• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Deskriptif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penelitian Deskriptif"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian Deskriptif

Deskripsi sesi:

Materi pembelajaran ini mencakup penelitian deskriptif dengan rancangan

cross-sectional survey serta penelitian analitik dengan rancangan penelitian case-control

dan cohort. Karakteristik rancangan penelitian serta kelebihan-kekurangan dari

setiap jenis rancangan akan dibahas dalam materi ini.

Tujuan sesi:

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa mampu:

1. Memahami rancangan penelitian cross-sectional survey, case control dan cohort

serta contoh aplikasinya di bidang manajemen rumah sakit

2. Mengidentifikasi kekuatan dan kekurangan setiap jenis rancangan tersebut.

Materi pembelajaran:

1. Hand-out penelitian deskriptif dan penelitian analitik

2. Artikel untuk critical appraisal: Sorokin R, Riggio JM, Hwang C. Attitudes about

patient safety: a survey of physicians-in-training. Am J of Med Quality 2005; 20

(2): 70-77.

3. Bahan bacaan:

a. Mann CJ. Observational research methods. Research design II: cohort,

cross sectional and case-control studies. Emerg Med 2003; 20: 54-60.

b. Garcia MLG, Jimenez-Corona A, Jimenez-Corona E, Solis-Bazaldua M,

Villamizar-Archiniegas V, Valdespino-Gomez JL. Nosocomial infections in a

community hospital in Mexico. Infect Control Hosp Epidemiol 2001: 22(6):

11-13.

c. Luthi J, Lund MJ, Sampietro-Colom L, Kleinbaum DG, Ballard DJ, Mcclellan

WM. Readmissions and the quality of care in patients hospitalized with

heart failure. Int J Qual Health Care 2003; 15(5) : 413-421.

d. Cooper DR and Emory CW. 1996. Metode Penelitian Bisnis. Edisi

terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga; hal 284-314.

(2)

Penelitian Observasional

PENGANTAR

Masalah kesehatan di populasi cukup beragam, mulai dari munculnya berbagai gejala (symptom) yang sifatnya ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari hingga gejala yang sama sekali dapat menghentikan aktivitas fisik atau bahkan penyakit yang sifatnya berat dan memerlukan perawatan serius di rumahsakit. Masalah-masalah kesehatan ini harus dipahami sebagai fenomena alamiah yang dapat terjadi kapanpun di sekitar kita. Mengapa demikian? Oleh karena ada 3 faktor yang selalu berpengaruh, yaitu host (pejamu),

agent (perantara), dan environment (lingkungan). Hampir semua penyakit dapat dijelaskan

melalui ketiga faktor tersebut. Sebagai contoh adalah common cold atau sering dikenal sebagai flu, yang penyebabnya adalah virus dan sangat mudah ditularkan dari satu ke lain orang melalui perantara udara (airborne) karena adanya lingkungan yang mempermudah penularan tersebut (misalnya di kelas, tempat keramaian, dan rumah).

Di rumahsakit, masalah epidemiologi penyakit juga beragam dan kompleks karena adanya ketiga faktor tersebut di atas. Hal yang sering memperberat dan memperburuk keadaan adalah karena orang yang dirawat di rumahsakit umumnya dalam kondisi yang tidak sebaik dengan populasi di komunitas, sehingga risiko penularan penyakit relatif lebih mudah dan cepat serta cenderung berat. Infeksi nosokomial adalah salah satu di antaranya, yang antara lain dapat berupa hospital aqcuired pneumonia atau pneumonia yang di dapat di rumahsakit.

Rantai penularan penyakit, di manapun, harus diputus agar tidak membebani masyarakat dan sebaiknya dikendalikan dan dicegah dengan cara-cara medik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun demikian tentu diperlukan studi-studi yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan, agar intervensi apapun yang dilakukan dapat menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi.

