• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Administratif dan Letak Geografis

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang terletak kurang lebih 46 km di bagian Utara Jakarta, ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 6310/ Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 dengan luas 107.489 hektar dan secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kawasan ini meliputi perairan laut sampai batas pasang tertinggi, termasuk kawasan darat Pulau Panjaliran Barat dan Panjaliran Timur seluas 39.50 Ha. Berdasarkan letaknya secara geografis, kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu berada pada posisi antara 5°24´-5°45´ LS dan 106°25´-106°40´ BT.

Iklim dan Kondisi Oseanografi

Berdasarkan tipe iklimnya, kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu termasuk dalam tipe iklim tropis dan dipengaruhi oleh 2 (dua) musim yaitu: Musim Barat dan Musim Timur. Kondisi cuaca di kawasan ini sangat khas karena tidak terbentuk awan serta sering ditutupi kabut sehingga menyebabkan intensitas penyinaran matahari yang lebih kuat dan disertai kelembaban udara yang tinggi. Curah hujan rata-rata 400 mm/tahun, suhu udara rata-rata 28-32 °C, dan kecepatan angin rata-rata 10-20 mil/jam.

Kondisi pasang surut di kawasan ini dapat dikategorikan sebagai harian tunggal. Kedudukan air tertinggi adalah 6 dm di atas duduk tengah dan kedudukan air terendah adalah 5 dm di bawah duduk tengah. Rata-rata tunggang air pada pasang perbani (masa pertengahan bulan) adalah 9 dm, rata-rata tunggang air pada pasang mati (masa seperempat bulan akhir) adalah 2 dm, sedangkan tunggang air tahunan terbesar mencapai 10 m.

Kecepatan arus di kawasan ini berkisar 0.6 cm/dtk hingga 77.3 cm/dtk, sedangkan tinggi gelombang berkisar 0.5-1.5 m pada musim barat dan 0.5-1.0 m pada musim timur. Suhu dan salinitas laut tidak memiliki fluktuasi yang nyata antara musim barat, musim timur dan musim peralihan. Suhu air berkisar 28.5-30 °C pada musim barat, 28.5-31.0 °C pada musim timur, dan salinitas berkisar 30-34‰ (Mihardja DK & Pranowo WS 2001).

(2)

Potensi Kawasan

Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat tinggi dan dapat dilihat dari berbagai aspek seperti tingkat ekosistem maupun jenis flora dan faunanya. Potensi sumberdaya alam yang dapat ditemukan di kawasan ini antara lain berupa keindahan konfigurasi bawah laut (Underwater Configuration) dan berbagai tipe ekosistem pesisir yang unik seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang (Dephut-Ditjen PHKA & BTNKpS 2005).

Keberadaan ekosistem terumbu karang merupakan salah satu keunikan kawasan ini. Terumbu karang mempunyai produktivitas yang tinggi dengan keanekaragaman jenis biota laut yang tinggi pula. Terumbu karang menjadi habitat, tempat mencari makan dan berkembang biak untuk berbagai jenis ikan dan biota lain dari kelompok crustacea, echinodermata, moluska, dan sebagainya. Berdasarkan jenis karang yang ada, diketahui bahwa kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu memiliki keanekaragaman haya ti karang yang cukup tinggi meliputi 67 genera dan sub-genera dan paling sedikit 123 spesies karang (Dephut-Ditjen PHKA & BTNKpS 2005).

Jumlah spesies ikan yang ditemukan di kawasan ini mencapai 232 spesies dengan potensi rata-rata 36.132 individu/hektar. Jenis ikan hias yang hidup di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu antara lain ikan kepe-kepe (famili Chaetodontidae), ikan serinding (famili Apogonidae), ikan betok (famili Pomacentride) dan ikan ekor merah (famili Caesiodidae). Sedangkan jenis ikan untuk konsumsi yang ditemukan antara lain adalah baronang (Siganus sp.), tengiri (Sicomberomerus sp.), ekor kuning (Caesio spp.), kerapu (Famili Serranidae) dan tongkol (Eutynus sp.).

Echinodermata yang banyak dijumpai diantaranya adalah bintang laut, lili laut, teripang dan bulu babi yang juga merupakan indikator kerusakan terumbu karang. Crustacea yang terdapat di kawasan ini dan dikonsumsi oleh masyarakat antara lain kepiting, rajungan (Portumus sp.) dan udang karang (Spiny lobster). Sementara itu moluska (binatang lunak) yang dijumpai terdiri dari Gastropoda,

Pelecypoda, termasuk jenis yang dilindungi diantaranya adalah kima raksasa

(3)

Di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dapat ditemukan pula berbagai jenis reptil seperti: penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), ular sanca (Phyton sp.) dan biawak (Varanus sp.). Sedangkan mamalia yang dijumpai antara lain: kucing hutan (Felis bengalis) dan lumba-lumba hidung botol (Trusiops spp.).

Sementara itu, flora yang terdapat di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu secara umum didominasi tumbuhan pantai, seperti pohon kelapa (Cocos nucifera), pandan laut (Pandanus sp.), cemara laut (Casuarina

equisetifolia), cangkudu (Morinda citrifolia), butun (Baringtonic asiatica), bakau

(Bruguiera sp.), sukun (Artocarpus atilis), ketapang (Terminalia cattapa), dan kecundang (Cerbena adollam). Selain itu juga banyak ditemui vegetasi laut dari kelas ganggang laut seperti Rhodophyta, Chlorophyta dan Phaeophyta serta dari kelas rumput laut seperti Halimeda, Padina, Thallasia, Sargasum dan Caulerpa. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Penduduk Kepulauan Seribu berjumlah 4.920 kepala keluarga, dan 65% diantaranya bermukim di pulau yang berada dalam kawasan Taman Nasional seperti: Pulau Kelapa, Pulau Harapan, Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Dari hasil pendataan (Statistik Kabupaten 2004, diacu dalam Dephut-PHKA dan BTNKpS 2005) diketahui bahwa 660 Keluarga (13.41%) di Kabupaten Kepulauan Seribu termasuk dalam golongan pra-sejahtera dan latar belakang pendidikan yang masih sangat rendah. Penduduk Kepulauan Seribu pada umumnya merupakan warga pendatang yang berasal dari berbagai suku antara lain Bugis, Betawi, Sunda dan Jawa sehingga budaya masyarakat masih dipengaruhi oleh budaya mereka masing- masing.

Jumlah penduduk di Kepulauan Seribu mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi setiap tahunnya namun tidak tersebar merata di setiap pulau. Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah penduduk di setiap pulau antara lain: Pulau Panggang (367 orang/ha), Pulau Kelapa (354 orang/ha), Pulau Harapan (207 orang/ha), Pulau Kelapa Dua (168 orang/ha), Pulau Pramuka (60 orang/ha), Pulau Sebira (57 orang/ha). Sebagian besar masyarakat Kepulauan Seribu berprofesi sebagai nelayan tangkap (70.99%), dan sisanya berprofesi sebagai pedagang, buruh, dan pegawai pemerintahan.

(4)

Pengelolaan Kawasan

Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu melalui 3 (tiga) Seksi Konservasi Wilayah yaitu Seksi I Pulau Kelapa, Seksi II Pulau Penjaliran dan Seksi III Pulau Pramuka. Pada awalnya TNL adalah merupakan cagar alam laut yang ditetapkan pada tahun 1982 dan merujuk pada Undang-Undang Pokok Kehutanan tahun 1967. Pada tahun 1982 juga diselenggarakan kongres nasional taman laut sedunia yang berlangsung di Bali, dan hasil dari pertemuan tersebut antara lain adanya perubahan fungsi dari cagar alam laut kepulauan seribu menjadi taman nasional laut kepulauan seribu. Penetapan tersebut kemudian dimantapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.162/Kpts-II/1995.

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dikelola dengan sistem zonasi berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. 05/SK/IV-KK/2004 tanggal 25 Januari 2004. Ada 4 (empat) zona yang telah ditetapkan di dalam kawasan taman nasional ini yaitu:

1. Zona Inti

Zona inti meliputi zona daratan dan perairan laut yang mutlak dilindungi dan didalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh manusia kecuali kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan pendidikan. Zona inti terdiri dari tiga lokasi yaitu zona inti I meliputi perairan sekitar Pulau Gosong Rengat, pada posisi 5°27’00”–5°29’00” LS dan 106°26’00”-106°28’00” BT, zona inti II meliputi daratan dan perairan Pulau Penjaliran Barat, Penjaliran Timur, perairan P. Peteloran Barat, Peteloran Timur dan Gosong Penjaliran pada posisi 5°26’36”–5°29’00” LS dan 106°32’00”–106o

35’00” BT dan zona inti III meliputi perairan sekitar Pulau Kayu Angin Bira, Belanda, serta bagian utara perairan Bira Besar pada posisi 5°36’00”–5°45’00” LS dan 106°33’36”–106°36’42” BT.

2. Zona Perlindungan

Zona perlindungan merupakan zona perairan laut yang diperuntukan untuk melindungi zona inti. Di zona ini hanya dapat dilakukan kegiatan sebagaimana kegiatan yang dilakukan pada zona inti serta kegiatan wisata alam bahari terbatas. Zona bahari meliputi perairan sekitar Pulau Dua Barat, Dua Timur, Jagung,

(5)

Rengit, Karang Buton, Karang Mayang pada posisi 5°24’00”–5°30’00” LS dan 106°25’00”–106°’40’00” BT.

3. Zona Pemanfaatan Wisata

Zona ini adalah zona perairan laut yang didalamnya dapat dilakukan kegiatan sebagaimana pada zona inti, zona bahari serta pengembangan wisata bahari. Zona pemanfaatan wisata meliputi perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur (Pantara), Hantu Barat, Gosong Laga, Yu Barat, Yu Timur, Satu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur, Sepa Barat, Gosong Sepa, Melinjo, Melintang, Perak, Kayu Angin Melintang, Panjang Bawah, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat, Putri Kecil, Putri Besar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan Besar (Matahari), Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Katamba, Gosong Mungu, Kotok Besar dan Kotok Kecil pada posisi 5°30’00”–5°38’00” LS dan 106°25’00”–106°33’00” BT -106°40’00” BT.

4. Zona Pemukiman

Zona ini meliputi zona perairan laut sekitar pulau pemukiman yang didalamnya dapat dilakukan kegiatan seperti pada zona inti, zona bahari, zona pemanfaatan wisata, pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat dan pengembangan infrastruktur. Zona pemukiman meliputi sekitar Pulau Pemagaran, Panjang Kecil, Panjang, Rakit Tiang, Kelapa, Kaliage Besar, Kaliage Kecil, Semut, Opak Besar, Opak Kecil, Karang Bongkok, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak daun, Karya, Panggang, dan Pramuka pada posisi 5°38’00” – 5°45’00” LS dan 106°33’00”–106°40’00” BT.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan alasan ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa Hedyotis corymbosa berperan untuk meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag pada mencit Balb/c

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini maka tujuan utamanya adalah untuk mengekplorasi manajemen waqf dalam mendukung berlangsungnya pendidikan tinggi (khususnya

Alkaloida merupakan suatu senyawa yang secara umum bekerja pada sistem saraf pusat, mempunyai atom nitrogen yang biasanya pada cincin heterosiklis dan dibiosintesis dalam

Media massa adalah alat yang digunakan untuk penyampaikan pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar,

Sistem informasi ini diharapkan dapat membantu dalam proses pengolahan data penjualan baik secara tunai maupun kredit seperti pembuatan laporan penjualan per

Metode analisis yang digunakan adalah regresi OLS ( Ordinary Least Square) dengan tingkat signifikansi 5%.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan

Surat Pernyataan yang dibuat sendiri oleh yang bersangkutan di atas kertas bermaterai cukup (Rp. 6.000), bahwa bersedia untuk tidak merangkap sebagai Pejabat Negara

Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa