• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga, teman-teman dan keluarga karena ketergantungan masyarakat pada transaksi tanah secara informal dan tidak tertulis.

Demikian halnya pada masyarakat Karo, juga masih banyak terdapat konflik atau sengketa tanah. Dalam tulisan ini akan difokuskan pada masyarakat Karo yang berada di desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Dari survey pra penelitian yang dilakukan oleh penulis, kebanyakan konflik tanah yang terjadi antar mereka yang masih memiliki hubungan darah/ keturunan.

Seperti yang di alami oleh A.Sitepu yang pernah mengalami konflik dengan saudara kandungnya. A.Sitepu adalah seorang petani di desa Kuta Rayat dan saat ini sudah berusia 70 tahun. Konflik yang di alaminya sudah terjadi 8 tahun yang lalu dan terjadi karena ketidak puasan salah satu pihak terhap pembagian tanah warisan. P.Sitepu adalah salah satu informan yang merupakan salah satu pihak penggugat dari kasus konflik perebutaan tanah warisaan dan pernah menjabat sebagai anggota legislative di pemerintahaan kabupaten karo. Ketika menjabat sebagai wakil rakyat,informan mengaku meninggalkan kampung halamanya dan memberi kepercayaan kepada bere-bere nya (anak dari saudara perempuannya) untuk mengelola tanah miliknya akan tetapi ketika informan pulang kekampung halamannya informan meminta tanah tersebut ternyata

(2)

bere-bere nya tidak mau mengembalikan tanah itu dan sudah menganggapnya menjadi

miliknya.

Konflik tanah yang terjadi pada masyarakat menyebabkan rusaknya interaksi sosial diantara pihak-pihak yang bersengketa. Tanah merupakan modal dasar bagi kehidupan manusia, sebagai sebuah modal dasar, maka tanah memiliki dua fungsi, yaitu fungsi produksi dan fungsi non produksi. Kebutuhan akan penggunaan tanah tersebut acapkali berbenturan , mengingat bahwa terdapatnya jumlah luas tanah yang terbatas, pada sisi yang lain terdapat ledakan pertumbuhan penduduk.

Tanah menjadi sangat penting ketika terdapat dua makna atas arti penting tanah. Tanah dapat diarikan sebagai nilai ekonomi, pada sisi yang lain tanah diartikan memiliki kegunaan non ekonomi (nilai religio-magis tanah). Pada saat itulah memunculkan konflik tanah yang tampaknya tidak mudah untuk di pecahkan. Sejarah membuktikan bahwa terjadinya konflik, pertumpahan darah sejak masa lalu lebih disebabkan perebutan atas penguasaan sebidang tanah.

Konflik tanah tidak mudah untuk diselesaikan, hal ini dapat dipahami mengingat menguasai tanah bukan sekedar penguasaan atas sebidang objek fisik berupa tanah, melainkan sebuah keyakinan bahwa tanah mengandung religio magis yang kuat dikalangan masyarakat. Masyarakat memandang bahwa tanah tidak sekedar bernilai ekonomis tetapi mengandung nilai sakral, karena di tanah tersebut ia dilahirkan, orang tua dimakamkan, harga diri dimunculkan dalam bentuk penguasaan atas tanah.

Ada 3 (tiga) komponen kepentingan dan bagaimana masyarakat memperlakukan tanah. Komponen itu meliputi:

(3)

1) Dimensi Ekomaterialistik, yaitu tanah sebagai bagian dari ekosistem bersifat “non-private”, sehingga tanah dihargai secara matrealistik ( dengan uang).

2) Dimensi Historiosuksesif, yaitu tanah sebagai symbol kejayaan leluhur dimasa silam, sehingga jangan ada orang lain yang mengganggu meskipun dengan cara membeli dengan harga yang layak.

3) Dimensi Psikomonumentif, yaitu tanah sebagai harga diri, warisan, monument keluarga, sehingga jangan ada orang lain yang mengganggu (Supiryoko,1994).

Dalam masyarakat Karo, ukuran kekayaan seseorang itu adalah tanah yang lebar. Semua kekayaan itu kelak akan diwariskan kepada anak laki-laki di keluarga itu sendiri.. anak perempuan tidak memiliki hak untuk meminta bagian dari warisan tersebut, dan seandainya pun anak perempuan mendapatkan warisan itu dinamakan pemberian (perkuah ate) kalimbubu (saudara laki-laki). Hal ini disebabkan karena masyarakat Karo menganut sistem kekerabatan patrilineal.

Garis keturunan patrilineal adalah yang menghitung hubungan kekerabatan melalui orang laki-laki saja dank arena itu mengakibatkan bahwa tiap-tiap individu dalam masyarakat semua kaum kerabat ayahnya masuk dalam batas hubungan kerabatnya, sedangkan semua kaum kerabat ibunya jauh di luar batas itu (Konjaraningrat, 1967:124, dalam Helenta hal 6). Garis keturunan laki-laki akan musnah atau hilang jika tidak ada anak laki-laki yang dilahirkan. Fungsi utama anak laki-laki dalam masyarakat Karo adalah sebagai penerus keturunan (marga) dan sebagai penerima harta warisan (orang yang paling behak menerima warisan). Penggunaan lahan yang diberikan oleh

(4)

saudara laki-lakinya hanya dapat digunakan semasa hidup saudara perempuannya dan tidak bisa dijadikan sebagai hak miliknya.

Dari hal tersebut lah biasanya akan muncul konflik. Memang konflik yang timbul bukan dalam waktu yang singkat, justru sebaliknya akan timbul dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu ketika pihak peminjam tanah itu sudah meninggal dan pemberi tanah pinjaman juga sudah meninggal atau lebih jelasnya konflik itu bermula dari keturunan mereka masing-masing. Keturunan saudara laki-laki nya akan meminta kembali tanah yang dulu nya pernah diberikan orang tua nya kepada kepada keturunan saudara perempuan ayah mereka, sedangkan keturunan dari pihak saudara perempuan merasa bahwa tanah itu sudah menjadi hak milik mereka, karena sudah sangat lama mereka lah yang mengelolanya seperti milik sendiri. Dari sinilah akan timbul konflik internal dalam keluarga besar masing-masing.

Konflik perebutan tanah warisan adalah jenis konflik yang paling sering muncul di kalangan masyarakat Karo. Konflik tanah muncul karena adanya perbedaan dalam hal batas tanah, adanya perbedaan pandangan dalam pembagian warisan dan perbedaan pandangan dalam bukti kepemilikan. Konflik juga dapat terjadi karena lemahnya administrasi pertanahan di tingkat pedesaan.

Berdasarkan catatan fakta di lapangan di temukan beberapa kasus mengenai perebutan tanah warisan. Dari hasil wawancara dengan tokoh adat, diketahui bahwa konflik yang terjadi pada masyarakat desa Kuta Rayat ini disebabkan karena tidak adanya bukti otentik pemberian warisan terhadap keturunan perempuan, sehimgga kurang dihargai oleh keturunan laki-laki. Kebudayaan masyarakat Karo yang merasa keberatan jika membagikan tanah warisan ketika masa hidupnya, juga menjadi penyebab terjadinya

(5)

konflik. Pada umumnya, pembagian warisan dalam masyarakat Karo dilakukan ketika orang tua dalam keluarga sudah meninggal dunia. Konflik perebutan tanah warisan ini biasanya terjadi pada beberapa generasi berikutnya, dengan alasan merasa tidak puas terhadap aturan-aturan yang sudah berlaku selama ini. Adapun pihak-pihak yang berkonflik dalam perebutan tanah warisan tersebut adalah antara sesama saudara kandung, antar saudara sepupu yang ayahnya bersaudara kandung, konflik dengan saudara kandung ayahnya, konflik antar saudara laki-laki dan saudara perempuan, konflik antara keturunan saudara laki-laki nya dengan keturunan saudara perempuannya, dan juga antara paman dan keponakannya.

Penulis merasa tertarik untuk mengkaji permasalahan konflik di kalangan masyarakat Karo, disebabkan karena penulis melihat bahwa pembahasan kasus konflik yang ada selama ini kurang mendetail, sehingga dalam tulisan ini juga penulis ingin mengkaji bagaimana sebenarnya proses terjadinya konflik dalam masyarakat Karo dan bagaimana penyelesaian konflik tersebut di lakukan. Dalam penyelesaian konflik tanah pada masyarakat Karo, mungkin agak berbeda dengan kasus konflik pada masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam masyarakat Karo, ikut berperan nya “dalikan sitelu” ( tungku yang berkaki tiga), yaitu senina, kalimbubu, dan anak beru dalam penyelesaiaan konflik tanah tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalah sehingga jelas dari mana harus di mulai. Kemana harus pergi,

(6)

dan dengan apa ( Arikanto, 2002:22). Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya konflik perebutan tanah warisan?

2. Bagaimana penyelesaian konflik tanah tersebut dilakukan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk memgetahui dan menganalisis bagaimana proses terjadinya konflik tanah pada masyarakat Karo.

2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian konflik tanah tersebut dilakukan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melatih kemempuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan sosiologis yang telah di peroleh penulis.

2. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai ketertarikan dengan masalah penelitian ini.

1.4.2. Manfaat Praktis

(7)

2. Data-data peneliian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perumus kebijakan dan instansi terkait.

3. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi warga yang terlibat dalam konflik.

1.5. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat di perlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi, suatu abstaksi mengenai gejala atau realita suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Di samping mempermudah dan memfokuskan penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian.

Konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah:

• Konflik tanah adalah perbedaan kepentingan antara berbagai pihak, baik individu maupun kelompok yang memiliki tujuan atau maksud yang tidak sejalan terhadap satuan bidang tanah/ wilayah daratan tertentu yang menimbulkan perselisihan dan benturan-benturan.

• Tanah warisan adalah warisan nenek moyang yang diperuntukkan bagi warga desa tertentu, tanah komunal yang tidak di perjual belikan, warga hanya punya hak kelola saja bukan hak untuk memiliki.

(8)

• Suku Karo adalah suku bangsa yang berasal dari dataran tinggi Karo, dan ada sebagian yang menyebar (merantau) keseluruh pelosok tanah air. Suku Karo yang di maksud dalam peelitian ini adalah penduduk desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

• Resolusi konflik adalah upaya-upaya yang menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan-hubungan baru yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan. Resolusi konflik mengacu pada strategi-strategi untuk menangani konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu kesepakatan mengskhiri kekerasan (penyelesaian konflik), tetapi juga mencapai suatu resolusi dari berbagai perbedaan sasaran yang menjadi penyebabnya (Fisher, 2001:7-8). Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai resolusi konflik adalah upaya yang dilakukan oleh warga untuk menyelesaikan konflik dan mencapai kesepakatan yang bisa diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.

• Daliken Sitelu adalah tungku yang tiga (Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu tiga). Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api (memasak). Lalu

(9)

Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagai sangkep nggeluh (kelengkapan hidup). • Garis Keturunan Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang

mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah. Kata ini seringkali disamakan dengan patriarkhat atau patriarkhi, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata, yaitu pater (bahasa Latin) yang berarti "ayah", dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi, "patrilineal" berarti mengikuti "garis keturunan yang ditarik dari pihak ayah".

• Senina adalah mereka yang bersodara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.

• Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu.

• Anak beru adalah pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain.

• Perkuah Ate adalah sifat yang menyayangi orang tanpa memandang status orang tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kriteria kualitas, kuantitas dan kontinuitas air (tata air) diperoleh hasil 12,17 termasuk pada kategori kelas sedang, yang masih dapat ditoleransi untuk kawasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menemukan strategi kesantunan yang digunakan oleh Najwa Shihab dalam program acara Mata Najwa Episode para juara

Salah satu cara yang paling efektif untuk menambah kemampuan pengamatan dan kesanggupan membeda-bedakan hal-hal yang penting dan yang tidak penting adalah dengan selalu

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kreativitas dan ketuntasan belajar matematika dengan menerapkan model discovery learning berbasis numbered heads together

Sedangkan unit analisis yang merupakan tingkat agresi (fokus) data dalam penelitian ini adalah data primer dengan instrumen berupa kuesioner yang disebarkan pada empat

Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 beserta perangkat peraturan perundangan di bawahnya menyebabkan kelembagaan penyuluhan

Berdasarkan realisasi sistem pengontrol sikap satelit menggunakan sensor MEMS, perbandingan sistem menggunakan metode PID dengan nilai Kp = 8, Ki = 1, dan Kd = 1

Perpustakaan Kolej Universiti Teknologi Tun Hussein Onn dibenarkan membuat salinan untuk tujuan pengajian sahaja.. Perpustakaan dibenarkan membuat salinan tesis ini sebagai