• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah analisis yang dilaksanakan dengan tujuan mengetahui dampak yang terjadi akibat perubahan suatu keadaan terhadap suatu analisis. Perhitungan yang dilakukan dalam sebuah investasi didasarkan pada proyek-proyek yang didalamnya mengandung ketidak-pastian sehingga analisis ini perlu dilakukan. Suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Pada analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dapat dilakukan peru-bahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek (Husnan & Suwarsono, 2000).

Analisis sensitivitas memberikan gambaran sejauh mana suatu keputusan akan cukup kuat berhadapan dengan perubahan faktor-faktor atau parameter-parameter yang mempengaruhi. Analisis ini dilakukan dengan mengubah nilai dari suatu parameter pada suatu saat untuk selanjutnya dilihat pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu alternatif investasi. Parameter-parameter yang biasanya berubah dan perubahannya bisa mempengaruhi keputusan-keputusan dalam studi ekonomi teknik adalah ongkos investasi, aliran kas, nilai sisa, tingkat bunga, tingkat pajak, dan sebagainya (Sufa, 2007).

Analisis sensitivitas dilakukan untuk menguji apakah suatu usaha tetap layak dijalankan pada tingkat harga tertentu dengan menaikkan biaya secara periodik. Perubahan yang terjadi pada kegiatan usaha dapat diakibatkan oleh empat faktor utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan usaha, kenaikan biaya dan perubahan volume produksi (Irfan, 2006).

(2)

2.2 Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran ekonomis yang harus dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang. Biaya produksi meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya penyusutan alat dan biaya tidak tetap meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya bahan penunjang. Biaya tetap merupakan jenis biaya yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi tetap jumlahnya dan tidak mengalami perubahan (Soekartawi, 2006).

2.3 Penerimaan

Penerimaan adalah suatu hal yang sangat penting dalam menentukan laba atau rugi suatu usaha. Laba atau rugi diperoleh dengan melakukan perbandingan antara pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan atas penerimaan tersebut. Penerimaan dapat digunakan sebagai ukuran dalam menilai keberhasilan suatu usaha dan juga faktor yang menentukan keberlangsungan suatu usaha (Arsyad, 2004).

2.4 Keuntungan

Keuntungan merupakan kondisi dimana terjadinya peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut.untuk menghitung pendapatan bersih usaha digunakan rumus sebagai berikut : Pendapatan bersih = Total penerimaan – biaya total (Soekartawi, 2006).

2.5 Break Even Point

Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan

mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit. Break Even Point (BEP) meliputi BEP harga dan BEP produksi (Soekartawi, 2006).

(3)

2.6 Benefit/Cost Ratio

Benefit/Cost Ratio merupakan alat analisa untuk mengukur tingkat kelayakan

di dalam proses produksi usahatani (Soekartawi, 2006). Jika B/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau prospek untuk dikembangkan. Jika B/C Ratio < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C Ratio = 1 maka usaha berada pada titik impas (Break Event Point) (Soekartawi, 2006).

2.7 Revenue/Cost Ratio

Revenue/Cost Ratio adalah merupakan perbandingan antara total pendapatan

dengan total biaya dengan rumusan sebagai berikut (Soekartawi,2006). Jika R/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika R/C Ratio = 1, maka usaha berada pada titik impas (Break Event Point) . (Soekartawi, 2006).

2.8 Palm Kernel Cake ( PKC )

PKC merupakan hasil ikutan pada proses pemisahan minyak inti sawit yang diperoleh secara kimiawi atau dengan proses fisik (expeller). PKC mengandung kadar protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 15,73-17,19% (Chong, et al., 1998). Kandungan nilai gizi PKC dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Kandungan Gizi PKC

No Jenis analisa Nilai %

1 Bahan kering 89,28

2 Abu 4,69

3 Protein kasar 17,19

4 Serat kasar 24,22

5 Lemak kasar 5,69

(4)

Dibandingkan dengan jenis pakan konsentrat lain, kandungan protein yang terdapat pada PKC jauh lebih tinggi dibanding Fermentasi Kulit Kakao (9,2%) dan dedak padi (9,8%). Saat ini di Sumatera Barat masih terbatas jumlah pabrik pengolah sawit yang mempunyai hasil ikutan berupa PKC. Ada beberapa pabrik yang menghasilkan PKC tetapi komoditas tersebut di ekspor keluar negeri sebagai bahan pakan ternak. Untuk memperoleh PKC di Sumatera Barat saat ini baru tersedia untuk dijual sebagai pakan ternak hanya di Kota Payakumbuh yang dijual dengan harga Rp. 1.500/kg. Untuk pembelian dalam jumlah banyak jauh lebih menguntungkan pemakaian PKC ini jika dibanding dengan pemberian dedak sebagai pakan konsentrat karena harga dedak sekitar Rp.2.000/kg di beberapa tempat di Sumatera Barat.

2.9 Pelepah Kelapa Sawit

Pelepah sawit sebagai hasil limbah padat perkebunan sawit merupakan sumber bahan berligno selulosa yang sangat potensial, tersedia sekitar 10 ton/ha/tahun limbah pelepah kering hasil pemangkasan (Sahmadi, 2006). Kandungan serat kasar pelepah sawit mencapai 70%, sedangkan kandungan karbohidrat terlarut dan protein kasar masing-masing hanya 20% dan7% (Kawamoto, et al, 2001).

Kandungan lignin pelepah sawit mencapai 20% dari biomassa kering, sehingga merupakan pembatas utama dalam penggunaan pelepah sawit sebagai pakan ternak (Rahman, et al., 2011).

Pelepah dan daun sawit merupakan hasil ikutan yang diperoleh pada saat dilakukan pemanenan tandan buah segar. Jumlah pelepah dan daun segar yang dapat diperoleh untuk setiap ha kelapa sawit mencapai lebih 2,3 ton bahan kering. Dengan asumsi 1 ha = 130 pohon, setiap pohon dapat menghasilkan 22 –26 pelepah/tahun dengan rerata berat pelepah dan daun sawit 4–6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40–50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/pelepah. Limbah tersebut

(5)

belum dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan hanya dibuang begitu saja menjadi mulsa di kebun. Hal ini dapat menjadi sarang bagi hama dan serangga, sehingga perlu lebih mendapat perhatian agar tidak member pengaruh buruk bagi lingkungan. (Widyastuti dan Syabana, 2012).

Hasil analisis sifat fisik dan morfologi serat menunjukkan bahwa panjang serat pelepah kelapa sawit berkisar antara 0,62-2,51 mm dengan panjang rata-rata 1,30. Bila dikelompokkan ke dalam klasifikasi panjang serat maka serat pelepah kelapa sawit termasuk ke dalam kelompok panjang serat sedang (0,9 – 1,6). Serat pelepah kelapa sawit lebih panjang dari serat tandan kosong kelapa sawit (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2005).

2.10 Kompos

Kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan organik yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya menahan air, kimia tanah dan biologi tanah. Sumber bahan pupuk kompos antara lain berasal dari limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, ayam, itik), arang sekam, abu dapur dan lain-lain (Rukmana, 2007).

Pengomposan adalah proses perombakan (dekomposisi) bahan-bahan organik dengan memanfaatkan peran atau aktivitas mikroorganisme. Melalui proses tersebut, bahan-bahan organik akan diubah menjadi pupuk kompos yang kaya dengan unsur-unsur hara baik makro ataupun mikro yang sangat diperlukan oleh tanaman. Penambahan bioaktivator dapat mempercepat proses pengomposan dan kualitas produk kompos. Penambahan kotoran sapi sebagai bioaktivator bermanfaat sebagai sumber nutrien untuk membangun sel-sel baru mikroorganisme agar proses dekomposisi berjalan dengan baik atau mempercepat proses pematangan (Yurmiati, 2008).

(6)

1. Bakteri berdasarkan asalnya:

a. Autokton adalah bakteri asli, contoh Arthrobacter dan Nocardio. b. Zimogar adalah bakteri pendatang, contoh Pseudomonas dan Bacillus. Jumlah bakteri autotrof seragam dan tetap karena berasal dari bahan organik tanah asalnya, jika ada bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah maka bakteri zimogar akan meningkat namun akan menurun lagi jika bahan organik tersebut habis.

