• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2015 Direktur Jenderal Hortikultura. Dr. Ir. Spudnik Sujono K, MM NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2015 Direktur Jenderal Hortikultura. Dr. Ir. Spudnik Sujono K, MM NIP"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Pembangunan sub sektor hortikultura pada berbagai sentra dan kawasan mendapatkan dukungan fasilitasi dari pemerintah, melalui berbagai program dan kegiatan baik dengan dana dari pusat (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-APBN) dan daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-APBD), serta dukungan dari masyarakat (petani) dan swasta. Dukungan fasilitasi melalui anggaran Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan stimulan atau pengungkit dalam memuwujudkan petani dan pelaku usaha hortikultura yang mandiri dan berkelanjutan dalam menjalankan usahanya.

Pembangunan sub sektor hortikultura tidak terlepas dari upaya; 1) Pelestarian lingkungan, 2) Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 3) Menarik investasi skala kecil dan menengah, 4) Pengendalian inflasi dan stabilisasi harga komoditas strategis (cabai merah dan bawang merah), 5) Peningkatan ketahanan pangan melalui penyediaan karbohidrat alternative.

Pada tahun 2016, Direktorat Jenderal Hortikultura mendapatkan amanat dari Kementerian Pertanian untuk dapat meningkatkan produksi cabai dan bawang merah dalam upaya pengendalian inflasi dan stabilisasi harga serta meningkatkan produksi komoditas unggulan hortikultura. Amanat yang diberikan kepada Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan penjabaran dari misi Kemeneterian Pertanian berupa “Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Sistem Pertanian Industri yang Berkelanjutan Guna Meningkatkan Kesejahteraan Petani”. Strategi program dan operasionalisasi pelaksanaan kebijakan untuk pengembangan hortikultura dijelaskan pada Pedoman Umum Program Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Produk Hortikultura yang telah dikukuhkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Horrtikultura No 1614/ Kpts/ HK.320/D/12/2015

Semoga pedoman ini dapat menjadi acuan dan referensi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan sub sektor hortikultura Tahun Anggaran 2016.

Jakarta, Desember 2015 Direktur Jenderal Hortikultura

Dr. Ir. Spudnik Sujono K, MM

(2)

KATA PENGANTAR

Pembangunan sub sektor hortikultura pada berbagai sentra dan kawasan mendapatkan dukungan fasilitasi dari pemerintah, melalui berbagai program dan kegiatan baik dengan dana dari pusat (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-APBN) dan daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-APBD), serta dukungan dari masyarakat (petani) dan swasta. Dukungan fasilitasi melalui anggaran Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan stimulan atau pengungkit dalam memuwujudkan petani dan pelaku usaha hortikultura yang mandiri dan berkelanjutan dalam menjalankan usahanya.

Pembangunan sub sektor hortikultura tidak terlepas dari upaya; 1) Pelestarian lingkungan, 2) Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 3) Menarik investasi skala kecil dan menengah, 4) Pengendalian inflasi dan stabilisasi harga komoditas strategis (cabai merah dan bawang merah), 5) Peningkatan ketahanan pangan melalui penyediaan karbohidrat alternative.

Pada tahun 2016, Direktorat Jenderal Hortikultura mendapatkan amanat dari Kementerian Pertanian untuk dapat meningkatkan produksi cabai dan bawang merah dalam upaya pengendalian inflasi dan stabilisasi harga serta meningkatkan produksi komoditas unggulan hortikultura. Amanat yang diberikan kepada Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan penjabaran dari misi Kemeneterian Pertanian berupa “Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Sistem Pertanian Industri yang Berkelanjutan Guna Meningkatkan Kesejahteraan Petani”. Strategi program dan operasionalisasi pelaksanaan kebijakan untuk pengembangan hortikultura dijelaskan pada Pedoman Umum Program Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Produk Hortikultura yang telah dikukuhkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Horrtikultura No 1614/ Kpts/ HK.320/D/12/2015

Semoga pedoman ini dapat menjadi acuan dan referensi dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan sub sektor hortikultura Tahun Anggaran 2016.

Jakarta, Februari 2016 Direktur Jenderal Hortikultura

Dr. Ir. Spudnik Sujono K, MM

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Lampiran... iv

Daftar Tabel ... v

Daftar Gambar ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Sasaran ... 2

C. Ruang Lingkup ... 2

BAB II SASARAN, PROGRAM, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUB SEKTOR HORTIKULTURA TAHUN 2016 ... 5

A. Sasaran ... 5

B. Program Pengembangan Hortikultura ... 9

C. Strategi ... 9

D. Arah Kebijakan... 16

E. Langkah Operasional ... 18

BAB III KEGIATAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN 2016 ... 21

BAB IV STRUKTUR PENGELOLAAN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2016 ... 27

BAB V SISTEM PELAPORAN KEUANGAN DAN PERLENGKAPAN ... 29

BAB VI PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN KINERJA ... 33

A. Pemantauan dan Evaluasi ... 33

B. Pelaporan Output Fisik (Aplikasi PMK 249/PMK.02/2011) ... 34

C. Laporan Statistik Hortikultura ... 37

BAB VII PENUTUP ... 39

(4)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. RANCANGAN AGENDA KEGIATAN NASIONAL/REGIONAL T.A. 2016 LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL

HORTIKULTURA... 41

LAMPIRAN 2. SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH PUSAT ... 52

LAMPIRAN 3 PEDOMAN SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Target Produksi Hortikultura Tahun 2016 ... 6

Tabel 2. Target Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2016 ... 7

Tabel 3. Program dan Kegiatan Utama Direktorat Jenderal Hortikultura

Tahun 2016 ... 9 Tabel 4 Aplikasi PMK249/PMK.02/2011untuk Pengisian Realisasi

Keuangan dan Capaian Keluaran ... 36 Tabel 5 Penjelasan Pengisian Aplikasi PMK 249/PMK.02/2011 ... 36

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme Pelaporan Sistem Akutansi Instansi ... 31

(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hortikultura merupakan komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan memiliki prospek yang cerah di masa mendatang sekaligus sebagai sumber perolehan devisa bagi Indonesia. Produk hortikultura memiliki beberapa keunggulan baik nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, dan serapan pasar dalam dan luar negeri yang terus mengalami peningkatan permintaan baik dalam bentuk segar maupun olahan. Produk hortikultura nasional saat ini diarahkan terutama untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri melalui pasar tradisional dan pasar modern maupun pasar luar negeri (ekspor).

Jika dilihat dari jenisnya, produk hortikultura memiliki 323 jenis yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian yang terdiri dari 60 jenis buah-buahan, 80 jenis sayuran, 66 jenis tanaman obat, dan 117 jenis tanaman hias. Dari berbagai jenis komoditas hortikultura tersebut, pada tahun 2016 Direktorat Jenderal Hortikultura diamanatkan untuk mengembangkan komoditas cabai dan bawang merah yang merupakan komoditas utama dalam upaya pengendalian inflasi dan stabilisasi harga serta pengembangan komoditas unggulan hortikultura yang merupakan penjabaran dari misi Kementerian Pertanian yang berupa ““Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Sistem Pertanian Industri yang Berkelanjutan Guna Meningkatkan Kesejahteraan Petani”.

Komoditas cabai dan bawang merah telah secara nyata berkontribusi pada terjadinya inflasi nasional. Hal tersebut disebabkan oleh harga kedua komoditas tersebut yang tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi dipasar. Dari sisi penawaran menunjukkan bahwa proses penyediaan (produksi dan distribusinya) cabai merah dan bawang merah belum sepenuhnya dikuasai para petani. Selain itu penyebab lain dari berfluktuasinya harga karena ketersediaan kedua komoditas tersebut tidak sepanjang tahun ada sehingga disaat stock kedua komoditas tersebut menipis maka harga kedua komoditas tersebut melambung naik.

Pengembangan sub sektor hortikultura dalam perspektif paradigma baru tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi komoditas saja namun terkait dengan isu-isu strategis dalam pembangunan secara luas. Pembangunan sub sektor hortikultura juga mengacu pada pencapaian target sukses Kementerian Pertanian yaitu: kedaulatan pangan dan sistem pertanian industri guna meningkatkan kesejahteraan petani. Selain itu, pengembangan sub sektor hortikultura juga untuk mengantisipasi meningkatnya nilai impor komoditas hortikultura dan sebaliknya harus mampu meningkatkan nilai

(9)

ekspor. Pembangunan sub sektor hortikultura juga diharapkan dapat mendukung percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat serta di wilayah perbatasan, tertinggal dan terluar dengan mengurangi jumlah pengangguran melalui serapan tenaga kerja dibidang sub sektor hortikultura dan meningkatkan pendapatan perkapita didaerah tersebut.

Pembangunan sub sektor hortikultura pada berbagai sentra dan kawasan mendapatkan dukungan fasilitasi dari pemerintah, melalui berbagai program dan kegiatan baik dengan dana dari pusat (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-APBN) dan daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah-APBD), serta dukungan dari masyarakat (petani) dan swasta. Dukungan fasilitasi melalui anggaran Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan stimulan atau pengungkit dalam memuwujudkan petani dan pelaku usaha hortikultura yang mandiri dan berkelanjutan dalam menjalankan usahanya. Selain itu, konsep pengembangan kawasan diperluas ke dalam berbagai definisi melalui penetapan kebijakan, diantaranya adalah desain utama (grand design) pengembangan kawasan pertanian, Strategi Induk Pembangunan Pertanian Jangka Panjang (SIPP), pengembangan kawasan / cluster yang kesemuanya bemuara pada peningkatan produksi dan produktivitas hortikultura.

Kompleksitas kebijakan operasional pelaksanaan kegiatan semakin diperketat dengan kebijakan penyempurnaan penganggaran pelaksanaan kegiatan sebagai konsekuensi dari penerapan sistem penganggaran terpadu berbasis kinerja agar terdapat pertanggungjawaban yang jelas kepada rakyat. Penerapan sistem penganggaran terpadu berbasis kinerja, membawa konsekuensi akan pentingnya pengaturan sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan yang mengakomodasi semangat reformasi yang lebih demokratis, desentralistik, sinergis, komprehensif dan berkelanjutan. Sistem penganggaran yang lebih responsif diperlukan guna memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam bentuk hasil pembangunan, kualitas layanan, dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya serta mempermudah pencapaian sasaran program pembangunan pertanian, khususnya subsektor hortikultura secara efektif, efisien, akuntabel dan terukur.

Dalam rangka mencapai pengelolaan anggaran kinerja subsektor hortikultura dan untuk menselaraskan antara rancangan program dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan tahun 2016 diperlukan suatu acuan pelaksanaan kegiatan pengembangan hortikultura yang berupa petunjuk umum pelaksanaan kegiatan Direktorat Jenderal Hortikultura.

(10)

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan yang ingin dicapai dari Petunjuk Umum Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Produk Hortikultura Tahun 2016 adalah:

1. Memberikan acuan, kerangka kerja, petunjuk dan tolak ukur bagi pelaksanaan kegiatan pengembangan hortikultura yang berbasis kinerja. 2. Meningkatkan pemahaman bagi para pelaksana kegiatan dalam

menyusun kegiatan dan anggaran berbasis kinerja.

3. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan hortikultura .

4. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, ketertiban dan transparansi serta tanggung jawab bagi pelaksana kegiatan sehingga memudahkan pelaporan dan evaluasi kinerja pelaksanaan pengembangan sub sektor Hortikultura

Sasaran yang ingin dicapai dari buku Petunjuk Umum Peningkatan Produksi dan dan Nilai Tambah Produk Hortikultura Tahun 2016 adalah:

1. Terlaksananya kegiatan pembangunan sub sektor hortikultura sebagai implementasi dari program pembangunan hortikultura.

2. Meningkatnya koordinasi dan keterpaduan perencanaan serta pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan sub sektor hortikultura, baik antar sub sektor maupun antar pusat dan daerah.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup substansi Petunjuk Umum Peningkatan Produksi dan dan Nilai Tambah Produk Hortikultura Tahun 2016 meliputi:

1. Sasaran, Program, Strategi dan Kebijakan Pengembangan Hortikultura Tahun 2016

2. Kegiatan Pengembangan Sub Sektor Hortikultura Tahun 2016 3. Sistem Pelaporan Keuangan dan Perlengkapan

(11)
(12)

BAB II

SASARAN, PROGRAM, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUB SEKTOR HORTIKULTURA

TAHUN ANGGARAN 2016 A. Sasaran

Dalam pengembangan sub sektor hortikultura perlu adanya dukungan dari berbagai pihak baik itu pemerintah (pusat dan daerah), swasta dan masyarakat karena masing-masing pihak mempunyai peran masing-masing. Pemerintah disini mempunyai peranan berupa legalitas/pengambil kebijakan dalam pengembangan sub sektor hortikultura. Peran swasta dalam pengembangan sub sektor hortikultura adalah sebagai investor sekaligus pengelola agribisnis hortikultura sedangkan masyakarat berperan sebagai pekerja, penjual dan customer dalam pembelian produk hortikultura. Dengan adanya sinergitas pemerintah dan swasta serta masyarakat akan dicapai pengembangan hortikultura yang berdaya saing sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat ke arah yang lebih baik begitu pula dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Jenderal Hortikultura mengalokasikan sejumlah anggaran melalui pola penyaluran dana dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) bagi Dinas Pertanian tingkat provinsi beserta UPT-nya dan dana tugas pembantuan kepada Dinas Pertanian tingkat kabupaten/kota. Dana APBN tahun 2016 yang sangat terbatas tersebut, harus digunakan dengan sebaik-baiknya dengan mengacu kepada prinsip efektif dan efisien agar sasaran pengembangan hortikultura tahun 2016 dapat dicapai.

Adapun sasaran program pengembangan hortikultura tahun 2016 adalah “Terpenuhinya konsumsi cabai, bawang merah, jeruk dan aneka produk hortikultura lainnya dalam negeri dan ekspor”. Sedangkan sasaran kegiatan per eselon II lingkup Ditjen Hortikultura adalah :

1. Peningkatan Produksi Buah dan Florikultura (Sebelumnya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Buah Ramah Lingkungan)

Sasaran : Terpenuhinya Konsumsi Jeruk, Aneka Produk Buah Lainnya dan Florikultura Dalam Negeri dan Ekspor

2. Peningkatan Produksi Sayuran dan Tanaman Obat (Sebelumnya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Sayuran dan Tanaman Obat Ramah Lingkungan)

(13)

Sasaran : Terpenuhinya Konsumsi Aneka Cabai, Bawang Merah, Sayuran Lainnya dan Tanaman Obat Untuk Konsumen Dalam Negeri dan Ekspor

3. Pengembangan Perbenihan Hortikultura

Sasaran : Terpenuhinya Benih Bermutu Untuk Kebutuhan Dalam Negeri dan Ekspor

4. Pengembangan Perlindungan Hortikultura

Sasaran : Terlaksananya Usaha Pengamanan dan Berkembangnya Sistem Perlindungan Hortikultura

5. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura (Sebelumnya Peningkatan Produksi dan Produktvitas Florikultura Ramah Lingkungan) Sasaran : Terpenuhinya standar mutu, nilai tambah dan daya saing hortikultura

6. Peningkatan Usaha Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen Hortikultura

Sasaran : Meningkatnya Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Pada Ditjen Hortikultura

Secara rinci target produksi dan kinerja pengembangan hortikultura disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Target Produksi Hortikultura Tahun 2016

KOMODITAS PRODUKSI

1. Cabai besar (ton) 1.209.455

2. Cabai rawit (ton) 890.222

3. Bawang Merah (ton) 1.291.125

4. Buah (ton) 18.357.100

5. Sayuran lainnya (ton) 11.105.864

6. Tanaman Obat (ton) 585.056

(14)

Tabel 2. Target Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2016

No Kegiatan/output Target 2016

I. Peningkatan Produksi Buah dan Florikultura (Peningkatan Produksi dan Produktivitas Buah Ramah Lingkungan)

A. Kawasan Jeruk (Ha)

B. Kawasan Buah Lainnya (Ha)

C. Desa Organik Berbasis Tanaman Buah/Florikultura (desa) D. Kawasan Tanaman Florikultura (M2)

E. Fasilitasi Sarana dan Prasarana Budidaya Tanaman Buah (unit)

F. Fasilitasi Sarana dan Prasarana Budidaya Tanaman Florikultura (unit)

G. Registrasi Kebun GAP Buah (kebun)

H. Registrasi Lahan Usaha GAP Florikultura (LU) I. GAP Buah dan Florikultura (kelompok)

J. Pembinaan Pengembangan Tanaman Buah dan Florikultura (kab/kota)

K. Layanan Perkantoran (Bulan Layanan)

1.567 2.669 100 60.000 108 12 II. Peningkatan Produksi Sayuran dan Tanaman Obat

(Peningkatan Produksi dan Produktivitas Sayuran dan Tanaman Obat Ramah Lingkungan)

A. Kawasan Aneka Cabai (Ha) B. GAP Cabai (kelompok) C. Kawasan Bawang Merah (Ha) D. GAP Bawang Merah (kelompok) E. Kawasan Sayuran Lainnya (Ha) F. Kawasan Tanaman Obat (Ha)

G. Registrasi Lahan Usaha GAP Sayuran dan Tanaman Obat (LU)

H. Desa Organik Berbasis Sayuran/Tanaman Obat (desa) I. Fasilitasi Sarana dan Prasarana Budidaya Sayuran dan

Tanaman Obat (unit)

J. GAP Sayuran dan Tanaman Obat (kelompok)

K. Fasilitasi Kelompok Penggerak Pembangun Hortikultura (Sayuran dan Tanaman Obat) di Wilayah Penyanggah (kelompok)

L. Pembinaan Pengembangan Produksi Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat (kab/kota)

M. Layanan Perkantoran 15.174 5.000 1.606 100 150 150 148 12 III. Pengembangan Perbenihan Hortikultura

A. Produksi Benih Bawang Merah (kg) B. Produksi Benih Kentang (Knol) C. Produksi Benih Jeruk (Batang)

D. Produksi Benih Tanaman Florikultura (tanaman)

2.350.401 268.000 245.000

(15)

No Kegiatan/output Target 2016 E. Produksi Benih Tanaman Buah Lainnya (tanaman)

F. Produksi Benih Tanaman Obat (Kg)

G. Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Perbenihan Hortikultura (lembaga)

H. Fasilitasi Bantuan Penangkar Benih (kelompok) I. Varietas Hortikultura (varietas)

J. Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura (unit) K. Layanan Perkantoran 17.000 107 60 144 2.556 12 IV. Pengembangan Perlindungan Hortikultura

A. Fasilitasi Sarana Prasarana Laboratorium dan Klinik PHT (unit)

B. Gerakan Pengendalian OPT (kali)

C. Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim (rekomendasi)

126 322 16 V. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura (Peningkatan

Produksi dan Produktvitas Florikultura Ramah Lingkungan) A. Bangsal Pascapanen (unit)

B. Sarana Prasarana Pascapanen (unit) C. Sarana Prasarana Pengolahan (unit) D. Fasilitasi Pemasaran Hortikultura (kali)

E. Fasilitasi Penerapan Jaminan Mutu Hortikultura (kali) F. Coldstorage Hortikultura (unit)

G. Fasilitasi Hortipark (lokasi)

H. Pembinaan Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Hortikultura (kali) I. Layanan Perkantoran 30 417 162 39 50 10 5 2 12 VI. Peningkatan Usaha Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya

pada Ditjen Hortikultura

A. Dokumen Perencanaan, Hukum, Kehumasan dan Kepegawaian (Jenis dokumen)

B. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Hortikultura (laporan)

C. Layanan Perkantoran (Bulan Layanan)

D. Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi (unit) E. Peralatan dan Fasilitasi Perkantoran (unit) F. Gedung/Bangunan (M2) 12 8 12 31 200 1.980

(16)

B. Program Pengembangan Hortikultura

Sesuai dengan Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, Direktorat Jenderal Hortikultura mempunyai satu program yaitu “Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Produk Hortikultura”

Secara ringkas program dan kegiatan prioritas Direktorat Jenderal Hortikultura disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Program dan Kegiatan Utama Direktorat Jenderal Hortikultura

Tahun 2016

KODE PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA

018.04.07 Program Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Produk Hortikultura

5886 Pengembangan Kawasan Produksi Buah dan Florikultura (Peningkatan Produksi dan Produktivitas Buah Ramah Lingkungan)

5887 Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura

1771 Pengembangan Kawasan Produksi Sayuran dan Tanaman Obat (Peningkatan Produksi dan Produktivitas Sayuran dan Tanaman Obat Ramah Lingkungan)

1772 Pengembangan Perbenihan Hortikultura 1773 Pengembangan Perlindungan Hortikultura

1774 Peningkatan Usaha Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen Hortikultura

C. Strategi

Strategi yang dikembangkan untuk mencapai sasaran, program dan kegiatan pengembangan sub sektor hortikultura diantaranya meliputi :

1. Pengembangan Kawasan/Penataan Kebun

Berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 2010 tentang hortikultura dan Permentan nomor 50 tahun 2012 tentang pengembangan kawasan pertanian, sangat jelas tertera bahwa pemerintah pusat berkewajiban melakukan pengembangan kawasan hotikultura nasional, sedangkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berkewajiban melakukan pengembangan kawasan hortikultura di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pengembangan agribisnis hortikultura memerlukan keterkaitan antara semua pemangku kepentingan dalam zone produksi agar proses budidaya dan pascapanen di basis-basis produksi komoditas hortikultura dapat berlangsung dengan baik.

Kawasan dalam arti sempit merupakan satu kesatuan wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur ekonomi

(17)

yang sama dalam membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pascapanen dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukung lainnya. Sedangkan dalam terminologi sub hortikultura, kawasan agribisnis hortikultura merupakan suatu hamparan areal budidaya hortikultura yang disatukan oleh satu kesatuan fasilitas infrasturktur ekonomi melalui pendekatan kawasan diharapkan dapat dicapainya skala minimal pengusahaan untuk menghasilkan produk yang nantinya sesuai dengan kebutuhan pasar dan industri pengolahan. Pengembangan kawasan hortikultura di tahun 2016 secara umum akan diimplementasikan melalui kegiatan bantuan sarana produksi, bantuan sarana budidaya, sarana pascapanen, sarana pengolahan hasil, pemberdayaan kelembagaan, pembinaan, dan pembuatan pedoman-pedoman. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara langsung oleh Direktorat Jenderal Hortikultura melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan Dinas Pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Tujuan pengembangan kawasan hortikultura adalah (1) perluasan kawasan sehingga memenuhi skala ekonomi/komersial; (2) pemantapan kawasan dengan memperbaiki sarana prasarana budidaya, panen dan pascapanen, manajemen produksi dan peningkatan kapabilitas petani dan petugas; (3) peningkatan produksi dan produktivitas, (4) pengembangan keanekaragaman usaha hortikultura yang menjamin kelestarian fungsi dan manfaat lahan, (5) menciptakan lapangan kerja, (6) meningkatkan tata kelola kebun produksi di tingkat petani / Gapoktan, (7). Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan, (8) Meningkatkan kesempatan berusaha, pendapatan masyarakat pedesaan dan negara, dan (9) Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat disekitar kawasan. Manfaat dari pengembangan kawasan hortikultura diantaranya; (1) mempermudah penanganan berbagai komoditas hortikultura secara terpadu sesuai dengan kesamaan karakteristiknya, (2) Membuka kesempatan semua komoditas hortikultura yang penting di suatu kawasan ditangani secara proposional serta mengurangi keinginan daerah menangani komoditas prioritas nasional yang tidak sesuai untuk daerahnya, (3) Menjadi wahana bagi pelaksana desentralisasi pembangunan secara nyata dengan pembagian dan keterkaitan fungsi antar tingkatan pemerintah secara lebih proposional, (4) Mendorong sinergi dari berbagai sumberdaya, dan (5) memberikan insentif bagi para pelaksana di kabupaten, (6) mempercepat pertumbuhan pendapatan,

(18)

penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor-sektor usaha terkait (Backward and forward linkages).

2. Peningkatan Mutu Produk Hortikultura

Peningkatan mutu produk hortikultura merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan petani agar memenuhi standar keamanan pangan, dinamika preferensi konsumen, dan memiliki daya saing terhadap berbagai komoditas hortikultura dari negara lain. Kegiatan peningkatan mutu produk hortikultura akan difokuskan pada penerapan GAP (Good Agriculture Practices) dan GHP (Good Handling Practices), registrasi kebun/lahan usaha, fasilitasi sarana budidaya dan pascapanen seperti pendingin, sarana penyimpan, dan distribusi, serta implementasi inovasi teknologi budidaya yang ramah lingkungan seperti penggunaan sarana budidaya screen house/netting house pada sejumlah komoditas hortikultura untuk mengurangi dampak perubahan cuaca maupun serangan OPT. Disamping itu perlu harmonisasi standar sistem produksi berbasis GAP dan standar mutu produk dengan negara tujuan ekspor.

Penerapan GAP melalui SOP yang spesifik lokasi, spesifik komoditas dan spesifik sasaran pasarnya, dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan petani melalui proses produksi yang ramah lingkungan agar memenuhi persyaratan konsumen dan memiliki daya saing tinggi dibandingkan dengan produk padanannya dari luar negeri.

Penerapan GAP di Indonesia didukung dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan/OT.140/10/2009, tanggal 19 Oktober 2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices For Fruit and Vegetable). Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 57/ permentan/ OT.140/9/2012 tentang Pedoman Budidaya Tanaman Obat Yang Baik (good agriculture practices for medicinal crops). Dengan demikian penerapan GAP oleh pelaku usaha/ petani mendapat dukungan legal dari pemerintah pusat maupun daerah. Tujuan dari penerapan GAP diantaranya; (1) Meningkatkan produksi dan produktivitas, (2) Meningkatkan mutu hasil hortikultura termasuk keamanan konsumsi, (3) Meningkatkan daya saing, (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam, (5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan, (6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, (7) Meningkatkan peluang penerimaan

(19)

oleh pasar internasional, (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen, sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya keamanan pangan, produktivitas tinggi, jaminan mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya saing.

Dengan diserahkannya tugas dan fungsi Ditjen PPHP kepada masing-masing Ditjen Teknis Lingkup Kementerian Pertanian maka peningkatan mutu produk hasil pertanian menjadi kegiatan utama masing-masing Ditjen Teknis Lingkup Kementerian Pertanian. Dalam pengemban kegiatan utama dari PPHP maka Ditjen Hortikultura melakukan upaya untuk meneruskan tugas dan fungsi dari Ditjen PPHP berupa pemberian fasilitasi sarana pengolahan, fasilitasi bangsal pascapanen, penerapan jaminan mutu, pemasaran hasil pertanian khususnya produk hortikultura dan fasilitasi coldstorage yang dahulu merupakan kegiatan utama Ditjen PPHP.

3. Penguatan Sistem Perlindungan Tanaman Hortikultura

Pengembangan sistem perlindungan tanaman hortikultura memiliki peran menjamin produksi, mutu, dan keamanan pangan. Keberhasilan perlindungan tanaman dicerminkan dalam menurunnya kerusakan dan kehilangan hasil tanaman karena serangan OPT dan dampak perubahan iklim, serta menurunnya cemaran pestisida dan bahan berbahaya lain pada produk hortikultura sehingga memenuhi persyaratan keamanan pangan.

Fungsi perlindungan hortikultura dalam pengamanan produksi dari serangan OPT dan memperkuat pengawalan mutu produk baik di tingkat konsumen domestik dan luar negeri sangat penting, utamanya dalam rangka peningkatan produksi yang berorientasi kepada daya saing dan pengelolaan OPT secara ramah lingkungan. Pengelolaan dan pengendalian OPT dalam bentuk gerakan pengendalian OPT dilakukan bersama-sama petani (beserta kelembagaan kelompoknya yaitu klinik PHT/PPAH) dan pemerintah (Dinas Pertanian tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, UPTD BPTPH, LPHP, LPAH) serta instansi terkait lainnya sebagai pendamping. Penanganan OPT harus dilakukan secara ramah lingkungan dengan menggunakan sarana produksi hortikultura yang ramah lingkungan (pupuk, zat pengatur tumbuh/ZPT dan bahan pengendali OPT/agens hayati) untuk menghasilkan produk hortikultura yang memenuhi persyaratan keamanan pangan sesuai amanat Undang-undang Hortikultura Nomor 13 Tahun 2010.

Penguatan sistem perlindungan tanaman hortikultura akan diarahkan dalam rangka pengembangan penerapan PHT skala luas (Area Wide

(20)

Integrated Pest Management-IPM, Area Low Pest Prevalence-ALPP lalat buah), pengembangan agro klinik, pengembangan Musuh Alami dan Agens Hayati, pengembangan Biopestisida, adaptasi dan mitigasi iklim serta sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT).

4. Penguatan Sistem Perbenihan Hortikultura

Keberhasilan pengembangan hortikultura tidak lepas dari ketersediaan benih hortikultura bermutu. Untuk menghasilkan produk hortikultura bermutu prima dibutuhkan benih bermutu tinggi, yaitu benih yang mampu mengekspresikan sifat-sifat unggul dari varietas yang diwakilinya. Oleh karena itu, diperlukan penguatan sistem perbenihan untuk meningkatkan produksi, memperbaiki mutu dan distribusi, serta meningkatkan pengawasan peredaran dan penggunaan benih bermutu dalam kegiatan agribisnis hortikultura. Penguatan sistem perbenihan akan diarahkan dalam rangka pengembangan sistem perbenihan yang murah, tepat waktu dan mudah dijangkau petani.

Penguatan kelembagaan dilakukan terhadap kelembagaan pemerintah yang terdiri Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) dan Balai Benih Hortikultura (BBH), serta kelembagaan swasta seperti penangkar benih dan produsen benih. Sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di bidang perbenihan, peran BBH dan BPSBTPH sangat penting dalam penyediaan benih bermutu untuk mendukung pengembangan kawasan.

Balai Benih Hortikultura (BBH) merupakan institusi penyedia benih bermutu di bawah koordinasi pemerintah daerah yang bertanggungjawab untuk menjamin tersedianya benih bermutu. Selain itu, ketersediaan benih bermutu sangat ditentukan oleh dukungan penangkar yang handal.

Balai Pengawasan Benih dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSB-TPH) merupakan institusi yang membina sertifikasi dan mengawasi peredaran benih di lapangan.

Penguatan sistem perbenihan juga difokuskan pada revitalisasi balai benih melalui penyediaan benih sumber sesuai dengan masterplan pengembangan kawasan dan koleksi varietas serta pembinaan penangkar, asosiasi penangkar, koperasi penangkar dan perusahaan benih lokal. Selain itu, perlu pula dilakukan sosialisasi untuk

(21)

meningkatkan pemahaman petani akan manfaat penggunaan benih bermutu.

Penggunaan benih hortikultura harus direncanakan minimal 2 tahun sebelumnya, sehingga kebutuhan benih untuk pengembangan kawasan dapat terpenuhi tepat pada waktunya. Diperlukan pembinaan baik teknis maupun manajerial kepada produsen/penangkar benih agar mampu menyediakan benih bermutu sesuai dengan prinsip 7 tepat (jenis, varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi, dan harga).

5. Penguatan Kelembagaan Hortikultura

Kelembagaan usaha sangat penting untuk meningkatkan posisi tawar petani dan daya saing. Untuk itu perlu dibangun kelembagaan yang mampu memperkuat kerjasama antara kelompok tani / gapoktan / asosiasi ataupun kerjasama antar pedagang. Integrasi vertikal merupakan kerjasama antara pelaku usaha dalam segmen yang berbeda, yaitu antara kelompok tani dengan pedagang, termasuk di dalamnya kerjasama tri-partite antara kelompok tani, pedagang dan asosiasi.

Untuk meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha diperlukan pembentukan dan pengaktifan kelompok-kelompok tani dan gabungan kelompok-kelompok tani (gapoktan) serta asosiasi. Keberadaan gabungan kelompok tani dan asosiasi akan memudahkan dalam mensosialisasikan, menerapkan teknologi dan mengakses sumber-sumber pembiayaan sehingga skala usaha menjadi lebih besar dan ekonomis. Pemberdayaan kelompoktani dan Gapoktan diarahkan pada peningkatan kemampuan agribisnis secara keseluruhan, sehingga tidak terfokus pada aspek budidaya saja.

Pemberdayaan kelembagaan hortikultura diimplementasikan melalui penyaluran berbagai bantuan dari pemerintah melalui kelompok tani dan berbagai kegiatan yang menumbuhkan pembinaan agribisnis hortikultura melalui kemitraan langsung antara tokoh agribisnis hortikultura dengan kelompok tani hortikultura dan pemberian dukungan promosi dan reward kepada kelompok tani unggul.

6. Penanganan Pascapanen Hortikultura

Karakteristik komoditas hortikultura bersifat volumunios (membutuhkan tempat yang besar) dan perishable (mudah rusak) sehingga dibutuhkan penanganan pascapanen yang cepat dan tepat. Hal utama yang timbul

(22)

akibat penanganan yang kurang tepat dan cepat tersebut adalah tingginya kehilangan atau kerusakan hasil. Hal ini disebabkan antara lain penanganan pascapanen produk hortikultura yang masih dilakukan secara tradisional atau konvensional dibandingkan kegiatan pra panen. Terlihat bahwa masih rendahnya kesadaran petani/Gapoktan dalam menerapkan penggunaan teknologi, dan sarana panen/pascapanen, akses informasi dalam penerapan teknologi dan sarana pascapanen juga terbatas sehingga menjadi kendala dalam peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani/pelaku usaha. Penanganan pascapanen hortikultura secara umum bertujuan untuk memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan hasil yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi yang baik.

7. Pengembangan Desa Organik

Pengembangan desa pertanian organik merupakan agenda Nawacita dari Presiden Joko Widodo dengan target pengembangan sebanyak 1000 desa yang dibebankan kepada Kementerian Pertanian mulai tahun 2016 – 2019. Dalam merealisasikan kegiatan tersebut Kementerian Pertanian membagikan target pengembangan desa organik kepada 3 Eselon I lingkup Kementerian Pertanian yaitu Direktort Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Perkebunan. Direktorat Jenderal Hortikultura mendapatkan target pengembangan sebesar 250 desa sampai tahun 2019. Dalam mewujudkan target tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura merancang desain pengembangan desa organik ke dalam pedoman pengembangan desa sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan. Sebagai hasil akhir dari pengembangan desa organik adalah tersertifikasinya produk organik dari Lembaga Sertifikasi Organik. Dengan tersertifikasinya produk organik diharapkan dapat meningkatnya nilai jual produk organik sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat.

8. Akselerasi Akses Pembiayaan dan Kemitraan

Akselerasi akses pembiayaan akan diarahkan dalam rangka fasilitasi kemudahan mendapatkan akses skim kredit seperti KKPE, KUR. Disamping itu juga diberikan fasilitasi sarana produksi kepada kelompok binaan penggerak membangun desa (PMD) untuk mendukung pengembangan usaha agribisnis hortikultura. Penguatan kemitraan juga akan tetap dibangun dengan membangun program coorporate social responsibility (CSR) dari perusahaan swasta dan BUMN.

(23)

9. Pemasyarakatan Produk Hortikultura

Pemasyarakatan produk hortikultura dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk hortikultura nasional tidak hanya berupa bentuk segar, tetapi juga berbagai bentuk olahannya. Pemasyarakatan merupakan investasi jangka panjang yang dampaknya baru dapat dirasakan pada periode mendatang. Kegiatan pemasyarakatan hortikultura akan dilakukan secara berkelanjutan sehingga diharapkan mendorong motivasi pelaku usaha dalam pengembangan hortikultura.

Tujuan dari adanya pemasyarakatan produk hortikultura diantaranya 1). mengenalkan benih dan produk hortikultura yang unggul dan bermutu kepada petani dan konsumen, 2). Mendekatkan produsen agribisnis hortikultura kepada konsumen, 3). meningkatkan keberlanjutan inovasi produksi dari berbagai komoditas hortikultura unggulan.

D. Arah Kebijakan

Arah kebijakan pengembangan hortikultura mengacu pada arah kebijakan pengembangan pertanian yang diselaraskan dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura. Adapun arah kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan produksi, produktivitas, mutu dan daya saing produk hortikultura secara berkelanjutan melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi

2. Pemberdayaan kelembagaan petani/ pelaku usaha menuju kemandirian usaha hortikultura

3. Peningkatan ketersediaan produk melalui pengaturan pola produksi dan penanganan pascapanen

4. Penerapan sistem pertanian terpadu/klaster, urban farming, Good Agriculture Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP), Registrasi Lahan/ Kebun, Grading dan Packing,

5. Peningkatan promosi dan investasi, dan fasilitasi kemudahan akses ke perbankan dan pasar

6. Penguatan kelembagaan perbenihan hortikultura melalui revitalisasi Balai Benih, penguatan kelembagaan penangkar, Laboratorium kultur jaringan, penataan Blok Fondasi (BF) dan Blok Pengganda Mata Tempel (BPMT), meningkatkan kapasitas kelembagaan pengawasan dan sertifikasi benih hortikultura

(24)

7. Peningkatan peran swasta dalam membangun industri perbenihan dalam rangka penggandaan dan penyediaan/distribusi benih bermutu 8. Pemberdayaan petani/pelaku usaha hortikultura melalui bantuan sarana,

sekolah lapang, magang, studi banding dan pendampingan.

9. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap teknologi maju antara lain kultur jaringan, rekayasa genetik, somatik embrio genetik, nano teknologi dan teknologi pascapanen;

10. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap pasar modern, pasar ekspor melalui pembenahan manajemen dan kemitraan usaha.

11. Mendorong investasi hortikultura melalui fasilitasi investasi terpadu, promosi baik di dalam maupun di luar negeri dan dukungan iklim usaha yang kondusif melalui pengembangan dan penyempurnaan regulasi. 12. Pengembangan dan pengutuhan kawasan hortikultura yang

direncanakan dan dikembangkan secara terintegrasi dengan instansi terkait.

13. Pengelolaan OPT skala luas (Area Low Pest Prevalence/ALPP, Pest Free Area/PFA, Pest Free Production Site/PFPS)

14. Fasilitasi pelaksanaan perlindungan Tanaman Hortikultura

15. Penguatan dan Pengembangan Kelembagaan Perlindungan (BPTPH, Laboratorium PHP/Agens Hayati/Lab. Pestisida, Klinik PHT dan PPAH) 16. Peningkatan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan

17. Fasilitasi regulasi perlindungan dalam rangka peningkatan mutu dan daya saing produk hortikultura

18. Sistem pemantauan dan pelaporan, serta analisis Dampak Perubahan Iklim (DPI)

19. Penerapan/Pemanfaatan pestisida biologi/hayati 20. SL-PHT dan Aplikasi teknologi ramah lingkungan

21. Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel, tranparansi, disiplin anggaran, efisien dan efektif untuk pencapaian indikator kinerja secara optimal.

22. Promosi dan kampanye meningkatkan konsumsi buah dan sayur dalam rangka mendukung diversifikasi pangan serta mendorong upaya pencapaian standar konsumsi per kapita yang ditetapkan oleh FAO.

(25)

E. Langkah Operasional

Beberapa langkah operasional untuk pengembangan hortikultura yang dilaksanakan :

1. Pengembangan kawasan sentra dengan berdasarkan prioritas komoditas nasional

2. Pengembangan kebun buah komersial

3. Kerjasama petani dengan perusahaan swasta untuk percepatan perluasan areal tanaman semusim (melon, semangka dan tanaman terna) untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor.

4. Pengembangan sentra di luar pulau Jawa terutama komoditas sayuran (bawang merah, cabai) dan pengembangan buah-buahan secara luas (manggis, jeruk, durian, alpukat, dll), termasuk produksi di masa off season (mangga, durian).

5. Peningkatan investasi swasta, melalui ekspansi usaha (HGU) dan kemitraan petani baik dengan swasta maupun BUMN.

6. Perbaikan mutu produk, antara lain melalui penerapan GAP serta GHP, penerapan teknologi budidaya ramah lingkungan, fasilitasi sarana budidaya, panen dan pascapanen.

7. Penguatan sistem perlindungan tanaman, melalui pengembangan penerapan PHT, antara lain dengan memperkuat surveillance dengan dukungan teknologi informasi, pengembangan agroklinik, fasilitasi sarana lab.

8. Penguatan sistem perbenihan melalui peningkatan produksi/ketersediaan benih yang murah, tepat waktu dan mudah dijangkau petani serta peningkatan kapasitas kelembagaan (BPSB dan BBH).

i. Penguatan kelembagaan, antara lain melalui perbaikan manajemen kelembagaan petani (gapoktan, asosiasi, koperasi) dan pemberdayaan. 9. Fasilitasi kemitraan dengan eksportir, pemasok pasar modern dan

industri pengolahan.

10. Akselerasi akses pembiayaan melalui kredit khusus (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, Kredit Usaha Rakyat) dan meningkatkan peran swasta untuk investasi hortikultura.

11. Fasilitasi bantuan sarana dan prasarana budidaya, peralatan pascapanen dan penataan rantai distribusi berupa peralatan

(26)

pascapanen (rak kemasan, alat petik, mobile cooling box, gerobak, copper, outlet berpendingin, gerobak vertical garden, motor roda tiga). 12. Pengaturan pola produksi terutama sayuran utama (cabai dan bawang

merah).

13. Pemasyarakatan produk hortikultura nasional melalui media cetak dan elektronik, pameran dan gerakan konsumsi buah dan sayur.

14. Fasilitasi bantuan packing house / bangsal pascapanen yang dilengkapi dengan sarana grading.

15. Fasilitasi bantuan untuk pengembangan kawasan berupa: benih, pupuk, pestisida, mulsa, plastik UV dan shading net.

16. Fasilitasi bantuan sarana budidaya berupa: sarana irigasi, rumah lindung (screen house) dilengkapi dengan sarana irigiasi, rak tanam, sarana pencahayaan dan mulsa serta sarana budidaya untuk antisipasi produksi di musim hujan.

(27)
(28)

BAB III

KEGIATAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN 2016

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 43/Permentan/ OT.010/8/2015 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Pertanian, dalam penjelasan BAB VII bagian kesatu terkait kedudukan, tugas, dan fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura diantaranya menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan produksi aneka cabai, bawang merah, aneka jeruk, dan tanaman hortikultura lainnya. Namun, dalam perspektif paradigma baru kegiatan pengembangan hortikultura tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi saja tetapi juga penanganan panen dan pengolahan hasil pascapanen, pemasaran produk hortikultura, serta isu-isu strategis yang lebih luas lagi. Permentan ini menggantikan Permentan sebelumnya yaitu nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Pertanian.

Program Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2016 adalah Peningkatan produksi dan Nilai Tambah Produk Hortikultura. Sasaran program pengembangan hortikultura tahun 2016 adalah terpenuhinya (kebutuhan) sebagian besar konsumsi Aneka Cabai, Bawang merah, Jeruk dan Aneka produk hortikultura lainnya dalam negeri. Sejalan dengan sasaran yang ingin dicapai tersebut dialokasikan dana pembangunan hortikultura melalui 6 (enam) kegiatan dengan rincian sebagai berikut :

1. Peningkatan Produksi Buah dan Florikultura (Peningkatan Produksi dan Produktivitas Buah Ramah Lingkungan)

Berdasarkan Permentan Nomor 43 Tahun 2015, terjadi perubahan struktur organisasi lingkup Kementan. Dimana beberapa eselon II lingkup Ditjen Hortikultura mengalami peleburan dan penggabungan organisasi. Salah satunya adalah Direktorat Budidaya dan Pascapanen Tanaman Buah yang bergabung dengan Direktorat Budidaya dan Pascapanen Tanaman Florikultura menjadi Direktorat Buah dan Florikultura.

Kegiatan Direktorat Buah dan Florikultura yaitu : Pengembangan Kawasan Produksi Buah dan Florikultura. Tujuan kegiatan ini adalah untuk : (1) fasilitasi dalam rangka pengembangan kawasan jeruk dan tanaman buah lainnya; (2) pengembangan registrasi kebun; (3) fasilitasi sarana dan prasarana budidaya untuk kelompok tani jeruk dan tanaman buah lainnya; (4) fasilitasi pengembangan desa organik berbasis tanaman buah/florikultura, (5) fasilitasi dalam rangka pengembangan kawasan tanaman florikultura; (6) pengembangan registrasi lahan usaha florikultura; (7) perbaikan pengelolaan

(29)

kebun/lahan usaha melalui GAP buah dan florikultura; (8) fasilitasi sarana dan prasarana budidaya untuk kelompok tani florikultura; dan (9) fasilitasi kelompok penggerak pembangunan hortikultura (Buah dan Florikultura) di wilayah penyangga.

Sasaran kegiatan adalah terpenuhinya kebutuhan konsumsi jeruk, aneka produk buah lainnya dan florikultura untuk konsumen dalam negeri dan ekspor.

Indikator output dari kegiatan ini adalah: 1) Luas Kawasan jeruk (ha), 2) Luas kawasan tanaman buah lainnya (ha), 3) Luas kawasan Tanaman Flroikultura, 4) Registrasi kebun jeruk dan tanaman buah (kebun), 5) Jumlah sarana dan prasarana budidaya tanaman buah (unit), 6) Jumlah sarana dan prasarana budidaya tanaman florikultura, 7) Desa organik berbasis tanaman buah/florikultura (desa), 8) Jumlah kebun GAP buah yang telah dilakukan registrasi (kebun), 9) Jumlah lahan usaha GAP florikultura yang telah dilakukan registrasi (Lahan Usaha), 10) Jumlah kelompok yang telah melakukan GAP buah dan florikultura (kelompok), 11) pembinaan pengembangan tanaman buah dan florikultura (Kab./Kota), 12) fasilitasi kelompok penggerak pembangunan hortikultura (Buah dan Florikultura) di wilayah penyangga (kelompok).

2. Peningkatan Produksi Sayuran dan Tanaman Obat (Peningkatan Produksi dan Produktivitas Sayuran dan Tanaman Obat Ramah Lingkungan)

Tujuan kegiatan ini adalah untuk (1) fasilitasi dalam rangka pengembangan kawasan tanaman sayuran dan tanaman obat, (2) pengembangan registrasi lahan usaha sayuran dan tanaman obat, (3) perbaikan mutu pengelolaan lahan usaha tanaman sayuran dan tanaman obat, (4) fasilitasi sarana dan prasarana budidaya untuk kelompok tani tanaman sayuran dan tanaman obat; (5) fasilitasi pengembangan desa organik berbasis tanaman sayuran dan tanaman obat, (6) fasilitasi kelompok penggerak pembangunan hortikultura tanaman sayuran dan tanaman obat di wilayah penyangga.

Sasaran kegiatan adalah : Terpenuhinya kebutuhan konsumsi aneka cabai, bawang merah, sayuran lainnya dan tanaman obat untuk konsumen dalam negeri dan ekspor.

Indikator output dari kegiatan ini adalah: 1). Kawasan tanaman sayuran, 2). Kawasan tanaman obat , 3) Registrasi lahan usaha tanaman sayuran dan tanaman obat, 4) Jumlah sarana dan prasarana budidaya tanaman sayuran dan tanaman obat (unit), 5) Desa organik berbasis tanaman sayuran dan tanaman obat (desa), 6) Jumlah kelompok yang telah melakukan GAP

(30)

tanaman sayuran dan tanaman obat (kelompok), 7) pembinaan pengembangan tanaman sayuran dan tanaman obat (Kab./Kota), 8) fasilitasi kelompok penggerak pembangunan hortikultura tanaman sayuran dan tanaman obat di wilayah penyangga (kelompok).

3. Pengembangan Perbenihan Hortikultura

Tujuan kegiatan ini adalah untuk fasilitasi dalam rangka peningkatan ketersediaan benih bawang merah dan tanaman sayuran lainnya yang bermutu, benih tanaman florikultura bermutu, benih tanaman obat bermutu, benih jeruk dan tanaman buah lainnya yang bermutu, peningkatan kapasitas kelembagaan perbenihan hortikultura, fasilitasi penangkar benih, pengembangan varietas baru hortikultura, dan meningkatkan sertifikasi dan pengawasan peredaran benih hortikultura.

Sasaran kegiatan adalah : Terpenuhinya kebutuhan benih hortikultura bermutu untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Indikator output dari kegiatan ini adalah: 1). Jumlah produksi benih bawang merah (kg), 2) Jumlah produksi benih kentang (KNol), 3) Jumlah produksi benih jeruk (batang), 4) Jumlah produksi benih tanaman florikultura (tanaman), 5). Jumlah produksi benih tanaman buah lainnya (tanaman), 6). Jumlah produksi benih tanaman obat (kg), 7). Jumlah fasilitasi penguatan kelembagaan perbenihan hortikultura (lembaga), 8) Jumlah penangkar benih yang mendapatkan fasilitasi (kelompok), 9) Jumlah varietas baru hortikultura (varietas), 10) sertifikasi dan pengawasan peredaran benih hortikultura (unit).

4. Pengembangan Perlindungan Hortikultura

Tujuan kegiatan ini adalah untuk fasilitasi dalam rangka peningkatan pengelolaan OPT, pengelolaan dampak perubahan iklim, gerakan pengendalian OPT, perlindungan tanaman hortikultura, peningkatan kapasitas laboratorium perlindungan tanaman hortikultura, peningkatan pemenuhan persyaratan teknis Sanitary and Phyto Sanitary (SPS) mendukung ekspor produk hortikultura dan pengembangan Sekolah Lapangan Pengelolaan Hama Terpadu (SLPHT).

Sasaran kegiatan adalah : Terlaksananya usaha pengamanan dan berkembangnya sistem perlindungan hortikultura.

Indikator output dari kegiatan ini adalah: 1). Jumlah sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT (unit), 2) Jumlah gerakan pengendalian OPT (kali), dan 3) Jumlah rekomendasi dampak perubahan iklim (rekomendasi).

(31)

5. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura (Peningkatan Produksi dan Produktvitas Florikultura Ramah Lingkungan)

Tujuan kegiatan ini adalah untuk fasilitasi dalam rangka peningkatan pengolahan dan Pemasaran hasil hortikultura melalui fasilitasi bangsal pascapanen, sarana pascapanen, sarana pengolahan, pemasaran hortikultura, penerapan jaminan mutu hortikultura, dan fasilitasi cold storage hortikultura.

Sasaran kegiatan adalah : terpenuhinya standar mutu, nilai tambah dan daya saing hortikultura.

Indikator output dari kegiatan ini adalah: 1). Jumlah bangsal pasca panen (unit), 2) Jumlah sarana prasarana pascapanen (unit), 3) Jumlah sarana pengolahan (unit), 4) Fasilitasi pemasaran hortikultura (kali), 5) Fasilitasi penerapan jaminan mutu hortikultura (kali), 6) Jumlah coldstorage hortikultura (unit), 7) Fasilitasi hortipark (lokasi), dan 8) Pembinaan peningkatan nilai tambah dan daya saing hortikultura (kali).

6. Peningkatan Usaha Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen Hortikultura

Tujuan kegiatan ini adalah untuk fasilitasi dalam rangka pelayanan administrasi, pengelolaan manajemen, pengelolaan laporan, pengelolaan dokumen perencanaan, evaluasi pelaporan, keuangan, perlengkapan, kepegawaian dan layanan rekomendasi pada staker Direktorat Jenderal Hortikultura baik satker pusat maupun daerah.

Sasaran kegiatan adalah : Meningkatnya usaha dukungan manajemen dan teknis lainnya pada Ditjen Hortikultura.

Indikator output dari kegiatan ini adalah: 1) Jumlah Dokumen Perencanaan dan Kepegawaian (jenis dokumen), 2) Laporan hasil pelaksanaan kegiatan hortikultura (laporan), 3) Jumlah layanan perkantoran (bulan layanan), 4) Jumlah perangkat pengolah data dan komunikasi (unit), 5) Jumlah peralatan dan fasilitas perkantoran (unit), 6) jumlah kendaraan bermotor (unit), dan 7) luas perawatan gedung/ bangunan.

Kegiatan pengembangan hortikultura tahun 2016 selain didukung oleh APBN, juga terdapat beberapa kegiatan kerjasama pembiayaan dari luar negeri (Pinjaman – Hibah Luar negeri/PHLN). Beberapa kegiatan tersebut diantaranya masih dalam

(32)

proses pengajuan proposal. Adapun kegiatan kerjasama luar negeri tersebut diantaranya adalah :

1. Australia Centre For International Agricultural Research (ACIAR)

ACIAR merupakan lembaga penelitian pertanian dibawah pemerintahan Australia. Lembaga ini telah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Hortikultura sejak 2010. Proyek kerjasama pertama antara ACIAR dengan Direktorat Jenderal Hortikultura dengan pelaksana kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura terkait Area-wide Management of Pest Fruit Flies in an Indonesia Manggo Production System. Lokasi proyek tersebut adalah di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Proyek ini telah berjalan selama 5 tahun sejak tahun 2010 – 2015. Pada tahun 2016 - 2020, Direktorat Jenderal Hortikultura telah merancang proyek baru dengan ACIAR dengan tema Area-wide Management of Pest Fruit Flies in an Indonesia Fruit Production System. Adapun lokasi yang dirancang untuk kegiatan ini terletak di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

2. Japan International Cooperation Agency (JICA)

JICA merupakan lembaga kerjasama internasional pemerintah Jepang. Direktorat Jenderal Hortikultura bekerjasama dengan JICA akan melaksanakan kegiatan kerjasama tentang Public Private Partnership Project for the Improvement of the Agriculture Product Marketing and Distribution System selama 4 tahun mendatang yang akan dimulai pada tahun 2016.

3. Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF-SKR)

CF-SKR merupakan skema kerjasama internasional pemerintah Jepang. Pada tahun 2016 Direktorat Jenderal Hortikultura akan melaksanakan kegiatan Sustainable Horticulture Development in The Highland Area yang merupakan bantuan skema CF-SKR. Adapun kegiatan tersebut terdiri dari : a. Sustainable Potato and Carrot Cultivation Through Integrated Farming

System. Pelaksana kegiatan ini di Ditjen Hortikultura adalah Direktorat Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat.

b. Recovery of Infrastructure Facilities for Improving Cut Flower and Potted Plant Production and Quality in Area of Lokon Mountain Eruption Impact. Pelaksana kegiatan ini di Ditjen Hortikultura adalah Direktorat Tanaman Buah dan Florikultura. Lokasi proyek dirancang di Kab. Tomohon, Prov Sulawesi Utara.

(33)
(34)

BAB IV

STRUKTUR PENGELOLAAN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULURA TAHUN 2016

Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Tahun Anggaran 2016 masih dilakukan melalui pendekatan fungsi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur pola penganggaran terpadu (unified budget) dan berbasis kinerja (performance budget). Selain itu juga diperkuat dengan proses penyusunan dan format penyajian informasi dalam APBN. Pendekatan organisasi dan jenis belanja tetap ada untuk melengkapi pendekatan fungsi dimaksud. Pendekatan fungsi mencerminkan fungsi pemerintahan yang mengandung konsep customer/outcome oriented, sedangkan pendekatan organisasi dan jenis belanja penting untuk akuntabilitas manajerial yang bersifat internal oriented. Sehingga perubahan ini harus diikuti oleh perubahan mindset, perilaku, dan mekanisme penganggaran di seluruh K/L mengingat disanalah RKA-K/L sebagai bahan utama penyusunan APBN dibuat. Untuk menghasilkan RKA-KL yang lebih berkualitas dengan pendekatan fungsi dan memperkuat informasi kinerja organisasi, maka dilakukan penataan Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK) dalam organisasi.

Implementasi anggaran terpadu berbasis kinerja dilakukan berdasarkan pada capaian indikator kinerja sehingga program pembangunan hortikultura dapat dilaksanakan secara efektif, efisien dan akuntabel. Kegiatan pembangunan hortikultura di daerah distimulasi oleh APBN yang dibagi ke dalam dua pola yaitu pola dekonsentrasi dan pola tugas pembantuan.

Pembiayaan dengan anggaran dekonsentrasi digunakan untuk memfasilitasi kegiatan yang bersifat non fisik dan dilaksanakan oleh dinas yang membidangi hortikultura tingkat propinsi, BPSBTPH dan BPTPH, sebagai pihak yang diberi tugas oleh Gubernur yang mendapat pelimpahan tugas dari pemerintah pusat. Anggaran dekonsentrasi untuk tahun 2016 dilaksanakan oleh 34 satker pada dinas pertanian propinsi.

Sedangkan pembiayaan dengan anggaran Tugas Pembantuan (TP) digunakan untuk memfasilitasi kegiatan yang bersifat fisik dan sebagian non fisik yang dilaksanakan oleh dinas yang membidangi hortikultura tingkat kabupaten/kota. Anggaran tugas pembantuan untuk tahun 2016 dilaksanakan oleh 124 satuan

(35)

kerja (satker) pada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. dimana satker TP yang menerima alokasi dana sejumlah dan lebih dari Rp 3 Miliar merupakan satker tersendiri atau TP Mandiri, sedangkan kabupaten / kota yang menerima alokasi anggaran di bawah Rp 3 Miliar merupakan satker yang melekat dengan dinas pertanian tingkat provinsi (TP Provinsi), kecuali Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, Papua barat, Maluku, dan Maluku Utara yang menerima alokasi dana di atas Rp 1,3 Miliar menjadi TP mandiri.

(36)

BAB V

SISTEM PELAPORAN KEUANGAN DAN PERLENGKAPAN

Dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban keuangan sebagaimana ditetapkan dalam : (1). Undang-undang RI Nomor : 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, (2). Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, (3). Peraturan Pemerintah Nomor : 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, (4). Peraturan Pemerintah Nomor : 8 tahun 2005 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, (5). Peraturan Pemerintah Nomor : 45 tahun 2013 tentang Tata cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, (6). Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 233/PMK.05/2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, (7). Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-42./PB/ tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga, (8). Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 248/PMK.07/2010 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 156/PMK.072008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Perbantuan, (9). Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-82/PB/2011 Tentang Pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih pada Kementerian Pertanian Negara/Lembaga.Sistem Akuntansi Instansi berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintahan Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dengan memproses transaksi keuangan yang meliputi arus uang maupun barang. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAKBMN). Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dilaksanakan untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sedangkan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAKBMN) sebagai pertanggfungjawaban pengelolaan Barang Milik Negara.

Disamping mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran/ barang yang berada dalam tanggung jawabnya, Menteri/Pimpinan Lembaga juga melaporkan penggunaan dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang dialokasikan kepada daerah dan/atau desa. Gubernur, bupati atau walikota mengusulkan daftar SKPD yang akan mendapatkan alokasi dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan kepada Kementerian Negara/Lembaga untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. SKPD mempertanggungjawabkan

(37)

pelaksanaan dana Dekonsentrasi kepada Kementerian Negara/Lembaga melalui Gubernur.

Pertanggungjawaban pelaksanaan Dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan dilakukan terpisah dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Pertanggungjawaban pelaksanaan dimaksud berupa laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik Negara (BMN).

Kementerian Negara/Lembaga membentuk unit akuntansi sesuai dengan hirarki organisasi, baik untuk pertanggungjawaban pengelolaan Keuangan maupun pengelolaan barang. Unit akuntansi pengelolaan keuangan/barang terdiri dari : 1. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang (UAPA/B)

UAPA/B merupakan unit akuntansi pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga penanggungjawabnya adalah Menteri/Pimpinan Lembaga. 2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Eselon I (UAPPA/B) –

EI)

UAPPA/B merupakan unit akuntansi pada tingkat Eselon I penanggungjawabnya adalah Pejabat Eselon I.

3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B– W)

UAPPA/B – W merupakan unit akuntansi yang berada pada tingkat Kantor Wilayah atau unit kerja yang ditetapkan sebagai UAPPA/B – W, penanggungjawabnya adalah Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Unit Kerja yang ditetapkan sebagai UAPPA/B – W, untuk UAPPA/B – W Dekonsentrasi penanggungjawabnya adalah Gubernur sedangkan untuk UAPPA/B – W Tugas Pembantuan penanggungjawabnya adalah Bupati atau Walikota sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh pemerintah melalui kementerian negara/lembaga.

Dalam hal ini untuk Kementerian Pertanian BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) ditunjuk sebagai sekretariat wilayah sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 41/Permentan OT.140/9/2008. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas UAPPA/B-W maka ditetapkan organisasi dan tata kerja yang dalam pelaksanaan kegiatan laporan keuangan tersebut menerima dari seluruh dana dari bagian anggaran (BA) 018 (Kementerian Pertanian), BA 999 (Belanja Lain-lain)

4. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B)

UAKPA/B merupakan unit akuntansi pada tingkat satuan kerja (Kuasa Pengguna Anggaran/Barang) yang memiliki wewenang menguasai anggaran/barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penanggung jawab

(38)

UAKPA/B adalan kepala satuan kerja. Untuk UAKPA/B Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan penanggungjawabnya adalah kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang pelaksanaan Sistem Akuntansi Instansi, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme Pelaporan Sistem Akuntansi Instansi

Keterangan :

: arus data laporan (termasuk dana Dekosentrasi dan dana Tugas Pembantuan)

: arus LPJ APP : rekonsiliasi data

: pencocokan laporan BMN dengan laporan keuangan : arus laporan APP

Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAKBMN) yang mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 233/PMK.05/2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat dapat dilihat pada Lampiran 3.

UAPA DITJEN PBN ( Dit. IA ) APPL CENTER DB CENTER UAKPB UAKPA KPPN UAPPB-W UAPPB-EI UAPB UAPPA-W UAPPA-E1 KANWIL Ditjen PBN Dit.PA DITJEN PBN ( DitPBMKN ) 1a BA-62,69 4b 3 BA -62,69 4 Data UAPPA-W 5 4a BA -62,6 9 5a 6 13 6a BA-62,69 15 LRA dan neraca Neraca LRA, LAK 8 14 7

LRA danNeraca

11 9 10 BA-62,69 9a 12 LaporanBM/KN 1 UAPA DITJEN PBN ( Dit. IA ) APPL CENTER DB CENTER UAKPB UAKPA KPPN UAPPB-W UAPPB-EI UAPB UAPPA-W UAPPA-E1 KANWIL Ditjen PBN Dit.PA DITJEN PBN ( DitPBMKN ) 1a BA-62,69 4b 3 BA -62,69 4 Data UAPPA-W 5 4a BA -62,6 9 5a 6 13 6a BA-62,69 15 LRA dan neraca Neraca LRA, LAK 8 14 7

LRA danNeraca

11 9 10 BA-62,69 9a 12 LaporanBM/KN 1

(39)
(40)

BAB VI

PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN KINERJA A. Pemantauan dan Evaluasi

Prosedur monitoring dan evaluasi mengacu pada hirarki sistem Monev, dimana hirarki yang lebih tinggi melakukan monitoring dan evaluasi kepada hierarki di bawahnya secara berjenjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk melihat perkembangan kegiatan, mengamati permasalahan dan hambatan yang dihadapi, juga dalam rangka menyatukan sistem kepemerintahan yang baik dan akuntabel mengenai pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran. Hierarki sistem pengawasan dan evaluasi dapat dilihat pada Gambar ...

Keterangan :

Gambar 2 Hierarki Sistem Pengawasan dan Evaluasi

Dalam pelaksanaan program lingkup Ditjen Hortikultura, monitoring dan evaluasi punya peranan penting antara lain: 1) memberikan informasi dan gambaran keberhasilan/ kegagalan dan kinerja program dan institusi, 2) bahan pertanggungjawaban pelaksanaan program dan kegiatan, 3) bahan rujukan perencanaan, alokasi anggaran dan kegiatan serta penyusunan kebijakan, 4) sebagai bahan referensi untuk perbaikan, tindaklanjut perbaikan

Sub-sektor/Sub-program Program/kegiatan Program/Kegiatan BAPPENAS Kementerian Pertanian Unit Eselon I Kegiatan (Provinsi) Kegiatan (Kabupaten/Kota) Sektor/program Nasional = Monev = Laporan

(41)

pelaksanaan kegiatan, 5) sebagai referensi pelaksanaan kegiatan sejenis di tempat lain (analogi).

Dengan demikian kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan merupakan hal penting untuk menjamin kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan pedoman yang ditetapkan, penggunaan input sesuai dengan keperluan dan dilaksanakan sesuai jadwal, sehingga tujuan dan sasaran dapat tercapai. Dengan pemantauan dan evaluasi maka diharapkan dapat diketahui : 1). Pencapaian kinerja, 2). Output, outcome dan keberhasilan program dan kegiatan, 3). Gambaran potensi pengembangan, dan 4). Permasalahan yang dihadapi.

Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan metode seperti kunjungan lapang, wawancara, serta melakukan pengkajian terhadap laporan dan hasil pelaksanaan. Kajian dan analisis dilakukan terhadap perkembangan kegiatan, capaian pemanfaatan dana dan fisik kegiatan, manfaat dan dampak, permasalahan serta kendala yang dihadapi. Hasil pemantauan dan evaluasi akan disajikan dalam bentuk laporan pemantauan dan evaluasi.

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi oleh petugas pusat ke daerah (terutama pemantapan pelaksanaan kegiatan dari Dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan dan Dana Alokasi Khusus) dilakukan secara intensif. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Dinas Pertanian di provinsi dan kabupaten/kota juga diminta melakukan pemantauan dan evaluasi ke daerah binaannya, serta menyampaikan laporannya.

B. Pelaporan Output Fisik (Aplikasi PMK 249/PMK.02/2011)

Pembangunan hortikultura adalah pembangunan sistem dan usaha dibidang hortikultura yang meliputi kegiatan budidaya, dan penanganan pascapanen produk komoditas hortikultura termasuk sarana prasarana untuk mendukung peningkatan produksi dan nilai tambah produk hortikultura.

Penyelenggaraan pembangunan hortikultura yang optimal, sinergis dan terintegrasi, diperlukan pengendalian manajemen secara efisien, efektif, ekonomis dan tertib serta evaluasi kinerja program/kegiatan dengan sumberdaya manusia yang memadai, agar hasil/manfaat yang diperoleh selaras dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan, serta pemantapan perencanaan pembangunan hortikultura selanjutnya.

Kemajuan pelaksanaan kegiatan dan realisasi fisik termasuk progres tahapan dalam pelaksanaan output harus dilaporkan secara rutin dalam upaya mewujudkan transparansi dan akuntabilitas untuk menuju “good governance”. Pengisian laporan realisasi fisik termasuk progres tahapan komponen dalam pelaksanaan output harus diisi setiap bulannya pada aplikasi pengisian secara online sesuai dengan PMK 249/PMK.02/2011. Petugas penanggung jawab pelaporan berkoordinasi dengan penanggungjawab bidang hortikultura

Gambar

Tabel 1. Target  Produksi Hortikultura Tahun 2016
Tabel 2. Target  Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2016
Tabel 3.   Program  dan  Kegiatan  Utama  Direktorat  Jenderal  Hortikultura  Tahun 2016
Gambar  1. Mekanisme Pelaporan Sistem Akuntansi Instansi  Keterangan :
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan kemampuan peserta didik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi

Dengan demikian obyek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah norma hukum, baik peraturan perundang- undangan maupun putusan komisi negara dalam hal ini Komisi

Keberadaan madrasah berbasis tahfidz yang dikelola oleh yayasan Islam Taqwiyatul Wathon diharapkan menjadi potret implementasi tugas lembaga pendidikan Islam pada intinya

Seperti yang terjadi pada beberapa anggota komunitas Itasha Jepang Kota Bandung, dimana ada beberapa anggota yang merasa bahwa menjadi anggota Itasha dengan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pembuatan kebijakan manajerial keperawatan dalam hal penerapan gaya kepemimpinan yang

12. Daerah adalah Daerah Kabupaten Sukamara. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas

Dengan kata lain objek wisata harus memiliki daya tarik yang khusus untuk dapat menarik minat wisatawan dalam mengunjungi objek tersebut.. (2) Something to do yaitu

Aktivitas siswi pada aspek listening activities adalah baik sekali dengan nilai 80, visual activities dengan kriteria baik sekali dengan nilai 80, motor