commit to user
PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP GAYA MAGNET
MELALUI PEMBELAJARAN
GUIDED INQUIRY METHOD
SISWA KELAS V SD NEGERI 2 AMPEL BOYOLALI
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh:
HENY SUSILOWATI NIM X7109043
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet melalui Pembelajaran Guided Inquiry Method Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel Tahun Pelajaran 2010/2011”
Oleh :
Nama : Heny Susilowati
NIM : X7109043
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing I
Drs. Kartono, M.Pd
NIP. 195401021977031001
Persetujuan Pembimbing
Dosen Pembimbing II
Dra.Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd
commit to user
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet melalui Pembelajaran Guided Inquiry Method Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel Tahun Pelajaran 2010/2011”
Oleh :
Nama : Heny Susilowati
NIM : X7109043
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Sukarno, M.Pd ___________
Sekretaris : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd ____________
Penguji I : Drs. Kartono, M.Pd ___________
Penguji II : Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd ___________
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidilan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Dr. H. M Furqon Hidayatulah, M.Pd
commit to user
iv
ABSTRAK
Heny Susilowati, NIM X7109043. PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP GAYA MAGNET MELALUI PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY METHOD SISWA KELAS V PADA SD NEGERI 2 AMPEL BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2011.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet melalui pembelajaran guided inquiry method siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2010/2011.Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan model siklus, setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Tempat penelitian dilaksanakan di SD Negeri 2 Ampel dan sebagai subyek penelitian adalah siswa kelas V. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011. Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, lembar observasi dan tes hasil evaluasi belajar. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif interaktif yaitu keterkaitan antara tiga komponen antara lain: pengumpulan data/reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Prosedur penelitian dengan model siklus yang terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
commit to user
v
ABSTRACT
Heny Susilowati, NIM. X7109043. INCREASING MASTERY of the CONCEPTS of LEARNING STYLE MAGNETS through the GUIDED INQUIRY METHOD STUDENTS CLASS V in SD NEGERI 2 AMPEL BOYOLALI YEARS 2010/2011. Thesis, Surakarta: Faculty of teacher training and educational sciences. Sebelas Maret University of Surakarta, June 2011.
The purpose of this classroom action research is to improve the mastery of the concept of magnetic force through learning guided inquiry method students class V SD Negeri 2 Ampel Subdistrict Ampel Boyolali Years 2010/2011. The form of research is the research action classroom that consists of two cycles, each cycle consists of four stages: planning, implementation, observation and reflection. As the subject of research is the student class V SD Negeri 2 Ampel.
Place of research conducted in SD Negeri 2 Ampel and the study subject were students in gradeV. Time studies conducted in the second semester of the school year 2010/2011. Sources of data used by researchers is the source of primary data and secondary data sources. Data collection techniques in the research is documentation, observation sheet and test results of the evaluation study. Techniques of data analysis using interactive analysis techniques: the link between the three components include: data collection/data reduction, dish, withdrawal of conclude/verification. Research procedures with cycle model consisting of four stage, namely planning, execution, observation and reflection.
commit to user
vi
MOTTO
Pelajarilah ilmu dan mengajarlah kamu, rendahkanlah dirimu terhadap
guru-gurumu, dan berlakulah lembut terhadap murid-muridmu.
(Terjemahan HR. Tabrani)
Siapapun yang bermaksud menjadi seorang guru bagi manusia, biarlah dia
mengawali dengan mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain, dan
mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-kata.
(Kahlil Gibran)
Pengetahuan adalah tanda nyata kebangsawananmu, tidak peduli siapa bapakmu
atau dari suku mana kau berasal.
(Kahlil Gibran)
Setiap keindahan dan kebesaran di dunia ini diciptakan oleh sebuah pemikiran
atau perasaan yang ada dalam diri seseorang.
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
Bapak_Ibu dan “Umi”, yang selalu
memberikan doa restunya disetiap
langkah-langkahku.
Ayahanda tercinta dan Ananda Alul
tersayang yang selalu memberikan
semangat baru.
Rekan-rekan S1 PGSD-Transfer kelas A
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan skripsi
ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang
timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin penelitian
2. Drs. Hadi Mulyono, M.Pd, selaku Ketua Program Pendidikan Sekolah Dasar
yang telah memberikan izin penulisan skripsi.
3. Dra. Endang SM, M.Hum, selaku Pembimbing I yang dengan sabar
memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi.
4. Drs. Kartono, M.Pd, selaku dosen pengampu Pembimbing I yang dengan
sabar memberikan bimbingan dan motivasi.
5. Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd, selaku Pembimbing II yang dengan sabar
memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi.
6. Mulyono, S.Pd, selaku Kepala Sekolah Negeri 2 Ampel yang telah
memberikan ijin penelitian.
7. Berbagai pihak yang telah membantu, terutama teman-teman penulis yang
selalu memberi dukungan.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN ABSTRAK ... iv
HALAMAN ABSTRACT ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Tinjauan tentang Penguasaan Konsep Belajar IPA ... 7
a. Hakekat Belajar ... 7
b. Hakekat Penguasaan Konsep Gaya Magnet Siswa ... 9
c. Hakekat Pembelajaran IPA ... 11
d. Belajar dan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 15
e. Tujuan Pembelajaran IPA ... 16
commit to user
x
g. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA ... 19
h. Tinjauan tentang Konsep ... 19
i. Tiga Tahapan Penguasaan Konsep ... 20
j. Macam-macam Konsep ... 21
k. Prinsip Belajar Konsep... 22
l. Pembelajaran IPA Kelas V Materi Gaya Magnet ... 23
2. Tinjauan tentang Inquiry Method (metode inkuiri) ... 25
a. Teori Inquiry Method (metode inkuiri) ... 25
b. Tujuan Penggunaan Inquiry Method (metode inkuiri) .. 30
c. Macam-macam Inquiry Method (metode inkuiri) ... 31
B. Penelitian yang Relevan ... 34
C. Kerangka Berpikir ... 35
D. Hipotesis Tindakan ... 36
BAB III METODOLOGI TINDAKAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37
1. Tempat Penelitian ... 37
2. Waktu Penelitian ... 37
B. Subjek Penelitian ... 38
C. Sumber Data ... 38
D. Teknik Pengumpulan Data ... 38
1. Dokumentasi ... 38
2. Observasi ... 39
3. Tes ... 39
E. Validitas Data ... 40
F. Teknik Analisis Data ... 41
1. Reduksi Data ... 42
2. Penyajian Data ... 42
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ... 42
G. Jadwal Penelitian ... 43
commit to user
xi
1. Tahap Perencanaan ... 44
2. Tahap Pelaksanaan ... 45
3. Tahap Observasi ... 45
4. Tahap Refleksi ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55
1. Kondisi Awal (Pra-Tindakan) ... 55
B. Pelaksanaan Tindakan ... 57
1. Siklus I ... 57
2. Siklus II ... 65
C. Pembahasan Hasil Penelitan ... 75
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ... 79
B. Implikasi ... 79
C. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal penelitian ... 43
Tabel 2. Benda-benda yang dapat dan tidak dapat ditarik oleh magnet .. 52
Tabel 3. Frekuensi nilai evaluasi sebelum tindakan ... 55
Tabel 4. Prosentase hasil observasi siswa suklus I ... 62
Tabel 5. Frekuensi nilai IPA siklus I siswa kelas V ... 63
Tabel 6. Prosentase hasil observasi siswa suklus II ... 71
Tabel 7. Frekuensi nilai IPA siklus II siswa kelas V ... 72
Tabel 8. Data perbandingan nilai tes penguasaan konsep gaya magnet sebelum tindakan, siklus I dan siklus II ... 75
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sistematika materi gaya magnet ... .. 24
Gambar 2. Langkah-langkah guided inquiry method ... .. 28
Gambar 3. Pendekatan metode inkuiri ... . 29
Gambar 4. Kerangka berpikir ... . 36
Gambar 5. Model Analisis Interaktif ... .. 42
Gambar 6. Model penelitian Kemmis dan Taggart ... 46
Gambar 7. Grafik histogram frekuensi nilai evaluasi sebelum tindakan ... 56
Gambar 8. Grafik histogram prosentase hasil observasi siswa suklus I .... 62
Gambar 9. Grafik histogram frekuensi nilai IPA siklus I ... 63
Gambar 10.Grafik histogram prosentase hasil observasi siswa siklus II .... 72
Gambar 11.Grafik histogram frekuensi nilai IPA siklus II ... 73
Gambar 12.Data perbandingan nilai tes penguasaan konsep gaya magnet sebelum tindakan, siklus I dan siklus II ... 76
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Silabus IPA Kelas V Semester 2 ... 85
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 86
Lampiran 3. Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 97
Lampiran 4. Kunci Jawaban Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 98
Lampiran 5. Lembar Kegiatan Siswa 1 pada Siklus I ... 99
Lampiran 6. Lembar Kegiatan Siswa 2 pada Siklus I ... 100
Lampiran 7. Lembar Penilaian Siswa Sebelum Siklus I ... 101
Lampiran 8. Lembar Penilaian Siswa pada Siklus I ... 102
Lampiran 9. Lembar Penilaian Test Proses Pada Siklus I ... 103
Lampiran 10. Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I ... 104
Lampiran 11. Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus I ... 105
Lampiran 12. Gambar Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus I ... 106
Lampiran 13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 107
Lampiran 14. Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .... 116
Lampiran 15. Materi Gaya Magnet Kelas V Semester II ... 118
Lampiran 16. Lembar Kerja Siswa 1 Gaya Magnet pada Siklus II ... 123
Lampiran 17. Lembar Kerja Siswa 2 Gaya Magnet pada Siklus II ... 124
Lampiran 18. Lembar Kerja Siswa 3 Gaya Magnet pada Siklus II ... 125
Lampiran 19. Lembar Kerja Siswa 4 Gaya Magnet pada Siklus II ... 126
Lampiran 20. Lembar Kerja Siswa 5 Gaya Magnet pada Siklus II ... 127
Lampiran 21. Lembar Kerja Siswa 6 Gaya Magnet pada Siklus II ... 128
Lampiran 22. Lembar Kerja Siswa 7 Gaya Magnet pada Siklus II ... 129
Lampiran 23. Lembar Hasil Kerja Siswa Gaya Magnet pada Siklus II ... 130
Lampiran 24. Lembar Penilaian Siswa pada Siklus II ... 131
Lampiran 25. Lembar Penilaian Test Proses Pada Siklus II ... 132
Lampiran 26. Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus II ... 133
Lampiran 27. Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus II ... 134
commit to user
xv
Lampiran 29. Gambar Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus II ... 136
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia
membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan
sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang
dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul
diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di
samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Seperti
dicanangkan oleh PBB sebagai berikut :
Selain itu pendidikan juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM baik fisik, mental maupun spiritual. Sejalan dengan konsep pendidikan yang dicanangkan oleh PBB bahwa pendidikan ditegakan oleh 4 pilar, yaitu lern to know, learn to do, learn to live together dan learn to be. Pilar pertama dan kedua lebih diarahkan untuk membentuk sense of having yaitu bagaimana pendidikan dapat mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas di bidang ilmu pengetahuan dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga mendorong sikap proaktif, kreatif dan inovatif ditengah kehidupan masyarakat. Sementara pilar ketiga dan keempat diarahkan untuk membentuk karakter bangsa atau sense of being, yaitu bagaimana harus terus menerus belajar, dan membentuk karakter yang memiliki integritas dan tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk melayani sesama. Sense of being ini penting karena sikap dan perilaku seperti ini akan mendidik siswa untuk belajar saling memberi dan menerima serta belajar untuk menghargai serta menghormati perbedaan atas dasar kesetaraan dan toleransi (Upik, 2005).
Dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di
sekolah menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam
menanggapi setiap pembelajaran. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu
yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran dikaitkan
dengan manfaatnya dalam lingkungan sosial masyarakat. Sikap aktif, kreatif, dan
inovatif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan.
commit to user
Tugas utama guru adalah mengelola proses belajar dan mengajar, sehingga
terjadi interaksi aktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Interaksi
tersebut sudah barang tentu akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang
dirumuskan. Usman (2000: 4) menyatakan bahwa proses belajar dan mengajar
adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas
dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu. Senada dengan Usman, Suryosubroto (1997: 19)
mengatakan bahwa proses belajar dan mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan
guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program
tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu yakni pengajaran.
Mengacu dari kedua pendapat tersebut, maka proses belajar dan mengajar
yang aktif ditandai adanya keterlibatan siswa secara komprehensif, baik fisik,
mental, maupun emosionalnya. Pelajaran IPA misalnya diperlukan kemampuan
guru dalam mengelola proses belajar dan mengajar sehingga keterlibatan siswa
dapat optimal, yang pada akhirnya berdampak pada perolehan penguasaan konsep
gaya magnet. Hal tersebut, sangat penting karena dalam kehidupan sehari-hari,
siswa tidak pernah lepas dengan dunia IPA (Sains), yang dekat dengan aktivitas
kehidupan mereka.
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Senior Secondary
Education Project 2006 memperlihatkan bahwa dalam proses belajar dan
mengajar, guru berperan dominan dan informasi hanya berjalan satu arahdari guru
ke siswa, sehingga siswa sangat pasif. Untuk itu dalam pembelajaran diperlukan
metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Dengan demikian
pemilihan metode yangtepat dan efektif sangat diperlukan. Sebagaimana pendapat
Sudjana (1987: 76), bahwa peranan metode mengajar sebagai alat untuk
menciptakanproses belajar dan mengajar.
Berdasarkan hasil evaluasi mata pelajaran IPA materi gaya magnet, data
yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan untuk menguasai konsep gaya
commit to user
Boyolali masih dibawah KKM yaitu 60. Hal ini dapat dilihat dengan hanya
47,05% siswa yang mendapat nilai 60 atau lebih, dan 52,95% siswa mendapat
nilai dibawah 60 (lihat lampiran 7). Kemampuan siswa dalam penguasaan konsep
gaya yang masih rendah disebabkan karena guru masih menggunakan metode
yang bersifat konvensional. Proses belajar mengajar, guru yang berperan aktif
sedangkan siswanya pasif.
Kemampuan penguasaan konsep gaya magnet yang masih rendah akan
mengakibatkan siswa kesulitan dalam pembelajaran materi gaya magnet
(elektromagnetik) di satuan pendidikan yang lebih tinggi. Guru dianjurkan
menggunakan metode pembelajaran yang tepat, salah satunya pembelajaran
dengan menggunakan guided inquiry method (metode inkuiri terbimbing).
Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat,
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan
penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk
memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual
(kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir
menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara,untuk
membantu individu untuk membangun kemampuan itu.
Metode inquiry menurut Roestiyah (2001: 75) merupakan suatu teknik
atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan kelas, dimana guru
membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa di bagi menjadi beberapa
kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus
dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di
dalam kelompok. Hasil kerja mereka kemudian dibuat laporan yang kemudian
dilaporkan.
Menurut Sanjaya (2008: 202) hakekat guided inquiry method sebagai
berikut :
commit to user
terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan metode inkuiri. Dengan metode ini siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada metode ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Berdasarkan uraian diatas, maka kontribusi guided inquiry method dalam
pembelajaran adalah peningkatan penguasaan konsep gaya magnet oleh siswa.
Untuk membuktikannya perlu dilakukan penelitian yang relevan tentang
kemampuan penguasaan konsep gaya magnet pada pembelajaran IPA. Oleh karena
itu penelitian ini diberi judul ”Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet
melalui Guided Inquiry Method pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2010/2011”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahn sebagai berikut :
1. Guru belum menggunakan metode atau metode pembelajaran dalam
menyampaikan materi gaya magnet .
2. Rendahnya kemampuan siswa dalam penguasaan konsep gaya magnet dalam
pembelajaran IPA.
3. Anggapan siswa, bahwa mata pelajaran IPA sulit dibandingkan dengan mata
pelajaran yang lain.
C. Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini tidak diteliti secara keseluruhan mengingat
keterbatasan kemampuan dan waktu. Penelitian ini dibatasi pada :
1. Peningkatan penguasaan konsep gaya magnet pada pembelajaran IPA.
2. Penggunaan guided inquiry method (metode inkuiri terbimbing) dalam
commit to user
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut: Apakah penggunaan guided inquiry method (metode
inkuiri terbimbing) dapat meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet pada
siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun
Ajaran 2010/2011?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah : Meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet
melalui guided inquiry method (metode inkuiri terbimbing) pada siswa kelas V
SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran
2010/2011.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
peningkatan kualitas pembelajaran.
b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1) Memberikan kontribusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
penguasaan konsep-konsep materi IPA khususnya materi gaya magnet
sehingga penguasaan konsep gaya magnetnya dapat meningkat.
2) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan
commit to user
b. Bagi guru
1) Sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata
pelajaran IPA, khususnya materi gaya magnet.
2) Meningkatkan kualitas belajar mengajar dengan penerapan model dan
metodologi yang bersifat variatif dan bukan lagi secara klasikal yang
sifatnya konvensional.
3) Memberikan kepuasan kepada guru karena pembelajaran dapat
semangat dan memperoleh hasil sesuai yang di harapkan.
c. Bagi Sekolah
1) Merupakan asset yang dapat memberikan kontribusi dalam upaya
meningkatkan kemajuan serta kualitas pendidikan di sekolah yang
bersangkutan
2) Dengan meningkatnya penguasaan konsep gaya magnet siswa serta
kualitas pendidikan di sekolah, maka akan meningkatkan citra sekolah
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Penguasaan Konsep Belajar IPA
a. Hakekat Belajar
Belajar dapat dipandang suatu perubahan pada diri individu yang
disebabkan dari hasil pengalaman, di mana guru terutama melihat siswa
dalam bentuk terakhir dari bebagai pengalaman interaksi belajar
mengajar. Dari situ terlihat sifat-sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang
dimilikinya. Seorang siswa dinyatakan telah belajar apabila telah terjadi
perubahan tingkah laku pada diri siswa. Perubahan tingkah laku itu antara
lain tentang :
1) Penguasaan pengetahuan baru (kognitif)
2) Penguasaan keterampilan baru (psikomotor)
3) Pengembangan sikap dan minat baru (afektif)
Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali, baik
dilihat dari jenis maupun sifatnya. Karena itu tidak semua perubahan
dalam diri seseorang itu merupakan perubahan dalam arti belajar.
