman, dengan harga yang terjangkau merupakan faktor penting dalam rangka menggerakkan perekonomian yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Penyediaan tenaga listrik dimaksud tidak terlepas dari pembangunan pembangkit tenaga listrik. Berdasarkan data historis, konsumsi energi final di sektor ketenagalistrikan mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,2%
Kebijakan pemanfaatan energi primer setempat untuk pembangkit tenaga listrik dapat terdiri dari fosil (migas) maupun non-fosil (air, panas bumi, biomassa, angin, panas dan cahaya matahari, arus dan gelombang pasang surut laut, dan nuklir). Pemanfaatan energi primer tersebut memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan dengan tetap memperhatikan aspek teknis, ekonomi, dan keselamatan lingkungan hidup.. Sumber–sumber energi tersebut di atas, perlu dioptimalkan berdasarkan kajian pemerintah mengenai ”Skenario Energi Mix Nasional” dalam jangka waktu tertentu (2005-2025), yang tertuang dalam PerPres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang mentargetkan peningkatan peran energi panas bumi menjadi 5% pada tahun 2025.
Rencana pembangunan ketenagalistrikan di Propinsi Banten sangat berkaitan dengan rencana pembangunan di Propinsi Banten. Pengembangan kawasan industri terpadu di wilayah Tangerang, Cilegon dan Bojonegara merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan kebutuhan listrik. Pertumbuhan PDRB dan jumlah penduduk juga menjadi faktor penting dalam mengantisipasikondisi ketenagalistrikan di Propinsi Banten.
Kebutuhan tenaga listrik di Propinsi Banten diperkirakan tumbuh dengan laju rata-rata 5,7% pertahun dengan asumsi pertumbuhan disetiap sektor bervariasi antara 5-7,7% per tahun, kebutuhan tenaga listrik sektor usaha (termasuk didalamnya untuk Pelabuhan Bojonegara), maka kebutuhan tenaga listrik netto (pasokan Bruto) pada tahun 2020 mencapai 29,93(* TWh, dengan kata lain seluruh produksi PLTU Suralaya sudah tidak mencukupi lagi.
Rencana strategis yang harus ditempuh oleh Pemerintah Propinsi Banten dalam menyiasati kebutuhan listrik yaitu ikut mendorong investasi dibidang ketenagalistrikan di Banten, penjajakan kerjasama jual-beli tenaga listrik dengan perusahaan yang mempunyai kelebihan kapasitas captive power, dan pembangunan potensi setempat untuk pembangkit skala menengah dan kecil.Pada akhirnya, untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah Banten.Maka diperlukan pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Baru. Untuk itu
Banten Diharapkan mampu menyumbangkan pasokan daya sebesar 110 MW untuk mendukung kebutuhan energi listrik pada rencana pembangunan tersebut, dan memberikan pengaruh terhadap tarif listrik regional Banten.
II. TEORI PENUNJANG 2.1 Panas Bumi
Panas bumi didefinisikan sebagai panas yang berasal dari dalam bumi. Sedangkan energi panas bumi adalah energi yang ditimbulkan oleh panas tersebut. Panas bumi menghasilkan energi yang bersih (dari polusi) dan berkesinambungan atau dapat diperbarui. Sumberdaya energi panas bumi dapat ditemukan pada air dan batuan panas di dekat permukaan bumi sampai beberapa kilometer di bawah permukaan. Bahkan jauh lebih dalam lagi sampai pada sumber panas yang ekstrim dari batuan yang mencair atau magma. Untuk menangkap panas bumi tersebut harus dilakukan pemboran sumur seperti yang dilakukan pada sumur produksi minyak bumi. Sumur tersebut menangkap air tanah yang terpanaskan, kemudian uap dan air panas dipisahkan. Uap air panas dibersihkan dan dialirkan untuk memutar turbin. Air panas yang telah dipisahkan dimasukkan kembali ke dalam reservoir melalui sumur injeksi yang dapat membantu untuk menimbulkan lagi sumber uap.
Listrik tenaga panas bumi adalah listrik yang dihasilkan dari panas bumi. Panas bumi dapat menghasilkan listrik yang reliabel dan hampir tidak mengeluarkan gas rumah kaca. Panas bumi sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas bumi, adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. Panas bumi mengalir secara kontinyu dari dalam bumi menuju ke permukaan yang manifestasinya dapat berupa: gunung berapi, mata air panas, dan geyser.
