• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya tumbuh ditempat yang terkena sinar matahari, tidak begitu lembab,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya tumbuh ditempat yang terkena sinar matahari, tidak begitu lembab,"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat

Tumbuhan Tephrosia vogelii Hook.f. banyak ditemukan di Desa Limbong, Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pada umumnya tumbuh ditempat yang terkena sinar matahari, tidak begitu lembab, semak belukar, di pinggir jalan, dan tepi hutan (Anonoim, 1995 ).

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah tumbuhan Tephrosia vogelii Hook.f.adalah sekar kupu, kembang kupu (jawa); bunga kupu-kupu (sumatera) (Anonoim, 1995 ).

2.1.3 Marfologi

Tumbuhan Tephrosia vogelii Hook.f. merupakan tumbuhan berbatang tegak,dan cabang yang umumnya tumbuh pada pangkal batang dan tumbuh melebar, tingginya antara 2-4 m Bagian-bagian tubuhnya berbulu lembut seperti beladu dan mengkilap. Jumlah anak-anak daun tiap tangkainya antara 11-25 halaman.Masing-masing anak daun berbentuk lonjong atau lanset (Lanceolatus) ada juga bundar telur (ovatus) .Tandan perbungaannya keluar keujung cabang dan ketiak daun yang letaknya dibagian atas tumbuhan. Bunga-bunganya yang letaknya dibagian bawah,mekar lebih dahulu sehingga dalam satu gagang perbungaannya bisa dijumpai bunganya yang mekar dan buah polong yang muda sekaligus bunga berbentuk kupu-kupu berwarna ungu muda. Buah polong yang sudah dewasa sampai 15 cm, berbentuk memanjang dan menggembung

(2)

Permukaannya berbulu rapat seperti beledu warnanya coklat muda mengkilap. Jumlah biji pada masing-masing polong antara 10-20 buah Setiap buah polong berbiji banyak. ( Heyne,1987)

2.1.4 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan biji tumbuhan Tephrosia vogelii Hook.f. adalah sebagai berikut (Tjtrosoepomo, 1994):

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Banga : Fabales Suku : Papilionaceae Marga : Tephorosia

Jenis : Tephrosia vogelii Hook.f. 2.2 Uraian Kimia

2.2.1 Alkaloida

Alkaloida merupakan suatu senyawa yang secara umum bekerja pada sistem saraf pusat, mempunyai atom nitrogen yang biasanya pada cincin heterosiklis dan dibiosintesis dalam tumbuhan dari asam amino atau turunannya (Waller and Nowacki, 1978).

Alkaloida dalam tumbuhan biasanya terdapat pada daun, akar, kulit kayu dan buah (Fergusson, 1956). Selain dalam tumbuhan, alkaloida ditemukan pada hewan seperti kambing. Alkaloida juga ditemukan pada mikroorganisme, seperti piosianin pada bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan ergolin pada jamur

(3)

Alkaloida dapat dibedakan dari sebagian besar komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya dan biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam dengan berbagai asam organik. Garam ini merupakan senyawa padat berbentuk kristal tanwarna, meskipun ada juga yang berwarna, contohnya berberina dan serpentine berwarna kuning (Robinson, 1995). Alkaloida bebas tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik, sebaliknya alkaloida dalam bentuk garam larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut organik (Fergusson, 1956).

Klasifikasi alkaloida ada dua cara, yaitu:

I. Klasifikasi alkaloida berdasarkan senyawa pembentuknya (Sastrohamidjojo, 1996), yaitu:

1. Alkaloida sejati (true alkaloid)

Alkaloida ini dibentuk dari asam amino yang umumnya mempunyai unsur nitrogen yang terikat pada cincin heterosiklik dan kebanyakan bersifat basa. Contohnya vinkristin dan reserpin.

2. Protoalkaloida

Alkaloida ini dibentuk dari asam amino, tetapi unsur nitrogenya tidak terikat pada cincin heterosiklik dan kebanyakan bersifat basa. Contohnya meskalin dan dimetiltriptamin.

3. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak dibentuk dari asam amino dan pada umumnya mempunyai unsur nitrogen yang terikat pada cincin heterosiklik dan biasanya bersifat basa. Alkaloida yang penting dalam golongan ini adalah alkaloida steroida, contohnya solanidin dan alkaloida purin, contohnya kafein.

