• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN

PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU

Oleh:

ADI IRFAN PANGGALIH F34053162

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN

PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ADI IRFAN PANGGALIH F34053162

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Skripsi : PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU

Nama : Adi Irfan Panggalih

NIM : F34053162

Menyetujui ,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Sugiarto, M.Si Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si. NIP : 19690518 199403 1 002 NIP : 19700718 199512 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP : 19621009 198903 2 001

(4)

Adi Irfan Panggalih F34053162. Pengaruh Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Umur Simpan Teh Hijau. Di bawah bimbingan Sugiarto dan Indah Yuliasih. 2010.

RINGKASAN

Teh hijau adalah pucuk dan daun muda tanaman teh (Camellia sinesis) yang telah diolah tanpa melalui proses fermentasi khusus. Pengolahan teh hijau merupakan serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa proses oksidasi enzimatis (fermentasi) terhadap pucuk teh dengan menggunakan sistem panning. Tidak diharapkannya proses fermentasi bertujuan untuk mempertahankan kandungan di dalam daun teh segar yang baru dipetik. Hal inilah yang membuat produk teh hijau lebih banyak memiliki nilai nutrisi dan kesehatan bila dibandingkan dengan teh hitam.

Pendugaan umur simpan bertujuan untuk mengetahui umur simpan teh hijau pada kondisi tertentu. Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS (Accelerated Storage Studies) dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat diharapkan dapat menekan laju kerusakan dan memperpanjang umur simpan teh hijau.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan mutu, menentukan umur simpan, dan mendapatkan kemasan yang lebih baik dalam mempertahankan mutu teh hijau. Pada penelitian ini kemasan yang digunakan adalah alumunium foil dan plastik PP. Suhu penyimpanan adalah 25, 35 dan 45°C. Waktu penyimpanan pada penelitian ini adalah 3 bulan. Analisa yang dilakukan meliputi analisa kadar air, pH, kadar tanin, dan organoleptik.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui karakteristik awal teh hijau yang digunakan adalah : kadar air 5,61 %, kadar abu 5,64 %, lemak 4,05 %, protein 21,96 %, serat 6,08 %, tanin 8, 32 % dan nilai pH seduhan 5,14. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan kadar air pada suhu penyimpanan 25 dan 35 C, hal ini dikarenakan RH ruang penyimpanan lebih besar dari kadar air kesetimbangan bahan sehingga bahan menyerap uap air di lingkungan untuk mencapai kesetimbangan dengan RH lingkungan. Pada suhu 45 C kadar air teh hijau mengalami penurunan pada kedua kemasan, hal ini dikarenakan RH ruang penyimpanan lebih kecil dari kadar air kesetimbangan bahan sehingga kadar air pada bahan menguap untuk mencapai kesetimbangan dengan RH lingkungan.

Nilai pH teh hijau selama masa penyimpanan mengalami peningkatan pada masing-masing suhu penyimpanan dan kemasan. Kenaikan pH dapat disebabkan oleh perubahan kimia komponen tanin menjadi asam tearubigin dan asam teaflavin. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju kenaikan pH yang semakin kecil. Nilai kadar tanin mengalami penurunan pada masing-masing suhu penyimpanan dan jenis kemasan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju penurunan kadar tanin yang semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka akan semakin menunjang terjadinya proses oksidasi tanin yang menghasilkan teaflavin dan tearubigin.

Pengujian organoleptik dilakukan pada atribut warna seduhan, aroma seduhan, dan rasa seduhan teh hijau. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan

(5)

tingkat kesukaan pada ketiga atribut tersebut. Penurunan tingkat kesukaan terjadi dikarenakan penurunan kadar tanin teh hijau yang teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin.

Kadar tanin awal teh hijau adalah 8,32%. Berdasarkan parameter kadar tanin dengan titik kritis 1%, umur simpan teh hijau kemasan alumunium foil suhu 25°C adalah 270,24 hari, suhu 35°C adalah 235,46 hari, dan suhu 45°C adalah 207,71 hari. Pada plastik PP umur simpan teh hijau suhu 25°C adalah 189,67 hari, suhu 35°C adalah 187,99 hari, dan suhu 45°C adalah 186,50 hari. Dengan demikian kemasan yang lebih baik digunakan untuk mengemas teh hijau adalah kemasan alumunium foil karena diduga mampu memberikan umur simpan yang lebih lama.

(6)

Adi Irfan Panggalih F34053162. Effect of Packaging Material and Storage Temperature on Green Tea’s Self Life. Advised by Sugiarto and Indah Yuliasih. 2010.

SUMMARY

Green tea is the young shoots and leaves of the tea plant (Camellia sinesis) that have been processed without fermentation process. Processing of green tea is a series of physical and mechanical processes without enzymatic oxidation process (fermentation) to the bud using the panning system. The fermentation process is not needed because to maintain content in fresh tea leaves are picked. This makes green tea products have more nutritional and health value compared with black tea.

The aim of shelf life prediction is to know the shelf life of green tea on certain conditions. Determination of product shelf life using the ASS method (Accelerated Storage Studies) and the parameters are environmental conditions that can accelerate the deterioration of food products. The proper packaging and storage can reduce the rate of damage and prolong the shelf life of green tea.

The purpose of this study was to determine the change of quality, determining shelf life, and get a better packaging to maintain the quality of green tea. In this study, aluminum foil and plastic PP are used as packaging. The storage’s temperature are 25, 35 and 45°C. Time of storage in this study is three months. Analysis performed includes the analysis of water content, pH, levels of tannin, and organoleptic.

Based on initial survey results revealed the characteristics of green tea used are: water content 5,61%, ash content 5,64%, fat 4.05%, protein 21.96%, fiber 6.08%, tannin 8,32% and pH 5,14. During the storage period there was an increase of water content on storage temperature 25 and 35C, this is because the storage space RH is greater than the equilibrium moisture content of materials so that the material absorbs water vapor in the environment to reach an equilibrium with the RH of the environment. At a temperature of 45C, green tea water content decreased in both the packaging, this is because the RH of storage space is smaller than the equilibrium moisture content of material that evaporates moisture on the material to reach equilibrium with the RH of the environment.

Value of pH during storage period have increased at each temperature of storage and packaging. The increase in pH can be caused by chemical changes in the acid component of tannin to acid tearubigin and teaflavin. In the higher storage temperature, the rate of increase in pH, which showed smaller. The value of tannin content decreased at each storage temperature and type of packaging. In the higher storage temperature, the rate of decline was found that the greater the tannin content. This is because, the higher storage temperature will support the occurrence of tannin oxidation processes that produce tearubigin and teaflavin.

Organoleptic test based on color of steeping, the aroma of steeping, and a sense of steeping green tea. During the storage period the level of preference for three attributes was decreased. The decline occurred due to decreased levels favorite green tea tannin content of the oxidized to teaflavin and tearubigin.

Initial of green tea tannin content was 8.32%. Based on a tannin content with critical point 1%, green tea’s shelf life in aluminum foil packaging at

(7)

temperature 25°C is 270.24 days, at temperature 35°C is 235.46 days, and at temperature 45°C is 207.71 days. In PP plastic shelf life of green tea at temperature 25°C is 189.67 days, at temperature 35°C is 187.99 days, and at temperature 45°C is 186.50 days. So the proper packaging for green tea is aluminum foil.

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul:

“Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Pada Umur Simpan Teh Hijau”

Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 8 Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan,

Adi Irfan Panggalih NRP. F34053162

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 20 September 1987. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Dwihono Ismu Gunarso dan Slamet Relani. Pada tahun 1993 penulis memulai pendidikan di SDN 7 Ketapang dan lulus tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 4 Madiun dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 5 Madiun.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Pada tahun 2006, penulis masuk Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PG. Rejo Agung Baru, Madiun, dengan judul “Mempelajari Sistem Produksi, Teknologi Pengemasan, dan Pengawasan Mutu Di PG. Rejo Agung Baru, Madiun-Jawa Timur”. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan kegiatan penelitian akhir untuk memperoleh gelar sarjana dengan judul skripsi “Pengaruh Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Umur Simpan Teh Hijau”.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen TIN, FATETA-IPB.

Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Sugiarto, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

2. Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Dr. Ir. Suprihatin selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik

dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Pak Sugiardi, Bu Ega, Bu Sri, dan seluruh teknisi di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu dalam menjalankan penelitian.

5. Teman, sahabat, dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya.

Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembacanya. Amin.

(11)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... . vi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 3

A. Tanaman Teh ... 3

B. Teh Hijau ... 5

C. Pengemasan . ... 6

D. Umur Simpan ... 9

III.METODOLOGI PENELITIAN. ... 13

A. Bahan dan Alat. ... 13

B. Metode Penelitian. ... 13

1. Karakteristik Mutu Teh Hijau... 13

2. Perubahan Mutu Teh Hijau Selama Masa Penyimpanan . ... 13

3. Pendugaan Umur Simpan . ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 16

A. Karakterisasi Produk. ... 16

B. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan. ... 17

1. Kadar Air. ... 18

2. pH ... 20

3. Tanin ... 22

4. Organoleptik ... 23

C. Pendugaan Umur Simpan. ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 29 A. Kesimpulan. ... 29

(12)

B. Saran. ... 30 DAFTAR PUSTAKA. ... 31 LAMPIRAN. ... 34

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Teh Hijau...……….... 16 Tabel 2. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut teh

hijau..……… 23

Tabel 3. Nilai k dan ln k parameter kadar tanin teh hijau..……… 25 Tabel 4. Nilai E, ln k0, k0, dan k tiap suhu penyimpanan parameter

kadar tanin teh hijau..………...…... 27

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pucuk Daun Teh dan Teh Hijau Kering ... …………..…… 3 Gambar 2. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan plastik PP

selama tiga bulan masa penyimpanan ………...…. 18

Gambar 3. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan alumunium foil selama tiga bulan masa penyimpanan …………...…….. 18 Gambar 4. Perubahan pH seduhan teh hijau dalam kemasan plastik PP

selama tiga bulan masa penyimpanan………... 20 Gambar 5. Perubahan pH seduhan teh hijau dalam kemasan alumunium

Foil selama tiga bulan masa penyimpanan... 21 Gambar 6. Perubahan kadar tanin teh hijau dalam kemasan plastik PP

selama tiga bulan masa penyimpanan………... 22 Gambar 7. Perubahan kadar tanin teh hijau dalam kemasan alumunium foil

selama tiga bulan masa penyimpanan ……… 22 Gambar 8. Grafik Hubungan ln k dan 1/T produk teh hijau...…………. 26

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Pengujian……….… 35

Lampiran 2. Data nilai kadar air (% b/b) teh hijau selama tiga bulan masa

penyimpanan... 38 Lampiran 3. Data nilai pH teh hijau selama tiga bulan masa penyimpanan... 39 Lampiran 4. Data kadar tanin (% b/b) teh hijau selama tiga bulan masa

penyimpanan …. ... … 40 Lampiran 5. Persamaan regresi perubahan mutu teh hijau selama tiga bulan

(16)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan Provinsi Jawa Barat yang dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda (tahun 1860). Berdasarkan cara pengolahannya, dikenal 3 jenis teh, yaitu teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Teh hijau (green tea/unfermented tea) diolah tanpa proses fermentasi, teh oolong (semi fermented tea) merupakan teh yang diolah secara semi fermentasi, sedangkan teh hitam (black tea/fermented tea) merupakan teh yang diolah dengan proses fermentasi.

Pengolahan teh hijau pada dasarnya dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu tahapan proses pelayuan (inaktifasi enzim), proses penggulungan, proses pengeringan dan proses sortasi kering, yang diakhiri dengan proses pengemasan dan penyimpanan produk. Tidak adanya proses fermentasi pada pengolahan teh hijau memberikan nilai lebih pada teh hijau, karena kandungan zat-zat yang bermanfaat pada daun teh tidak mengalami perubahan selama proses pengolahan teh hijau.

Teh hijau umumnya dikemas dalam berbagai kemasan. Teh dalam kemasan akan mengalami penurunan mutu yang berbeda-beda pada saat dipasarkan memungkinkan umur simpan produk menjadi berkurang. Faktor-faktor seperti panas dan paparan sinar matahari yang mengandung ultraviolet dapat menyebabkan penurunan mutu produk dengan cara mempercepat reaksi-reaksi kimia yang berhubungan dengan penurunan mutu. Hasil atau akibat berbagai reaksi kimiawi yang terjadi pada produk yang bersifat akumulatif dan tidak dapat dipulihkan kembali selama masa penyimpanan, sehingga pada saat tertentu produk tidak dapat diterima lagi.

Teh merupakan bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak negara serta di berbagai lapisan masyarakat. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara di dunia, sedangkan teh hijau di produksi kurang lebih di 22% negara di dunia (Graham, 1984). Dengan pertimbangan nilai nutrisi dan meningkatnya trend mengkonsumsi teh hijau, maka pengembangan terhadap produk teh hijau terus dilakukan karena memiliki prospek yang sangat baik di masa mendatang.

(17)

Setiap bahan memiliki karakteristik masing-masing, maka umur simpan suatu komoditi tidak dapat diasumsikan sama antara satu bahan dengan bahan lainnya, sehingga perlu dilakukan penetapan atau pendugaan umur simpan. Penetapan umur simpan yang sering disebut sebagai metoda konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Sedangkan pendugaan umur simpan dilakukan dengan cara mempercepat (accelerated) reaksi penurunan mutu menggunakan penyimpanan dengan suhu tinggi dan mensimulasikan data yang diperoleh.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik awal produk teh hijau, mengetahui perubahan mutu produk teh hijau berdasarkan jenis kemasan selama 3 bulan masa penyimpanan dan mendapatkan umur simpan produk teh hijau.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN TEH

Tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman perdu yang bercabang-cabang dan berbatang bulat. Daun teh berbentuk jorong dengan tepi bergerigi. Helaian daunnya berwarna hijau serta mengkilap. Bunga teh berwarna putih yang berada di ketiak daun dengan aroma harum. Buahnya berbentuk bulat. Pada saat masih muda buah berwarna hijau lalu berubah coklat saat sudah masak (Marsito, 2004).

(a) (b)

Gambar 1. (a) Pucuk daun teh (Anonim,2010); (b) Teh hijau kering (Anonim, 2010)

Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara manual, dan dapat tumbuh pada ketinggian 200 - 2.300 m dpl. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu var. assamica yang berasal dari Assam dan var. sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Bila tidak dipangkas, pohon teh akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 - 10 m, dengan bentuk tajuk seperti kerucut. Batang tanaman teh tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda berambut halus. Daun teh berupa daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6 - 18 cm, lebar 2 - 6 cm, warnanya hijau dan permukaan mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi

(19)

satu, berkelamin dua, garis tengah 3 - 4 cm, warnanya putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning dan harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal, pecah menurut ruang, masih muda hijau setelah tua cokelat kehitaman. Biji keras, 1 - 3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan minuman teh. Perbanyakan dengan biji, stek, sambungan atau cangkokan (Liestyartie, 1986).

Komposisi kimia teh terdiri dari kafein, tanin, protein, gula dan minyak atsiri yang terbentuk setelah fermentasi dan menghasilkan aroma. Daun teh mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi empat golongan. Keempat golongan tersebut adalah substansi fenol (katekin, flavanol), bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil dan asam organik), senyawa aromatis dan enzim (Johnson dan Paterson, 1974).

Teh dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama berdasarkan cara pengolahannya, yaitu teh hijau (tidak mengalami fermentasi), teh oolong, (semi fermentasi) dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh hijau dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatis terhadap katekin dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Sementara teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling, penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi (Hartoyo, 2003).

Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol termasuk di dalamnya flavonoid. Subkelas flavonoid yang banyak terdapat dalam teh adalah flavanols dan flavonols. Senyawa polifenol akan mengalami perubahan kimia menjadi beberapa senyawa turunan asam-asam galat dan katekin. Turunan asam galat yang terpenting adalah senyawa tanin. Senyawa ini sangat berperan penting di dalam penentuan mutu teh hitam dan teh hijau, karena hasil oksidasi tanin akan membentuk “briskness”, “strength”, dan warna seduhan teh (Eden, 1976).

Polifenol sangat menentukan mutu teh, karena selama ekstraksi senyawa polifenol akan berubah menjadi senyawa yang menghasilkan warna, rasa, dan aroma yang dikehendaki. Hasil utama oksidasi polifenol akan memberikan warna yang khas pada seduhan teh. Polifenol akan teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin,

(20)

mempengaruhi karakteristik seduhan teh meliputi warna, rasa dan aroma. Teaflavin berpengaruh pada kejernihan dan memberikan warna kuning cerah pada seduhan teh, sedangkan tearubigin memberikan warna coklat tua pada seduhan tersebut (Nasution dan Tjiptadi, 1975).

Kadar tanin teh perlu diketahui karena merupakan salah satu faktor penentu mutu minuman teh. Dalam bentuk aslinya tanin terlibat proses pencoklatan pada tanaman dan memberikan rasa sepat pada minuman teh. Tanin berwarna kehijauan hingga tidak berwarna. Daya larut tanin dalam air sangat baik, dan tanin tahan terhadap pemanasan. Semakin tinggi kadar tanin maka rasanya semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka penampakan produk akan menjadi kurang menarik (Nasution dan Tjiptadi, 1975).

B. TEH HIJAU

Teh hijau adalah pucuk dan daun muda tanaman teh (Camellia sinesis) yang telah diolah tanpa melalui proses fermentasi khusus (SNI 01-3945-1995). Pengolahan teh hijau merupakan serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa proses oksidasi enzimatis (fermentasi) terhadap pucuk teh dengan menggunakan sistem panning. Tidak diharapkannya proses fermentasi bertujuan untuk mempertahankan kandungan di dalam daun teh segar yang baru dipetik. Hal inilah yang membuat produk teh hijau lebih banyak memiliki nilai nutrisi dan kesehatan bila dibandingkan dengan teh hitam. Senyawa penting yang memberikan manfaat pada teh hijau adalah senyawa polifenol atau catechin, beberapa jenis vitamin dan unsur mikro, seperti mangan (Mn) (Arifin, 1994).

Menurut Arifin (1994), proses pengolahan teh hijau secara umum antara lain : 1. Proses Pelayuan.

Proses pelayuan dapat dilakukan dengan melewatkan daun tersebut pada silinder panas ± sekitar 5 menit (sistem panning) atau dilewatkan beberapa saat pada uap panas bertekanan tinggi (sistem steaming). Proses pelayuan ini bertujuan untuk mematikan aktivitas enzim polifenol oksidase, menurunkan kadar air menjadi sekitar 60 - 70 % dan memudahkan pucuk untuk menggulung pada proses penggulungan.

(21)

2. Proses Penggulungan daun.

Proses penggulungan daun bertujuan untuk membentuk daun teh menjadi gulungan-gulungan kecil dan untuk mengeluarkan cairan sel agar menempel di permukaan daun.

3. Proses Pengeringan.

Proses pengeringan pertama akan menurunkan kadar air menjadi 30 - 35 % dan akan memperpekat cairan sel. Proses ini dilakukan pada suhu sekitar 110 - 135° C selama ± 30 menit. Proses pengeringan kedua akan memperbaiki bentuk gulungan daun, suhu yang dipergunakan berkisar antara 70 - 95° C dengan waktu sekitar 60 - 90 menit. Produk teh hijau yang dihasilkan mempunyai kadar air 4 - 6 %.

4. Proses sortasi.

Proses ini bertujuan untuk mendapatkan teh hijau dengan berbagai kualitas mutu, yaitu Peko (daun pucuk), Jikeng (daun bawah/tua), Bubuk/kempiring (remukan daun), dan Tulang.

C. PENGEMASAN

Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (patogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Bugusu, 2007).

Kemasan merupakan wadah yang berfungsi sebagai pelindung produk, yang telah dilengkapi dengan tulisan, label, dan keterangan-keterangan sebagai sarana komunikasi dan promosi, serta sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi produsen dan konsumen. Kemudahan bagi produsen seperti kemudahan dalam penanganan, penyimpanan, dan pemasaran, sedangkan untuk konsumen kemudahan

(22)

dalam memperoleh produk, membawa dan menyimpan produk (Syarief dan Halid, 1991).

Tujuan utama pengemasan makanan yaitu mengawetkan makanan, mempertahankan mutu, menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, kemudahan dalam penggunaan produk, serta yang lebih penting lagi yaitu dapat menekan kontaminasi dari udara dan tanah. Kontaminasi yang dimaksud adalah kontaminasi oleh mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (Buerau, 1996)

Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi menjadi dua golongan. Faktor pertama yaitu sifat alamiah produk yang tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan seperti perubahan kimia, fisik, serta perubahan mikrobiologis produk. Faktor yang kedua adalah faktor lingkungan yang secara garis besar dapat dikontrol dengan pengemasan, kerusakan ini dapat berupa kerusakan mekanis, perubahan kadar air, absorbsi oksigen, serta penambahan dan kehilangan flavour.

Bahan kemasan yang diperlukan sebaiknya memiliki berbagai fungsi dasar. Fungsi bahan kemasan antara lain adalah sebagai wadah yang dapat menjaga produk tetap bersih serta dapat melindungi produk dari kotoran dan kontaminan lainnya. Selain itu bahan kemasan juga harus efisien, ekonomis, dan mudah dalam penanganannya, baik dalam proses distribusi maupun penyimpanan. Bahan kemasan juga harus memiliki ukuran, bentuk, bobot yang sesuai dengan standar yang ada, serta mudah dibentuk dan dicetak. Fungsi lain yang harus dimiliki bahan kemasan yaitu harus dapat menunjukkan identitas, informasi dan dapat menunjang penampilan produk (Syarief et al. 1989).

Plastik merupakan bahan pengemas yang berkembang pesat pada saat ini. Plastik digunakan untuk mengemas berbagai macam jenis makanan. Jenis plastik bermacam-macam. Jenis plastik tersebut dapat dibedakan berdasarkan senyawa-senyawa penyusunnya. Plastik memiliki berbagai keunggulan yakni fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif, dan harga relatif murah. Di samping memiliki beberapa kelebihan dari bahan kemasan

(23)

lainnya, plastik juga memiliki kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami (non-biodegradable) (Latief, 2000).

Polipropilen (PP) memiliki sifat lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik (Buckle, 1985).

Polipropilen memiliki densitas rendah (900 kg m-3) dan mempunyai titik lunak yang lebih tinggi dari polietilen (140-150C), transmisi uap air yang rendah, bukan penahan gas yang baik, penahan minyak dan bahan kimiawi yang baik, penahan gesek yang baik dan stabil pada suhu yang tinggi. Permukaan yang halus dan jernih membuat polipropilen baik untuk pencetakan tulisan berisi informasi produk. Polipropilen bersifat hidrofob, tahan korosi dan dibuat dari bahan baku yang murah serta mudah diperoleh. PP mempunyai sifat tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dan oksigen, tidak menimbulkan racun dan mampu melindungi bahan dari kontaminan karena memiliki gugus CH3 pada rantai

percabangannya (Robertson, 1993).

Alumunium merupakan bahan kemasan yang juga banyak digunakan. Alumunium tidak memiliki ketahanan terhadap oksigen sehingga pada lapisan atas sering dilapisi dengan alumunium oksida, Al2O3. Namun, ada berbagai macam gas,

uap dan cairan yang agresif yang dapat merusak lapisan tersebut. Misalnya air kontak dengan logam berat (Syarief et al., 1989).

Keuntungan utama penggunaan alumunium dibandingkan dengan bahan kemasan lain adalah sifat absolut kedap terhadap cahaya dan gas. Kelemahan utama adalah tingginya kebutuhan energi pada saat produksi, dimana telah diupayakan menguranginya dengan menggunakan kembali bahan-bahan kemasan alumunium (Syarief et al., 1989).

Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat thermotis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari alumunium foil menentukan sifat

(24)

protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan member lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989).

D. UMUR SIMPAN

Floros dan Ganasekharan (1993) menyatakan, umur simpan sebagai waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu penyimpanan untuk sampai pada satu level atau tingkatan mutu degradasi tertentu.

Ketidaksesuaian umur simpan akan menimbulkan ketidakpuasan dan keluhan dari konsumen. Ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan kesan yang buruk terhadap penerimaan produk tersebut di masyarakat atau bahkan lebih buruk lagi akan menimbulkan malnutrisi dan penyakit. Oleh karena itu, produsen makanan harus memberikan perhatian besar terhadap penentuan umur simpan ini (Robertson, 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah : a. Jenis dan karakteristik produk pangan

 Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar

 Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami ketengikan, sedangkan produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi Maillard (warna coklat)

b. Jenis dan karakteristik bahan kemasan

 Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen)

c. Kondisi lingkungan

 Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna

 Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi (Anonim, 2009).

Proses perkiraan umur simpan menurut Hine (1987), sangat tergantung pada tersedianya data mengenai :

(25)

2. Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk

3. Mutu produk dalam kemasan

4. Bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan 5. Mutu produk pada saat dikemas

6. Mutu minuman dari produk yang masih dapat diterima 7. Variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan

8. Resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan

9. Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk.

Deteriorasi merupakan penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya. Produk pangan mengalamin detoriorasi segera setelah diproduksi, dimana produk mulai bersentuhan dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau dengan adanya perubahan suhu. Waktu hingga produk mengalami tingkat deteriorasi tertentu, dimana terjadi perubahan yang mengakibatkan produk pangan tidak menyerupai tekstur aslinya seperti awal produksi disebut umur simpan (Arpah, 2001). Syarief et al. (1989) menambahkan, bahwa umur simpan merupakan parameter ketahanan produk selama proses penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan produk pangan yang dikemas antara lain, sifat produk, ukuran dan sifat kemasan, serta suhu dan kelembaban.

Menurut Arpah (2001), reaksi deteriorasi dapat menyebabkan perubahan terhadap produk diantaranya, perubahan flavour, warna, penampakan fisik serta nilai gizi. Beberapa produk pangan olahan sangat sensitif terhadap perubahan kadar air, misalnya produk rempah atau bumbu kering yang akan mengalami aglomerasi apabila kadar airnya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya daya kohesi dan komprebilitas serta menurunnya densitas kamba.

Menurut Labuza (1982), selain peningkatan kadar air, reaksi detoriorasi pada produk bumbu atau rempah dapat memicu hilangnya flavour, rasa dan warna produk, baik secara kimia maupun secara fisik. Oleh karena itu aroma, rasa, dan warna merupakan faktor penentu untuk menentukan umur simpan dari produk.

(26)

Syarief dan Halid (1991) menjelaskan bahwa suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu selama penyimpanan perlu diperhitungkan faktor suhu. Dalam penyimpanan makanan, suhu ruangan penyimpanan berubah dari waktu ke waktu, keadaan suhu penyimpanan seperti ini dapat mempermudah pendugaan laju penurunan mutu makanan dengan persamaan Arrhenius.

Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode konvensional atau biasa disebut Extended Storage Studies (ESS), dimana penentuan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati penurunan mutu produk yang disimpan pada kondisi normal sampai mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat akan tetapi memerlukan waktu analisa yang panjang dengan parameter mutu yang relatif banyak (Arpah, 2001).

Menurut Arpah (2001), metode lain yang digunakan dalam menentukan umur simpan produk adalah dengan metode dipercepat atau biasa disebut Accelerated Storange Studies (ASS). Metode ini menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi deteriorasi produk pangan, sehingga membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat akan tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Pada metode ASS, produk disimpan pada kondisi lingkungan penyimpanan yang ekstrim, antara lain produk disimpan pada suhu atau kelembaban yang ekstrim, atau produk dapat pula disimpan dalam ruangan yang dialiri radiasi ataupun kombinasi dari beberapa perlakuan tersebut.

Menurut Arpah (2001), metode ASS pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu dengan menggunakan dua cara pendekatan. Cara yang pertama dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa. Cara yang kedua yaitu dengan menggunakan pendekatan semi empiris dengan persamaan Arrhenius, yaitu :

k = k0 e –E/RT

dimana :

(27)

k0 = konstanta laju absolut

E = energi aktivasi (J/mol)

R = konstanta gas ideal (8.314 J. K-1. mol-1) T = suhu absolut (K)

(28)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau kering yang berasal dari kampung Ciwaluh, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Daun teh yang telah dipetik bagian pucuk dan 2 daun di bawah nya disangrai sampai layu atau kira-kira sekitar 5 sampai 10 menit. Daun teh yang sudah layu kemudian dilakukan proses penggulungan lalu disangrai kembali sampai kering atau selama 3 jam. Bahan kemasan yang digunakan untuk penelitian ini adalah alumunium foil dan plastik polipropilen.

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah CuSO4, Na2SO4,

H2SO4 pekat, air destilata, NaOH 50%, HCl 0,02 N, indikator mengsel (campuran

metil merah 0,02% dalam alkohol dan etil biru 0,02 dalam alkohol dengan perbandingan 2 : 1), NaOH 0,02 N, pelarut heksan, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N,

aceton/alkohol, larutan gelatin, larutan yodium oksalat, H2SO4 pekat 2 N, Na2S2O3

0,01 N, indikator pati 1%, NaOH 0,01 N, indikator pp dan larutan buffer.

Alat yang digunakan untuk penelitian terdiri atas alat untuk penyimpanan dan untuk analisis. Peralatan untuk penyimpanan berupa inkubator dengan suhu penyimpanan 25, 35, dan 45°C. Alat analisis terdiri atas oven, pH meter, timbangan analitik, stirrer, soxlet, tanur, abbe refraktometer, hot plate, desikator, cawan alumunium, cawan porselen, buret, erlenmeyer, dan beberapa alat gelas lainnya.

B. METODE PENELITIAN

1. Karakteristik Mutu Teh Hijau

Karakterisasi produk dilakukan dengan melakukan analisis proksimat, kadar tanin dan pH seduhan. Analisis proksimat yang dilakukan antara lain kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak kasar dan kadar serat. Metode analisis disajikan pada Lampiran 1.

2. Perubahan Mutu Teh Hijau Selama Masa Penyimpanan

Produk teh hijau disimpan dalam inkubator dengan tiga level suhu yaitu suhu 25, 35, dan 45C dalam 2 jenis kemasan yang berbeda yaitu kemasan plastik polipropilen dan alumunium foil. Penelitian pada tahap ini adalah melakukan kajian

(29)

perubahan mutu produk teh hijau. Parameter yang diamati selama penyimpanan adalah kadar air, pH Seduhan, kadar tanin, dan organoleptik. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali selama 12 minggu untuk kadar air, pH seduhan, dan kadar tanin sedangkan untuk organoleptik dilakukan pada awal dan akhir masa penyimpanan. Metode analisis penurunan mutu produk teh hijau disajikan pada lampiran 1.

3. Pendugaan Umur Simpan

Perhitungan umur simpan dilakukan dengan metode akselerasi/Arrhenius. Metode Arrhenius diterapkan dengan asumsi tidak terjadi perubahan suhu penyimpanan atau suhu dianggap stabil.

Analisa pendugaan umur simpan teh hijau dengan metode Arrhenius dengan persamaan :

k = k0 e –E/RT

dimana :

k = konstanta penurunan mutu

k0 = konstanta (tidak tergantung pada suhu)

E = energi aktivasi

R = konstanta gas ideal, 1.986 kal/mol. K T = suhu absolut (C+273)

Persamaan di atas diubah menjadi : Ln k = ln k0 – E/RT

Data hasil analisa kemudian diplotkan dalam grafik terhadap lama penyimpanan. Dari grafik dapat diperoleh persamaan regresinya dan laju perubahan mutunya (k). Kemudian nilai-nilai ini diterapkan dalam rumus Arrhenius (k, ln k, 1/T). Nilai k dan 1/T diplotkan dalam sebuah grafik. Penerapan persamaan Arrhenius ini akan dapat menentukan nilai k0 dan k pada tiap suhu penyimpanan. Apabila telah

didapatkan semua nilai diatas maka dapat diduga laju penurunan mutu suatu produk (k).

Perhitungan umur simpan masing-masing suhu berdasarkan persamaan : At - A0

Umur Simpan = kT

(30)

Keterangan :

A0 = Nilai awal parameter kritis

At = Nilai parameter kritis setelah rusak (titik kritis)

kT = Konstanta laju kecepatan reaksi pada suhu ke-T

(31)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI PRODUK

Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak kasar, kadar protein dan kadar serat. Selain itu juga dilakukan pengujian kadar tanin dan pH seduhan.

Tabel 1. Karakteristik teh hijau

No Parameter SNI Menurut Nasution

dan Tjiptadi (1975) Hasil Pengujian 1 Keadaan - Rasa - Bau Normal Normal - Normal Normal

2 Kadar air Maksimal 8 % 5,18 % 5,61 %

3 Kadar abu 4 – 8 % b/b 7,16 % 5,64 %

4 Kadar lemak kasar - - 4,05 %

5 Kadar Protein - - 21,96 %

6 Kadar Serat - - 6,08 %

7 Kadar Tanin - 8,66 % 8,32 %

8 pH - - 5,14

Kadar air produk teh hijau berdasarkan hasil pengujian memiliki nilai 5,61%. Kadar air hasil pengujian sudah sesuai dengan ketentuan SNI yang merupakan standar produk teh hijau di Indonesia. Berdasarkan SNI, kadar air maksimal yang diizinkan tidak melebihi 8%.

Masa simpan berbagai bahan makanan tergantung pada kandungan airnya, makin tinggi kandungan air dalam makanan, makanan itu akan cepat rusak. Sebaliknya makin rendah kandungan airnya, daya simpannya pada kondisi normal akan makin panjang (Crompton, 1979).

Kadar abu produk teh hijau berdasarkan hasil pengujian memiliki nilai yang berada pada rentan nilai ketentuan SNI, yaitu sebesar 5,64 %. Kadar abu suatu bahan menunjukkan nilai keberadaan kandungan mineral atau bahan-bahan anorganik yang terkandung dalam bahan. Semakin rendah nilai kadar abu maka kandungan mineral

(32)

pada bahan semakin sedikit. Menurut Gaman dan Sherrington (1992), unsur mineral adalah unsur yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil, tetapi keberadaannya tetap diperlukan sebagai zat pembangun dan pengatur.

Kadar lemak kasar berdasar hasil pengujian adalah sebesar 4,05%. Menurut Pantastico (1989), kandungan lemak yang rendah dalam buah-buahan dan sayuran mempunyai peranan penting dalam mempertahankan tekstur, rasa, bau, zat warna dan lain-lain.

Kadar protein berdasar hasil pengujian adalah sebesar 21,96%. Menurut Muchtadi (1989), Kadar protein yang terukur dengan metode Kjehdal antara lain merupakan protein kasar karena yang terukur tidak hanya protein, tetapi juga komponen lain yang mengandung nitrogen.

Kadar serat berdasat hasil pengujian adalah sebesar 6,08%. Serat membantu mempercepat sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar, serat kasar menjadi seperti karet busa di dalam usus yang akan menyerap zat buangan dan membantu gerakan usus mendorong sisa makanan keluar tubuh.

Kadar tanin teh perlu diketahui karena merupakan salah satu faktor penentu mutu minuman teh. Dalam bentuk aslinya tanin terlibat proses pencoklatan pada tanaman dan memberikan rasa sepat pada minuman teh. Tanin berwarna kehijauan hingga tidak berwarna. Daya larut tanin dalam air sangat baik, dan tanin tahan terhadap pemanasan. Semakin tinggi kadar tanin maka rasanya semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka penampakan produk akan menjadi kurang menarik (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Kadar tanin yang didapat berdasar hasil pengujian adalah sebesar 8,32%.

Nilai pH seduhan yang didapatkan berdasar hasil pengujian adalah senilai 5,14. Hal ini menunjukkan bahwa seduhan teh hijau yang dihasilkan cenderung bersifat asam karena nilai pH nya kurang dari 7.

B. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

Selama proses produksi, produk pangan dapat mengalami berbagai macam kerusakan. Kerusakan ini dapat menyebabkan deteriorasi pada produk tersebut dan menurunkan umur simpannya. Beberapa reaksi yang berbeda dapat muncul dan

(33)

menyebabkan penurunan mutu serta kehilangan kandungan nutrien. Kerusakan secara fisik juga dapat menurunkan umur simpan produk pangan (Labuza, 1982).

1. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu karakteristik penting pada produk teh hijau. Kadar air pada teh hijau yang disimpan akan mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Kadar air yang tinggi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan kapang. Hasil pengamatan terhadap perubahan nilai kadar air disajikan pada Gambar 2 dan 3.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Lama Penyimpanan (Hari)

K ad ar a ir ( % ) T = 25 ˚C T = 35 ˚C T = 45 ˚C Linear (T = 25 ˚C) Linear (T = 35 ˚C) Linear (T = 45 ˚C)

Gambar 2. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan plastik PP selama tiga bulan masa penyimpanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Lama Penyimpanan (hari)

K ad ar a ir ( % ) T = 25 ˚C T = 35 ˚C T = 45˚C Linear (T = 25 ˚C) Linear (T = 35 ˚C) Linear (T = 45˚C)

Gambar 3. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan alumunium foil selama tiga bulan masa penyimpanan.

(34)

Pada Gambar 2 dan 3 menunjukkan perubahan kadar air yang terjadi selama 3 bulan masa penyimpanan. Sedangkan untuk data nilai kadar air teh hijau selama 3 bulan masa penyimpanan bisa dilihat pada Lampiran 2. Kadar air bahan pada suhu penyimpanan 25 dan 35C cenderung mengalami peningkatan baik pada kemasan alumunium foil maupun pada kemasan plastik PP, sedangkan yang terjadi pada suhu penyimpanan 45°C kadar air bahan mengalami penurunan pada kedua kemasan.

Kadar air pada bahan meningkat pada suhu penyimpanan 25 dan 35C, hal ini diduga disebabkan oleh kandungan uap air lingkungan penyimpanan yang lebih besar bila dibandingkan dengan kandungan air bahan yang dikemas. Sifat bahan yang higroskopis menyebabkan bahan sangat mudah menyerap uap air lingkungan sekitarnya. Untuk menjaga kelembaban ruang penyimpanan dilakukan dengan meletakkan air yang ditempatkan pada sebuah wadah di dalam inkubator sehingga bahan akan mengalami perubahan kadar air hingga mencapai kadar air kesetimbangan antara bahan dan lingkungannya. Sedangkan pada suhu penyimpanan 45C kadar air pada bahan mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan kelembaban ruangan yang lebih kecil daripada bahan, sehingga bahan akan menguapkan sebagian airnya.

Laju peningkatan kadar air teh hijau yang disimpan pada suhu 25˚C dengan kemasan plastik PP dan kemasan alumunium foil yaitu sebesar 0,021 dan 0,022% per hari. Pada suhu 35˚C kadar air bahan yang dikemas pada kemasan plastik PP mengalami peningkatan tiap hari sebesar 0,01%, sedangkan yang dikemas alumuinum foil mengalami peningkatan sebesar 0,017%. Laju penurunan kadar air pada suhu 45˚C untuk kemasan plastik PP adalah 0,005% dan kemasan alumunium foil 0,001% per hari.

Menurut Arpah (2001), produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan kadar air. Laju kenaikan maupun kehilangan kadar air tergantung dari susunan produk, seperti higroskopisitas, temperatur, dan tekanan atmosfer.

Laju kenaikan kadar air paling tinggi terjadi pada suhu 25C, semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju peningkatan kadar air semakin berkurang bahkan akan mengalami penurunan seperti yang terjadi pada suhu penyimpanan 45C. Menurut Sewald dan Devries (2009), Produk yang dikemas mengalami perubahan kadar air

(35)

relatif lambat tetapi pada suatu waktu dapat mengalami perubahan signifikan pada periode waktu yang singkat.

2. pH

Menurut Nielsen (2003), makanan dan minuman terdiri dari berbagai jenis asam yang dimana unsur utama pembentuk asam yaitu ion hidrogen (H+) berperan besar. Pada larutan yang encer atau minuman, ion hidrogen berkombinasi dengan air membentuk ion hidronium (H3O+). Pengukuran ion hidronium (H3O+) bebas sangat

diperlukan. Pengukuran ion hidronium (H3O+) bebas disebut juga nilai pH (asam

aktif). Nilai pH erat kaitannya dengan total asam.

Pengukuran nilai pH perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman/kebasaan produk dan juga kaitannya dengan keamanan dan umur simpan produk tersebut. Data nilai pH teh hijau selama 3 bulan masa penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil pengamatan terhadap perubahan nilai pH seduhan disajikan pada Gambar 4 dan 5.

4 4,4 4,8 5,2 5,6 6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Lama Penyimpanan (Hari)

p

H

T = 25 ˚C T = 35 ˚C T = 45 ˚C

Linear (T = 25 ˚C) Linear (T = 35 ˚C) Linear (T = 45 ˚C) Gambar 4. Perubahan pH seduhan teh hijau kemasan plastik PP selama tiga bulan

(36)

4 4,4 4,8 5,2 5,6 6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Lama Penyimpanan (Hari)

p

H

T = 25 ˚C T = 35 ˚C T = 45 ˚C

Linear (T = 25 ˚C) Linear (T = 35 ˚C) Linear (T = 45 ˚C)

Gambar 5. Perubahan pH seduhan teh hijau kemasan alumunium foil selama tiga bulan penyimpanan

Selama 3 bulan masa penyimpanan, pH teh hijau berkisar antara 4,92-5,78. Lehninger (1982) menyatakan bahwa larutan yang mempunyai pH lebih kecil dari 7 akan bersifat asam karena konsentrasi H+ lebih besar daripada konsentrasi OH-. Berdasarkan nilai pH produk dapat diketahui bahwa produk teh hijau yang dihasilkan bersifat asam.

Semakin lama penyimpanan, pH seduhan teh hijau semakin meningkat. Kenaikan nilai pH yang terjadi sangat kecil. Laju kenaikan pH pada suhu 25C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP yaitu sebesar 0,006% per hari sedangkan pada suhu 35 dan 45C sebesar 0,002% per hari. Pada kemasan alumunium foil, laju kenaikan pH adalah 0,003% per hari pada suhu 25 dan 35˚C, sedangkan pada suhu 45C luju kenaikan pH adalah 0,001% per hari.

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju kenaikan pH yang semakin kecil. Menurut Lelani (1995), Kenaikan pH dapat disebabkan oleh perubahan kimia komponen tanin menjadi asam tearubigin dan asam teaflavin. Faktor terpaan cahaya, suhu, dan udara terutama oksigen akan memacu terjadinya oksidasi tanin. Sifat asam minuman teh berhubungan dengan adanya tearubigin dan teaflavin yang dihasilkan oleh polifenol.

(37)

3. Tanin

Kadar tanin teh perlu diketahui karena merupakan salah satu faktor penentu mutu minuman teh. Dalam bentuk aslinya tanin terlibat proses pencoklatan pada tanaman dan memberikan rasa sepat pada minuman teh. Tanin berwarna kehijauan hingga tidak berwarna. Daya larut tanin dalam air sangat baik, dan tanin tahan terhadap pemanasan. Semakin tinggi kadar tanin maka rasanya semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka penampakan produk akan menjadi kurang menarik (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Hasil pengamatan terhadap perubahan nilai kadar tanin disajikan pada Gambar 6 dan 7.

0 2 4 6 8 10 12 14 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Lama Penyimpanan (Hari)

K ad ar T an in ( % ) T = 25˚C T = 35˚C T = 45˚C

Expon. (T = 25˚C) Expon. (T = 35˚C) Expon. (T = 45˚C)

Gambar 6. Perubahan kadar tanin teh hijau kemasan plastik PP selama tiga bulan penyimpanan 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Lama Penyimpanan (Hari)

K ad ar T an in ( % ) T = 25˚C T = 35 ˚C T = 45˚C

Expon. (T = 25˚C) Expon. (T = 35 ˚C) Expon. (T = 45˚C)

Gambar 7. Perubahan kadar tanin teh hijau kemasan alumunium foil selama tiga bulan penyimpanan

(38)

Selama tiga bulan penyimpanan, kadar tanin teh hijau menurun secara eksponensial. Data perubahan kadar tanin teh hijau selama 3 bulan masa penyimpanan disajikan pada Lampiran 4. Penurunan kadar tanin pada suhu 25, 35, dan 45˚C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP berturut-turut adalah 0,0119, 0,0136, dan 0,0130% per hari, sedangkan untuk kemasan alumunium foil adalah 0,0077, 0,0079, dan 0,0103% per hari. Penurunan kadar tanin ini bisa disebabkan oleh sebagian besar tanin teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin.

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju penurunan kadar tanin yang semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka akan semakin menunjang terjadinya proses oksidasi tanin yang menghasilkan teaflavin dan tearubigin. Semakin tinggi kadar tanin maka rasa seduhan teh hijau yang didapatkan akan semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka hasil seduhan teh hijau akan menjadi kurang menarik.

4. Organoleptik

Penilaian yang dilakukan pada uji organoleptik yaitu terhadap warna seduhan, aroma seduhan, dan rasa seduhan dari produk teh hijau. Nilai median dan modus terhadap penilaian ketiga atribut tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut teh hijau.

Atribut Hari ke- Nilai PP Alufo 25°C 35°C 45°C 25°C 35°C 45°C Warna Seduhan 1 Median 4 Modus 4 84 Median 3 3 3 4 3 3 Modus 3 3 3 4 3 3 Aroma Seduhan 1 Median 4 Modus 4 84 Median 3 3 3 3 3 3 Modus 3 3 3 3 3 3 Rasa Seduhan 1 Median 4 Modus 4 84 Median 3 3 2 3 3 3 Modus 3 3 2 3 3 3

(39)

Penilaian berdasarkan atas warna seduhan, perubahan warna seduhan terjadi akibat berkurangnya kadar tanin pada daun teh hijau yang mempengaruhi penilaian panelis terhadap hasil seduhan teh hijau secara visual. Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut warna seduhan yang disimpan pada kemasan plastik PP dan alumunium foil memiliki median dan modus 4 (suka). Median atau nilai tengah menunjukkan bahwa 50% panelis menilai sampel pada tingkat kesukaan skor tersebut. Modus menunjukkan skor yang paling sering diberikan panelis. Setelah disimpan selama tiga bulan, skor kesukaan terhadap atribut warna seduhan mengalami penurunan dengan nilai median dan modus 3 (netral) pada setiap kemasan dan suhu penyimpanan kecuali pada kemasan alumunium foil dengan suhu penyimpanan 25C dimana nilai modus dan mediannya tetap.

Pada penilaian berdasarkan aroma seduhan, pada awal penyimpanan didapatkan nilai median dan modus 4 (suka). Setelah disimpan selama 3 bulan skor kesukaan terhadap atribut aroma seduhan mengalami penurunan dengan nilai median dan modus 3 (netral) pada setiap kemasan dan suhu penyimpanan. Hal ini disebabkan teroksidasinya kandungan tanin pada daun teh menjadi teaflavin dan tearubigin.

Pada penilaian terhadap rasa seduhan, pada awal penyimpanan didapatkan nilai median dan modus 4 (suka). Setelah disimpan selama 3 bulan skor kesukaan terhadap atribut rasa seduhan juga mengalami penurunan dengan nilai median dan modus 2 (tidak suka) pada kemasan pastik PP dengan suhu penyimpanan 45C dan nilai 3 (netral) pada median dan modus untuk kemasan dan suhu penyimpanan yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya kadar tanin sehingga rasa seduhan menjadi kurang sepat.

C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN

Floros dan Ghanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Pendugaan umur simpan teh hijau dilakukan dengan metode akselerasi. Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS (Accelerated Storage Studies) atau sering disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan. Salah satu keuntungan metode

(40)

ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3−4 bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi (Herawati, 2008). Metode akselerasi yang dilakukan adalah dengan pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan Arhennius dengan teori kinetika yang menggunakan orde nol dan orde satu untuk produk pangan.

Parameter kritis yang digunakan dalam pendugaan umur simpan adalah kadar tanin. Kadar tanin merupakan salah satu faktor penentu mutu minuman teh. Semakin rendah kadar tanin maka penampakan produk akan menjadi kurang menarik dan hilangnya rasa sepat pada seduhan teh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar tanin yang cukup signifikan pada teh hijau. Selain itu, parameter lain misalnya kadar air tidak dapat digunakan karena perubahan mutunya tidak sejajar (ada yang naik dan ada yang turun) sehingga tidak dapat digunakan untuk menghitung umur simpan secara semiempiris dengan menggunakan persamaan Arhennius.

Kadar tanin awal teh hijau adalah sebesar 8,32 %. Titik kritis kadar tanin yang digunakan adalah nilai kadar tanin terkecil yang mungkin terkandung pada teh hijau. Penurunan kandungan tanin pada teh hijau mengikuti pola eksponensial sehingga nilai terkecil adalah ketika ln-nya adalah 0 atau kandungan taninnya sebesar 1 %. Dari data dapat diperoleh nilai k dan ln k seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai k dan ln k parameter kadar tanin teh hijau

T (K) 1/T Plastik PP Alumunium foil

k ln k K ln k

298 0,00336 0,0112 -4,4918 0,0076 -4,8796

308 0,00325 0,0112 -4,4918 0,0096 -4,6460

318 0,00314 0,0114 -4,4741 0,0099 -4,6152

Keterangan : k=konstanta penurunan mutu ; T=suhu penyimpanan

Nilai ln k diplotkan dengan kebalikan suhu mutlak (1/T) sehingga diperoleh grafik seperti terlihat pada Gambar 8.

(41)

y = -82,927x - 4,2165 R2 = 0,7336 y = -1262,7x - 0,6111 R2 = 0,8496 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325 0,0033 0,00335 0,0034 1/T ln [ k ]

Plastik PP Alumunium foil Linear (Plastik PP) Linear (Alumunium foil)

Gambar 8. Grafik hubungan ln k dan 1/T produk teh hijau

Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada gambar 8, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut :

 Kemasan alumunium foil y = - 1262,7 x – 0,6111 ln k = - 1262,7 (1/T) – 0,6111

Dari persamaan dapat diperoleh nilai E (Energi aktivasi) dan nilai ln k0:

-E/R = -1262,7 K E = (1262,7 K) x (1,986 kal/mol K) E = 2507,72 kal/mol Nilai k0 diperoleh : ln k0 = - 0,6111 k0 = 0,54275

Dengan demikian laju penurunan kadar tanin teh hijau pada kemasan alumunium foil adalah:

k = 0,54275 e-1262,7 (1/T) / hari  Kemasan plastik PP

y = - 82,927 x – 4,2165 ln k = - 82,927 (1/T) – 4,2165

(42)

-E/R = - 82,927 K E = (82,927 K) x (1,986 kal/mol K) E = 164,69 kal/mol Nilai k0 dipeoleh : ln k0 = -4,2165 k0 = 0,01475

Dengan demikian laju penurunan kadar tanin teh hijau pada kemasan plastik PP adalah :

k = 0,01475 e-82,927 (1/T) / hari

Dari perhitungan di atas didapatkan nilai E, ln k0, k0, dan k tiap suhu penyimpanan

yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai E, ln k0, k0, dan k tiap suhu penyimpanan parameter kadar tanin teh

hijau

Kemasan Alumunium foil Plastik PP

E (kal/mol) 2507,72 164,69 ln k0 - 0,6111 -4,2165 k0 0,54275 0,01475 k 25˚C 0,00784 0,01117 35˚C 0,00890 0,01127 45˚C 0,01020 0,01136

Energi aktivasi (E) dapat digunakan untuk menginterprestasikan sensitifitas reaksi terhadap suhu. Semakin tinggi energi aktivasi maka semakin sensintif reaksi terhadap perubahan suhu (Arpah, 2001). Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa teh hijau dalam kemasan alumunium foil lebih sensitif terhadap suhu bila dibandingkan teh hijau pada kemasan plastik PP. Menurut Sadler (1987) dalam Arpah (2001), jenis reaksi yang membutuhkan energi aktivasi rendah diantaranya adalah reaksi enzimatis, reaksi oksidasi, dan kerusakan pigmen klorofil serta karotenoid.

Dari Tabel 4 dapat diukur perhitungan pendugaan umur simpan berdasarkan orde satu sebagai berikut :

 Kemasan alumunium foil

(43)

= 270,24 hari Suhu 35C = (ln 8,32 - ln 1) / 0,00890 = 235,46 hari Suhu 45C = (ln 8,32 – ln 1) / 0,01020 = 207,71 hari  Kemasan plastik PP Suhu 25C = (ln 8,32 – ln 1) / 0,01117 = 189,67 hari Suhu 35C = (ln 8,32 – ln 1) / 0,01127 = 187,99 hari Suhu 45C = (ln 8,32 – ln 1) / 0,01136 = 186,50 hari

Hasil perhitungan pendugaan umur simpan teh hijau dari masing-masing suhu dan kemasan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pendugaan umur simpan teh hijau

Suhu Penyimpanan Umur simpan (hari)

Alumunium foil Plastik PP

25°C 270,24 189,67

35°C 235,46 187,99

45°C 207,71 186,50

Berdasarkan parameter kadar tanin, perbedaan umur simpan antar kemasan dan suhu penyimpanan terlihat jelas. Teh hijau pada kedua kemasan memiliki umur simpan semakin pendek dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan. Jika dibandingkan dengan kemasan plastik PP, alumunium foil lebih baik dalam mempertahankan kadar tanin sehingga umur simpannya lebih lama. Dengan demikian alumunium foil lebih baik digunakan dibandingkan plastik PP.

(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Karakteristik awal teh hijau yang digunakan adalah sebagai berikut : kadar air 5,61 %, kadar abu 5,64 %, lemak 4,05 %, protein 21,96 %, serat 6,08 %, tanin 8, 32 % dan nilai pH seduhan 5,14.

Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan kadar air pada suhu penyimpanan 25 dan 35 C, sedangkan pada suhu 45 C kadar air teh hijau mengalami penurunan. Laju kenaikan kadar air paling tinggi terjadi pada suhu 25C, semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju peningkatan kadar air semakin berkurang bahkan akan mengalami penurunan seperti yang terjadi pada suhu penyimpanan 45C.

Nilai pH seduhan teh hijau semakin meningkat. Kenaikan nilai pH yang terjadi sangat kecil. Laju kenaikan pH terbesar terjadi pada kemasan plastik polipropilen dengan suhu penyimpanan 25C yaitu sebesar 0,006% per hari sedangkan laju kenaikan pH terendah terjadi pada kemasan alumunium foil dengan suhu penyimpanan 45C yaitu sebesar 0,001% per hari. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju kenaikan pH yang semakin kecil.

Kadar tanin teh hijau menurun secara eksponensial selama 3 bulan masa penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju penurunan kadar tanin yang semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka akan semakin menunjang terjadinya proses oksidasi tanin.

Pengujian organoleptik dilakukan pada atribut warna seduhan, aroma seduhan, dan rasa seduhan teh hijau. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan tingkat kesukaan pada ketiga atribut tersebut. Penurunan tingkat kesukaan terjadi dikarenakan penurunan kadar tanin teh hijau yang teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin.

Kadar tanin awal teh hijau adalah 8,32%. Berdasarkan parameter kadar tanin dengan titik kritis 1%, pendugaan umur simpan teh hijau kemasan alumunium foil suhu 25°C adalah 270,24 hari, suhu 35°C adalah 235,46 hari, dan suhu 45°C adalah 207,71 hari. Pada plastik PP umur simpan teh hijau suhu 25°C adalah 189,67 hari, suhu 35°C adalah 187,99 hari, dan suhu 45°C adalah 186,50 hari. Dengan demikian

(45)

kemasan yang lebih sesuai digunakan untuk teh hijau adalah kemasan alumunium foil.

B. SARAN

Penelitian sebaiknya dilakukan dengan penyimpanan teh hijau pada ruangan dengan RH yang diatur yaitu sebesar 50-65% untuk mengurangi penyerapan uap air karena sifatnya yang higroskopis. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan kemasan alumunium foil dan plastik PP dengan ketebalan yang berbeda-beda melihat keefektifannya dalam mempertahankan mutu teh hijau terutama pada kondisi penyimpanan yang memiliki kelembaban tinggi.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Teh, Minuman Rakyat Yang Berkhasiat, 24 Januari 2010 [online], [www.koranindonesiasehat.wordpress.com, 10 Juni 2010].

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC Inc., Washington.

Arifin, S. 1994. Teknis Pengolahan Teh. Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung

Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Buerau, G. Dan J. L. Multon. 1996. Food Packaging Teechnology. Vol 1. Willey-VHC ind.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta

Crompton, T. R. 1979. Additive Migration from Plastic into Food. Pergamon Press, Oxford.

Eden. 1976. Tea. Longman Group Limited. London

Floros, J. D. dan V. Ghanasekharan. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods Chemical, Biologycal, Physical and Nutrition Aspects. Elsevier Publ London

Gaman, P. M dan K. B. Sherrington. 1992. ILMU PANGAN, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi kedua. Terjemahan: Murdijati G., Sri N., Agnes M. dan Sardjono. UGM Press, Yogyakarta.

Graham, HN. Tea : The Plant and Its Manufacture : Chemistry and Consumption of the Beverage. In Liss AR. The Methylxanthine Beverages and Foods : Chemistry, Consumption, and Health Effects.Prog Clin Biol Rev. 1984 : 29-74

Hartoyo, A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4).

Hine, D. J. 1987. Shelf Life Evaluation. Di dalam Modern Processing Packaging and Distribution System for Food. Blackie, London.

(47)

Johnson dan Peterson. 1974. Encyclopedia of Food Technology Vol.2 : 889-891 Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Food and Nutrition Press, INS,

Connecticut

Latief. 2000. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradable. Hayati-IPB. Bogor. Lehninger, Albert. 1982. Dasar-Dasar Biokimia, Erlangga : Jakarta

Lelani, Y. R. 1995. Optimasi Kondisi Ekstrak Teh Wangi Pada Industri Teh Botol. Skripsi. FATETA. IPB-Bogor

Liestyartie, E. 1986. Pengaruh infus daun teh (Camellia sinensis L.) terhadap kontraksi usus halus kelinci terpisah. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Airlangga, 1986

Marsh, K. dan B. Bugusu. 2007. Food Packaging-Roles, Materials, and Evironmental Issues. J. Food Science Vol 72 : R39-R57.

Marsito, B. 2004. Ramuan tradisional untuk melangsingkan tubuh. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Muchtadi, Deddy. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Nasution, M. Z. dan W. Tjiptadi. 1975. Pengolahan Teh. Departemen Teknologi

Hasil Pertanian. FATEMETA, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nielsen, S. S. 2003. Food Analysis 3rd edition. Purdue University. West Lafayette. Indiana

Pantastico, 1989. Penyimpanan dan Operasi Penyimpanan Secara Komersil. In E.B. Pantastico (ed). Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Kamariyani. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Robertson, L. G. 1993. Food Packaging (Principles and Practice). Mossey University. Palmerston North. New Zealand

Sewald, M. dan J. Devries. 2009. Food Product Shelf Life [online]. [www.medallionlabs.com, 20 Februari 2009].

Standar Nasional Indonesia. 1995. Teh Hijau. 01-3945-1995. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta

Sudarmadji, S., Bambang dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

(48)

Syarief, R., S. Santausa dan S.B. Isyana 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. PAU. IPB, Bogor

Syarief, R. dan H. Halid. 1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.

Widyarti, S. 1995. Pengaruh Pemberian ekstrak Teh Hijau Terhadap Kadar Peroksida Lipid Pada Tikus yang diberi diet protein rendah dan lemak tinggi. Tesis Program Pascasarjana. IPB-Bogor.

(49)

Gambar

Tabel 1. Karakteristik teh hijau
Gambar  3.  Perubahan  kadar  air  teh  hijau  kering  dalam  kemasan  alumunium  foil  selama tiga bulan masa penyimpanan
Gambar  5.    Perubahan  pH  seduhan  teh  hijau  kemasan  alumunium  foil  selama  tiga    bulan penyimpanan
Gambar 6. Perubahan kadar tanin teh hijau kemasan plastik PP selama tiga bulan   penyimpanan  024681012 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
+3

Referensi

Dokumen terkait

Persentase jumlah ikan dengan ukuran panjang yang lebih kecil dari panjang saat pertama kali memijah ( length at first maturity ) untuk jenis ikan yang tertangkap

Maka dengan pandangan kerangka teori diatas penulis dapat menganalisis watak psikologis tokoh Yoru Morino dalam komik Goth karya Otsu Ichi yang berkaitan dengan struktur jiwa

Gambar 5 menujukkan bahwa pada kecepatan putaran 15000 rpm dan gerak makan 0,005 mm/rev, menggunakan diameter pahat 2 mm menghasilkan nilai kekasaran permukaan

Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian teknis operasional bidang pendataan, penetapan, keberatan dan penagihan serta pembukuan pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran,

Ada perbuatan melanggar hukum, tim dokter Rumah Sakit BM melakukan pelanggaran hukum yaitu pelanggaran standar profesinya sebagai dokter yang tidak melakukan

Pilot pollution disebabkan oleh adanya 3 atau lebih sinyal dengan daya yang hampir sama pada suatu area, yang mana interferensi (I o ) akan meningkat ketika mobile

Berdasarkan data hasil validasi isi oleh dosen dan guru, media e-comic memiliki kriteria sangat layak dengan perolehan persentase sebesar 98%, dari ahli materi sebesar,

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian melalui wawancara, pengisian daftar pertanyaan (kuesioner)