• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dompet elektronik (e-wallet) sebagai salah satu jenis penyelenggara jasa sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dompet elektronik (e-wallet) sebagai salah satu jenis penyelenggara jasa sistem"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman yang sudah semakin modern seperti sekarang ini banyak individu yang menginginkan kemudahan dan keinstanan dalam segala hal. Begitu pula dalam hal pembayaran dalam suatu transaksi, di era ini sudah banyak menjamur suatu aplikasi atau alat pembayaran yang memudahkan tiap orang yang ingin bertransaksi tanpa menggunakan uang cash dan hanya dengan menscan barcode yang ada pada telepon genggam kita yang dapat disebut sebagai e-wallet.

Juga didasarkan oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran penyelenggara dompet elektronik (e-wallet) sebagai salah satu jenis penyelenggara jasa sistem pembayaran adalah bank atau lembaga selain bank yang menyelenggarakan dompet elektronik. Dompet elektronik merupakan suatu alat pembayaran yang nilai uang elektroniknya hanya dicatat pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit. Dalam hal ini pemegang diberi hak akses oleh penerbit terhadap penggunaan nilai uang elektronik tersebut. Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik ini hanya dapat dilakukan secara on-line dimana nilai uang elektronik yang tercatat pada media elektronik yang dikelola penerbit akan berkurang secara langsung.1

(2)

2 Namun selain e-wallet terdapat pula e-money yang jauh sudah ada sebelum berkembangnya e-wallet, kedua alat pembayaran tersebut memiliki perbedaan dalam pembayaran. E-money merupakan instrumen pembayaran non tunai berbasis

chip (kartu) yang dimana nominal uang yang tersimpan secara elektronik yang cara

mengisi saldonya dengan menukarkan uang melalui pendebitan pada rekening bank yang kemudian disimpan dalam bentuk chip yang ada pada kartu. E-money dalam fungsinya biasa digunakan untuk melakukan berbagai pembayaran, di antaranya seperti membayar tarif jalan tol, tiket transportasi umum, biaya parkir, dan juga membayar tagihan belanja di toko swalayan atau mini market.

Setelah pamor e-money semakin melejit dan dikenal oleh masyarakat luas, banyak perusahaan startup yang kini mulai membangun bisnis dalam bidang keuangan atau biasa disebut fintech. E-wallet hadir dengan sistem yang sudah terkoneksi dengan internet sehingga sangat memudahkan para konsumen untuk menggunakannya. Jika dibandingkan dengan e-money yang menggunakan chip, dompet elektronik atau e-wallet menggunakan aplikasi dalam penggunaannya. Pembayaran menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak perlu lagi melalui mesin ATM atau mobile

banking. Namun demikian, e-wallet juga memiliki fasilitas yang tidak tersedia

dalam e-money yakni fitur pembayaran untuk kebutuhan rutin seperti token listrik, tagihan tv kabel, paket data, pulsa, asuransi, tagihan BPJS dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk perbedaan e-wallet dan e-money, penggunaannya berdasarkan pada server dan menyimpan data pengguna, tetapi untuk e-money sendiri menggunakan chip based yang tidak dapat menyimpan data pengguna tersebut. Adapun e-wallet memiliki keunggulan berupa keamanan saldo pengguna. Hal ini karena penggunaan e-wallet berdasarkan nomor ponsel pemilik dompet dan

(3)

3 ditambah dengan kode pin unik. Untuk kartu e-money tidak dilengkapi fitur keamanan, jika pengguna teledor dang menghilangkan kartu maka orang lain bisa menggunakan sisa saldo untuk bertransaksi. Hal ini sangat merugikan terutama bagi pemilik e-money yang baru mengisi saldo penuh. Perbedaan lain yang mecolok dari

e-money dan e-wallet adalah terletak pada maksimal saldo atau uang yang bisa

dimasukkan di dalamnya. Untuk e-money maksimal saldo yang bisa dimasukkan hanya sebesar Rp 1.000.000 sedangkan e-wallet bisa lebih besar yakni sebesar Rp 10.000.000 dan banyaknya promo yang berikan oleh perusahaan e-wallet kepada penggunanya.

Sekarang sudah banyak perusahaan yang memproduksi e-wallet contoh saja ovo, go-pay, doku dan juga tcash. Mereka sekarang sudah berlomba-lomba untuk bermitra dengan gerai-gerai makanan, pasar, minimarket bahkan toko baju untuk dijadikan sebagai mitra kerjasama, selain itu dalam pembayaran ojek online pun kita juga dapat membayar menggunakan e-wallet yang tersedia dalam layanan ojek

online tersebut.

Sedangkan untuk menarik minat para pengguna e-wallet baru mereka menawarkan berbagai diskon dan promo lainnya agar si pengguna baru ini tertarik dah bergabung dengan mereka. Pengisian saldo pada e-wallet ini dirasa juga cukup memudahkan pengguna, mereka hanya tinggal mengisi atau top up saldo melalui atm, m-banking yang telah ditentukan, atau melalui minimarket terdekat yang melayani top up tersebut. Tetapi terkadang dengan menggunakan e-wallet juga dapat merugikan sebagian pihak dan konsumen .

(4)

4 Sebagai penyedia jasa e-wallet para perusahaan harus bertanggung jawab untuk melindungi keamanan jasanya jangan sampai pula jasa yang sediakan bisa digunakan untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain.

Seperti kasus berikut pengguna jasa melakukan transaksi top up ovo melalui atm BRI senilai Rp 4.500.000 setelah transfer pengguna melakukan pengecekan di aplikasi ovo ternyata saldo tidak bertambah padahal saldo di akun bank BRI pengguna saldo sudah berkurang dan struk pengiriman juga sudah di simpan. Setelah di tunggu beberapa hari uang pengguna tidak kembali, lalu pengguna jasa melakukan pelaporan ke bank BRI dan ketika melihat mutasi transaksi ternyata dana yang di transferkan tersebut sudah berhasil. Setelah itu pengguna jasa langsung melakukan konfirmasi ke pihak costumer service ovo dan jawaban dari pihak ovo bahwa limit ovo pengguna sudah melebihi batas dan disuruh untuk cek ke atm BRI karena saldo akan dikembalikan dan oleh pengguna setelah melakukan cek beberapa kali pun saldo di BRI tetap tidak bertambah sama sekali.2

Pada kasus tersebut penyedia jasa hanya memberikan himbauan dan pengguna jasa hanya disuruh menunggu terus menerus tanpa apa ada kepastian yang jelas dan hingga sekarang korban tetap rugi dikarenakan uang yang di janjikan akan dikembalikan oleh pihak ovo belum kembali juga.

Ada beberapa pihak-pihak dalam e-wallet atau yang disebut pula sebagai penyelenggara penyedia dompet atau pelaku usaha. Dimana mereka mengajukan izin menjadi penyelenggara dompet elektronik harus berupa bank (contoh Jenius),

(5)

5 maupun lembaga bukan bank atau yang disebut Perseroan Terbatas (contoh go-pay,

link aja, ovo, dana, doku). Pihak yang telah memperoleh izin dan akan melakukan

pengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasa sistem pembayaran, dan kerja sama dengan pihak lain, wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.

Menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :

“Pelaku usaha merupakan setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Perlindungan konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.3

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa yang berawal dari tahap kegiatan untukbarang dan jsa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut.

Sebagai penyelenggara kegiatan usaha maka pelaku usaha adalah pihak yang bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan

3 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

(6)

6 oleh usahanya terhadap pihak ketiga yaitu konsumen dan penyalur jasa. Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen telah terjadi ketika pelaku usaha memberikan informasi mengenai produknya tersebut, maka pelaku usaha dan konsumen memiliki hak dan kewajiban. Sehingga antara konsumen dan pelaku usaha tidak dapat dipisahkan dan selalu membutuhkan, maka sebuah perusahaan harus menghasilkan suatu barang atau jasa yang sesuai bagi kebutuhan masyarakat.