Dalam Modul-4 dan Modul-5 akan dibahas secara berurutan jenis-jenis penelitian yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kesehatan di rumahsakit, baik yang sifatnya observasional maupun eksperimental. Secara rinci juga akan dibahas mulai dari syarat-Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

2

(3)

syarat untuk melakukan masing-masing studi, pengukuran kejadian penyakit, mencari hubungan sebab akibat, menemukan hubungan definitif antar 2 variabel, hingga menginterpretasikan hasil dari penelitian masing-masing.

1. PENDAHULUAN

Penelitian epidemiologi dilakukan untuk beberapa tujuan, antara lain adalah pengendalian penyakit dan pencegahan penyakit. Penelitian epidemiologi juga dilakukan untuk mengidentifikasi risiko penyakit, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit hingga menetapkan upaya intervensi yang sesuai baik dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dalam pelaksanaannya seorang peneliti harus menetapkan rancangan penelitian yang paling tepat untuk menjawab permasalahan yang muncul. Strategi penelitian tersebut harus mencakup definisi variabel, tingkat-tingkatnya, dan hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya. Dalam menguji hipotesis, sebagai contoh , seorang peneliti mungkin tertarik untuk mengkaitkan hubungan antara dependent variable (variabel terikat) dan

independent variable (variabel bebas). Sebagai contoh adalah berat badan anak (variabel

terikat) dan umur anak (variabel bebas), yang artinya adalah bahwa peningkatan berat badan anak akan senantiasa tergantung pada umurnya, yaitu makin bertambah umur, makin bertambah pula berat badan anak, bukan sebaliknya. Di lingkungan rumahsakit, analogi yang sama misalnya adalah outcome klinik bedah (misalnya infeksi pasca bedah) yang kejadiannya akan sangat tergantung pada prosedur bedah yang steril. Dalam hal ini maka kejadian infeksi pasca bedah (variabel terikat) sangat ditentukan oleh baik/buruknya prosedur sterilitas alat, lingkungan, dan petugas (variabel bebas).

Apabila seorang peneliti secara sederhana hanya ingin menjelaskan distribusi suatu penyakit, kejadian atau luaran (outcome) suatu program maka rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian tanpa intervensi dan umumnya tanpa hipotesis terlebih dahulu. Di lain pihak apabila seorang peneliti ingin mengetahui apakah merokok dapat menyebabkan kanker paru maka rancangan penelitian yang tepat untuk ini adalah studi analisis deskriptif, dalam hal ini dapat berupa case-control study .

Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan-determinan penyakit dan kesehatan pada populasi manusia. Penelitian epidemiologik mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi penyakit berdasar orang, Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

3

(4)

waktu, dan tempat. Selain itu penelitian epidemiologi juga bertujuan untuk memperoleh penjelasan tentang berbagai faktor penyebab penyakit dan menilai keberhasilan intervensi yang dilakukan terhadap berbagai permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat. Berdasarkan definisi di atas, riset epidemiolgi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: (1) Penelitian observasional dan (2) Penelitian eksperimental

Case Control Study Penyebab Cohort Study Penyakit Case report Case series Cross-sectional Eksposur dan outcome diukur pada waktu yang

bersamaan Deskriptif Outcome Eksposur RCT (Randomized Clinical Trial) Quasi Analitik Tanpa Randomisasi Randomisasi Intervensi

Rancangan Studi Epidemiologi

Observasional Eksperimental

Murni Semi

experimental

2. TIPE-TIPE PENELITIAN EPIDEMIOLOGI

Dari bagan di atas terlihat bahwa penelitian epidemiologi dapat diklasifikasikan menjadi penelitian observasional dan penelitian eksperimental.

(1) Penelitian Observasional. Pada penelitian observasional peneliti hanya mengamati suatu fenomena ataupun kejadian dan sama sekali tidak melakukan intervensi. Studi observasional dapat dilakukan dengan pendekatan deskriptif maupun analitik. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan pola distribusi penyakit dan determinan penyakit berdasar populasi, letak geografik, dan waktu.

Berbagai indikator dapat dipakai untuk menggambarkan distribusi dan determinan penyakit di masyarakat. Indikator yang digunakan mencakup faktor-faktor sosio-dermografik seperti umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaaan, dsb; maupun variabel-variabel lain seperti gaya hidup (life style) dan sosial seperti jenis makanan, pemakaian obat-obatan tertentu, perilaku seksual, dsb. Penelitian deskripsi hanya akan memberikan sebuah Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

4

(5)

gambaran tentang keadaan kesehatan yang terjadi di masyarakat, dan biasanya merupakan langkah awal dari sebuah penelitian epidemiologi yang lebih mendalam. Contoh penelitian deskriptif adalah apabila seorang peneliti ingin mengetahui prevalensi infeksi pasca bedah pada suatu rumahsakit.

Penelitian deskriptif antara lain dapat berupa laporan kasus (case report), studi kasus serial (case series), dan studi cross-sectional. Walaupun penelitian deskriptif umumnya hanya akan memberikan sedikit informasi, tetapi sangat bermanfaat untuk memacu penelitian epideimiologi lebih lanjut. Misalnya Gottileb et al. (1981) melakukan penelitian deskriptif dalam bentuk laporan kasus pneumonia pada 4 orang pemuda. Meskipun hanya 4 kasus, penelitian tersebut ternyata memicu keingintahuan banyak orang karena jenis pneumonia yang dididerita oleh 4 pemuda tersebut merupakan kasus pneumonia yang jarang terjadi. Rasa ingin tahu tersebut memicu penelitian lebih mendalam sampai akhirnya ditemukan bahwa pneumonia pada ke empat penderita tersebut disebabkan oleh penyakit AIDS.

(2) Penelitian Eksperimental. Berbeda dengan penelitian observasional, pada penelitian eksperimental seorang peneliti secara sengaja melakukan intervensi. Intervensi yang dilakukan dapat berupa pemberian terapi pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lain yang mendapat terapi yang berbeda. Ada 3 macam studi eksperimental yaitu

randomized controlled trial yang menggunakan pasien sebagai subyek penelitian, dan

penelitian uji lapangan dan intervensi komunitas yang menggunakan orang sehat dan komunitas sebagai subyek penelitian.

3. PENELITIAN DESKRIPTIF

Penelitian deskriptif umumnya dilakukan untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat pada suatu saat. Pengukuran prevalensi suatu event yang terjadi di rumahsakit (misalnya flebitis) juga dilakukan dengan metode ini. Penelitian jenis ini biasanya mengandalkan data yang sudah ada (data sekunder) atau dapat juga data primer yang diperoleh melalui suatu survei (misalnya survei kepuasan pasien terhadap pelayanan persalinan di rumahsakit).

Penelitian deskriptif biasanya hanya merupakan suatu awal dari penelitian epidemiologik yang lebih mendalam. Di banyak negara, penelitian deskriptif tentang status kesehatan masyarakat dilakukan oleh biro pusat statistik nasional. Penelitian deskriptif

(6)

sama sekali tidak mencoba menganalisis adanya hubungan antara faktor risiko/keterpaparan/ expossure dan akibat yang ditimbulkan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian deskriptif biasanya meliputi angka kejadian penyakit pada suatu populasi, penyebaran dan frekuensi penyakit, morbiditas, dan mortalitas dalam suatu populasi. Deskripsi data dapat dikelompokkan menurut (1) ciri karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, status sosio-ekonomik, status perkawinan, status kesehatan, dsb); (2) tempat (rumahsakit, puskesmas, kecamatan, pedesaan, dsb); dan (3) waktu (musim, siklus, dsb).

Sebuah penelitian deskriptif dapat memberikan beberapa manfaat yaitu : (1) Memberikan masukan kepada para pemberi pelayanan kesehatan, perencana kesehatan, administrator kesehatan tentang pengalokasian sumberdaya dalam rangka perencanaan kesehatan yang lebih efisien di masa mendatang, (2) Memberikan petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa suatu variabel adalah faktor risiko penyakit. Hipotesis tersebut kelak akan diuji lebih lanjut pada studi analitik.

Contoh penelitian deskriptif adalah penelitian tentang Angka kejadian infeksi di rumahsakit yang berkaitan dengan penggunaan alat medik (Tabel 1)

Table 1—Angka kejadian infeksi akibat penggunaan alat medik7

Tipe ICU Pneumonia akibat

penggunaanVentilator* Mean (10%–90%)†

Infeksi saluran kencing akibat penggunaan kateter,§ Mean (10%–90%)† Coronary 10.2 (0.0–19.1) 7.1 (1.1–14.0) Medical 8.9 (1.6–17.6) 8.0 (2.2–12.7) Medical/surgical 11.8 (3.6–18.3) 5.4 (1.3–10.1) Neurosurgical 18.3 (2.6–30.2) 8.5 (1.7–14.9) Pediatric 5.8 (0.0–10.7) 5.3 (1.0–12.1) Surgical 14.5 (4.2–23.8) 5.3 (0.7–9.2)

*Jumlah kasus pneumonia akibat penggunaan ventilator per 1,000 ventilator-hari.

†Nilai pooled mean, nilai 10 percentile, dan 90th percentile data yang dilaporkan rumahsakit ke CDC.

§Jumlah infeksi per 1,000 pengguna kateter-hari.

Hasil penelitian di atas hanya merupakan deskripsi tanpa memberikan pengujian hipotesis ataupun membuktikan penyebab. Hasil tersebut memberikan informasi yang cukup baik Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

6

(7)

mengenai kejadian infeksi pada pasien-pasien yang menggunakan alat medik seperti ventilator dan kateter urin. Dari Tabel 1 terlihat bahwa angka kejadian pneumonia pada penderita yang menggunakan ventilator, tertinggi adalah mereka yang menjalani operasi bedah saraf, disusul dengan bedah umum, dan koroner.

Contoh lain penelitian deskriptif adalah penelitian tentang sebab utama kematian menurut kelompok umur berdasar pada SKRT tahun 1992 sebagai berikut:

Tabel 2. Penyebab utama kematian penduduk di Indonesia menurut kelompok umur versi SKRT tahun 1992 Kelompok penyakit penyebab utama kematian 25-35 th 35-55 th 45-54 th >55 th N % N % n % N % Tuberkulosis 10 19,2 15 18, 3 20 17,4 70 14,3

Infeksi dan parasit 4 7,7 6 7,3 6 5,2 26 5,3

Neoplasma 1 1,9 13 15,

9

6 5,2 25 5,1

Kardiovaskuler 3 5,8 9 11 24 20,9 162 33,2

Infeksi saluran nafas 1 1,9 - - 1 0,9 15 3,1

Bronkitis dan asthma - - 7 8,5 9 7,8 36 7,4

3.1. PENELITIAN CROSS-SECTIONAL/POTONG LINTANG

Pada studi cross-sectiona/potong lintang atau juga dikenal sebagai studi prevalensi maka status eksposur (paparan) dan status penyakit diukur pada waktu yang bersamaan pada suatu populasi. Studi prevalensi yang menitikberatkan pada etiologi biasanya dilakukan untuk mempelajari kemungkinan faktor risiko dari suatu penyakit yang onsetnya lambat dan durasinya panjang.

Dalam penelitian potong lintang, peneliti biasanya “memotret” frekuensi dan karakter penyakit, serta paparan faktor penelitian pada suatu populasi dan pada suatu saat tertentu. Data yang dihasilkan penelitian potong lintang adalah data prevalensi dan bukan Magister Manajemen Rumahsakit Fakultas Kedokteran UGM

7

(8)

insidensi, artinya, seorang penderita yang datang berulang-ulang ke rumahsakit akibat suatu penyakit akan terhitung beberapa kali sesuai dengan jumlah kedatangannya di rumahsakit untuk periksa. Dengan kata lain, semua pasien dengan diagnosis yang sama akan dihitung sebagai numerator tanpa melihat apakah kasus baru atau kasus lama.

Salah satu prinsip utama dari studi cross sectional adalah bahwa studi ini tidak dapat digunakan untuk menjawab hubungan sebab-akibat. Mengapa demikian? Oleh karena baik outcome (penyakit) maupun eksposur (faktor risiko) diukur pada saat yang bersamaan, sehingga tidak dapat diketahui secara definitif apakah eksposur mendahului outcome atau sebaliknya outcome mendahului eksposur.

a. Penentuan populasi penelitian

Pertanyaan pertama yang biasanya muncul ketika seseorang ingin memulai penelitian adalah siapa yang akan dipilih menjadi populasi penelitian? Dalam studi cross sectional maka populasi penelitian menjadi sangat penting dan harus spesifik. Sebagai contoh adalah jika ingin mengetahui angka kejadian pneumia akibat penggunaan alat medik, maka populasinya ada 2 macam, yaitu (1) penderita yang mengalami pneumonia dan (2) penderita yang tidak mengalami pneumonia. Dari masing-masing kelompok tersebut tentu juga akan terdiri dari mereka yang menggunakan alat medik dan yang tidak menggunakan alat medik.

Dapat juga dibandingkan prevalensi pneumonia akibat penggunaan alat medik di suatu rumah sakit vs. rumahsakit yang lain. Untuk jenis studi ini dapat juga kita membandingkan risiko terjadinya pneumonia akibat alat medik pada laki-laki vs. wanita. b. Pengukuran eksposur

Untuk mengukur adanya paparan pada subyek penelitian dapat dilakukan antara lain dengan menggunakkan kuesioner, catatan medik, hasil pemeriksaan laboratorium, maupun hasil pemeriksaan fisik.

Salah satu contoh pengukuran eksposur adalah pada kasus flebitis. Pasien yang dirawat inap di rumahsakit adalah subyek penelitian. Selanjutnya diamati berapa yang mendapat terapi melalui infus. Diantara yang mendapat terapi infus, berapa yang kemudian terbukti mengalmi flebitis. Dalam hal ini tentu ada juga pasien-pasien yang mendapat

(9)

infus tetapi tidak mengalami flebitis. Kelompok kedua ini dapat digunakan sebagai pembanding.

c. Pengukuran kejadian penyakit/prevalensi

Pengukuran kejadian penyakit dapat dilakukan dengan menghitung prevalensi. Terdapat beberapa jenis formula, tergantung konteksnya. Sebagai contoh, jika tidak disebutkan secara spesifik, maka biasanya berupa point prevalence, yaitu prevalensi suatu penyakit pada suatu waktu tertentu. Point prevalence suatu penyakit per 1000 populasi dihitung dengan formula berikut

Numerator di sini adalah jumlah total orang yang sakit pada suatu saat, tanpa memperhitungkan sejak kapan yang bersangkutan sakit. Sedangkan denominator adalah jumlah total populasi pada saat itu, termasuk yang sehat maupun yang sakit. Point prevalence juga dapat digunakan untuk menghitung prevalensi penyakit pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu, misalnya adalah prevalensi penyakit pada laki-laki usia 45-54 tahun, maka formulanya adalah sebagai berikut

Berbeda dengan point prevalence maka period prevalence biasanya menggambarkan angka kejadian penyakit pada suatu populasi dalam satu periode tertentu, misalnya dalam 1 tahun. Adapun formulanya adalah sbb.

Jumlah populasi pada saat itu

--- X 1000 Jumlah individu yang sakit pada suatu saat

Jumlah populasi laki-2 umur 45-54 pada saat itu

Jumlah individu yang sakit pada satu periode waktu

--- X 1000 population at risk

--- X 1000 Jumlah laki-2 umur 45-54 tahun yang sakit pada suatu saat

(10)

Pada period prevalence maka numerator adalah jumlah orang yang sakit dalam satu periode waktu tertentu, sedangkan denominator adalah jumlah rata-rata populasi dalam periode waktu tersebut, biasanya digunakan rata-rata populasi pada awal dan akhir tahun atau jumlah populasi pada tengah-tengah tahun.

d. Mengukur dan menghitung adanya hubungan antara 2 variabel

Seperti telah diuraikan sebelumnya, keterbatasan dari penelitian cross sectional adalah tidak dapat digunakan untuk mencari sebab-akibat antara eksposur dengan penyakit. Yang dapat dilakukan adalah menghitung/estimasi adanya kemungkinan hubungan atau asosiasi antara 2 variabel. Dalam hal ini maka besarnya risiko terjadinya suatu penyakit akibat eksposur dinyatakan dengan RR atau relative risk atau risiko relatif.

Penyakit Ya Tidak Eksposur Ya a b a + b Tidak c d c + d a + c b + d N a --- a + b RR = c --- c + d

Sebagai contoh adalah kemungkinan adanya hubungan antara obesitas dengan kejadian osteoartritis. Osteoartritis Ya Tidak Obese Ya 20 80 100 Tidak 50 450 500 70 530 600

(11)

PERTANYAAN:

• Apa arti Risiko Relatif (RR) dalam studi cross sectional?

• Bagaimana menginterpretasikan RR pada studi cross sectional?

Pada Tabel hubungan osteoartritis dan obesitas, hitunglah RR dan 95% CI serta buat interpretasinya

4. PENELITIAN ANALITIK

Berbeda dengan penelitian deskriptif yang umumnya hanya dapat menggambarkan distribusi frekuensi suatu penyakit dan kemungkinan hubungan antara 2 atau lebih variabel, maka penelitian analitik bertujuan untuk memberikan jawaban atas adanya hubungan sebab-akibat antara 2 variabel.

Secara sederhana penelitian analitik dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu (1) case-control study atau studi kasus-kontrol, dan (2) cohort study.

4.1. CASE CONTROL STUDY

Case-control study selalu dimulai dari kasus. Seorang peneliti yang tertarik pada suatu kasus/penyakit, yang insidensinya relatif jarang dan ingin mengetahui apa saja yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit dapat menggunakan design penelitian ini. Mengapa demikian?

Bayangkan jika kita menemukan suatu sindrom, katakan Reye syndrome, yang diduga ada kaitannya dengan konsumsi aspirin pada bayi. Laporan kasus menyatakan bahwa insidensi sindrom Reye sangat jarang, yaitu 1 di antara 2500 bayi yang mendapat aspirin. Untuk mencari hubungan sebab akibat antara aspirin dengan sindrom Reye maka tidak mungkin kita melakukan studi prospektif, karena untuk menemukan 1 kasus saja kita harus menunggu hingga ada minimal 2500 bayi yang mendapat aspirin. Padahal diketahui bahwa untuk mendapatkan bayi dengan terapi aspirin saja sangat sulit diperoleh. Dengan demikian tentu tidak mungkin kita melakukan studi observasional prospektif, karena di samping akan membuang-buang waktu, biaya, dan kesempatan, hasilnyapun belum tentu dapat menjawab pertanyaan penelitian kita.

(12)

4.1.1. Rancangan case-control study

Secara ringkas, rancangan case control study adalah seperti berikut: Eksposur (+) Kasus Eksposur (-) Eksposur (+) Kontrol Eksposur (-)

Meskipun secara sepintas terlihat sederhana, rancangan studi case control ini harus dibuat secara sangat hati-hati, oleh karena rentan terhadap risiko bias. Sebagai contoh adalah jika ingin mencari hubungan antara merokok dan Ca pulmo, maka eksposur dalam bentuk merokok harus diukur dengan sangat cermat, oleh karena beberapa faktor seperti jumlah rokok yang dihisap per hari (heavy vs. light smoker), jenis rokok, lamanya merokok, apakah pernah punya riwayat merokok (past smoker) atau saat ini masih merokok (current user). Masing-masing variabel tersebut akan berfungsi sebagai confounder.

