• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemujaan terhadap selebriti merupakan suatu hal yang kerap terjadi, terlebih di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna dalam bingkai media massa, sehingga kerap dijadikan role model oleh penggemarnya. Daya tarik selebriti tersebut telah memberikan pengaruh yang sangat besar hingga menimbulkan ketertarikan mendalam bagi penggemarnya.

Ketertarikan penggemar terhadap selebriti tersebut ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku, mulai dari mengoleksi poster, mengoleksi majalah, membeli CD, menonton film, hingga menonton konser selebriti favoritnya. Tiket konser musik sejumlah selebriti mancanegara selalu habis terjual meskipun harga tiket mencapai jutaan. Seperti pada konser One Direction di Stadion Gelora Bung Karno pada Maret 2015 berhasil mengumpulkan hampir 40.000 penggemar (Tabloid Bintang, 2015) dan juga konser boyband asal Korea Selatan yaitu EXO pada Februari 2016 yang berhasil mengumpulkan 7.000 penonton (Kompas, 2016).

Fenomena tersebut tidak dapat dipisahkan oleh andil media massa. Peran media dalam membangun image para selebriti seolah mampu menimbulkan ketertarikan dan keterhubungan mendalam bagi para pemirsanya. Sajian sejumlah program menarik yang acapkali mengumbar kehidupan pribadi para selebriti seperti, talkshow, reality show, sinema elektronik, hingga acara infotainment,

(2)

commit to user

telah menjadi bagian kehidupan khalayak publik. Pernikahan, perceraian, kehamilan, kelahiran anak, penghargaan yang diraih, hingga kematian selebriti menjadi konsumsi sehari-hari dan acapkali menimbulkan empati publik.

Selain andil media komunikasi satu arah tersebut, seiring dengan laju perkembangan internet, para penggemar semakin mudah untuk mengakses informasi terkini mengenai selebriti favoritnya. Sejak kemunculan jejaring sosial Twitter dan Instagram, banyak selebriti yang membuat akun di dua jejaring sosial populer tersebut. Para selebriti seringkali menginformasikan kegiatan sehari-harinya melalui Twitter dan Instagram, sehingga semakin membuat para penggemar merasa tahu banyak tentang kehidupan selebriti favoritnya. Perasaan keterhubungan yang mendalam antara penggemar terhadap selebriti favoritnya disebut parasosial.

Brown, dkk. (2003) mengistilahkan hubungan parasosial sebagai ikatan afektif antara pemirsa dengan figur media massa yang terjadi melalui media non-interaktif seperti televisi, film, buku, dan musik (dalam Hoffner, 2008). Menurut Honeycutt (2003), interaksi parasosial adalah sebuah interaksi semu (pseudo-interaction) yang terjadi hanya ada dalam pikiran pemirsanya saja (dalam

Hoffner, 2008).

Hubungan parasosial terjadi melalui komunikasi satu arah serta interaksi antara pemirsa dan figur media massa yang hanya sedikit atau tidak ada sama sekali (Hoffner, 2008). Seperti saat menonton acara talkshow atau reality show, komunikasi yang terjadi hanya bersifat satu arah tanpa adanya interaksi sama sekali. Pemirsa merasa seolah-olah sedang melakukan komunikasi secara

(3)

commit to user

langsung tanpa perantara dengan figur media massa. Begitu pula yang terjadi pada jejaring sosial Twitter dan Instagram, hanya memungkinkan figur media massa (selebriti) sedikit memberikan feedback kepada para penggemar yang berusaha untuk berinteraksi dengan mereka. Hal tersebut membuat perasaan seolah-olah para penggemar telah melakukan komunikasi secara langsung dengan selebriti favoritnya. Penggemar tersebut juga membentuk sebuah ilusi bahwa selebriti favoritnya juga mengetahui keberadaan mereka, sebagaimana mereka sangat mengetahui selebriti favoritnya (Hoffner, 2008).

Melalui televisi, pemirsa mengamati figur media dalam hal proses interaksi, kegiatan sehari-hari, hingga pikiran dan perasaan yang diungkapkan. Informasi mengenai figur media tersebut tersedia pada berbagai macam sumber antara lain, wawancara televisi, majalah, dan internet (Hoffner, 2008). Menurut Dindia (2000), informasi tersebut sama seperti self-disclosure dalam hubungan sosial, sehingga pemirsa menjadi merasa lebih tahu banyak tentang figur media tersebut dibandingkan tetangga atau keluarganya (dalam Hoffner, 2008).

