SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh:
RINA MURDYANINGSIH
NIM. ST 13061
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan Skripsi Keperawatan yang berjudul:
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN CUCI TANGAN TERHADAP KEPATUHAN MAHASISWA PRAKTEK
DI RUANG ICU RSUD Dr. MOEWARDI
Oleh : Rina Murdyaningsih
NIM. ST 13061
Telah diuji pada tanggal 18 Agustus 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama,
(bc. Yeti Nurhayati, M.Kes) NIK: 201378115
Pembimbing Pendamping,
(Ari Setiyajati, S.Kep., Ns., M.Kes) NIK: 19660121 199603 1 002
Penguji,
(Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep) NIK. 200679022
Surakarta, 18 Agustus 2015 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,
(Wahyu Rima Agustin, S.Kep, Ns., M.Kep) NIK. 201279102
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rina Murdyaningsih NIM : ST 13061
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan
(Rina Murdyaningsih) NIM. ST 13061
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan terhadap Kepatuhan Mahasiswa Praktek di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi”. Tersusun dan terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, maka pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi. 4. Ari Setiyajati, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku pembimbing pendamping yang juga
telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.
5. Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns.,M.Kep selaku penguji memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.
6. Seluruh dosen dan staf akademik program studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
7. Direktur dan staf DIKLIT RSUD Dr. Moewardi yang telah memberikan ijin dan arahan kepada penulis dalam melakukan penelitian.
8. Seluruh responden penelitian yang bersedia meluangkan waktu dalam membantu kelancaran penelitian ini.
9. Orang tua tercinta, yang telah memberikan dukungan dan do’anya.
10. Suamiku tercinta, dan anakku yang telah memberikan semangat, motivasi, do’a dan kasih sayangnya.
11. Teman-teman mahasiswa angkatan 1 program Transfer S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada, yang saling mendukung dan membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal yang akan mendapat balasan yang lebih baik oleh Allah SWT. Selanjutnya penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.
Surakarta, Agustus 2015
Peneliti
Rina Murdyaningsih
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
ABSTRAK ... xiii ABSTRACT ... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 a. Tujuan Umum ... 3 b. Tujuan Khusus ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3
a. Bagi Rumah Sakit ... 3
b. Bagi Institusi Pendidikan ... 3
c. Bagi Petugas Kesehatan ... 4
d. Bagi Mahasiswa Praktek ... 4
e. Bagi Peneliti Lain ... 4
f. Bagi Peneliti ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka ... 5
2.1.1 Mahasiswa Praktek ... 5
2.1.2 Kebersihan Tangan ... 5
2.1.3 Konsep Dasar Penyakit Infeksi ... 11
2.1.4 Kepatuhan ... 16 2.1.5 Pendidikan Kesehatan ... 20 2.2 Keaslian Penelitian ... 23 2.3 Kerangka Teori ... 25 2.4 Kerangka Konsep ... 25 2.5 Hipotesis Penelitian ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
3.3 Populasi dan Sampel... 28
3.4 Definisi Operasional ... 30
3.5 Instrumen Penelitian ... 31
3.6 Cara Pengumpulan Data ... 31
3.7 Teknik Pengolahan ... 33
3.8 Analisa Data ... 34 3.9 Etika dalam Penelitian ... 35 BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat ... 37 4.2 Analisis bivariat ... 39 BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik sampel ... 41 5.2 Kepatuhan mahasiswa praktek dalam 5 moment sebelum
pendidikan kesehatan ... 43 5.3 Kepatuhan mahasiswa praktek dalam 5 moment sesudah
pendidikan kesehatan ... 44 5.4 Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan
mahasiswa praktek dalam 5 moment cuci tangan ... 45 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan ... 47 6.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii
DAFTAR TABEL
Nomor tabel Halaman
2.1. Keaslian penelitian ... 23 3.1 Definisi Operasional ... 30 4.1 Distribusi frekuensi Karakteristik sampel berdasarkan umur
mahasiswa di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi ... 37 4.2 Distribusi frekuensi Karakteristik sampel berdasarkan jenis
kelamin mahasiswa di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi ... 38 4.3 Distribusi frekuensi Karakteristik sampel berdasarkan tingkat
pendidikan mahasiswa di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi ... 38 4.4 Kepatuan cuci tangan dalam 5 moment sebelum pendidikan
kesehatan di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi ... 38 4.5 Kepatuan cuci tangan mahasiswa dalam 5 moment setelah
pendidikan kesehatan di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi ... 39 4.6 Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan cuci
tangan dalam 5 moment pada sempel di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi ... 40
DAFTAR GAMBAR
Nomor gambar Halaman
2.1. Ambil cairan hand rub ... 8
2.2. Gosok telapak tangan dengan gerakan memutar ... 8
2.3. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan ... 8
2.4. Menggosok telapak sampai sela-sela jari ... 9
2.5. Jari-jari saling menggosok dan tangan saling mengunci ... 9
2.6. Menggosok jari dengan memutar ujung jari-jari dengan tangan kanan ... 9
2.7. Menggosok telapak tangan dengan ujung jari- jari ... 10
2.8. Mengeringkan tangan ... 10
2.9. Kerangka teori ... 25
2.10. Kerangka konsep ... 25
3.1 Rancangan penelitian ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
1. F.01 Usulan Topik Penelitian
2. F.02 Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi 3. F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan 4. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan 5. F.07 Pengajuan Ijin Penelitian 6. Surat Balasan Ijin Penelitian
7. Lembar Permintaan Menjadi Responden 8. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 9. Karakteristik Responden
10. Lembar Penilaian Cuci Tangan Dalam 5 Moment Mahasiswa Praktek 11. Satuan Acara Penyuluhan
12. Data Karakteristik Responden 13. Hasil uji statistik penelitian 14. Jadwal penelitian
15. Leaflet cuci tangan
16. Gambar foto responden penelitian 17. Lembar Konsultasi
18. F.08 Tanda Bukti Pengumpulan Laporan Skripsi Tahun Akademik 2014/2015
DAFTAR SINGKATAN
ICU : Intensive Care Unit RSUD : Rumah sakit umum daerah PCMX : Para kloro metaksilenol
SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome PEP : Post Exposure Prophylaxis
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Rina Murdyaningsih
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Terhadap Kepatuhan Mahasiswa Praktek
Di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi ABSTRAK
Cuci tangan sebelum melakukan perawatan pada pasien merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan termasuk pada mahasiswa yang sedang melakukan praktik klinik. Dengan melakukan cuci tangan dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Namun berdasarkan hasil studi pendahuluan, masih banyak mahasiswa praktek belum patuh dalam 5 moment cuci tangan. Untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan, maka salah satu cara adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan terhadap kepatuhan mahasiswa praktek di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian metode pre eksperimental dengan pendekatan one group pretest – posttest. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa praktek di Ruang ICU pada jadwal sift pagi hari, baik berpendidikan DIII, S-1 keperawatan maupun mahasiswa S-1 Ners sebanyak 90 orang. Dengan teknik sampling Consecutive sampling diperoleh sampel sebanyak 48 responden. Instrumen penelitian menggunakan checklist 5 moment cuci tangan, analisis data menggunakan uji Mc Nemar.