Menurut Oemar Hamalik (2003: 60), belajar (learning) adalah
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
dan latihan. Hal di atas sependapat dengan Skinner dalam Muhibbin Syah
(1995: 89), bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian
tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Skinner percaya bahwa
proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila
diberi penguatan. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang berlangsung secara
progresif sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.
commit to user
Menurut Suhaenah Suparno (2001: 2), belajar merupakan suatu
aktivitas yang menimbulkan suatu perubahan yang relatif permanen
sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukan. Perubahan-perubahan
tersebut tidak disebabkan faktor kelelahan (fatique), kematangan, ataupun
karena mengkosumsi obat tertentu.
Sejalan dengan perumusan di atas, menurut Hilgard dan Bower
dalam Ngalim Purwanto (1990: 84), mengemukakan bahwa belajar adalah
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang
dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat
dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan,
atau keadaan sesaat dari seseorang (kelelahan, kecelakaan).
Sedangkan menurut Slameto (1995: 2), berpendapat belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Senada
dengan pendapat Oemar Hamalik (2003: 327), belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman melalui
interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, psikomotor dan
afektif. Belajar adalah suatu usaha kegiatan yang menghasilkan perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang berulang-ulang.
Sedangkan menurut peneliti yang dimaksud dengan belajar adalah suatu
proses kegiatan atau usaha dengan melalui latihan dan pengalaman yang
berulang-ulang dalam proses belajar agar mendapatkan perubahan tingkah
laku yang bersifat lebih baik dan tersimpan dalam jangka waktu yang
commit to user
Seseorang dikatakan telah melakukan kegiatan belajar apabila
terjadi adanya perubahan tingkah laku yang baru pada orang tersebut,
yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, yang sebelumnya belum bisa
menjadi bias, sehingga terjadi perubahan tingkah laku.
Benyamin S. Bloom (Gay, 1985: 72-76; Gagne dan Berliner, 1984:
57-60) dalam Anni, Tri Catharina (2004: 6) mengusulkan tiga taksonomi
yang disebut dengan ranah belajar, yaitu:
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan,
kemampuan, dan kemahiran intelektual yang mencakup kategori:
pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis,
sintesis, dan penilaian.
2) Ranah Afektif
Taksonomi tujuan pembelajaran afektif, dikembangkan oleh
Krathwohl dkk, merupakan penguasaan konsep gaya magnet yang
paling sukar diukur. Tujuan pembelajaran ini berhubungan dengan
sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran ini
mencerminkan hierarki yang berentangan dari keinginan untuk
menerima sampai dengan pembentukan pola hidup.
3) Ranah Psikomotorik
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya
kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf,
manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah
psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih
dengan ranah kognitif dan afektif.
b. Hakekat Penguasaan konsep gaya magnet Siswa.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus
commit to user
didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan
oleh guru sebagai pengajar. Belajar bukan merupakan kegiatan menghafal
dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah
pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana,
1987: 28).
Interaksi guru dan siswa sebagai makna utama proses pembelajaran
memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
efektif. Kedudukan siswa dalam proses belajar dan mengajar adalah
sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pembelajaran,
sehingga proses atau kegiatan belajar dan mengajar adalah kegiatan
belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Penguasaan
konsep gaya magnet dalam kontesktual menekankan pada proses yaitu
segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Nilai siswa diperoleh dari penampilan siswa sehari-hari
ketika belajar. Penguasaan konsep gaya magnet diukur dengan berbagai
cara misalnya, proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, dan tes
(Depdiknas: 2002).
Menurut Horward Kysley dalam Sudjana (1990: 22) membagi tiga
macam penguasaan konsep gaya magnet, yakni (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.
Masing masing jenis penguasaan konsep gaya magnet dapat diisi dengan
bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum sedangkan Gagne membagi
lima kategori penguasaan konsep gaya magnet, yakni (a) informasi
verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan
commit to user
Menurut Purwanto (1986) bahwa penguasaan konsep gaya magnet
biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk
mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana
tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.
Penguasaan konsep gaya magnet yang dicapai siswa dipengaruhi
dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang
dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor kemampuan siswa lebih
besar pengaruhnya terhadap penguasaan konsep gaya magnet. Seperti
dikemukakan oleh Clark bahwa penguasaan konsep gaya magnet siswa di
sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi
oleh lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh
siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi, minat dan perhatian, sikap
dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis
(Sudjana, 1987: 39-40).
Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis
dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku
individu yang diniati dan disadari. Salah satu lingkungan belajar yang
paling dominan mempengaruhi penguasaan konsep gaya magnet di
sekolah, ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi rendahnya atau efektif
tidaknya proses belajar dan mengajar dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Oleh karena itu penguasaan konsep gaya magnet siswa di
sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran,
maka ranah-ranah tersebut harus selalu diperhatikan karena satu sama
lain saling menunjang dalam kegiatan pembelajaran.
c. Hakekat Pembelajaran IPA
Menurut Srini M. Iskandar (2001: 2) IPA adalah ilmu yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA merupakan
henti-commit to user
hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis,
berobjek, bermetode dan berlaku secara universal (Suyoso, 1998: 23)
dalam http://juhji-science-sd.blog.com/.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sri
Sulistyorini, 2007: 39).
IPA mempunyai objek yaitu benda-benda alam dan
peristiwa-peristiwanya yang bersifat: 1) ada saling hubungan antara benda alam
satu dengan yang lain, 2) ada saling hubungan antara benda dan peristiwa
alam, dan 3) ada saling hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa
yang lain, sehingga benda dan peristiwa alam itu bersifat integral.
Perkembangan IPA sebagai ilmu pengetahuan mengalami tingkat tingkat
sebagai berikut: 1) tingkat coba-coba dan kebetulan, dan sifatnya
deskriptif, 2) tingkat perenungan, penggunaan logika, dan sifatnya
otoriter dan teoritik, dan 3) tingkat pengamatan, pembuktian dan
percobaan (eksperimental), dan sifatnya terbuka dan objektif.
Menurut Suyoso ( 1998: 23) IPA merupakan pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang bersifat aktif secara dinamis tiada henti-hentinya
serta diperoleh melalui metode tertentu yang teratur sistematis, berobjek,
bermetode dan berlaku secara, universal.
Sri Sulistyorini (2007: 39) menuliskan bahwa IPA berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengertian yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana
commit to user
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Srini M. Iskandar (2001: 17 ) IPA merupakan ilmu pengetahuan
tentang kejadian bersifat kebendaan dan pada umumnya didasarkan atas
hasil observasi, eksperimen dan induksi.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA yang benar
mencakup 4 komponen : (1) IPA sebagai produk, (2) IPA sebagai proses,
(3) IPA sebagai sikap dan, (4) IPA sebagai teknologi (Cain dan Evans,
1993: 4 ).
Pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan
dari segi pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi
proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap ilmiah.
Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti bahwa proses
belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA
tersebut.
1) IPA sebagai Produk
IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis
IPA terdahulu yang umumnya telah tersusun secara lengkap dan
sistematis dalam bentuk buku teks. Buku teks IPA merupakan body
of knowledge dari IPA. Buku teks memang penting, tetapi ada sisi
lain IPA yang tidak kalah pentingnya yaitu dimensi “proses”,
maksudnya proses mendapatkan ilmu itu sendiri. Dalam pengajaran
IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya
memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar
merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis
digunakan.
2) IPA sebagai Proses
Yang dimaksud dengan “proses” di sini adalah proses mendapatkan IPA. Kita mengetahui bahwa IPA disusun dan diperoleh melalui
commit to user
metode ilmiah. Untuk anak SD, metode ilmiah dikembangkan secara
bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada
akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga anak SD
dapat melakukan penelitian sederhana. Di samping itu, pentahapan
pengembangannya disesuaikan dengan tahapan suatu proses
penelitian atau eksperimen, yakni meliputi: (1) observasi; (2)
klasifikasi; (3) interpretasi; (4) prediksi; (5) hipotesis; (6)
mengendalikan variabel; (7) merencanakan dan melaksanakan
penelitian; (8) inferensi; (9) aplikasi; dan (10) komunikasi. Jadi, pada
hakikatnya, pada proses mendapatkan IPA diperlukan sepuluh
keterampilan dasar. Untuk memahami sesuatu konsep, siswa tidak
diberitahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang pada siswa untuk
memperoleh dan menemukan konsep melalui pengalaman siswa
dengan mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan dan
membuat kesimpulan.
3) IPA sebagai Pemupukan Sikap
Makna “sikap” pada pengajaran IPA SD/MI dibatasi pengertiannya pada “sikap ilmiah terhadap alam sekitar”. Beberapa ciri sikap ilmiah itu adalah:
a) Objektif terhadap fakta, artinya tidak dicampuri oleh perasaan
senang atau tidak senang.
b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup
data yang menyokong kesimpulan itu.
c) Berhati terbuka, artinya mempertimbangkan pendapat atau
penemuan orang lain sekalipun pendapat atau penemuan itu
bertentangan dengan penemuaannya sendiri.
d) Tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat.
e) Bersifat hati-hati.
commit to user
Ilmu pengetahuan alam merupakan mata pelajaran di SD yang
dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep
yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain penyelidikan, penyusunan
dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA
sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dapat
membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa IPA merupakan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai
pengetahuan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip prinsip, proses
penemuan dan memiliki sikap ilmiah.
Mata pelajaran IPA berfungsi untuk :
1). Memberi pengetahuan tentang berbagai jenis dan lingkungan alam dan lingkungan dalam kaitan dengan manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari.
2). Mengembangkan keterampilan proses.
3). Mengembangkan wawasan sikap dan nilai yang berguna bagi siswauntuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
4). Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi.
5). Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (Depdikbud, 1997: 87)
d. Belajar dan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut Nana Sudjana (1989: 28) belajar adalah proses yang
diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman,
melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
Oemar Hamalik (1999: 37) berpendapat belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Sedangkan menurut Gulo W (2004: 8) belajar adalah suatu proses
yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah laku
commit to user
Dari beberapa uraian diatas dapat kita ketahui bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku yang diarahkan pada tujuan
mengubah tingkah laku dalam berfikir, bersikap dan berbuat pada
individu yang belajar.
Secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan
dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat
serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah
(UUSPN dalam Darmodjo dan Kaligis, 1992/1993). Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan pendidikan dan pengajaran dari
berbagai disiplin ilmu yang salah satunya adalah IPA. Ilmu Pengetahuan
Alam diperlukan oleh siswa Sekolah Dasar karena IPA dapat
memberikan iuran untuk tercapainya tujuan pendidikan di Sekolah Dasar.
e. Tujuan Pembelajaran IPA
Salah satu pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep
konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
(Depdikbud, 1994: 61). Sri Sulistyorini (2007: 40) mengemukakan tujuan
pembelajaran IPA yaitu :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaaan, keindahan, dan keteraturan dan ciptaannya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
commit to user
Dari uraian diatas dapat disimpulkan tujuan IPA adalah untuk
menguasai konsep, keterampilan, dan memanfaatkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Maksud dan tujuan tersebut adalah agar siswa
memiliki pengetahuan tentang gejala alam, berbagai jenis dan perangai
lingkungan melalui pengamatan agar siswa tidak buta akan pengetahuan
dasar mengenai IPA.
f. Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA di Sekolah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut siswa
tidak hanya belajar dari buku, melainkan dituntut untuk belajar
mengembangkan kemampuan dirinya. Melatih keterampilan siswa untuk
berfikir secara kreatif dan inovatif merupakan latihan awal bagi siswa
berfikir kritis untuk mengembangkan daya cipta dan mengembangkan
minat dalam diri siswa secara dini. Guru sebagai faktor penunjang
keberhasilan pengajaran IPA dituntut kemampuannya untuk dapat
menyampaikan bahan kepada siswa dengan baik. Untuk itu guru perlu
mendapat pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan suatu bahan
pengajaran atau metode apa yang dapat digunakan dalam pembelajaran
IPA.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalahnya. Penerapan
IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada
lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan metode
yang dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap
ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan
hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui pengembangan
commit to user
Prinsip utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yaitu:
1) Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita dimulai melalui
pengalaman baik secara inderawi maupun noninderawi.
2) Pengetahuan yang diperoleh ini tidak pernah terlihat secara langsung
karena itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan
siswa yang diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap
awal pembelajaran.
3) Pemgetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang
konsisten dengan pengetahuan para ilmuan, pengetahuan yang kita
miliki. Pengetahuan yang demikian kita sebut miskonsepsi. kita perlu
merancang kegiatan yang dapat membetulkan miskonsepsi ini
selama pembelajaran.
4) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang
dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas kita sebagai guru IPA
adalah mengajar siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang
sedang dipelajari itu ke dalam fakta, data, konsep, simbol dan
hubungan dengan konsep lain.
5) Ilmu Pengetahuan Alam atas produk, proses dan prosedur. Karena itu
kita perlu mengenalkan ketiga aspek ini walaupun hingga kini masih
banyak guru yang lebih senang menekankan pada produk Ilmu
Pengetahuan Alam saja. (Leo Sutrisno, 2007: 3 – 5).
Menurut Sri Sulistyorini (2007: 43) untuk mengajarkan IPA dikenal
beberapa metode, yakni (1) metode kepada fakta-fakta, (2) metode
konsep (3) dan metode proses. Pembelajaran yang menggunakan metode
fakta terutama bermaksud menyodorkan penemuan-penemuan IPA.
Metode ini tidak mencerminkan gambaran yang sebenarnya tentang sifat
IPA. Selanjutnya konsep adalah suatu ide yang mengikat banyak fakta
menjadi satu. Untuk memahami suatu konsep, anak perlu bekerja dengan
commit to user
ekplorasi dan memanipulasi ide secara mental, tidak sekedar menghafal.
Oleh karena itu, metode konsep memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang IPA dibandingkan dengan metode faktual.
g. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Ruang lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah
Dasar dalam BSNP (2006: 15) meliputi aspek-aspek berikut:
1) Mahluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia,hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan
gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
h. Tinjauan tentang Konsep
Konsep adalah bagian yang sangat penting dalam mempelajari dunia
kita. Konsep memiliki kemampuan mengelompokkan objek, event, atau
gagasan dengan karakteristik umum, Konsep memungkinkan kita
menyederhanakan, mengkategorisasikan serta menghadapi keragaman
sekitar kita.
Pendefinisian konsep didasarkan pada:
1) Respon
Respon tampak pada: kemampuan deskriminasi yang artinya mampu
memberikan berbagai contoh; yang tak dilihat sebelumnya.
Misalnya, di mana seorang pengendara secara konsisten berhenti di
commit to user
perbedaan fundamental antara hafalan dan konseptualisasi. Proses
hafalan bisa mencakup pengenalan obyek khusus, atau asosiasi label
kata khusus dengan label satu obyek, sedangkan konsep
pembentukan melibatkan label umum untuk berbagai kelompok
obyek.
2) Stimulus
Stimulus tampak pada kemampuan membedakan contoh dan non contoh. Misalnya, ”persegi” bisa didefinisikan sebagai ”gambar geometri tertutup yang memiliki empat sisi yang sama dan empat
sudut yang sama.” Konsep harus dioperasionalkan sebagai
kemampuan menyatakan definisi atau mengenal dan
mengidentifikasi secara benar gambar geometri yang menunjukkan
atribut stimulus di atas. Definisi konsep ini adalah fungsional bagi
desainer karena menunjukkan apa yang harus dihadirkan pebelajar,
yakni, kriteria atribut yang membedakan contoh-contoh dari non
contoh konsep (gambar, tertutup, empat sisi yang sama, sudut yang
sama).
i. Tiga Tahapan Penguasaan Konsep
Proses analisis konsep bisa mulai dengan formal atau definisi
kamus tetapi harus melangsungkan paling tidak tiga langkah berikut ini:
1) Mengekstrak kriteria atribut dari definisi tersebut, yakni gambar
tertutup, empat sisi yang sama, empat sudut yang sama.
2) Memeriksa (lebih disukai dengan pebelajar yang tak dibuat-buat)
apakah atribut itu adalah perlu dan cukup untuk membedakan secara
reliable contoh-contoh dari non-contoh.
3) Mempertimbangkan apakah atribut lain (atau sekelompok lebih kecil
commit to user
Langkah-langkah di atas mencerminkan skeptisme yang memadai
mengenai sebagian desainer instruksional relatif pada definisi tradisional
yang diberikan dalam teks dan kamus, baik dengan referensi kepada
apakah mereka berfungsi (memberi dasar yang reliable untuk
mengidentifikasi contoh-contoh) dan dengan referensi apakah mereka
adalah ekonomis (memberi dasar paling sederhana atau paling
mahal/efektif untuk mengidentifikasi contoh). Menurut Markle dan
Tiemann (1974: 34) melakukan analisis konsep ”morfem” yang menghasilkan delapan atribut (langkah satu di atas). Analisis dan
pengujian selanjutnya (langkah dua) menunjukkan bahwa enam atribut
adalah tidak relevan dan hanya dua yang kriterial. Analisis selanjutnya
(langkah tiga) menunjukkan bahwa penambahan satu kriteria atribut
secara signifikan meningkatkan akurasi konsep pebelajar, yakni,
keterampilannya dalam membedakan contoh morfem dari non-contoh.
Konsep harus dibangun secara khusus sepanjang kurikulum,
misalnya perbaikan berkali-kali kapasitas belajar dan perlunya
pengembangan. Konsep awal bisa diajarkan relatif pada konteks lokal
yang mana akan dilakukan pembelajar. Misalnya, beberapa atribut formal konsep “serangga” (exo-skeleton, tiga bagian utama tubuh, enam kaki, dan lain-lain).
j. Macam-macam Konsep
Beberapa konsep adalah sebagai berikut:
1) Conjuntive concepts
Didefinisikan dengan ”dan,” dengan atribut dan ini bahwa satu dan serta dan yang lain, misalnya atribut contoh yang umum. Misalnya, ”apel” bisa didefinisikan dengan atribut-atribut misalnya : buah yang enak dimakan dan dari pohon sumber dan kebulat-bulatan dan
commit to user
2) Disjunctive concepts
Definisikan dengan ”atau”, yakni., misalnya memiliki baik satu atribut (atau sekelompok) maupun atribut lain (atau sekelompok).
Misalnya, ”menendang” dalam olah raga baseball bisa didefinisikan sebagai : ayunan adonan atau panggilan wasit atau pukulan
berulang-ulang di luar garis dasar.
3) Relational concepts
definisikan dengan hubungan antara atribut-atriut daripada dengan
kehadirannya atau ketiadaannya. Misalnya, ”gunung” bisa
didefinsikan sebagai ketinggian permukaan bumi yang lebih besar
dibanding bukit dan lebih tidak seragam dibanding dataran tinggi.
k. Prinsip Belajar Konsep
Prinsip belajar konsep diantaranya:
1) Konsep Conjuntive
Konsep conjuntive adalah konsep yang paling mudah dicapai,
kemudian relational concepts, dan disjunctive concepts agak dengan
mudah dicapai. Untungnya, sebagian besar dalam subyek sekolah
adalah conjunctive dan karena itu, relatif diterima pada pengajaran
dan belajar.
2) Konsep objek konkret
Konsep objek konkret muncul lebih mudah dibentuk dibanding
beberapa konsep yang lebih abstrak. Bagaimanapun perbedaan ini
bisa diatributkan pada perbedaan fundamental dalam konsep konkret.
Abstrak adalah tidak jelas. Perbedaan ini secara sederhana
mencerminkan relatif sulit dalam mengidentifikasi kriteria atribut
dan memperjelas kepada pembaca. Tetapi, fakta bahwa kata-kata
konkret adalah lebih mudah dihafal dibanding kata-kata abstrak bisa
menjelaskan sebagian kemudahan lebih besar pencapaian konsep
commit to user
3) Konsep abstrak
Konsep abstrak bisa dipelajari dari berbagai struktur verbal,
misalnya, definisi (termasuk atribut kriteria), konteks kalimat, contoh
yang dijelaskan, dan sinonim.
Sedangkan konsep dari beberapa tingkat bisa dibentuk dari konteks
kalimat dan sinonim, kita memandang penggunaan definisi
(memfiturkan atribut kriteria) dan contoh-contoh yang dijelaskan
bisa menjadi alat yang lebih reliable dalam mengembangkan konsep
yang akurat.
l. Pembelajaran IPA Kelas V Materi Gaya Magnet
Mata Pelajaran : IPA/Sains
Kelas/Semester : V/2 (dua)
Standar Kompetensi : 5. Energi dan Perubahannya.
Kompetensi Dasar : 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,
gerak dan energi melalui percobaan. (gaya
gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).
Sesuai standar kompetensi dan kopetensi dasarnya menyimpulkan
hasil percobaan dan pengamatan bahwa gaya magnet dapat menembus
benda nonmagnetis, gaya magnet paling kuat terletak dibagian kutubnya,
magnet mempunyai dua kutup, cara-cara membuat gaya magnet dan
magnet digunakan untuk berbagai macam peralatan, sehingga peneliti
mempunyai tujuan yang hendak dicapai dari proses pembelajaran IPA
kelas V tersebut, antara lain:
1) Melalui percobaan siswa dapat menunjukkan benda yang bersifat
magnetis dan benda yang bersifat non magnetis.
2) Melalui percobaan siswa dapat menunjukkan kekuatan gaya magnet
commit to user
3) Melalui percobaan siswa dapat membuat gaya magnet yaitu dengan
cara induksi, gosokan, dan aliran listrik.
4) Siswa dapat mengaplikasikan dan menunjukkan penggunaan gaya
magnet dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan IPA dalam proses pembelajaran guru
harus mengetahui ruang lingkup IPA. Ruang lingkup bahan kajian IPA
untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan sistematika
pembelajaran IPA Kelas V dengan materi gaya magnet (gambar 1)
sebagai berikut:
DAPAT MENARIK BENDA
DARI BAHAN
GAYA
MAGNET
DAPAT DIBUAT DARI BESI
ATAU BAJA DENGAN CARA
BESI NIKEL KOBALT INDUKSI GOSOKAN ALIRAN LISTRIK
commit to user
2. Tinjauan tentang Inquiry Method (metode inkuiri)
a. Teori Inquiry Method (metode inkuiri)
Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau
terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi,
dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran
inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk
membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir)
terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi
tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk
membantu individu untuk membangun kemampuan itu.
Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan atau
pemeriksaan, penyelidikan. As Novak (1964) Inquiry is the [set] of
behaviors involved in the struggle of human beings for reasonable
explanations of phenomena about which they are curious. Penelitian
adalah suatu tindakan yang memerlukan usaha atau upaya dari manusia
untuk menjelaskan suatu masalah yang ingin diketahui atau diselidiki.
Menurut Piaget (dalam Ida, 2005: 5) metode inquiry adalah metode
pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan
eksperimen sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin
melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari
jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu
dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan
dengan yang ditemukan orang lain.
Menurut Kuslan Stone (2006: 6) metode inquiry adalah metode
pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan
gejala-gejala ilmiah dengan metode dan jiwa para ilmuwan.
Menurut Oemar Hamalik (dalam Ida, 2006: 6) pengajaran
berdasarkan inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di
commit to user
mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu
prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Menurut Sanjaya (2008 : 196) menyatakan bahwa ciri-ciri
pembelajaran metode inquiry sebagai berikut :
Ciri-ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya metode inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam metode inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Sanjaya (2008: 202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:
a) Menjelaskan topik, tujuan, dan penguasaan konsep gaya magnet yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa
b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah-langkah, mulai dari langkah-langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan
commit to user
2) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. 3) Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4) Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
5) Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6) Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat digambarkan langkah-langkah
commit to user
Dalam metode inkuiri digunakan komunikasi multi arah; komunikasi sebagai ”transaksi”. Apabila dilukiskan dalam suatu bagan, metode inkuiri (gambar 3) sebagai berikut:
ORIENTASI MERUMUSKAN
MASALAH
MERUMUSKAN HIPOTESIS
MENGUMPULKAN DATA
MENGUJI HIPOTESIS MERUMUSKAN
[image:43.595.153.466.106.378.2]KESIMPULAN
commit to user
GURU MEMILIH TINGKAH LAKU (TUJUAN)
GURU BERTANYA YANG DAPAT MEMANCING
PENDAPAT PESERTA DIDIK
PESERTA DIDIK MENGAJUKAN HIPOTESIS UNTUK DIKAJI/DIPELAJARI LEBIH LANJUT
INDIVIDU/KELOMPOK PESERTA DIDIK MENJELAJAHI
DATA/ INFORMASI UNTUK MENGUJI HIPOTESIS
PESERTA DIDIK MENARIK KESIMPULAN
GUIDED INQUIRY METHOD
PESERTA DIDIK TIDAK MENCARI DATA UNTUK
MENGUJI HIPOTESIS
GURU MENDORONG PESERTA DIDIK UNTUK
MENCARI DATA
PESERTA DIDIK MENGIDENTIFIKASI JAWABAN/MENARIK
[image:44.595.133.469.111.661.2]KESIMPULAN
Gambar 3. Metode Metode Inkuiri
commit to user
b. Tujuan penggunaan Inquiry Method (metode inkuiri)
Menurut Arends, “The overal goal of inquiry teaching has been and continues to be, that helping student learn how ask question, seek
answers or solution to satisfy their cuirosity, and building their own
theories and ideas about the word” (Arends, 1994 : 386)Pada prinsipnya tujuan pengajaran dengan metode inquiry adalah membantu siswa
bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan
untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu membangun
teori mereka sendiri dan gagasan tentang dunia.
Pembelajaran inkuiri di kelas, guru mempunyai peranan sebagai
konselor, konsultan dan teman yang kritis. Guru harus dapat
membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok melalui tiga
tahap: (1) Tahap problem solving atau tugas; (2) Tahap pengelolaan
kelompok; (3) Tahap pemahaman secara individual, dan pada saat yang
sama guru sebagai instruktur harus dapat memberikan kemudahan bagi
kerja kelompok, melakukan intervensi dalam kelompok dan mengelola
kegiatan pengajaran.
Tujuan umum dari pembelajaran inkuiri adalah untuk membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dan
keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan keterampilan
menemukan jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al (2000): “ The general goal of inquiry training is to help students develop the
intellectual discipline and skills necessary to raise questions and search
out answers stemming from their curiosity”
Keunggulan-keunggulan metode inquiry :
1) Meningkatkan pemahaman sains
commit to user
3) Siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis
informasi.
4) Menekankan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
5) Memberi ruang kepada siswa untuk belajar sesuai gaya belajar.
6) Mampu melayani siswa di atas rata-rata.
Setiap metode mengajar tidak selalu unggul, namun juga
mempunyai kekurangan. Adapun kekurangan metode inquiry antara lain :
1) Guru dituntut untuk lebih kreatif.
2) Belajar mengajar dengan metode inquiry perlu kecerdasan.
3) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
c. Macam-macam Inquiry Method (metode inkuiri)
Metode inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya
intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan
oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis metode inkuiri tersebut adalah:
1) Inkuiri Terbimbing (guided inquiry method)
Metode inkuiri terbimbing yaitu metode inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan
awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran
aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap
pemecahannya. Metode inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa
yang kurang berpengalaman belajar dengan metode inkuiri. Dengan
metode ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan
petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami dan menguasai
konsep-konsep pelajaran. Pada metode ini siswa akan dihadapkan
pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui
diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu
menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara
Gambar
Dokumen terkait
Tinungki (2005) menyatakan bahwa tidaklah mungkin mempertimbangkan semua faktor tersebut untuk memperkirakan perubahan- perubahan dalam produktivitas suatu stok ikan,
GMST dapat diselesaikan menggunakan metode heuristik local search yang dalam langkah-langkah penyelesaian juga memerlukan algoritme Prim untuk menentukan minimum
Berdasarkan data panjang total larva chironomida yang telah dikelompokkan berdasarkan selang kelas tertentu, perlakuan tanpa penambahan bahan organik tidak
Di pedesaan nilai koefisien korelasi variabel pemahaman gizi terhadap keputusan pembelian sayuran sebesar 0,46 yang berarti memiliki hubungan yang cukup dan positif yang
Menuru Keachie (1954) yang di kutip oleh Diymiati dan Mujiono (1999:119) pengaruh keaktifan terhadap proses belajar siswa ada beberapa hal yang perlu
Responden dalam penelitian ini adalah orang yang melakukan alih fungsi lahan pertanian untuk rumah tinggal. Moleong, 2014, Metodologi Penenlitian Kualitatif,
olahraga-paling-populer-di-Indonesia pada tanggal 19 September 2015.. kewajibannya, baik itu sebagai pelajar, mahasiswa, juga kepala rumah tangga. Ada yang berpendapat
Powered by