Valkenburg dan Soeters (2001) mengungkapkan fakta bahwa, ikatan parasosial dengan figur media juga dapat berkembang melalui internet yaitu melalui situs penggemar (fan sites), website selebriti, dan cerita fiksi yang dibuat penggemar (fan fiction) (dalam Hoffner, 2008). Ketertarikan terhadap selebriti tersebut membuat pemirsa berusaha mencari tahu lebih banyak mengenai selebriti favoritnya. Hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan diri pemirsa dalam memahami dan memprediksi perilaku selebriti favoritnya serta meningkatkan keintiman atau kelekatan parasosial (parasocial attachment) (Hoffner, 2008).

(4)

commit to user

Jenis kelamin juga mempengaruhi tingkat kecenderungan parasosial individu. Penelitian yang dilakukan Stern dan Russell (2001) menghasilkan fakta bahwa, wanita cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan karakter dalam suatu program televisi dibandingkan pria (dalam Russell, 2004). Wanita cenderung membentuk ikatan parasosial dengan karakter dalam televisi dibandingkan pria, karena wanita memiliki perasaan terikat dan terkoneksi yang lebih kuat dibandingkan pria. Itulah mengapa seringkali ditemukan jumlah pengunjung wanita lebih banyak dibandingkan jumlah pengunjung pria dalam sebuah perhelatan konser penyanyi atau grup musik terkenal.

Remaja lebih sering terlibat dalam interaksi parasosial. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Murray (1999) bahwa remaja dan anak-anak sering merasa terlibat dalam suatu peristiwa yang ditampilkan dalam media massa, seolah-olah mereka melihat langsung peristiwa tersebut (dalam Hoffner, 2008). Sejumlah penelitian menghasilkan fakta bahwa remaja lebih sering merasa memiliki kedekatan yang intim terhadap figur media (Hoffner, 2008). McDonald dan Kim (2001) menyatakan bahwa, karakteristik personal seperti kepribadian dan pengalaman hidup, juga mempengaruhi remaja dalam membentuk ikatan parasosial dengan melihat kemiripan antara diri sendiri dengan figur media (dalam Hoffner, 2008). Sama seperti hubungan sosial, remaja membentuk gaya kelekatan (attachment) yang berbeda-beda terhadap figur media antara lain, menjadikan figur media sebagai teman yang memiliki sejumlah kemiripan, sebagai partner dalam hubungan romantis, atau sebagai seorang idola yang diteladani (Cohen, 2004).

(5)

commit to user

Murray (1999) mengungkapkan pula bahwa remaja juga membentuk perasaan bahwa figur media atau selebriti favoritnya tersebut mengetahui dan memahami mereka secara personal. Remaja juga tak segan untuk melakukan berbagai macam usaha untuk melakukan kontak dan interaksi dengan figur media tersebut (dalam Hoffner, 2008). Sebagaimana yang terjadi pada jejaring sosial Twitter dan Instagram, penggemar senang sekali melakukan kontak terhadap selebriti favoritnya dengan cara membalas tweet selebriti atau berkomentar pada foto yang diunggah oleh selebriti favoritnya. Tak jarang pula penggemar sering melakukan hal-hal aneh dan berlebihan mulai dari mengirimkan pesan berisi sama secara berulang-ulang di media sosial (spam) hingga mengirimkan hadiah yang tidak wajar hanya untuk memperoleh perhatian dari selebriti favoritnya,.

Remaja menggunakan hubungan parasosial untuk mengekspresikan dirinya dan membentuk identitas alternatif lain (Hoffner, 2008). Kesadaran akan diri tersebut diperlukan untuk mengidentifikasikan diri dalam konteks sosial, dan identitas sosial tersebut memiliki pengaruh terhadap identitas personal, salah satunya adalah dapat mempengaruhi self-esteem (Harter, 1999; dalam Hoffner, 2008). Self-esteem merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pembentukan perilaku parasosial.

Carr (2004) mendefinisikan self-esteem sebagai konstruk yang menggambarkan bagaimana individu menilai dan mengukur rasa kebergunaan diri dengan membandingkan antara dirinya saat ini dengan dirinya yang diharapkan (real self vs. ideal self). Begitu pula yang diungkapkan oleh Lerner dan Spanier bahwa, self-esteem merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara

(6)

commit to user

positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif (dalam Ghufron, 2010). Evaluasi positif dan negatif dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Jika seseorang dapat melihat secara positif terhadap dirinya, maka orang tersebut dikatakan memiliki self-esteem yang tinggi, begitupun sebaliknya. Mruk (1999) juga menyatakan bahwa self-esteem dievaluasi berdasarkan penilaian kebergunaan diri dalam berbagai macam konteks yaitu, dalam konteks keluarga, sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan sehari-hari, dan kelompok teman sebaya (peer group) (dalam Carr, 2004).

Penelitian yang dilakukan Turner (dalam Hoffner, 2008) menghasilkan fakta bahwa self-esteem yang rendah berhubungan dengan mudahnya seseorang terikat dalam hubungan parasosial dengan figur media. Hal tersebut terjadi karena seseorang yang memiliki self-esteem rendah biasanya memiliki kesulitan dalam membina komunikasi langsung dengan orang lain, sehingga mereka lebih memilih untuk menonton televisi dan menciptakan hubungan dengan figur dalam televisi tersebut (Hoffner, 2008).

Aspek lain yang mempengaruhi perilaku parasosial individu adalah kelekatan. Gaya kelekatan yang terbentuk ketika masa kanak-kanak juga berhubungan dengan perkembangan ikatan parasosial (Cohen, 2004). Ikatan parasosial cenderung tinggi pada individu yang membutuhkan kedekatan dan keintiman dengan orang lain, akan tetapi takut mengalami kehilangan dan penolakan (anxious-ambivalent attachment style), serta cenderung rendah pada individu yang memiliki kesulitan membentuk keintiman dan kepercayaan (avoidant attachment style) (Cohen, 2004). Sebagaimana yang diungkapkan oleh

(7)

commit to user

Cole dan Leets (1999) bahwa individu yang memiliki orientasi gaya kelekatan terikat (preoccupied attachment) akan membentuk interaksi parasosial lebih intensif dibandingkan individu yang memiliki gaya kelekatan aman (secure attachment) dan gaya kelekatan menghindar (avoidant attachment).

Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (McCartney & Dearing, 2002). Ainsworth menyatakan bahwa kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu kepada figur lekat dalam waktu lama dan terus menerus sepanjang waktu (dalam Helmi, 2004). Pengalaman awal kelekatan dengan pengasuh utama, dipercaya menjadi bentuk model mental yang akan berpengaruh pada pola perilaku dan harapan dalam hubungan orang dewasa kelak. Buren dan Cooley (2002) menyatakan, model mental berfungsi sebagai template gaya kelekatan, yang akan mempengaruhi perilaku seseorang sebagai kontinuitas antara pola perilaku masa kanak-kanak dan masa dewasa (dalam Helmi, 2004).

Anak yang memiliki orang tua yang mencintai dan dapat memenuhi kebutuhannya akan mengembangkan model hubungan yang positif yang didasarkan pada rasa percaya (trust) (Ervika, 2005). Sebagaimana pernyataan Darling dan Steinberg (1993) bahwa, orang tua yang mengombinasikan kehangatan dan pengawasan level sedang dalam pola pengasuhannya, dapat membantu anak dalam membangun self-esteem (dalam Carr, 2004). Sebaliknya, anak yang memiliki pengasuh yang tidak menyenangkan akan mengembangkan

(8)

commit to user

kecurigaan (mistrust) dan tumbuh sebagai anak yang pencemas dan kurang mampu menjalin hubungan sosial (Ervika, 2005).

Sesuai dengan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui hubungan antara self-esteem dan gaya kelekatan dengan perilaku parasosial pada remaja putri. Subjek yang dipilih adalah remaja perempuan anggota fansclub, karena remaja dan perempuan cenderung mudah terikat dalam hubungan parasosial dengan selebriti (Hoffner, 2008; Russell, 2004). Selain itu, berdasarkan hasil prapenelitian ditemukan fakta bahwa sebagian besar anggota fansclub adalah perempuan.