2. Bakteri berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen (O2):

a. Anaerobik, yaitu bakteri yang berkembang biak tanpa O2. b.Aerobik, yaitu bakteri yang berkembang biak dengan O2.

c.Anaerobik Fakultatif, yaitu bakteri yang mampu berkembang biak tanpa atau denganO2.

3. Bakteri yang dikelompokkan berdasarkan suhu:

a. Psikrofil, bakteri yang optimal berkembang di suhu < 20o C. b. Mesofil, bakteri yang berkembang optimal di suhu 15 – 45 oC. c. Termofil, bakteri yang berkembang optimal disuhu 45 – 65 oC.

Contohnya: Bacillus Sp.

d. Superthermofil, bakteri yang berkembang optimal > 70oC. Contohnya: B. Stearothermophilus (Sutedjo, et al, 1991).

4. Bakteri yang dikelompokkan berdasarkan makanannya:

a. Autotrof, bakteri yang dapat menyusun makanannya sendiri. b. Heterotrof, bakteri tergantung pada makanan yang tersedia. c. Fotoautotrof, bakteri memperoleh energinya dari sinar matahari.

Mikroorganisme yang dominan dalam pengomposan setelah bakteri adalah jamur (fungi), umumnya jamur dapat berkembang dilingkungan asam, kebanyakan bersifat aerobik, dan perkembangannya akan menurun jika kelembaban terlalu tinggi.

(7)

Bahan yang diperlukan dalam pembuatan kompos adalah substansi organik. Bahan tersebut dapat berupa dedaunan, potongan-potongan rumput, sampah sisa sayuran, dan bahan lain yang berasal dari makhluk hidup. Bahan-bahan tersebut harus memiliki rasio karbon dan nitrogen yang memenuhi syarat agar berlangsung pengomposan secara sempurna. Sampah organik dapat diubah menjadi kompos dengan suksesi berbagai macam organisme. Selama fase awal pengomposan, bakteri meningkat dengan cepat. Berikutnya, bakteri berfilamen (actinomycetes), jamur, dan protozoa mulai bekerja. Setelah sejumlah besar karbon (C) dalam kompos dimanfaatkan (utilized) dan temperatur mulai turun, centipedes, milipedes, kutu, cacing tanah, dan organisme lainnya melanjutkan proses pengomposan (Starbuck, 2004).

Kompos dapat menambah kandungan bahan organik dalam tanah yang dibutuhkan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam kompos dapat mengikat partikel tanah. Ikatan partikel tanah ini dapat meningkatkan penyerapan akar tanaman terhadap air, mempermudah penetrasi akar (root

penetration) pada tanah, dan memperbaiki pertukaran udara (aeration) dalam

tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos dapat mendukung berjalannya gerakan pertanian organic (organic farming) yang tidak menggunakan bahan kimia dan pestisida dalam pertanian.

Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan peraturan menteri pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Didalam standard ini termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik, kimiawi atau biologi kompos. Untuk mengetahui seluruh kriteria kualitas kompos ini memerlukan analisa labolatorium. Standarlisasi penting untuk kompos-kompos yang dijual kepasaran. Standar ini menjadi salah satu jaminan bahwa kompos yang dijual benar-benar merupakan kompos yang telah siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia, maupun lingkungan. Standar kualitas yang terkandung dalam kompos matang dapat ditingkatkan. Menurut Isroi (2007) peningkatan kualitas kompos dapat

(8)

dilakukan melalui beberapa cara, antara lain pengeringan, penghalusan, penambahan dengan bahan kaya hara, penambahan dengan mikroba bermanfaat, pembuatan granul, dan pengemasan.

Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50–70 ° C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40 % dari volume/bobot awal bahan.

Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman. Penggunaan kompos/pupuk organik pada tanah memberikan manfaat diantaranya menambah kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah dan gembur, memperbaiki sifat kimiawi tanah, sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman, memperbaiki tata air dan udara dalam tanah, sehingga akan dapat menjaga suhu dalam tanah menjadi lebih stabil, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, sehingga mudah larut oleh air dan memperbaiki kehidupan jaad

(9)

renik yang hidup dalam tanah. Untuk memperoleh kualitas kompos yang baik

perlu diperhatikan pada proses pengomposan dan kematangan

kompos,dengan kompos yang matang maka frekuensi kompos akan meracuni tanaman akan rendah dan unsur hara pada kompos akan lebih tinggi dibanding dengan kompos yang belum matang (Rukmana, 2007).

Pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses dekomposisi bahan organik dimana didalam proses tersebut terdapat berbagai macam mikrobia yang membantu proses perombakan bahan organik tersebut sehingga bahan organik tersebut mengalami perubahan baik struktur dan teksturnya. Bahan organik merupakan bahan yang berasal dari mahluk hidup baik itu berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Adapun prinsip dari proses pengomposan adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau hampir sama dengan nisbah C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Indriani, 2002).

Pada dasarnya proses pengomposan secara aerobik lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan secara anaerobik. Pada proses pengomposan dengan adanya oksigen akan menghasilkan CO2, NH3, 2O dan panas, sedangkan pada proses pengomposan tanpa adanya oksigen akan menghasilkan prosuk akhir berupa (CH4), CO2, CH3, sejumlah gas dan assam organik.

Pada proses pengomposan terdapat beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi kecepatan dalam pengomposan. Beberapa faktor tersebut yaitu:

1. Nisbah C/N bahan

Nisbah C/N yang lebih rendah dari 30:1 memungkinkan pertumbuhan mikroba dan dekomposisi yang cepat, akan tetapi kelebihan nitrogen akan hilang sebagai gas amonia yang akan menyebabkan bau tidak sedap (Tchobanoglous and Keith, 2002).

(10)

2. Ukuran bahan

Ukuran bahan ini mempengaruhi pada perkenaan bahan terhadap mikroorganisme maupun bahan pengomposan yang lain. Bahan organik yang memiliki ukuran bahan lebih besar akan memperlambat proses pengomposan sedangkan bahan organik yang memiliki ukuran kecil, proses pengomposan akan berlangsung lebih cepat (Alienda, 2004). Sehingga sering kita jumpai dalam pembuatan kompos bahan organik yang digunakan terlebih dahulu akan dijadikan dalam ukuran kecil atau dihaluskan.

3. Komposisi bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar (Indriani, 2007).

Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang akan dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur, dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman maka proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogennya tinggi, imbangan C/N yang sempit serta kandungan lignin yang rendah (Simamora dan Salundik, 2006).

4. Kelembaban dan aerasi

Pada umumnya mikroorganisme dapat bekerja secara optimum yaitu pada kelembaban 40-60%. Apabila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu rendah maka proses pengomposan kan berlangsung lebih lambat karena mikroorganisme yang membantu dalam proses pengomposan tidak bisa

(11)

berkembang atau mati. Selain kelembaban aerasi juga perlu diperhatikan dalam proses pengomposan, jika bahan yang digunakan pada proses pengomposan kering maka proses pengomposan akan lambat. Selain itu apabila bahan yang digunakan terlalu basah akan mengakibatkan penguapan air dan kehilangan panas yang cepat pada saat proses pengomposan berlangsung (Indriani, 2002).

5. Suhu/temperatur

Suhu atau temperatur ini berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme yang membantu dalam proses pengomposan. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan mikroorganisme akan mati dan sebaliknya apabila suhu rendah maka aktivitas organisme dalam pengomposan tersebut belum ada atau belum aktif. Suhu optimal yang dikehendaki dalam proses pengomposan yaitu 30-50°C. pada awal proses pengomposan akan terjadi kenaikan suhu yaitu sekitar 55-60°C sehingga dalam proses pengomposan perlu adanya pembalikan kompos untuk menghindari suhu yang terlalu tinggi. Setelah proses pengomposan selesai dan kompos mencapai tingkat kematangan maka suhu kompos akan menurun (Indriani, 2002).

6. Keasaman bahan

Tingkat keasaman pada proses awal pengomposan biasanya asam dan apabila proses pengomposan berhasil maka pH dari kompos tersebut akan netral. Adapun standar tingkat keasaman yang terdapat pada proses pengomposan yaitu 6,5-7,5 (Indriani, 2002).