2.2 Energi Panas Bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi menggunakan uap dari sumber panas bumi sebagai sumber energi primernya. Sedangkan energi panas bumi mempunyai beberapa macam jenis, sesuai dengan kondisi geologi daerah tersebut. Energi panas bumi teriri dari 3 macam yaitu
1) Energi Panas Bumi Uap Basah 2) Energi Panas Bumi Air Panas 3) Energi Panas Bumi Batuan Panas
2.3 Proses Terjadinya Energi Listrik
Sebagian besar pembangkit listrik menggunakan uap. Uap dipakai untuk memutar turbin yang kemudian mengaktifkan generator untuk menghasilkan listrik. Banyak pembangkit listrik masih menggunakan bahan bakar fosil untuk mendidihkan air guna menghasilkan uap. Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya saja pada PLTU, uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panas bumi. Pembangkit yang digunakan untuk merubah panas bumi menjadi tenaga listrik secara umum mempunyai komponen yang sama dengan power plant lain yang bukan berbasis panas bumi, yaitu terdiri dari generator, turbin sebagai penggerak generator, heat exchanger, chiller, pompa, dan sebagainya. Ada tiga macam teknologi pembangkit listrik tenaga panas bumi yaitu dry steam, flash steam, dan binary cycle.
2.4 Model Peramalan Kebutuhan Listrik Dengan Metode DKL 3.01. PT PLN
Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01 untuk menyusun perkiraan adalah model sektoral. Perkiraan kebutuhan energi listrik model sektoral yakni dengan menyusun perkiraan kebutuhan energi listrik pada tingkat wilayah/distribusi. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi empat sektor yaitu :
1. Sektor Rumah Tangga 2. Sektor Bisnis
3. Sektor Publik 4. Sektor Industri.
2.5 Biaya Pembangkitan Tenaga Listrik Biaya pembangkitan total tanpa biaya eksternal merupakan penjumlahan dari biaya modal, biaya bahan bakar, biaya operasional dan perawatan, serta biaya lingkungan.
Lingkungan biaya M & O biaya bakar bahan biaya modal biaya an pembangkit Biaya + + + =
Sedangkan untuk harga jual energi listriknya,
pajak prosen keuntungan prosen transmisi biaya an pembangkit biaya jual Harga + + + =
2.5.1 Biaya modal (capital cost)
Biaya modal pertahun adalah biaya investasi pembangunan pembangkit tenaga listrik yang dipengaruhi oleh faktor suku bunga dengan faktor
To m Ps fd) (fs (CC) Cost Capital ⋅ ⋅ + =
2.5.2 Biaya Bahan Bakar (fuel cost)
Biaya operasi ini merupakan biaya yang hanya dikeluarkan apabila pusat pembangkit dioperasikan untuk membangkitkan tenaga listrik. Biaya operasi ini merupakan biaya pembelian uap panas bumi dan minyak pelumas
2.5.3 Biaya operasional dan pemeliharaan Biaya ini harus tetap dikeluarkan meskipun peralatan-peralatan di pusat pembangkit tidak sedang beroperasi. Biaya O & M ini merupakan biaya untuk perawatan pusat pembangkit, dan juga biaya tenaga kerja yang mengoperasikan dan merawat pusat pembangkit.
2.5.4 Biaya Lingkungan
Yang dimaksud biaya lingkungan dalam pembangunan PLTP adalah biaya pemeliharaan lingkungan. Seperti alat pengurangan emisi, pengolahan limbah oli, menjaga kuantitas dan kualitas air tanah.
2.6 Beban Puncak
Beban puncak merupakan salah satu ukuran besarnya konsumsi energi listrik, sehingga dengan diketahui besar beban puncak, maka akan dapat diperhitungkan produksi atau kapasitas terpasang yang harus tersedia.