Apabila diperhatikan kondisi konsumen di Indonesia maka tampak bahwa posisi konsumen masih sangat lemah dibanding dengan posisi produsen, sehingga perlu adanya pemberdayaan konsumen agar posisinya tidak selalu menjadi yang dirugikan. Pemberdayaan konsumen dapat dilakukan melalui penerapan hukum perlindungan konsumen yang memadai di mana hukum perlindungan konsumen tersebut relevan dengan tiga tahap transaksi konsumen yaitu pra-transaksi, saat transaksi, dan purna transaksi.4 Pemberdayaan konsumen harus tetap diusahakan agar kondisinya tidak semakin memburuk dan harus seimbang dengan posisi produsen yang jauh lebih unggul dari konsumen. Mengingat posisi kedua belah pihak tersebut saling membutuhkan, karena kemajuan usaha produsen sangat bergantung pada konsumen.

Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan pula tujuan perlindungan konsumen untuk meningkatkan harkat kehidupan konsumen. Maka apabila suatu perbuatan yang mengakibatkan hal negatif dari pemakaian barang atau jasa tersebut undang-undang memberikan

4 Gerald J. Thain, Consumer Law Its Development and Present State in the USA, Elips Project,

(7)

7 sebuah larangan seperti pada pasal 8 Undang Undang Perlindungan Konsumen seperti berikut :

“(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang;

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

(8)

8 i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.”

Menurut Nurmadjito pada larangan pasal 8 di atas untuk mengupayakan agar barang atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar seperti jelas asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi yang tertera pada produk tersebut, memiliki etiket baik, iklan, dan lain sebagainya.5

5 Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan

(9)

9 larangan tersebut ada agar konsumen tidak dirugikan dari segi mutu barang atau jasa tersebut.

Salah satu aspek perlindungan konsumen merupakan tentang tanggung jawab produsen atas kerugian sebagai akibat yang ditimbulkan oleh produknya, persoalan terebut disebut sebagai tanggung jawab produk karena tidak semuanya suatu produk tersebut sempurna ada beberapa yang memiliki kecacatan. Maka berikut tanggung jawab pelaku usaha sesuai pada pasal 19 Undang Undang No. 8 tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut :

“ (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau\jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian

uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(10)

10 (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. ”

Lingkup tanggung jawab pembayaran ganti kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk baik yang berupa kerugian materi, fisik dapat didasarkan pada tuntutan kerugian wanprestasi dan tuntuntan ganti kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum. Dalam tanggung gugat berdasarkan adanya wanprestasi, kewajiban untuk membayar ganti rugi tidak lain daripada akibat penerapan ketentuan dalam perjanjian yang merupakan ketentuan hukum yang oleh kedua belah pihak secara sukarela tunduk berdasarkan perjanjiannya. Kerugian-kerugian yang dialami konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen. Kerugian dapat terjadi diluar hubungan perjanjian yang dapat berupa adanya cacat pada barang atau jasa yang mengakibatkan kerugian pada konsumen.

Namun dengan adanya pembatasan kerugian tersebut dapat berarti baha kepentingan produsen juga dilindungi oleh undanng-undang perlindungan konsumen, apabila tidak adanya pembatasan tanggung gugat dalam pemberian ganti kerugian tersebut dapat mengakibatkan bangkrutnya produsen karena beban pembayaran ganti kerugian yang besar. Bahkan ketentuan tentang pembatasan ganti rugi tersebut mengandung arti keseimbangan perlindungan antara konsumen dengan produsen.

(11)

11 Secara umum pembebanan pembuktian yang dianut di Indonesia adalah baik penggugat maupun tergugat dapat dibebani pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa yang diajukan sedangkan tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya.6 Maka untuk dapat memperoleh ganti rugi penggugat atau konsumen harus membuktikan kesalahan produsen yang mengakibatkan kerugiannya.

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi kesulitan pembuktian bagi konsumen di negara-negara maju pada umumnya tanggung gugat tidak lagi didasarkan pada kesalahan produsen dengan beban pembuktian pada konsumen, namun pada produsen atau tanggung gugat atas dasar tanggung gugat mutlak (strict liability), yaitu tanggung gugat yang terlepas dari kesalahan sehingga kemungkinan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dianggap tidak relevan dengan tanggung gugat ini.7 Tanggung gugat produsen dalam UUPK tidak menganut tanggung gugat mutlak (strict liability) namun hanya disebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat menggunakan barang atau jasa yang diperdagangkan. Selain UUPK transaksi yang menggunakan transaksi elektronik yang juga terkait erat dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Undang-Undang Perdagangan ini telah mengatur perdagangan sistem elektronik dengan ketentuan bahwa setiap orang atau badan usaha yang

6 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982, hlm.,108. 7Aubrey L. Diamond, Product Liability: Compensation for Death and Persona Injury in English

Law, in C. J. Miller, Comparative Product Liability, The British Institute of International and

(12)

12 memperdagangkan barang atau jasa wajib menyediakan data dan informasi secara lengkap dan benar. Pada Undang-Undang Perdagangan tersebut diatur dalam Bab VIII Perdagangan Melalui Sistem Elektronik pada Pasal 65 dan 66.

B.

Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada latar belakang yang telah disampaikan, maka penulis merumusan masalah yang hendak ditulis sebagai berikut:

Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen e-wallet berkaitan dengan Undang Undang Perlindungan Konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis apakah e-wallet dapat menjadi sarana pembayaran yang layak dan dapat dipercaya oleh konsumen. Agar konsumen juga tau tentang pengaturan e-wallet di Indonesia secara jelas dan tepat. Serta agar konsumen tau pula mengenai perlindungan hukum dan hak yang di dapat oleh konsumen pengguna e-wallet.

D.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan ini, dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan pemikiran hukum bagi perkembangan ilmu hukum terutama untuk pelaku usaha dan pengguna e-wallet, dimana adanya perjanjian transaksi antara kedua belah pihak.

(13)

13 Dapat memberikan pemahaman untuk menjawab permasalahan hukum

terhadap bentuk hukum dari penyedia jasa e-wallet.

E. Orisinalitas Penelitian

Di dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membandingkan dengan skripsi yang pernah ditulis. Skripsi yang pernah ditulis: Tinjauan Regulasi tentang Pembayaran Melalui E-Wallet yang ditulisoleh Muhammd Gathmir dengan nim 55417110032

BUAT TABEL

dalam skripsinya ia lebih fokus kepada peraturan transaksi elektronik itu sendiri sedangkan skripsi yang dibuat oleh penulis lebih terfokus pada tidak terlindunginya konsumen terhadap hukum.

F. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.8

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini penulis menggunakan:

8 Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(14)

14 a. Pendekatan perundangan-undangan (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.

b. Pendekatan Konseptual (conseptual apporoach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Bahan-bahan yang menjadi acuan amatan penelitian ini adalah bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan-peraturn hukum yang ada sebagai berikut :

1. Primer

a Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016;

b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; c Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (ITE). 2. Sekunder

Bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan permasalahan penelitian melalui data yang sudah ada seperti buku, teks, jurnal dan komentar.

3. Tersier

Bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap data primer dan sekunder. Adapun data tersier dalam penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Subtansi hukum (legal substance) dan Budaya hukum (legal culture) disimpulkan bahwa penertiban hewan ternak belum berjalan dengan baik... Perilaku masyarakat tidak

Masyarakat (pedagang) dan wisatawan/pengunjung memberikan apresiasi yang sangat bagus dan sangat mendukung terhadap pengembangan Taman Kuliner Condong Catur sebagai Tujuan

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui besarnya hubungan antara keterampilan berpikir rasional siswa SMA dengan hasil belajar ranah kognitif dalam

Dari contoh yang telah disebut diatas, maka distribusi peran yang mengisi fungsi sintaksis pada pola kalimat I adalah peran tindakan selalu mengisi fungsi predikat, peran

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas XI IPA SMA

Analisis Kualitatif merupakan penjelasan berdasarkan hasil wawancara dan berdasarkan temuan lapangan yang bertujuan untuk menjawab sasaran 1 dan sasaran 2 pada penelitian ini

Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain, laporan keuangan konsolidasi tahun 2002 yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam

Semua madzhab fiqih dan para ulama salaf kontemporer secara tegas dan jelas telah menyatakan di banyak pendapat mereka, bahwa yang menghalalkan pembunuhan terhadap