(4)

II. Klasifikasi alkaloida berdasarkan letak atom nitrogennya (Trease and Evans, 1983), yaitu:

A. Non heterosiklis, disebut juga protoalkaloida Contoh : efedrin pada tumbuhan Ephedra sinica

B. Heterosiklis, dibagi dalam 12 golongan berdasarkan struktur cincinnya yaitu:

1. Alkaloida golongan pirol dan pirolidin, yaitu alkaloida yang mengandung inti pirol dan pirolidin dalam struktur kimianya. Contohnya higrin pada tumbuhan Erythtroxylon coca.

N H pirolidin N H Pirol

2. Alkaloida golongan pirolizidin, yaitu alkaloida yang mengandung inti pirollizidin dalam struktru kimianya. Contohnya retronesin pada tumbuhan Senecio jacobaea.

(5)

retronesin

3. Alkaloida golongan piridin dan piperidin, yaitu alkaloida yang mengandung inti piridin dan piperidin dalam struktur kimianya. Contohnya nikotin pada tumbuhan Nicotiana tabaccum yang mempunyai inti piridin dan koiin pada tumbuhan conium maculatum yang mempunyai inti piperidin.

nikotin N piridin N H piperidin

(6)

4. Alkaloida golongan tropan, yaitu alkaloida yang mengandung inti tropan dalam struktur kimianya. Contohnya atropin pada tumbuhan

Atropa belladonna

tropan

N

atropin

5. Alkaloida golongan kuinolin, yaitu alkaloida yang mengandung inti kuinolin dalam struktur kimianya. Contohnya kuinin pada tumbuhan

Cinchona officinalis.

N kuinolin

(7)

6. Alkaloida golongan isokuinolin, yaitu alkaloida yang mengandung inti isokuinolin dalam struktur kimianya. Contohnya papaverin pada tumbuhan Papaver somniferum.

7. Alkaloida golongan aporfin, yaitu alkaloida yang mengandung inti aporfin dalam struktur kimianya. Contohnya boldin pada tumbuhan Peumus boldus. N aporfin HO N H3CO H3CO CH3 H3CO boldin

(8)

8. Alkaloida golongan norlupinan, yaitu alkaloida yang mengandung inti norlupinan dalam struktur kimianya, disebut juga alkaloida lupin. Contohnya sitisin pada tumbuhan Cytisus scoparius

N NH H H O N norlupinan sitisin

9. Alkaloida golongan indol atau benzopirol, yaitu alkaloida yang mengandung inti indol dalam struktur kimianya. Contohnya psilosin pada tumbuhan Psilocybe sp.

N H indol

(9)

10. Alkaloida golongan imidazol atau glioksalin, yaitu alkaloida yang mengandung inti imidazol dalam struktur kimianya. Contohnya pilokarpin pada tumbuhan Pilocarpus jaborandi.

N N

imidazol

11. Alkaloida golongan purin, yaitu alkaloida yang mengandung inti purin dalam struktur kimianya. Contohnya kafein pada tumbuhan

Coffea arabica N N N N O O CH3 CH3 CH3 kafein N H N N N purin

12. Alkaloida steroida, yaitu alkaloida yang mengandung inti steroida (siklopentano perhidrofenantren) dalam struktur kimianya. Contohnya solanidin pada tumbuhan Lycopersicum esculentum.

(10)

N HO CH3 CH3 H3C CH3 solanidin 2.2.2 Glikosida

Glikosida adalah senyawa organik yang bila di hidrolisis menghasilkan satu atau lebih gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula yang disebut aglikon. Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida ialah glukosa (Lewis, 1977). Glikosida dihidrolisis dengan cara pendidihan dalam asam encer. Secara kimia dan secara fisiologi, glikosida alam cenderung dibedakan berdasarkan bagian aglikonnya (Robinson, 1995).

Berdasarkan hubungan ikatan antara glikon dan aglikonnya, glikosida dapat dibagi menjadi empat (Farnsworth, 1966), yaitu:

1. O-glikosida, jika ikatan antara glikon dengan aglikon dihubungkan oleh atom O, contohnya : salisin

(11)

2. S-glikosida, jika ikatan antara glikon dengan aglikon dihubungkan oleh atom S, contohnya : sinigrin CH2 CHCH2C NOSO3K S C6H11O5 sinigrin

3. N-glikosida, jika ikatan antara glikon dengan aglikon dihubungkan oleh atom N, contohnya : krotonosida.

N N N N NH2 C5H9O4 HO krotonosida

4. C-glikosida, jika ikatan antara glikon dengan aglikon dihubungkan oleh atom C, contohnya : barbaloin

CH2OH

H C6H11O5

OH O OH

(12)

2.2.3 Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air, dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah (Robinson, 1995). Uji saponin yang sederhana ialah dengan mengocok ekstrak alkohol-air dari timbuhan dalam tabung reaksi, maka akan terbentuk busa yang bertahan lama pada permukaan cairan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah dan memberikan reaksi warna yang karakteristik pada uji Liebermann-Burchard (Farnsworth, 1966: Harborne, 1987).

Berdasarkan bagian aglikonnya, dikenal dua jenis saponin, yaitu saponin steroida dan saponin triterpenoida (Farnsworth, 1966).

sapogenin steroida O O HO CH3 CH3 H3C COOH HO sapogenin triterpenoida

(13)

2.2.4 Triterpenoida /steroida

Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis dibuat dari senyawa hidrokarbon C30

asiklik, yaitu skualena (Harborne, 1987).

skualena

Streoida merupakan triterpena yang mempunyai inti siklopentano perhidrofenantren (Harborne, 1987). Inti steroida dasar sama dengan inti kolesterol, tetapi pada posisi 10 dan 13 terdapat gugus metil yang terikat pada sistem cincin. Pada umumnya steroida tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C3 sehingga steroida sering juga disebut sterol. Sistem penomoran

senyawa steroida adalah sebagai berikut (Robinson, 1995).

1 2 3 4 5 6 7 8 14 15 16 1720 22 23 24 26 27 25 21 18 13 12 11 9 10 19

(14)

2.2.5 Flavonoid

Flavonoid adalah derivat benzo-gamma-piron yang mengandung gugus hidroksil pada molekulnya dan merupakan pigmen kuning yang terdapat dalam tumbuhan tinggi. Flavonoida banyak terdapat dalam famili Polygonaceae, Rutaceae, Leguminosae (sub famili Papilionoideae), Umbiferae, dan Compositae. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan seperti buah, tepung sari, akar, batang dan daun. Flavonoid terdapat dalam bentuk bebas maupun terikat sebagai glikosida. Glikosidanya larut dalam air dan etanol tapi tidak larut dalam pelarut organik, sedangkan geninnya (aglikon) tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut- pelarut organik misalnya eter, etil asetat, aseton dan lainnya.

Klasifikasi flavonoid dalam tumbuhan berdasarkan sifat kelarutannya dan reaksi-reaksi warnanya, kemudian dilanjutkan dengan kromatografi kertas satu dimensi dari ekstrak terhidrolisis dan dua dimensi dari ekstrak alkohol langsung. Kerangka dan skema pemberian nomor dan tipe-tipe flavonoid adalah sebagai berikut :

O

OH O

(15)

O O Flavanon O O Isoflavon O leukoantosianidin OH HO OH O khalkon 4 3 2 5 6 2 3 4 5 6

(16)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DitJen POM, 2000).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut ada beberapa cara, yaitu (Depkes, 1986):

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktir yang akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam dan di luar sel maka larutan terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Maserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.

(17)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah perlarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C.

6. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses ini dilakukan pada suhu 900C selama 15 menit.

(18)

7. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.4 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan proses migrasi dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melakui media sehingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses ini suatu lapisan cairan pada penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Depkes. 1995).

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan; jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fase gerak dapat berupa zat cair atau gas maka terdapat empat macam sistem kromatografi, yaitu:

1. Fase gerak cair-fase diam padat (kromatografi serapan): − kromatografi lapis tipis

− kromatografi kolom 2. Fase gerak gas-fase diam padat:

(19)

3. Fase gerak cair-fase diam cair (kromatografi partisi): − kromatografi kertas

4. Fase gerak gas –fase diam cair: − kromatografi gas-cair

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi (serapan), dimana sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang disebut dengan larutan pengembang.

Kromatografi lapis tipis dapat dipakai untuk dua tujuan, yaitu:

1. Sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. 2. Untuk mencari sistem pelarut yang akan dipakai dalam kromatografi kolom.

Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat. Beberapa contoh fase diam yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis yaitu silika gel, alumina, kieselguhr dan selulosa (Gritter, dkk.,1991).

Pada kromatografi lapis tipis lapisan fase diam harus sesedikit mungkin mengandung air, karena air akan menempati semua titik penyerapan sehingga tidak akan ada senyawa yang melekat. Oleh karena itu, sebelum digunakan plat

(20)

kromatografi lapis tipis perlu diaktifkan dengan pemanasan pada 1100C selama 30 menit (Gritter, dkk., 1991; Stahl, 1985)

Fase gerak terdiri dari satu atau beberapa pelarut dan bila diperlukan dapat menggunakan sistem pelarut multi komponen, berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Pada pemisahan senyawa organik selalu menggunakan pelarut campuran, tujuannya untuk memperoleh polaritasnya yang tepat sehingga diperoleh pemisahan senyawa yang baik. Kombinasi pelarut berdasarkan atas polaritas masing-masing pelarut sehingga dengan demikian akan diperoleh sistem pengembang yang cocok (Stahl, 1985).

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan harga Rf (Stahl, 1985).

Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Harga Rf berada antara 0,00 – 1,00. Harga Rf ini sangat berguna untuk mengindentifikasi suatu senyawa (Eaton, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 1991):

1. Struktur kimia senyawa yang dipisahkan 2. Sifat penyerap

3. Tebal dan kerataan lapisan penyerap 4. Pelarut dan derajat kemurniannya

5. Derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana 6. Teknik percobaan

(21)

7. Jumlah cuplikan yang digunakan 8. Suhu

2.5 Spektrofotometri Ultra Violet

Serapan molekul di dalam daerah ultra violet bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Apabila suatu molekul menyerap radiasi ultra violet, di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan tingkat energi elektron-elektron ikatan pada orbital molekul paling luar dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang paling tinggi (Noerdin, 1985;Silverstein, et al., 1986)

Spektrum ultra violet dari suatu senyawa biasanya diperoleh dengan melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu (cahaya monokromati) melalui larutan encer senyawa tersebut.

Sistem (gugus atom) yang menyebabkan terjadinya absorpsi cahaya disebut kromofor. Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi σÆσ* ialah senyawa yang mempunyai elektron pada orbital molekul σ, yaitu molekul organik jenuh yang tidak mempunyai atom dengan pasangan elektron sunyi. Senyawa yang mempunyai transisi σÆσ* mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang sekitar 150 nm.

Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi nÆσ* ialah senyawa yang hanya mempunyai orbital molekul n dan σ, yaitu molekul organik jenuh yang mempunyai satu atau lebih atom dengan pasangan elektron sunyi. Kromofor yang menyebabkan terjadinya transisi πÆπ* ialah senyawa yang mempunyai elektron pada orbital molekul π. Senyawa yang mempunyai transisi nÆσ* dan πÆπ* mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang sekitar 20 nm.

(22)

Kromofor yang menyebabkan transisi nÆπ* ialah senyawa yang mempunyai orbital molekul n maupun π yaitu senyawa yang mengandung atom yang mempunyai pasangan elektron sunyi dan orbital π. Senyawa yang mempunyai transisi nÆπ* mengabsorpsi cahaya yang panjang gelombang 200-400 nm (Creswell, et al., 1982; Geissman, 1977).

2.6 Spektrofotometri Infra Merah

Daerah infra merah terletak antara spektrum elektromagnetik cahaya tampak dan spektrum radio, yakni antara 4000 dan 400 cm-1. penggunaan spektrofotometri infra merah untuk maksud analisa lebih banyak ditujukan untuk identifikasi suatu senyawa melalui gugus fungsinya. Spektrum infra merah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula (Noerdin, 1985).

Penafsiran spektrum infra merah dari suatu senyawa yang belum diketahui haruslah ditujukan pada penentuan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama seperti C=O, O-H, N-H, C-O, C=C, C≡C, C=N, C≡N, dan NO2.

Langkah-langkah yang umum dilakukan untuk memeriksa pita-pita yang penting pada hasil spektrum infra merah (Pavia, et al., 1988):

1. Gugus karbonil

Gugus C=O memberikan puncak yang kuat pada daerah 1820-1660 cm-1 2. Bila gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut (jika C=O tidak ada

langsung ke nomor 3).

Asam : periksalah gugus O-H, merupakan serapan melebar di daerah 3300-2500 cm-1

(23)

Amida : periksalah gugus N-H, merupakan serapan medium n didaerah 3500 cm-1, kadang-kadang dengan puncak

rangkap.

Ester : periksalah gugus C-O, merupakan serapan medium didaerah 1300-1000 cm-1.

Anhidrida : mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1

Aldehida : periksalah gugus C-H, merupakan dua serapan lemah Didaerah 2850 dan 2750 cm-1 yaitu disebelah kanan serapan C-H

.Keton : kemungkinan bila kelima senyawa di atas tidak ada 3. Bila gugus C=O tidak ada

Alkohol atau fenol : periksalah gugus O-H, merupakan serapan melebar

di daerah 3600-3300 cm-1 yang diikuti adanya serapan C-O di daerah 1300-1000 cm-1.

Amina : periksalah gugus N-H, yaitu serapan medium di Daerah 3500 cm-1.

Eter : periksalah gugus C-O (dan tidak adanya O-H), yaitu Serapan medium di daerah 1300-1000 cm-1.

4. Ikatan rangkap dua atau cincin aromatik − Serapan lemah C=C di daerah 1650 cm-1

− Serapan medium sampai kuat pada daerah 1650-1450 cm-1 sering menunjukkan adanya cincin aromatik

(24)

− Buktikan kemungkinan di atas dengan memperhatikan serapan pada daerah C-H aromatik di sebelah kiri 3000 cm-1, sedangkan C-H alifatis terjadi di sebelah kanan daerah tersebut.

5. Ikatan rangkap tiga

− Serapan medium dan tajam dari C≡N di daerah 2250 cm-1

− Serapan medium dan tajam dari C≡C di daerah 2150 cm-1

6. Gugus nitro

− Dua serapan yang kuat di daerah 1600-1500 cm-1 dan 1390-1300 cm-1 7. Hidrokarbon

− Apabila keenam serapan di atas tidak ada

Serapan C-H alifatis di daerah 3000 cm-1

− Serapan yang sangat sederhana di daerah 1450 cm-1 (CH

2) dan 1375

cm-1 (CH3)

Referensi

Dokumen terkait

Buines and Wheelock (1992) dalam penelitiannya menemukan bahwa kejasama dan kepercayaan pasangan suami istri dalam mengelola bisnis di industri kecil sudah ada,

Untuk risiko prioritas yang sudah didapatkan dari Qualitative Risk Matrix tersebut akan diolah dengan diagram tornado untuk mengukur risiko biaya prioritas atau

d) Komunikasi efektip akan terjadi jika ada aliran informasi dua arah antara komunikator dan audiens dan informasi tersebut sama-sama ditanggapi sesuai dengan harapan

Pengambilan hasil pengujian ini dilakukan untuk mengetahui intensitas cahaya yang optimal terhadap sistem dapat mendeteksi dengan baik gelang warna resistor.. Pada

Ketrampilan etika yang dibutuhkan dalam pelayanan publik menekankan empat hal: (i) tingkat kesadaran penalaran moral sebagai dasar pengambilan keputusan etis; (ii) kemampuan

Berdasarkan masalah tersebut di atas maka perlu dicari tipe dan takaran pelatihan yang sesuai dengan tuntunan penampilan cabang olahraga itu, maka dalam

Tokoh wayang yang banyak digemari adalah punakawan, tokoh perwayangan yang menggambarkan kehidupan masyarakat bawah mereka adalah pembantu ksatria pendawa

Tahap kedua adalah pengujian modul menggunakan Instrumen yang berbentuk angket yang diberikan dan diisi oleh guru mata pelajaran sistem operasi, dan wawancara untuk