Sesuai dengan hasil wawancara kepada tiga orang responden dan observasi prapenelitian, ditemukan indikasi parasosial yang tinggi pada anggota fansclub di Surakarta. Perilaku yang sering ditunjukkan oleh para remaja putri anggota fansclub tersebut adalah mencari tahu segala informasi terbaru mengenai selebriti

idola, mengoleksi poster dan segala hal tentang selebriti idola, membeli CD album, hingga membeli tiket konser. Selain itu, mereka juga gemar membuat acara-acara khusus untuk memperingati hari ulang tahun selebriti idola mereka. Hal tersebut semakin memperkuat perasaan keterikatan mendalam mereka terhadap selebriti yang menimbulkan perilaku parasosial. Faktor yang mendukung remaja semakin mudah membentuk parasosial adalah self-esteem dan jenis gaya kelekatan yang dimiliki. Remaja putri yang memiliki tingkat self-esteem rendah dan jenis gaya kelekatan cemas akan cenderung lebih mudah membentuk perilaku parasosial dengan selebriti favoritnya. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Biran dan Prawasti (2004) pada wanita dewasa muda di

(9)

commit to user

Jabodetabek, bahwa wanita dewasa muda yang memiliki gaya kelekatan terikat dan cemas memiliki tingkat perilaku parasosial yang tinggi. Didukung pula oleh hasil penelitian Sekarsari (2009) bahwa wanita dewasa muda yang kesepian memiliki tingkat perilaku parasosial yang tinggi karena tingginya tingkat kesepian mengindikasikan tingkat self-esteem rendah.

Fenomena di atas membuat peneliti tertarik melakukan penelitian pada remaja putri dengan tujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara self-esteem dan gaya kelekatan dengan perilaku parasosial, serta merumuskannya pada penelitian yang berjudul: “Celebrity Worship: Hubungan Self-Esteem dan Gaya Kelekatan dengan Perilaku Parasosial pada Remaja Putri Anggota Fansclub di Surakarta.”

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas adalah, sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara self-esteem dan gaya kelekatan dengan perilaku parasosial pada remaja putri anggota fansclub di Surakarta?

2. Apakah terdapat hubungan antara self-esteem dan perilaku parasosial pada remaja putri anggota fansclub di Surakarta?

3. Apakah terdapat hubungan antara gaya kelekatan dengan perilaku parasosial pada remaja putri anggota fansclub di Surakarta?

(10)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan latar belakang di atas, antara lain: 1. Mengetahui hubungan antara self-esteem dan gaya kelekatan dengan perilaku

parasosial pada remaja putri anggota fansclub di Surakarta.

2. Mengetahui hubungan antara self-esteem dan perilaku parasosial pada remaja putri anggota fansclub di Surakarta.

3. Mengetahui hubungan antara gaya kelekatan dan perilaku parasosial pada remaja putri anggota fansclub di Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis:

Menambah pengetahuan dan referensi terhadap kajian di bidang Psikologi terkait dengan self-esteem dan gaya kelekatan dengan perilaku parasosial pada remaja putri.

2. Manfaat Praktis:

a. Manfaat bagi responden

Memberi informasi kepada responden tentang dampak dari perilaku parasosial, sehingga responden dapat perlahan-lahan mengurangi dampak yang merugikan supaya tidak menghambat kehidupan sosial mereka.

b. Manfaat bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh perilaku parasosial bagi remaja di era teknologi, sehingga masyarakat dapat

(11)

commit to user

melakukan pencegahan apabila timbul dampak yang merugikan kehidupan sosial di masyarakat.

c. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan kajian dan tambahan referensi untuk mengembangkan penelitian sejenis atau penelitian lanjutan baik dengan variabel bebas lain maupun kriteria responden yang berbeda di masa yang akan datang,

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan risiko kredit dalam Bank juga dilakukan dengan melakukan proses analisa kredit atas potensi risiko yang timbul melalui proses Compliant Internal

Analisis dan Perancangan Sistem Basis Data Pembelian, Penjualan, dan Persediaan pada. PT Interjaya

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Bagaimana pengaruh produksi, harga

Pada tahapan ini masyarakat dapat membangun kemampuan dan kapasitas nya dalam mengambil keputusan. Masyarakat pengguna secara aktif terlibat pada kegiatan pemantauan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terdapat 60% (42) orang mengalami inkontinensia urin, dan 40% (28) orang tidak mengalami inkontinensia urin.Semua

Netway Utama pada saat saya melakukan audit pay roll sangat imajiner karena tidak adanya bukti transfer gaji pegawai yang diberikan pada saat audit, kemudian keterbatasan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu terdapat pengaruh dan perbedaan kebocoran tepi restorasi resin komposit bulk fill yang disinar

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau