• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sebagai salah satu tugas mata kuliah Teknologi Oleo dan Petrokimia, membuat makalah tentang suatu produk hasil pengolahan lemak/ minyak (oleokimia) merupakan salah satu faktor penilaian keaktifan mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini. Adapun topik pembuatan makalah kali ini tentang Gliserol.

Seperti yang telah kita ketahui, salah satu produk industri kimia yang dibutuhkan saat ini dan akan terus meningkat di masa yang akan datang adalah gliserol dimana bahan baku kimia ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tinta, industri farmasi, kosmetik dan parfum serta bahan pencegah kekeringan pada tembakau. Kegunaan dari bahan kimia gliserol tersebut merupakan bentuk-bentuk yang dibutuhkan masyarakat konsumen Indonesia, diamana untuk memenuhi kebutuhan itu masih dilakukan dengan cara mengimpor dari luar negeri. Di dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian gliserol, proses pembuatan gliserol serta manfaat- manfaat gliserol dalam berbagai bidang. 1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian gliserol secara lengkap 2. Untuk mengetahui proses pembuatan gliserol

3. Untuk mengetahui manfaat gliserol pada berbagai bidang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol C2H5(OH)3 yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol (1,2,3

(2)

propanetriol) merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau dan merupakan cairan kental yang memiliki rasa manis (Pagliaro dan Rossi., 2008). Struktur kimia dari gliserol adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur Kimia Gliserol

Pemakaian kata gliserol dan gliserin sering membuat orang bingung. Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah (masih terkandung dalam air manis) sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi secara umum gliserin

merupakan nama dagang dari gliserol.

Gliserol banyak digunakan pada industri farmasi dan kosmetik. Pembuatan gliserol dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya melalui reaksi transesterifikasi, saponifikasi dan hidrolisis minyak (Rahayu dkk., 2005). Pembuatan gliserol dengan cara transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak goreng bekas dan metanol menggunakan katalis KOH. Gliserol disini merupakan produk sampingnya (Aziz, 2007). Pembuatan gliserol dengan cara ini membutuhkan biaya yang cukup besar, karena menggunakan metanol dan KOH. Reaksi saponifikasi minyak juga membutuhkan KOH untuk mendapatkan gliserol (Agustina dkk., 2002). Dibandingkan dengan kedua metode di atas, produksi gliserol dengan cara hidrolisis minyak memiliki keunggulan, diantaranya mudah dan lebih ekonomis karena bahan baku yang digunakan hanya minyak dan air (Setyawardhani & Distantina, 2010).

Pembuatan gliserol dengan cara hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan katalis atau tanpa katalis. Hidrolisis tanpa katalis dilakukan pada suhu 3730 C, sedangkan dengan katalis dapat dilakukan pada suhu 1000 C. Katalis yang dapat digunakan bisa berupa katalis homogen (HCl dan H2SO4) dan katalis heterogen berupa resin (Yowi & Liew, 1999). Keunggulan katalis homogen adalah konversi reaksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan katalis heterogen. Reaksi

(3)

hidrolisis minyak biji karet dengan katalis HCl mendapatkan konversi reaksi sebesar 84%. Pemilihan HCl sebagai katalis disebabkan karena sifatnya yang lebih reaktif dan harganya yang murah (Setyawardhani & Distantina, 2010).

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan gliserol adalah minyak diantaranya minyak sawit, minyak biji kapuk dan minyak biji karet. Minyak goreng bekas (limbah industri makanan dan rumah tangga) juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gliserol. Penggunaan minyak goreng bekas diharapkan dapat mengurangi produksi limbah dan menaikan nilai jual dari minyak goreng bekas sendiri.

2.2 Pembuatan Gliserol

Pembuatan gliserol dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya melalui reaksi transesterifikasi, saponifikasi dan hidrolisis minyak (Rahayu dkk., 2005).

2.2.1 Hidrolisis Minyak

Minyak atau lemak dapat dihidrolisis atau dipecah menjadi asam lemak dan gliserol. Gliserol yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat splitting ini masih terkandung dalam air manis (sweet water). Kandungan gliserol dalam air manis biasanya diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin). Biasanya untuk pemurnian gliserol ini memerlukan beberapa tahap proses, seperti:

1. Pemurnian dengan sentrifuge 2. Evaporasi

3. Filtrasi

Tujuan dari sentrifuge ini adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas sisa dan kotoran padat yang masih ada dalam air. Untuk operasi ini digunakan pemisah sentrifuge.

Proses hidrolisa biasanya dijaga pada suhu 240-2600 C dan tekanan 45-50 bar. Dalam hal ini proses hidrolisa yang terjadi adalah:

(4)

Gambar 2.2 Reaksi Hidrolisa Minyak atau Lemak 2.2.2 Saponifikasi

Jika minyak atau lemak disaponifikasi dengan kaustik soda, persamaan reaksinya sebagai berikut:

Gambar 2.3 Reaksi Saponifikasi 2.2.3 Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi antara minyak dan alkohol monohirat (methanol atau alkohol) akan menghasilkan ester lain (biodiesel) dan gliserol. Pertukaran bagian alkohol dari suatu ester minyak/lemak dapat dicapai dalam larutan asam atau basa oleh suatu reaksi reversible antara ester dan alkohol. Reaksi

transesterifikasi ini beranalogi langsung dengan hidrolisis dalam asam atau basa. Karena reaksi itu reversible, biasanya digunakan alcohol awal secara berlebihan (Fessenden, 1986). Dalam hal ini digunakan basa sebagai katalis bukan sebagai pereaksi. Kondisi operasi pada proses ini dapat dilakukan dengan temperatur

(5)

tinggi diatas 1500 C. Dapat pula dilakukan pada medium temperatur 100 – 1300 C. Apabila digunakan suhu rendah antara 50 – 800 C dapat digunakan katalis. Katalis yang bisa digunakan antara lain asam, basa maupun senyawa penukar ion.

Sedangkan untuk suhu yang lebih rendah lagi 30 – 500 C perlu ditambahkan enzym untuk mempercepat reaksi (Supranto, 2003).

RCOOCH2 CH2OH

RCOOCH + 3CH3OH 3RCOOCH3 + CHOH

RCOOCH2 CH2OH

Minyak / Lemak Metanol Metil Ester Gliserin

Gambar 2.4 Pembuatan Metil Ester dengan Transesterifikasi

2.3 Metode Pemurnian

Gliserin/ gliserol yang diperoleh sebagai produk samping dari ketiga proses yang telah dijelaskan di atas mengandung kotoran-kotoran dan harus menjalani proses lebih lanjut untuk memurnikan dan membersihkannya. Secara komersial, terdapat dua proses pemurnian yang digunakan, yaitu:

(6)

1. Metode Konvensional

Metode konvensional telah dikenal secara luas. Beberapa pabrikan yang menggunakan metode ini telah didirikan di seluruh dunia. Diantaranya adalah Lurgi dan Feld & Hahn dari Jerman, Wurster & Sanger dan Badger dari Amerika, C.M.B. (Ballestra) dan Mecchaniche Moderne dari Italia.

Pada dasarnya, langkah-langkah yang digunakan untuk memproduksi gliserin kelas tinggi dengan kemurnian sampai 99 % adalah sama. Sweetwater diasamkan dengan asam mineral untuk memisahkan sabun terlarut dan membebaskannya sebagai asam lemak. pH di atur, dan tawas atau besi klorida sebagai flokulan kemudian ditambahkan untuk menjebak kotoran, setelah itu campuran disaring. Larutan alkali yang telah disaring diatur pH nya menjadi 6,5 atau lebih tinggi sebelum diumpankan ke dalam evaporator.

Jenis evaporator, baik single atau multiple effect, bergantung pada volume material yang akan diproses. Gliserin mentah yang diperoleh setelah penguapan memiliki konsentrasi 80-88 % dan mengalami proses lebih lanjut. Garam, yang telah dipisahkan selama proses evaporasi sabun alkali gliserin, terakumulasi di dalam pot garam yang posisinya berada di bawah evaporator. Garam tersebut diumpankan kembali dan di recycle ke daerah pembuatan sabun.

Gliserin mentah dari evaporator di destilasi di bawah tekanan vakum tinggi sebesar 660-1330 Pa mutlak. Live steam di injeksikan selama proses destilasi untuk menjaga temperaturnya di bawah 2000 C. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya polimerisasi dan dekomposisi gliserin, yang dimulai pada suhu 2040 C. Kendalikan proses kondensasi pemisahan uap gliserin dari uap air.

Gliserin yang telah dikondensasi dengan kemurnian 99 % mengalami deodorisasi dengan pemompaan steam ke dalam bejana deodorisasi dibawah tekanan vakum tinggi. Gliserin akhirnya di bleaching dengan karbon aktif dan difiltrasi untuk menghasilkan gliserin standar kualitas pharmacopoeia dengan kemurnian 99 %. Distilat kualitas rendah dekat bagian paling akhir dikumpulkan dan dijual secara terpisah sebagai gliserin yang memiliki kualitas paling rendah (technical-grade).

2. Metode Ion Exchange (Resin Penukar Ion)

Metode ion exchange untuk pemurnian gliserin mendapatkan penerimaan yang cukup luas karena operasinya sederhana dan konsumsi energinya rendah. Metode ini dimungkinkan oleh ketersediaan resin penukar ion yang cocok dan sangat cocok untuk pemurnian gliserin yang diperoleh dari fat splitting/ hidrolisis

(7)

minyak atau lemak atau dari transesterifikasi, yang hampir tidak mengandung garam. Ketika kandungan garam tinggi, sebagaimana alkali yang tinggal dari proses saponifikasi, maka pretreatment untuk menghilangkan garam sangat diperlukan.

Pemurnian dengan penukar ion melibatkan bagian material yang telah di prefilter melalui kation kuat, anion lemah, dan mixed bed resin kation-anion kuat. Unit operasi penukar ion beroperasi secara efisien dengan larutan encer yang mengandung gliserin sebesar 25-40 %.

Bagian yang melewati resin beds akan menghilangkan jejak dari asam lemak, warna, bau tidak sedap pengotor mineral lain yang ada. Konsentrasi larutan gliserin murni selanjutnya melewati proses evaporasi menggunakan multiple-effect evaporator untuk memproduksi gliserin dengan kemurnian lebih dari 99 %. Dekolorisasi akhir yang melewati bed karbon aktif atau treatment dengan karbon aktif dilanjutkan dengan filtrasi untuk menghasilkan gliserin dengan kualitas berstandar C.P- grade.

2.4 Manfaat Gliserol

Manfaat gliserol sangatlah banyak dalam berbagai bidang, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kosmetik

Digunakan sebagai body agent, emollient, humectant, lubricant, solvent. Biasanya dipakai untuk skin cream dan lotion, shampoo dan hair conditioner, sabun dan detergen.

2. Dental cream, digunakan sebagai humectant. 3. Industri Polimer

Dalam industri polimer, gliserol digunakan sebagai campuran dalam pembuatan polimer yang memberikan sifat plasticizer dan stabilizer. 4. Industri Farmasi (Obat-Obatan)

Gliserol digunakan sebagai solvent dan bahan campuran dalam pembuatan beberapa jenis produk obat.

5. Dalam budang kedokteran digunakan sebagai anti freeze. 6. Sebagai campuran dalam pembuatan produk-produk kosmetik. 7. Dalam produk-produk makanan digunakan sebagai foodemulsifier. 8. Industri Logam

Digunakan untuk pickling, quenching, stripping, electroplating, galvanizing,

solfering.

9. Industri Kertas

(8)

10. Industri Tekstil

Digunakan sebagai lubricating, antistatic, antishrink, waterproofing, dan

flameproofing.

BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan tinjauan pustaka adalah:

1. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol C2H5(OH)3 yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol (1,2,3 propanetriol) merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau dan merupakan cairan kental yang memiliki rasa manis.

2. Pembuatan gliserol dapat dilakukan dengan beberapa metode

diantaranya melalui reaksi transesterifikasi, saponifikasi dan hidrolisis minyak.

3. Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah (masih terkandung dalam air manis) sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi secara umum gliserin merupakan nama dagang dari gliserol.

4. Gliserol banyak digunakan pada industri farmasi dan kosmetik serta industri-industri lainnya.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T,E., Agra, I,B. & Fahrurozi, 2002, “ Kinetika Hidrolisis Minyak Biji Kapuk dengan Larutan Natrium Karbonat dalam Reaktor Alir Tangki Berpengaduk”, Teknosains, 15, 2, 197-208.

Aziz, I., 2007, Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas, Jurnal

Valensi (1) 1. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden, “Kimia Organik Jilid II’ 3rd edition, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986.

Hui, Y.H., 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Vol 5. Industrial and

Consumer Nonedible Products from Oil and Fats. John Wiley & Sons,

New York.

Pagliaro, Mario., Rossi, Michele., 2008. The Future of Glycerol: New Uses of a Versatile Raw Material. RSC Green Chemistry Book Series.

Rahayu, S.S., Bendiyasa I.M., Muhandis & Purwandaru, U., 2005, Hidrolisis Minyak Sawit : Katalitik dan Non Katalitik, Forum Teknik, 29: 182-189. Setyawardhani, D. & A., Distantina, S., 2010, Penggeseran Reaksi Kesetimbangan

Hidrolisis Minyak Dengan Pengambilan Gliserol Untuk Memperoleh Asam Lemak Jenuh Dari Minyak Biji Karet, Prosiding Seminar Nasional

Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia,

Yow, C.J & Liew, K,Y.,1999, “Hydrolysis of Palm Oil Catalyzed by Macroporous Cation-Exchanged Resin”, JAOSC, 76:. 529-533.

(10)

Gambar

Gambar 2.3 Reaksi Saponifikasi 2.2.3 Transesterifikasi
Gambar 2.4 Pembuatan Metil Ester dengan Transesterifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Gliserol yang berasal dari flash tank dialirkan ke skimmer (alat pemisah CPO dari produk Gliserol) temperatur 90 0 C, tekanan 1 atm, untuk memisahkan CPO yang tidak terkonversi

Informasi akuntansi penuh dapat mencakup informasi masa lalu maupun informasi masa yang akan datang dan mencakup informasi mengenai biaya, pendapatan, dan atau

1. Berapa jumlah bahan baku yang diperlukan. Kapan saat pengadaan bahan baku dilakukan. Kepada siapa pengadaan bahan baku dilakukan. Untuk pesanan bahan baku yang telah

Pasir besi adalah salah satu hasil sumber daya alam yang ada di Indonesia dan merupakan salah satu bahan baku dasar dalam industri besi baja dimana ketersediaanya dapat

Hal tersebut menyebabkan kebutuhan bahan baku maupun bahan penunjang akan meningkat pula seperti industri bahan kimia, salah satu bahan kimia yang merupakan kelompok

Ketersediaan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pelaksaan tugas-tugas pada masa-masa yang akan datang adalah sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan

Kebutuhan 10% dari minyak sawit lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak, fatty alcohol, gliserol, dan metil ester serta

Split Treatment Sebagian air baku diolah dengan proses excess lime dan menetralisir kelebihan kapur dengan bagian dari air baku tersisa 2.5Presipitasi Kimia dalam Pengolahan Air