7. Penggunaan Activator

Penggunaan Activator ini berhubungan dengan organisme yang membantu dalam proses pengomposan. Dengan adanya activator dalam proses pengomposan akan mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga proses pengomposan akan berlangsung lebih cepat. Kompos

(12)

untuk dapat digunakan dengan aman dan memiliki kandungan unsur hara yang maksimal dapat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos tersebut.

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan suatu kompos diantaranya:

1.Temperatur kompos yang menurun/rendah pada akhir pengomposan. 2. Nisbah C/N < 20.

3. Tidak ada aktivitas serangga atau larva pada akhir pengomposan. 4. Hilangnya bau tidak sedap.

5. Muncul warna putih atau abu-abu karena berkembangnya antinomicetes. 6. Perubahan warna menjadi coklat sampai hitam.

7. Tekstur kompos remah dan apabila digunakan pada tanah memberikan efek positif untuk pertumbuhan tanaman.

Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan dengan ciri-ciri warna yang berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu ruang.

Manfaat kompos antara lain sebagai berikut

1. Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman. 2. Menggemburkan tanah.

3. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah.

4. Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah. 5. Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air.

6. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman. 7. Menyimpan air tanah lebih lama.

8. Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia.

9. Bersifat multi lahan karena dapat digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis, maupun padang golf.

(13)

Kompos memiliki keunggulan dibanding pupuk kimia, karena memiliki sifat-sifat seperti berikut:

1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, walaupun dalam jumlah yang sedikit.

2. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut : a) Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara.

b) Memperbaiki kehidupan mikroorganisme di dalam tanah dengan cara. menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut. c) Memperbesar daya ikat tanah berpasir , sehingga tidak mudah

terpencar.

d) Memperbaiki drainase dan tata udara didalam tanah. e) Membantu proses pelapukan bahan mineral.

f) Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi. g) Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK).

3. Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan (Sumekto, 2006).

2.11 Bioaktivator

Bioaktivator merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik, sehingga proses pengomposan akan dipercepat. Bioaktivator dapat didapatkan dari berbagai kotoran sapi termasuk rumen dan urine dan dapat juga menggunakan produk bioaktivator yang sudah tersedia secara langsung di pasaran seperti EM4, Stardec, Probion dan lainnya.

2.12 Pemanfaatan Effective Microorganism 4 (EM 4)

EM4 dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur dan budidaya tanaman sejenis secara terus-menerus (continous cropping). EM4 dapat memfermentasikan sisa pakan dan kulit udang atau ikan di tanah dasar tambak, sehingga gas

(14)

beracun dan panas di tanah dasar tambak menjadi hilang. EM4 dapat digunakan untuk memproses bahan limbah menjadi kompos dengan proses yang lebih cepat dibandingkan dengan pengolahan limbah secara tradisional (Djuarnani, et al, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam teori morfologi yang berdasarkan kata, kata dasar yang dipakai harus memenuhi syarat : (1) dasar pembentukan kata adalah kata, (2) kata yang dimaksud adalah kata

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua dan guru terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah sebagai dasar

Jika, pada periode berikutnya, nilai wajar aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual meningkat dan peningkatan tersebut dapat secara obyektif

60 دنع ةسردملا ةيئادتبلاا جنابمج ةيملاسلإا ا ةزّيمملا جماربلا للا ةيجهنم طاشن ىنعي سداسلا و سماخلا و عبارلا لصفلل ةسردملا ةصح جراخلا ارملا ريدم بيردت ئلتمي

Hubungan Waktu Kerja Lembur Dengan Tingkat Kelelahan Pekerja Proyek pembangunan Gedung Telkomsel di Kota Medan Thun 2013 pada Proses Struktur.

Pandangan atau persepsi kalangan masyarakat di Kecamatan Kaliwungu, adalah sebagai berikut: menurut para tokoh masyarakat dan kyai mengatakan bahwa Lembaga-lembaga Keuangan Syariah

Pada perlakuan menggunakan kultur mikroba N-Sw (Tabel 2) terlihat konsentrasi nitrit di akhir reaksi (24 jam) cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan campuran antara kultur N-Sw

Dana merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan suatu organisasi. Dalam pelaksanaan dan penggunakan anggaran alokasi dana desa dimaksudkan sebagai upaya yang