Hasil penelitian diketahui Mahasiswa praktik klinik di ruang ICU banyak yang berusia 19-21 tahun (62,5%), berjenis kelamin perempuan(68,8%) dan berpendidikan DIII (45,8%). Sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang cuci tangan diketahui sebagian besar sampel tidak patuh dalam 5 moment sebesar 58,3%. Sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang cuci tangan diketahui sebagian besar sampel patuh dalam mencuci tangan dalam 5 moment sebesar 70,8%. Terdapat pengaruh kepatuhan mahasiswa praktek dalam cuci tangan antara sebelum dan sesudah diberi pendidikan kesehatan cuci tangan dalam 5 moment dengan p = 0,007.
Kata kunci: Pendidikan kesehatan, kepatuhan, cuci tangan, 5 moment, mahasiswa Daftar pustaka : 29 (2000-2013).
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Rina Murdyaningsih
Effect of Hand Washing Health Education on Practicum Students’ Obedience at the ICU of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta
ABSTRACT
Hand washing prior to administering the care to patients is mandatory for each health worker including practicum students at clinics. Hand washing can prevent the incidence of nosocomial infections. Based on the premilinary research, there were still many practicum students who did nor follow or obey the five moments of hand washing. In order to improve the hand washing obedience, one of the ways is administering the hand washing health education. The objective of this research is to investigate the effect of the health education of the five moments of hand washing on the practicum students’ obedience at the ICU of DR. Moewardi General Hospital of Surakarta.
This research used the pre-experimental method with the one group pretest – posttest design. The population of research was all of the practicum student as many as 90 at the ICU with morning shift. They majored in Diploma III in Nursing Science, Bachelor Program in Nursing Science, and Bachelor Degree Program in Nursing Profession. The sample of research consisted of 48 students and were taken by using the consecutive sampling technique. The data of research were collected through checklist of the five moments of hand washing. They were analyzed by using the Mc Nemar’s Test.
The result of research shows that 62.5% of the respondents were aged 19-21 years old; 68.6% of the respondents were females; 45.8% of the respondents majored in Diploma III in Nursing Science. Prior to the health education of the five moments of hand washing, 58.3% of the respondents did not obey the five moments. Following the health education, 70.8% of the respondents obeyed the five moments. Thus, there was an effect of the health education of the five moments of hand washing on the practicum students’ obedience as indicated by the p-value = 0.007.
Keywords: Health education, obedience, five moments, students Reference: 29 (2000-2013)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2005). Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008).
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang dekat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit (Darmadi, 2008). Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. (Edhie, 2010).
Presentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan
untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2012). Data tahun 2013 menyebutkan RSUD Dr. Moewardi dalam menangani infeksi nosokomial mencapai 3%.
Untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial adalah dengan menjalankan universal precautian yang salah satunya adalah dengan mencuci tangan pada setiap penanganan pasien di rumah sakit. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa dengan mencuci tangan dapat menurunkan 20% - 40% kejadian infeksi nosokomial. Namun pelaksanaan cuci tangan itu sendiri belum mendapat respon yang maksimal. Bagi petugas kesehatan yang setiap harinya melakukan tindakan asuhan keperawatan pada pasien, melakukan cuci tangan merupakan suatu hal yang wajib dilakukan, namun pada sisi lain perilaku cuci tangan bagi anggota mahasiswa praktek masih jarang dilakukan. Kontak secara langsung dari anggota mahasiswa praktek yang tidak cuci tangan dapat membahayakan kesehatan bagi pasien yang bersangkutan (Hart, T dan Shears, 2006).
Berdasarkan hasil studi awal penelitian di Ruang ICU kepada mahasiswa praktek diketahui jarang melakukan cuci tangan dalam 5 moment meskipun sudah terdapat hand rub yang disediakan di depan pintu masuk ruang dan di dalam kamar perawatan pasien, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan terhadap kepatuhan mahasiswa praktek di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini apakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan terhadap Kepatuhan Mahasiswa Praktek di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan terhadap kepatuhan mahasiswa praktek di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik responden.
2. Mengetahui kepatuhan mahasiswa praktek dalam cuci tangan sebelum diberi pendidikan kesehatan.
3. Mengetahui kepatuhan mahasiswa praktek dalam cuci tangan sesudah diberi pendidikan kesehatan.
4. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan terhadap kepatuhan mahasiswa praktek di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai konstribusi dalam pelayanan kepada pasien secara maksimal di rumah sakit.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka dalam hal kepatuhan cuci tangan yang baik dan benar pada 5 moment dan dapat diaplikasikan kepada mahasiswa pada khususnya serta masyarakat pada umumnya.
c. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai acuan dalam meningkatkan profesionalisme perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien, keluarga serta dan mahasiswa praktek untuk selalu patuh melakukan cuci tangan dengan baik dalam 5 moment. d. Bagi Mahasiswa Praktek
Sebagai acuan dalam melakukan praktik keperawatan di rumah sakit untuk senantiasa melakukan cuci tangan dalam 5 moment pada saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
e. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan penelitian lebih lanjut seperti pada tema yang sama.
f. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan manfaat dari cuci tangan dan mencegah penularan infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.6 Kajian Pustaka
a. Mahasiswa praktek
Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar diperguruan tinggi tertentu. Mahasiswa menurut Suwono (2008) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual.
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2005). Menurut CHS (2013) praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku dan sosial) dan ilmu keperawatan dasar, klinik dan komunitas sebagai landasan untuk melakukan asuhan keperawatan.
b. Kebersihan Tangan
Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi nosokomial (HAIs) dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce
dan Pittet, 2002). Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan.
Tujuan kebersihan tangan adalah untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Mikroorganisme di tangan ini diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan. Sejumlah mikroorganisme permanen juga tinggal di lapisan terdalam permukaan kulit yaitu staphylococcus epidermidis. Selain memahami panduan dan rekomendasi untuk kebersihan tangan, para petugas kesehatan perlu memahami indikasi dan keuntungan dari kebersihan tangan terutama keterbatasan, pemakaian sarung tangan (Indro, 2004).
1. Pengertian
a) Mencuci tangan: Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. b) Air bersih: Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan
disaring sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya (misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrumen medis) karena memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut).
c) Sabun: Produk-produk pembersih (batang, cair, lembar atau bubuk) yang menurunkan tegangan permukaan sehingga mernbantu melepaskan kotoran, debris.
d) Mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik (antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar mikroorganisme.
e) Agen antiseptik atau antimikroba (istilah yang digunakan bergantian): Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang merupakan penghuni tetap), sehingga mengurangi jumlah hitung bakteri total. Contohnya adalah: Alkohol 60- 90% (etil dan isopropil atau metil aikohol), Kloroksilenol 0,5-4% (Para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi (Dettol), Triklosan 0,2-2% Emollient : Cairan organik, seperti gliserol, propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada handrub dan losion. Kegunaan emollient untuk melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat pencucian tangan dengan sabun yang sering (dengan atau tanpa antiseptik) dan air (Depkes. 2010).
a) Cara mencuci tangan dengan menggunakan hand rub Persiapan alat : Cairan hand rub
Pelaksanaan
1) Ambil cairan hand rub satu kali tekan dan tampung pada telapak tangan.
Gambar 2.1 Ambil cairan hand rub
2) Usapkan hand rub secara merata dan seluruh permukaan tangan hingga pergelangan tangan, gosokkan kedua telapak tangan secara bergantian dengan arah memutar.
Gambar 2.2 Gosok telapak tangan dengan gerakan memutar
3) Gosok punggung dan sela-sela tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
4) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
Gambar 2.4. Menggosok telapak sampai sela-sela jari 5) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
Gambar 2.5. Jari-jari saling menggosok dan tangan saling mengunci
6) Gosokkan ibu jari kiri dan berputar dalam gengaman tangan kanan dan sebaliknya.
Gambar 2.6. Menggosok jari dengan memutar ujung jari-jari dengan tangan kanan
7) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
Gambar 2.7. Menggosok telapak tangan dengan ujung jari- jari 8) Saat tangan sudah benar-benar kering, maka tangan kita telah
aman
Gambar 2.8. Mengeringkan tangan Metode ini dilakukan 20-30 detik. 2. Tindakan cuci tangan
Tindakan cuci tangan yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktek di Ruang ICU adalah sebelum menyentuh pasien, sebelum tindakan septik ataupun antisepstik, sesudah terpapar cairan tubuh, sesudah menyentuh pasien dan sesudah memegang benda di sekitar pasien (Tim PPI RSUD Dr. Moewardi, 2013).
c. Konsep Dasar Penyakit Infeksi
1. Pengertian
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community acquired / infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial (Indro, 2004). Berkembangnya sistem "pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care) (Depkes RI, 2007).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti dengan istilah baru yaitu "Healthcare-associatedinfections" (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit,
selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (The Joint Commission, 2009).
Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi dan kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor risiko terjadinya infeksi (HAIs), serta strategi pencegahan dan pengendalian infeksi (Sonnenwirth, 2003).
2. Beberapa Batasan / Definisi
a. Kolonisasi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai "Carrier" (Syahrurahman, 2004).
b. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. "Systemic Inflammatory Response Syndrome" (SIRS) : sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut "Sepsis".
3. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau "load") (Tennant, 2005).
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu kontak langsung dan tidak langsung, droplet, airborne, melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat). e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi
saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
f. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan imunosuresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter (Jawetz dkk, 2005).
4. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi
a. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metodefisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya
sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu "Isolation Precautions" (Kewaspadaan (solasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu "Standard Precautions" (Kewaspadaan standar) dan "Transmission-based Precautions" (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya. d. Tindakan pencegahan paska pajanan ("Post Exposure Prophylaxis"/
PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV (Inglis, 2003).
d. Kepatuhan
1. Pengertian
Secara umum dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002) yang dimaksud dengan kepatuhan adalah sifat patuh atau ketaatan dalam menjalankan perintah atau sebuah aturan. Sarwono (2006) menambahi bahwa kepatuhan adalah perilaku yang sesuai dengan perintah agar sesuai dengan peraturan. Niven (2002) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.
Setiap perilaku yang dikerjakan seseorang dengan prosedur tentu akan menghasilkan hasil akhir yang optimal. Sedangkan dalam melaksanakan tata cara tersebut kadang kala ada waktu jenuh. Waktu dimana enggan untuk mengikuti aturan yang berlaku dan ingin mengikuti keinginan sendiri. Apalagi bila suatu aturan yang dikerjakan tersebut tidak secara langsung kelihatan hasilnya, dan merupakan tuntutan dari orang lain, maka sangat besar kemungkinan perilaku itu tidak berlangsung lama untuk terwujudnya perilaku tersebut diperlukan kepatuhan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap program pengobatan menurut Sukanto (2007) yaitu:
a) Faktor internal meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan.
b) Faktor eksternal meliputi: pengalaman, lingkungan, dan fasilitas kesehatan.
Niven (2002) ada faktor-faktor yang mendukung kepatuhan seseorang atau pasien, jika faktor ini lebih besar daripada hambatannya, kepatuhan harus mengikuti. Faktor-faktor tersebut adalah :
a) Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri.
Dictionary of education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia hidup, proses sosial dimana orang diharapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga ia dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimal. Jenjang pendidikan formal adalah SD, STP, SLTA dan Perguruan Tinggi (Machfoedz, 2005).
Pendidikan merupakan proses menumbuh-kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran sehingga dalam pengajaran itu perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan seseorang) dan hubungannya dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima ide-ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola berpikir seseorang dalam pengambilan keputusan mengenai kesehatan dirinya. Orang yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat menerima penjelasan-penjelasan dari petugas kesehatan. Tingkat pendidikan merupakan unsur yang penting bagi sumber pengetahuan seseorang, maka makin besar pula tingkat kepatuhannya dalam melakukan program pengobatan terhadap penyakitnya. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media masa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Hasbullah, 2006).
b) Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.
c) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Fitriani (2009) selain tingkat pengetahuan penderita, tingkat ekonomi, sikap pasien, usia, dukungan keluarga, nilai dan keyakinan tentang kesehatan, faktor keterlibatan tenaga kesehatan.
3. Penilaian kepatuhan
Penilain kepatuhan dapat mengacu pada model pengukuran sentral tendensi suatu data. Data yang berdistrusi normal, maka yang menjadi menjadi acuan adalah nilai rata-rata (mean), sehingga jika suatu nilai lebih dari nilai rata-rata kelas maka dapat dimasukkan dalam nilai lebih/ tinggi dan sebaliknya apabila nilai yang bersangkutan lebih rendah, maka dimasukkan dalam nilai kurang/ rendah (Murti, 2006). Penilaian kepatuhan cuci tangan adalah
a. Patuh > rata-rata skor nilai cuci tangan b. Tidak patuh rata-rata nilai cuci tangan
4. Kriteria mahasiswa praktek
Mahasiswa praktek keperawatan di ruang ICU dapat dikatakan patuh apabila melakukan cuci tangan saat sebelum menyentuh pasien, sebelum tindakan septik ataupun antisepstik, sesudah terpapar cairan tubuh, sesudah menyentuh pasien dan sesudah memegang benda di sekitar pasien. Apabila dari 5 moment telah dilakukan dengan baik, maka mahasiswa praktek dapat dinyatakan patuh.
e. Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang di rencanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmojo, 2007). Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masayarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan, menghindari dan mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan orang lain. Pendidikan kesehatan adalah suatu pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga adar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau serta bisa melakukan suatu tindakan yang ada hubungannya dengan kesehatan (Azwar, 2005). 2. Ruang lingkup pendidikan kesehatan
Sasaran pendidikan kesehatan menurut Mubarak (2006) ada 3 kelompok sasaran pendidikan kesehatan:
a) Sasaran Primer
Masayarakat pada umumnya bisa kepala keluarga, ibu-ibu hamil, anak-anak sekolah, remaja, lansia, dan sebagainya.
b) Sasaran Sekunder
Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan sebagainya. Diharapkan kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan dimasyarakat sekitar.
c) Sasaran tersier
Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik tingkat pusat maupun tingkat daerah.
3. Materi atau pesan
Materi atau pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dan keperawatan individu, kelompok, masyarakat. Materi atau pesan yang hendak disampikan hendaknya dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, materi yang tidak terlalu sulit dalam penyampaian materi sebaiknya menggunakan alat peraga materi merupakan kebutuhan sasaran.
4. Alat bantu pendidikan kesehatan
Alat bantu atau media pendidikan secara garis besar ada 3 macam alat bantu pendidikan:
a) Alat bantu visual yang berguna dalam membantu menstimulasi indra mata ( penglihatan ) pada waktu proses pendidikan, seperti slide, film, flim stripe.
b) Alat-alat bantu dengan Audio yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasi indra pendengaran pada waktu penyampaian bahan pendidikan seperti radio.
c) Media Papan
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi dengan pesan-pesan.
Peneliti dalam melakukan penelitian menggunakan media leaflet dan demonstrasi. Leaflet sebagai media pendidikan kesehatan digunakan dengan alasan praktis, karena mengurangi kebutuhan mencatat pada responden. Responden cepat melihat isinya. Dari biaya pembuatan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, dapat dengan mudah didiskusikan, dapat memberikan informasi yang detail yang mana tidak diberikan secara lisan, mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan responden.
Penggunaan demonstrasi cuci tangan juga dilakukan. Demontrasi adalah memperlihatkan secara singkat kepada responden bagaimana melakukan suatu perilaku kesehatan cuci tangan dalam 5 moment. Tujuannya adalah untuk meyakinkan responden bahwa sesuatu perilaku kesehatan tertentu yang dianjurkan itu adalah berguna dan praktis sekali dalam tindakan keperawatan. Keuntungan metode demonstrasi yang dilakukan adalah cara mengajar ketrampilan yang efekif dan dapat
merangsang peningkatan kepatuhan responden dalam cuci tangan, dan menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri.
2.7 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian penelitian
Peneliti Judul Metode penelitian Hasil penelitian
Nur Alam Fajar (2011)
Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Terhadap Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
Pada Masyarakat di Desa Senuro Timur Batu Kabupaten Ogan Ilir Metode penelitian observasional pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 93 masyarakat Desa Senuro Timur Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir menggunakan cara purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji korelasi Chi Square Tidak ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun dengan nilai p- value = 0,615, Ada hubungan antara sikap masyarakat terhadap perilaku CTPS dengan nilai p-value =0,001. Neila Fauzia (2014) Kepatuhan Standar Prosedur Operasional Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Rancangan deskriptif kuantitatif. Sampel yang diambil sebanyak 43 perawat dari 5 ruang yang diteliti Instrumen metode observasi langsung untuk menilai perilaku perawat dalam melaksanakan hand Rata-rata tingkat kepatuhan responden sebesar 62%-65%
hygiene berdasarkan Standar Prosedur Operasionl (SPO) yang berlaku. Analisis data menggunakan nilai persentase
Rachel Davis (2014) Predictors of healthcare professionals’ attitudes towards family involvement in safety-relevant behaviours: a cross-sectional factorial survey study Rancangan penelitian menggunakan crossectional. Responden adalah 73 dokter dan 87 perawat. Isntrumen menggukan kuesioner. Analisis data menggunakan persentase Sebanyak 88% tenaga kesehatan memberikan pendidikan cuci tangan kepada anggota keluarganya, namun hanya 41% yang mampu merubah sikap anggota keluarga untuk rajin cuci tangan
2.8 Kerangka Teori
Gambar 2.9. Kerangka teori
Sumber: Notoatmojo, 2007, Sukanto (2007) Niven (2002), Mubarok (2006)
2.9 Kerangka Konsep
Gambar 2.10. Kerangka konsep Pre test Kepatuhan cuci tangan Post test kepatuhan cuci tangan Pendidikan kesehatan
cuci tangan dengan metode demonstrasi
dan media leaflet Pendidikan kesehatan cuci tangan Faktor kepatuhan 1) Umur, 2) Jenis kelamin, 3) Pekerjaan, 4) Pendidikan. 5) Pengalaman, 6) Lingkungan, 7) Fasilitas kesehatan. Perilaku kepatuhan cuci tangan
Mahasiswa praktek
Cuci tangan pada 5 moment
2.10 Hipotesis Penelitian
Ha = Ada pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan terhadap kepatuhan mahasiswa praktek di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian metode pre eksperimental dengan pendekatan one group pretest – posttest. Ciri dari tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2005). Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut
Subjek Pre test Perlakuan Post test
K O I OI
Waktu I Waktu 2 Waktu 3
Gambar 3.1 Rancangan penelitian Keterangan:
(O1) : Observasi pertama kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment mahasiswa yang praktek di ruang ICU
I : Pendidikan kesehatan dengan menggunakan leaflet dan demonstrasi. (OI) : Observasi kedua kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment mahasiswa
yang praktek di ruang ICU
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi pada bulan Februari- Juni 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Sugiyono (2009), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi penelitian semua mahasiswa praktek di Ruang ICU pada jadwal sift pagi hari, baik berpendidikan DIII, S-1 Keperawatan maupun mahasiswa S-S-1 Ners. Jumlah populasi sebanyak 90 orang
b. Sampel
Sampel merupakan suatu bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009). Menurut Arikunto (2006) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
1. Besar sampel
Jumlah sampel diperoleh dengan rumus menurut Notoatmodjo (2007) sebagai berikut 2 ) ( 1 N d N n Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d = Tingkat kesalahan 10% (0,10)
2 ) 1 , 0 ( 90 1 90 n 9 , 1 90 = 48 responden. 2. Teknik sampling
Pengambilan sampel menggunakan Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Consecutive sampling. Consecutive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2005). Penentu kriteria sampel sangat membantu penelitian untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel (kontrol atau perancu) yang ternyata mempunyai pengaruh variabel yang diteliti. 3. Kriteria sampel
Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2003).
a) Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2003). Kriteria inklusi meliputi :
1) Mahasisiwa praktek di Ruang ICU 2) Bersedia menjadi responden penelitian
b) Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi adalah
1) Mahasiswa praktek pada sift siang dan malam
3.4. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara ukur Hasil ukur Skala Variabel bebas 1 Pendidikan kesehatan tentang cuci tangan Suatu atau penyampaian informasi tentang tindakan cuci tangan secara baik dan benar kepada mahasiswa praktek berdasarkan SOP cuci tangan hand rub RS Dr. Moewardi dengan metode demonstrasi dan leaflet. Observasi SOP cuci tangan - - - Variabel terikat 2 Kepatuhan cuci tangan Tindakan mahasiswa praktek di ruang ICU dalam melakukan cuci tangan dengan hand rub, sesuai SOP yang dilakukan saat : Sebelum menyentuh pasien, Sebelum tindakan septik ataupun antisepstik, Sesudah terpapar cairan tubuh, Sesudah menyentuh pasien Sesudah memegang benda di sekitar pasien Lembar cheklist 5 moment dalam cuci tangan: Observasi dilakukan nilai 1, tidak dilakukan nilai 0 Peneliti melakukan observasi langsung terhadap mahasiswa praktek dalam 5 moment melakukan cuci tangan Hasil observasi kemudian dilakukan penilaian dengan nilai total skor. Penilaian kepatuhan sebagai berikut Patuh > rata-rata nilai cuci tangan Tidak patuh rata-rata nilai cuci tangan (Murti, 2006) Nominal
Variabel perancu 3 Mahasiswa praktek Adalah mahasiswa jurusan keperawatan baik program DIII, S-1 keperawatan mapun S-1 keperawatan dan Ners yang melakukan praktek di ruang ICU pada waktu sift pagi
- - -
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data-data. Penelitian ini menggunakan lembar observasi berisi penilaian cara-cara cuci tangan yang benar dalam 5 moment cuci tangan. Penilaian 5 moment cuci tangan adalah:
1. Patuh > rata-rata nilai cuci tangan
2. Tidak patuh rata-rata nilai cuci tangan(Murti, 2006)
3.6. Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data bersumber pada a. Data primer
Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari responden penelitian (Riwidikdo, 2010). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil checklist cuci tangan responden dalam 5 moment
Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh orang lain dan tidak dipesiapkan untuk kegiatan penelitian, tetapi dapat digunakan untuk tujuan penelitian. Data sekunder adalah data mahasiswa yang praktik di ruang ICU.
Prosedur pengumpulan data a. Tahap orientasi
Tahap orientasi meliputi pengajuan surat studi pendahuluan ke bagian Stikes Kusuma Husada Surakarta. Tahap pertama, peneliti mempersiapkan beberapa konsep yang akan diteliti dengan membaca atau mencari beberapa literatur, misalnya jurnal maupun buku. Peneliti melanjutkan melakukan observasi awal kepada mahasiswa praktik di ruang ICU tentang perilaku tindakan cuci tangan dalam 5 moment. Hasil dan observasi tersebut kemudian dibuat proposal dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing berdasarkan judul yang telah disetujui sebelumnya.
Tahap kedua adalah melakukan revisi proposal kepada pembimbing I dan pembimbing II. Tahap ketiga adalah peneliti mengajukan permohonan ijin dengan surat studi pendahuluan dan kampus dan diserahkan kepada RSUD Dr. Moewardi.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pertama, peneliti menentukan objek penelitian yaitu mengambil populasi dari seluruh mahasiswa praktik di Ruang ICU
sebanyak 90 orang. Tahap kedua, peneliti mengambil sampel sebanyak 48 orang.
Tahap ketiga, peneliti menilai semua mahasiswa praktik dalam cuci tangan dalam 5 moment, peneliti kemudian memberikan lembar informed consent kepada mahasiswa praktik jika menyetujui menjadi responden dan ditandatangani responden. Peneliti membuat kesepakatan untuk melakukan pendidikan kesehatan tentang 5 dan langkah-langkah cuci tangan. Tahap keempat. Peneliti yang telah memberikan pendidikan kesehatan, kemudian peneliti dilain hari menilai kembali kepatuhan mahasiswa dalam cuci tangan dalam 5 moment, proses penelitian dari pre test dan pos test dilakukan selama 1 bulan, dengan tiap minggu rata-rata sebanyak 12-13 responden.
c. Tahap akhir
Hasil dari penelitian kemudian dibuat laporan skripsi dan dikonsultasikan kepada pembimbing I dan pembimbing II. Setelah mendapat persetujuan, peneliti melakukan seminar skripsi. Hasil dari skripsi kemudian dikumpulkan di STIKES Kusuma Husada Surakarta.
3.7. Teknik Pengolahan
Proses pengolahan data merupakan proses yang sangat penting. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data yaitu:
a. Editing untuk meneliti kelengkapan data dengan cara mengoreksi data yang telah diperoleh, sehingga dapat dilakukan perbaikan data yang kurang. b. Coding untuk mempermudah dalam pengolahan data dan proses selanjutnya
melalui tindakan mengklasifikasikan data.
c. Tabulating yaitu penyusunan data yang merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar data dapat dengan mudah dijumlah, disusun dan didata untuk disajikan dan dianalisis.
3.8. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis data ini dilakukan terhadap tiap variabel dari penelitian dan pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Notoadmodjo, 2005). Analisis univariat pada penelitian ini adalah kepatuhan cuci tangan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
b. Analisis Bivariat
Analisis data ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian ini menggunakan uji statistik comparative Test yaitu uji Mc. Nemar. Uji Mc. Nemar adalah uji yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif 2 sampel jika populasi terdiri atas 2 kelompok klas misalnya sebelum dan sesudah dan datanya Nominal/Deskrit (Arikunto, 2006).Cara perhitungan dalam uji Mc. Nemar dapat digambarkan sebagai berikut:
Sebelum Sesudah - + + A B - C D 1) Hipotesis Ho : T1 =T2 H1 : T1T2 2) Uji Satistik :
D A 2 D A 2 F Dinama :A = frekuensi yang berubah dalam sel A D = frekuensi yang berubah dalam sel D 3) Kriteria Uji :
Ho ditolak jika : F hitung > 2 F 2
tabel atau p< 0,05
Ho diterima jika : F hitung 2 F 2 tabel atau p> 0,05
3.9. Etika dalam Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat izin dari institusi RSUD Dr. Moewardi untuk melakukan penelitian. Setelah mendapat izin, barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :
a. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian serta manfaat penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti
maksud dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
b. Tanpa Nama (Anonymity)
Peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi subjek, tetapi hanya diberikan kode tertentu, demi menjaga kerahasiaan identitas subyek.
c. Kerahasiaan(Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan terhadap kepatuhan mahasiswa praktek di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret- Mei 2015 dengan jumlah sampel 48 mahasiswa praktek klinik. Intervensi dilakukan selama 1 bulan dengan melakukan pre test dan post test kemudian hasilnya dibandingkan. Pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti. Data yang memenuhi syarat dianalisis dan disajikan berdasarkan analisis univariat dan analisis bivariat.
4.1 Analisis Univariat
4.1.1 Karakteristik sampel
a. Umur
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi Karakteristik sampel berdasarkan umur mahasiswa di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi (n = 48)
Umur Frekuensi Persentase (%)
19-21 tahun 30 62.5
22-24 tahun 18 37.5
Total 48 100.0
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui 30 sampel berumur antara 19-21 tahun (62,5%), dan 18 sampel berumur 22-24 tahun (37,5%).
b. Jenis kelamin
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin mahasiswa di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi (n = 48)
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 15 31.2
Perempuan 33 68.8
Total 48 100.0
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui 33 sampel adalah perempuan (68,8%), dan 15 responden adalah laki-laki (31,2%).
c. Tingkat Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi Karakteristik sampel berdasarkan tingkat pendidikan mahasiswa di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi (n = 48)
Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase (%)
DIII keperawatan 22 45.8
DIV Keperawatan 7 14.6
S1Keperawatan 14 29.2
S1+Ners 5 10.4
Total 48 100.0
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui 22 sampel berpendidikan DIII keperawatan (45,8%), 7 sampel berpendidikan DIV keperawatan (14,6%), 14 sampel berpendidikan S1 keperawatan (29,2%) dan 5 sampel berpendidikan S1 + Ners (10,4%).
d. Kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment Tabel 4.4
Kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment sebelum pendidikan kesehatan di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi (n = 48)
5 moment cuci tangan
Pre test Tidak patuh Patuh
Sebelum menyentuh pasien 36 12
Sebelum tindakan septik ataupun antiseptik 30 18
Sesudah terpapar cairan tubuh 26 22
Sesudah menyentuh pasien 18 30
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui pre test dalam 5 moment responden yang patuh sebelum menyentuh pasien sebanyak 12 responden, sebelum tindakan septik ataupun antisepstik sebanyak 18 responden, sesudah terpapar cairan tubuh sebanyak 22 responden, sesudah menyentuh pasien sebanyak 30 responden, dan sesudah memegang benda di sekitar pasien sebanyak 20 responden.
Tabel 4.5
Kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment sesudah pendidikan kesehatan di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi (n = 48)
5 moment cuci tangan
Post test Tidak patuh Patuh
Sebelum menyentuh pasien 26 22
Sebelum tindakan septik ataupun antiseptik 21 27
Sesudah terpapar cairan tubuh 13 35
Sesudah menyentuh pasien 17 31
Sesudah memegang benda di sekitar pasien 19 29
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui post test dalam 5 moment banyak yang patuh yaitu sebelum menyentuh pasien sebanyak 22 responden, sebelum tindakan septik ataupun antisepstik sebanyak 27 responden, sesudah terpapar cairan tubuh sebanyak 35 responden, sesudah menyentuh pasien sebanyak 31 responden, dan Sesudah memegang benda di sekitar pasien sebanyak 29 responden.
4.2 Analisis bivariat
Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment pada sempel di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi.
Tabel 4.6
Tabel 4.6 Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment pada sempel di Ruang ICU
RSUD Dr. Moewardi (n = 48) Kepatuhan cuci tangan
sesudah pendidikan
kesehatan Total p
Tidak Patuh Patuh Kepatuhan cuci tangan sebelum pendidikan kesehatan Tidak Patuh 9 19 28 0.007 patuh 5 15 20 jumlah 14 34 48
Hasil tabel 4.6 dapat diketahui bahwa rata-rata kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment sampel sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah tidak patuh, sedangkan rata-rata setelah dilakukan pendidikan kesehatan adalah patuh Hasil uji statistik menggunakan uji Mc Nemar didapatkan p=0,007 (p<0,05) yang terdapat pengaruh kepatuhan cuci tangan pada mahasiswa dalam 5 moment sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.
BAB V PEMBAHASAN
Pembahasan dalam penelitian berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan hasil penelitian didasarkan atas teori yang mendukung serta perbandingan dengan penelitian terdahulu.
5.1 Karakteristik sampel a. Usia
Berdasarkan hasil penelitian dikatahui 62,5% usia sampel berusia 19-21 tahun berjumlah 30 orang. Notoatmodjo (2010) Usia seseorang akan mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang terhadap informasi yang diberikan. Semakin bertambah usia maka daya tangkap dan pola pikir seseorang semakin berkembang
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Wawan & Dewi, 2011). Hasil penelitian Saragih (2010 ) menjelaskan bahwa perawat yang berusia semakin dewasa mempunyai perilaku cuci tangan yang baik, hal ini disebabkan adanya kesadaran pentingnya kesehatan cuci tangan untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil penelitian ini, menurut peneliti bahwa dengan usia yang semakin dewasa, maka responden dapat menerima informasi pengetahuan melalui pendidikan kesehatan dan semakin patuh tentang cuci tangan.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian diketahui 68,8 % sampel adalah perempuan berjumlah 33 orang. Sularyo (2007) menyatakan dunia keperawatan identik dengan ibu atau perempuan yang lebih dikenal dengan mother instinct, sehingga sangat wajar jika tenaga kesehatan yang dimulai dari dunia pendidikan akan lebih banyak perempuan. Ditambah lagi output perawat yang dihasilkan dari perguruan tinggi, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.
Penelitian Cahyati (2010) menjelaskan hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaaan yang bermakna antara mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam nilai tahap cuci tangan di laboratorium Mikrobilogi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Namun berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa jenis kelamin tidak berbeda mengenai tingkat kepatuhan cuci tangan. Sampel baik laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan kepatuhan cuci tangan dengan baik.
c. Pendidikan
Hasil penelitian diketahui bahwa 45,8% sampel adalah berpendidikan DIII Keperawatan berjumlah 22 orang. (Notoatmodjo 2005) Pendidikan seseorang akan mempengaruhi perbedaan pengetahuan. Hal tersebut dikarenakan pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang maka daya tangkap terhadap informasi semakin tinggi, sehingga akan semakin mudah umtuk menerima informasi.
Hasil penelitian Fahmi (2012) menjelaskan dari 64 responden perawat di Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi, 55 responden berpendidikan DIII kesehatan. Lebih dari 60% perawat telah melaksanakan kewaspadaan Standart termasuk melakukan cuci tangan baik dengan air mengalir maupun handrub. Berdasarkan hasil penelitan ini, peneliti berpendapat bahwa sampai saat ini masih banyak rumah sakit dengan tenaga kehatan masih banyak yang berpendidikan DIII kesehatan, termasuk di RSUD Dr. Moewardi.
5.2 Kepatuhan mahasiswa praktik dalam 5 moment sebelum pendidikan kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 36 sampel masih tidak patuh dalam melakukan cuci tangan di moment sebelum menyentuh pasien,30 sampel sebelum tindakan septik ataupun antiseptic,26 sampel sesudah memegang benda di sekitar pasien. Kamus besar bahasa Indonesia (2002) menjelaskan bahwa kepatuhan adalah sifat patuh atau ketaatan dalam menjalankan perintah atau sebuah aturan. Kepatuhan dalam menjalankan cuci tangan dalam 5 moment.
Penelitian Anggrahitha, (2009) menjelaskan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan tentang cuci tangan, 32 responden (73%) masih kurang dalam responden melakukan cuci tangan pada anak SDN Cisalak 1 Depok. Berdasarkan penelitian, peneliti menyatakan bahwa sampel yang belum menerima pendidikan kesehatan masih kurang memahami pentingnya cuci tangan dalam 5 moment dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien. Mahasiswa masih tidak selalu cuci tangan kembali setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien satu dan berpindah kepada pasien lain.
5.3 Kepatuhan mahasiswa praktik dalam 5 moment sesudah pendidikan kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 26 sampel masih tidak patuh dalam melakukan cuci tangan, di moment sebelum menyentuh pasien. 21 sampel sebelum melakukan tindakan septik ataupun antiseptik. 19 sampel sesudah memegang benda disekitar pasien. Menurut peneliti hal ini dikarenakan kurangnya kontrol atau pengawasan dari perawat ruang ICU, atau dari pembimbing lapangan pada saat praktek klinik keperawatan. Keterbatasan jumlah perawat ruangan dan waktu menjadi kendala dalam hal pengawasan ini. Kurangnya kesadaran mahasiswa praktek untuk selalu melakukan cuci tangan dalam 5 moment juga menjadi faktor kurangnya kepatuhan mahasiswa praktek dalam melakukan universal caution. Niven (2002) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Penelitian Mulyani (2013) menjelaskan bahwa perawat sudah patuh dalam melaksanan cuci tangan dalam 5 moment di RSUI Kendal.
Mikroorganisme di tangan ini diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan. Sejumlah mikroorganisme permanen juga tinggal di lapisan terdalam permukaan kulit yaitu staphylococcus epidermidis. Selain memahami panduan dan rekomendasi untuk Tujuan kebersihan tangan adalah untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. kebersihan tangan, para petugas kesehatan perlu memahami indikasi dan keuntungan dari kebersihan tangan terutama keterbatasan, pemakaian sarung tangan (Indro, 2004).
Hasil penelitian Zulpahiyana (2013) menjelaskan adanya peningkatan handover keperawatan dalam meningkatkan kepatuhan hand hygiene perawat di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Berdasarkan penelitian bahwa setelah mendapatkan pendidikan kesehatan, pengetahuan sampel meningkat dan lebih patuh dalam melakukan cuci tangan dalam 5 moment. Mahasiswa sudah banyak mengalami perubahan dalam kepatuhan cuci tangan, dimana dimulai masuk ruang ICU melakukan cuci tangan hingga selesainya tugas keperawatan pada pasien dan juga melakukan cuci tangan.
5.4 Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan mahasiswa dalam 5 Moment cuci tangan
Berdasarkan hasil penelitian dari uji Mc. Nemar diperoleh nilai signifikansi p= 0,007 (p<0,05) sehingga disimpulkan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan cuci tangan dalam 5 moment pada mahasiswa praktik di ruang ICU. Suliha (2007) menyatakan bahwa pengetahuan dapat diubah dengan strategi persuasi yaitu memberikan informasi kepada orang lain dengan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan berbagai metode salah satunya metode demonstrasi. Penelitian Desianto (2013) menjelaskan adanya efektivitas mencuci tangan menggunakan cairan pembersih tangan antiseptik (hand sanitizer)terhadap jumlah angka kuman di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta. Menurut peneliti peningkatan kepatuhan dapat disebabkan adanya peningkatan pengetahuan dari adanya pendidikan kesehatan yang diberikan oleh peneliti.
Hasil observasi peneliti selama proses pendidikan kesehatan berlangsung, sampel terlihat mengikuti kegiatan dengan baik dan menyerap semua informasi yang diberikan dari petugas kesehatan. Hasil dari post test menunjukkan bahwa nilai rata-rata kepatuhan yang diperoleh menjadi naik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengetahuan yang diterima, sampel kemudian mencerna dari informasi yang diberikan. Adanya perubahan pengetahuan dan sikap perilaku dalam bertindak dalam melakukan cuci tangan menjadikan sampel mau dan lebih peduli terhadap kesehatan khususnya mencegah infeksi nosokomial.
Peningkatan jumlah kepatuhan mahasiswa praktik adalah adanya pendidikan kesehatan dengan menggunakan media leaflet yang digunakan sebagai bahan materi peningkatan pengetahuan, sehingga dengan adanya media tersebut dapat menjadi panduan bagaimana mahasiswa melakukan cuci tangan dengan baik dan benar dalam 5 moment. Menurut peneliti bahwa sangat penting melakukan cuci tangan dalam 5 moment agar tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik dan mempercepat kesembuhan pasien.