Perkiraan beban puncak ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BPt = t t
xLF
EPT
8760
Dimana :BPt = Beban puncak pada tahun t EPTt = Energi produksi pada tahun t LFt = Faktor beban pada tahun t
III. KONDISI SISTEM KETANAGALISTRIKAN DI BANTEN
Dalam 5 tahun terakhir, yaitu pada tahun 2004-2008 permintaan tenaga listrik di Propinsi Banten tumbuh sebesar 5,7 % % pertahun,
Fluktuasi demand yang tinggi ini karena peran permintaan tenaga listrik sektor industri dan bisnis, diikuti sektor rumah tangga dan sosial di Propinsi Banten sudah sangat dominan, dan di setiap tahunnya selalu mengalami jumlah peningkatan yang signifikan di setiap sektornya
Tabel 3.1
Jumlah Pelanggan, dan Listrik Terjual di Propinsi Banten Tahun 2000-2008 Tahun Pelanggan ListrikTerjual
(Gwh) 2000 5.685.301 22.069,50 2001 5.980.715 23.614,21 2002 504.717 4.615,97 2003 533.782 4.623,43 2004 568.451 5.513,23 2005 604.959 5.519,47 2006 639.903 5.661,24 2007 681.601 5.784,41 2008 722.755 6.109,12
3.1 Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Propinsi Banten sampai saat ini mempunyai pembangkit listrik dengan total kapasitas 4.200 MW atau 4,2 GW. Data-data mengenai pembangkit-pembangkit yang ada tersebut diberikan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Data Pembangkit di Banten 2008 Kapasitas Terpasang (MW) Daya Mampu (MW) Pembangkit 2008 2008 PLTU Suralaya 3400 2.720 PLTGU Cilegon 750 600 PLTU KDL 80 -100 64 - 80 TOTAL 4200 3360
Sumber : Statistik Kelistrikan Banten tahun 2008
3.2 Konsumsi Energi Listrik Kelompok Konsumen
Konsumsi energi listrik di propinsi Banten menunjukkan pemakaian energi listrik yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini di karenakan jumlah penduduk yang semakin meningkat, serta berkembangnya sektor industri dan semakin meningkatnya kemajuan daerah di propinsi banten. Sektor Industri merupakan sektor yang paling banyak pelanggannya diikuti dengan sektor Pelanggan rumah tangga,bisnis/komersiil,sosial dan lainnya.untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam tabel 3.3 berikut :
Tabel 3.3
Konsumsi Energi Listrik Kelompok Konsumen GWh
Sumber : Statistik PLN
3.3 Permintaan Energi Listrik di Banten Permintaan energi listrik di Banten dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Khususnya pada saat beban puncak terjadi peningkatan permintaan konsumsi listrik yang signifikan. Antara pukul 18.00-24.00 permintaan energi listrik meningkat
Pada saat beban puncak terjadi pada pukul 19.30 dengan permintaan energi listrik sebesar 712,71 MW. Dengan daya mampu netto yang ada di Banten Sebesar 3.360 MW, maka sistem mengalami surplus sebesar 2647,29 MW sementra ini surplus energi dengan mentransfer menuju Propinsi lain yang terinterkoneksi pada sistem Jawa-Madura-Bali.Daya mampu dan beban puncak Propinsi Banten disajikan pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Daya Mampu dan Beban Puncak Propinsi Banten
Tahun Kapasitas Terpasang Daya Mampu Beban Puncak 2000 1700 1360 526,96 2001 1700 1360 549,41 2002 1700 1360 594,82 2003 1700 1360 672,11 2004 1700 1360 692,96 2005 1700 1360 696,92 2006 1700 1360 698,81 2007 1700 1360 718,42 2008 1700 1360 712,71 Sumber: Statistik PT.PLN
Gambar 3.1 Kondisi Sistem Region Banten
IV. ANALISA PEMBANGUNAN PLTP Rawa Dano 110 MW
4.1 Potensi Panas Bumi Rawa Dano di Banten
Daerah Cidanau atau disebut juga Rawa Dano terletak di Kabupaten Serang dan Pandeglang, Provinsi Banten.daerah ini merupakan cagar alam berupa hutan rawa dan tempat konservasi air. Rawa Dano termasuk daerah prospek panas bumi di Jawa yang ditunjukkan oleh adanya kemunculan 11 mata air panas
Daerah ini terletak di sekitar 15 km selatan Anyer, atau 30 km barat Serang, atau sekitar 240 km dari Bandung (Gambar 4.3). Selat Sunda membatasi daerah penelitian di bagian barat dan Gunung Karang terletak di sebelah tenggara daerah penelitian. Gunung Karang dan Pulosari merupakan manifestasi panas bumi lain yang muncul di selatan dan tenggara daerah tersebut Posisi Rawa Dano Banten dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Peta Lokasi Daerah Penelitian Panas Bumi Rawa Dano Tabel.4.1 Potensi Dan Lokasi Panas Bumi di Rawa Dano
URAIAN RAWA DANO
Lokasi Kawasan Cagar Alam Rawa Dano Proyeksi Pasokan
Listrik
Mendukung Pembangkitan Beban Dasar di Banten
Manifestasi Permukaan
Mata Air PanasSuhu 180 - 280º C Potensi Hipotetik 110 MW Terduga 115 MW Prediksi Potensi
Listrik
Rawa Dano 1 x 110 MW
Sistem Panas Bumi Aktivitas Tektonik dan intrusi andesitis pada sedimen marin
Sumber panas bumi di Rawa Dano adalah sumber uap panas, sehingga cocok apabila digunakan jenis teknologi binary cycle sebagai pambangkitan energi listrik. Pada sistem binary cycle, air panas bumi digunakan untuk memanaskan apa yang disebut dengan working fluid pada heat exchanger. Working fluid kemudian menjadi panas dan menghasilkan uap berupa flash. Uap yang dihasilkan di heat exchanger tadi lalu dialirkan untuk memutar turbin dan selanjutnya
heat exchanger inilah yang disebut sebagai secondary (binary) fluid. Binary Cycle Power Plants ini sebetulnya merupakan sistem tertutup. Jadi tidak ada yang dilepas ke atmosfer.
4.2 Peramalan dengan Metode DKL 3.01 Tabel 4.2
Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan (GWh) Banten
4.3 Neraca Daya Sistem Kelistrikan Banten Pada tahun 2015 PLTP Rawa Dano 110 MW beroperasi dan menambah pasokan daya 110 MW. Namun tetap saja akan mengalami defisit energi, dan setelah ditambahkan Pembangunan PLTP yang lain di wilayah Banten sesuai yang di targetkan oleh pemerintah untuk tahap ke-2, pada tahun berikutnya juga akan di perkirakan defisit lagi, karena target pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik tahap ke-1 hanya mampu terealisasi kurang dari 10 % dari kapasitas 10.000 MW yang ditargetkan. defisit energi di Propinsi Banten dapat diatasi dengan transfer dari Propinsi lain yang sudah terinterkoneksi melalui sistem jaringan Interkoneksi Jamali. Dan PLTP Rawa Dano mampu memberikan tambahan daya energi listrik sebesar 110 MW sehingga mampu memberikan tambahan daya yang akan dikonsumsi oleh masyarakat Banten
Tabel 4.3
Proyeksi Neraca Daya (MW) di Banten
4.4 Analisa Ekonomi
4.4.1. Analisa Biaya Pembangkitan PLTP Untuk Guna menentukan biaya pembangkit di Subang ini ada beberapa parameter yang harus diperhitungkan. Parameter-parameter tersebut adalah biaya modal, biaya operasi dan maintenance (O&M) ,Biaya bahan bakar (Fuel cost) dan Biaya Lingkungan
Biaya pembangkitan total didapat dengan persamaan
BP = CC + FC + O&M Cost + Biaya Lingkungan
Sehingga biaya pembangkitan / KWh pada PLTP Rawa Dano dengan suku bunga 12%, 9%, 6% dan adalah :
Tabel 4.4
4.4.2 Analisa Daya Beli Masyarakat
Daya beli masyarakat sangat menentukan seberapa besar harga jual listrik yang mampu dibayar oleh pengguna listrik. Biaya pembangkitan total dengan tingkat suku bunga bervariasi (i=6%;i=9%; i=12%) akan menjadi acuan untuk menentukan harga jual listrik. Besarnya biaya pembangkitan total akan dibandingkan dengan harga energi listrik yang dapat dibeli masyarakat. Untuk mengetahui seberapa besar daya beli energi listrik masyarakat Banten, digunakan data kelistrikan dan kependudukan Banten sebagai acuan dalam analisa.
Pengeluaran riil perkapita penduduk Banten pada tahun 2008 adalah Rp 621.000,-.rata-rata pengeluaran untuk membayar listrik adalah 4%-10% dari biaya pengeluaran riil perkapita. Jika diasumsikan setiap penduduk propinsi Banten mengeluarkan dana 10% untuk membayar listrik maka dari Pengeluaran riil sebesar Rp 621.000,- diambil 10% nya yaitu Rp 62.100. sedangkan rata-rata anggota keluarga adalah 4 orang untuk membayar listrik dibutuhkan Rp 248.400,-. maka dapat diketahui rata-rata pemakaian dayanya sebesar 900 VA. Maka dapat menghitung daya beli masyarakat propinsi Banten adalah sebagai berikut:
W P Daya 720 8 , 0 900 ) ( = × =
Maka kita dapat mengetahui jumlah Kwh/bulan dengan cara:
Kwh/Bulan = 0,72 x 30 x 24 x0,8 = 414,72 KWh/ bulan
Bila tarif untuk biaya beban tarif tegangan 900 VA = Rp 20.000,-
Blok I 30 kwh, yaitu pemakaian 0-20 KWh Blok II 60 kwh, pemakaian 20-60 KWh Blok III > 60 kwh, pemakaian di atas 60 KWh
Dengan Tarif Dasar Listrik pada sektor rumah tangga sebesar Rp 510,40,-
Maka:
Daya beli = ( 414,72x Rp 510,40/KWh) + 20.000 = Rp 211.693,09,-
Perbandingan antara daya beli Listrik dengan pendapan perkapita yang digunakan untuk keperluan listrik = KWh beli Daya 510,40 598,9 09 , 693 . 211 400 . 248 = × =
Dengan harga pembangkitan total pada suku bunga 6% sebesar Rp.765/kwh, sehingga
masyarakat sebagai konsumen mampu membeli energi tersebut maka diadakan subsidi oleh pemerintah. Karena energi listrik merupakan tolak ukur bagi perkembangan dan kemajuan teknologi suatu daerah maka subsidi pembangunan pembangkit ini termasuk prasarana
4.4.3 Analisa Perhitungan Harga Pokok Penyediaan setelah pembangunan PLTP • BPP Tenaga Listrik Sebelum Pembangunan
PLTP Rawa Dano 110 MW dan Masih Mendapatkan Subsidi Berdasarkan UU No. 15 Tahun 1985 adalah sebesar Rp 718,22,- • BPP Tenaga Listrik Setelah Pembangunan
PLTP Rawa Dano 110 MW dan dianggap terisolasi dan tanpa subsidi dari pemerintah Berdasarkan UU No. 30 Th. 2009 Untuk menentukan harga jual yang baru adalah sebesar Rp 710,86,-
4.5 Analisa Perhitungan Harga Jual per Kelompok Konsumen Setelah PLTP Rawa Dano Beroperasi
Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik Sebelum Pembangunan PLTP Rawa Dano 110 MW dan Masih Mendapatkan Subsidi Berdasarkan UU No. 15 Tahun 1985 untuk wilayah Banten adalah sebesar Rp 718,22,-, sedangkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik Setelah Pembangunan PLTP Rawa Dano 110 MW dan dianggap terisolasi dan tanpa subsidi dari pemerintah Berdasarkan UU No. 30 Th. 2009 dengan harga jual yang baru adalah sebesar Rp 710,86,-
Penentuan harga jual daerah Banten dapat di tentukan dengan rumus :
BPPbaru
Total
Persektor
persektor
HJ
=
×
Dari rumus di atas maka pengaruh harga jual listrik per kelompok konsumen saat beroperasinya PLTP Rawa Dano 110 MW dengan BPP baru di Propinsi Banten dapat Di lihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5
Harga Jual Listrik Baru di Banten setelah PLTP Rawa Dano Beroperasi Tanpa Subsidi (Rp./kWh)
UU No. 30 Th. 2009 Harga Jual Tanpa
Subsidi Sektor UU No. 15 Th. 1985 Statistik 2008 BPP Th. 2008 Kemampuan Daya Beli Masyarakat BPP Harga Jual Rumah Tangga 510,40 641,44 Industri 561,35 705,47 Bisnis 926,65 1.164,55 Sosial 470,30 591,04 Pemerintah 896,56 1.126,74 718,22,- 621.00,- 710,86,-
Melihat dari Tabel 4.34 harga jual listrik persektor Propinsi Banten yang dianggap terisolasi dan tanpa subsidi masih lebih tinggi dari daya beli masyarakat Banten. Hal ini dapat diatasi dengan terhubungkannya Propinsi Banten dalam sistem interkoneksi Jawa - Madura - Bali (JAMALI), sehingga mengurangi jam kerja dari PLTGU yang memiliki biaya operasi yang paling mahal yaitu sebesar Rp. 1.278,45,- di Banten, serta merealisasikan program pemerintah Tahap II sebesar 12.000 MW dengan kapasitas total 11.144 MW sebanyak 19 % adalah PLTP dalam menghadapi krisis energi listrik, berdasarkan kajian pemerintah mengenai ”Skenario Energi Mix Nasional” dalam jangka waktu tertentu (2005-2025), yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dimana potensi panas bumi di Banten sangat besar sehingga dengan penambahan PLTP di Banten yang biaya operasinya hanya sebesar Rp. 746,61,- maka akan menurunkan BPP Pembangkitan Banten, sehingga harga jual listrik tercapai oleh daya beli masyarakat.
4.6. Analisa Lingkungan
Prakiraan dampak penting dalam
pembangunan PLTP Rawa Dano ini, Upaya pemantauan lingkungan untuk kegiatan Pembangunan PLTP ini prakiraan dampak yang terjadi akan ditinjau dalam 4 (empat) tahapan:
1. Tahap Persiapan 2. Tahap Konstruksi 3. Tahap Operasional 4. Tahap Pasca Operasi
Pada tahap operasi ini pula PLTP Rawa Dano mempunyai dampak lingkungan yang sekarang menjadi pusat perhatian dunia, yaitu mengenai pemanasan global (global warming) yang diakibatkan dari gas CO2. Panas bumi termasuk energi terbarukan yang bersih lingkungan, akan tetapi PLTP juga masih menghasilkan CO2. Apabila dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan tenaga fossil, maka PLTP mempunyai produksi CO2 yang lebih kecil daripada pembangkit yang lainnya.
Dengan ratifikasi “kyoto protocol” menunjukkan komitmen negara maju tekait global warming untuk insentif atau carbon credit terhadap pembangunan (clean development mecahnism) berdasarkan seberapa besar pengurangan CO2 dibandingkan dengan base line yang telah ditetapkan.
Gambar 4.3 Grafik Emisi Gas dari Bermacam- macam Pembangkit
Dari gambar grafik 4.3 untuk pembangkit dengan bahan bakar panas bumi memiliki emisi yang paling rendah yaitu 100kg/KWh. Jika Pembangunan PLTP Rawa Dano 110 MW tidak menghasilkan karbon kredit maka mendapat uang sebesar 4,5 cent./KWh. Karena PLTP memiliki 100 kg/KWh dengan batas rata-rata 728 kg/KWh maka CDM yang di dapat adalah sebagai berikut:
cent cent CDM 88 , 3 5 , 4 728 100 728 = × − =
Jadi PLTP akan mendapat 3,88 cent/kWh atau Rp.388/kWh. Karena kapasitas pembangkit sebesar 110 MW maka total dana yang didapatkan sebesar Rp.388/kWh x 110.000kW = Rp. 426,8 juta/kWh. Hal ini dapat mengurangi biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dan mengurangi harga jual kepada masyarakat Banten dan tujuan menjadikan listrik murah dan terjangkau masyarakat untuk memajukan perkembangan pendidikan, ekonomi dan indeks pembangunan manusia yang bisa berkompeten dan bersaing dengan Propinsi lainnya.
V. KESIMPULAN
1. Kebutuhan listrik di Banten tiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 5,5% sedangkan kapasitas yang tersedia tidak bertambah sehingga terjadi defisit sebesar 18 MW pada tahun 2021 dan defisit 528 MW pada tahun 2034 . Untuk itu perlu adanya penambahan pembangkit guna memenuhi kebutuhan listrik di Banten
2. Harga jual (BPP) dari energi listrik di Propinsi Banten yang diasumsikan isolated dan tanpa subsidi dari pemerintah setelah di bangunnya PLTP Rawa Dano 110 MW adalah sebesar Rp.710,86,-. Hal ini mempengaruhi harga jual listrik per sektor di Banten dari harga sebelumnya dengan subsidi, menjadi lebih mahal dengan tanpa subsidi yaitu :
UU No. 30 Th. 2009 Harga Jual Tanpa
Subsidi Sektor UU No. 15 Th. 1985 Statistik 2008 BPP Th. 2008 Kemampuan Daya Beli Masyarakat BPP Harga Jual Rumah Tangga 510,40 641,44 Industri 561,35 705,47 Bisnis 926,65 1.164,55 Sosial 470,30 591,04 Pemerintah 896,56 1.126,74 P Jalan 654,42 822,43 Total 565,64 718,22,- 598,9,- 710,86,- 710,86
sedangkan daya beli masyarakat sebesar Rp 598,9,- sehingga jika di asumsikan kenaikan sebesar 5% maka pada tahun 2015 daya beli masyarakat diperkirakan mencapai Rp 628,85 ,-. Jika CDM berlaku terus maka harga jual lisrik akan semakin murah yaitu di kurangi Rp 388,-. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi tegantung dari patokan bunga bank yang di pakai untuk bunga 12% kembali pada tahun ke 17, bunga 9% pada tahun ke 11 dan bunga 6% pada tahun ke 9. 3. Pengaruh pembangunan PLTP Rawa Dano 110
MW terhadap perkembangan IPM adalah dengan dibangunnya PLTP diharapkan mampu mendongkrak perekonomian wilayah Serang dan Banten sehingga setelah dibangunnya PLTP IPM Propinsi Banten akan semakin meningkat dengan seiringnya reduksi sortfall. Jika reduksi sortfall tinggi maka untuk pencapaian IPM tinggi akan lebih cepat
4. Dengan biaya investasi 300 juta dolar wilayah banten belum mampu untuk melakukan pembangunan pembangkit. Untuk itu perlu adanya subsidi dari pemerintah. Dari hasil perhitungan yang dilakukan subsidi yang diberikan adalah 80%. Subsidi di berikan sedemikian besar karena biaya pembangkitan yang masih terlalu tinggi dari daya beli masyarakat banten
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jenderal Geologi Dan Sumber Daya
Mineral, 2004, Berita DJGSM : Pengembangan Energi Panas Bumi, Tanggal 7 Januari 2004, Jakarta
2. Djiteng Marsudi Ir, 2005, “Pembangkitan Energi Listrik”, Erlangga, Jakarta.
3. Djoko Santoso Ir, 2006, “Pembangkitan Tenaga Listrik”, Diktat Kuliah, Teknik Elektro ITS, Surabaya
4. Ferianto Raharjo, 2007, “Ekonomi Teknik Analisis Pengambilan Keputusan”, ANDI, Yogyakarta.
5. Herman, Danny Z., 2003, Makalah : Studi Sistem Panas Bumi Aktif Dalam Rangka Penyiapan Konservasi Energi Panas Bumi, Yogyakarta.
6. Menko Kesra dan TKPK, 2006, Buku Panduan
Kongres Nasional Pembangunan Manusia
8. Syariffuddin, Mahmudsyah, 2008, “Energi Panas Bumi”, Surabaya.
9. Wahyuningsih, R. 2005, “Potensi dan Wilayah
Kerja Pertambangan Panas Bumi di Indonesia”, Kolokium Hasil Lapangan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Jakarta
10. http:// www.bappedabanten/banten dalam angka
2008.html
11. http://www.esdm.go.id/renew.html
12. http://www.djlpe.go.id/keputusan menteri energi dansumber daya mineral/no:55k/30/mem/2003.html
13. http://202.106.220.3/statistik/tahunan.asp? 14. http://www.pertamina.com/index.php?option=com_ content&task=view&id=3015&Itemid=341 15. http:// www.pemdabanten.com 16. http:// hdks.pln-jawa-bali.co.id 17. http://www.gatra.com/2007-03-22/versi_cetak.php
19. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2009
21. http:// bps-banten.com
22. Statistik PLN 2007
23. Statistik PLN 2008
Muh.Habibi, lahir di Lamongan pada tanggal 11 Pebruari 1985. Penulis telah menempuh pendidikan formal yaitu
di SDN Kedung
Megarih, SLTPN I
Kembangbahu dan
SMUN I Babat. Setelah lulus dari SMUN 1 Babat penulis melanjutkan studi di D3 Teknik Elektro – ITS dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan studi ke jenjang strata 1 (S1) melalui program lintas jalur Teknik Elektro – ITS, bidang studi Teknik Sitem Tenaga.