Dalam studi case control maka kasus harus didefinisikan secara sangat rinci, antara lain adalah:

• apa yang dimaksud dengan kasus atau penyakit, • bagaimana menegakkan diagnosis penyakit tersebut,

• kriteria apa saja yang harus ada untuk dapat dikatakan sebagai kasus • dari mana dan kapan (periode waktu) kasus diambil

• bagaimana cara memperoleh kasus • dsb

Demikian pula halnya dengan kontrol yang juga harus didefinisikan secara rinci. Kontrol harus bersifat independen dari kasus.

(13)

4.1.2. Bias dan confounding

Masalah yang sering menyertai suatu studi case control adalah potensi untuk terjadinya bias atau confounding. Apa yang dimaksud dengan bias dan apa pula yang dimaksud dengan confounding?

Selection bias, yaitu bias yang terjadi pada saat seleksi subyek. Sebagai contoh adalah

ketika ingin mengetahui hubungan antara merokok dan Ca pulmo, maka peneliti cenderung memasukkan orang-orang yang secara nyata memang perokok. Akibatnya ketika dilakukan analisis, seolah-olah memang rokoklah penyebab Ca pulmo.

Measurement bias, yaitu bias yang terjadi pada saat pengukuran eksposur. Sebagai contoh,

ketika ingin mengetahui hubungan sebab akibat antara stroke dan hipertensi, pemeriksa yang berbeda melakukan pengukuran tekanan darah dengan cara yang berbeda atau menggunakan alat ukur yang tidak sama. Akibatnya hasil pengukuran menjadi tidak valid.

Information bias, yaitu bias yang terjadi pada saat peneliti menggali informasi dari subyek.

Sebagai contoh, ketika pemeriksa mengetahui bahwa subyek menderita Ca pulmo, maka pertanyaan mengenai merokok pada subyek tersebut dilakukan secara mendalam, sedangkan yang bukan penderita Ca pulmo, pertanyaan dilakukan secara pintas lalu.

Recall bias, yaitu bias dalam menjaring informasi dari responden. Sebagai contoh adalah

ketika peneliti ingin mengetahui apakah terjadinya low birth weight disebabkan oleh intake makanan yang buruk selama kehamilan. Lalu dilakukanlah interview untuk menanyakan apa saja yang dimakan dalam 2 minggu terakhir. Kalaupun dijawab oleh responden, maka jawaban tersebut tidaklah valid, karena kemampuan untuk mengingat setiap subyek sangat terbatas.

Confounder. Kadar kolesterol ataupun kadar trigliserida yang tinggi merupakan confounder

untuk terjadinya stroke pada penderita hipertensi. Mengapa demikian? Oleh karena pada penderita hipertensi yang disertai kadar kolesterol atau kadar trigliserida yang tinggi memiliki risiko menderita stroke yang lebih besar dari pada jika hanya menderita hipertensi saja.

(14)

4.1.3. Mengendalikan risiko bias

Mengendalikan risiko terjadinya bias bukan merupakan cara yang sederhana, namun hal ini harus dilakukan untuk menjamin validitas hasil penelitian. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah:

Restriksi. Dalam hal ini peneliti dapat saja membatasi populasi penelitian agar tidak terlalu banyak memiliki faktor-faktor risiko untuk terjadinya outcome. Sebagai contoh, stroke dapat terjadi pada seorang penderita hipertensi, hiperkolesterolemia, hipertrigliserida, obesitas, stress, dan diabetes mellitus. Untuk mengurangi risiko terjadinya bias, dapat saja penderita dengan obesitas dan stress dikeluarkan dari penelitian.

Randomisasi. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari bias karena setiap subyek mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih. Randomisasi juga dilakukan untuk menjamin agar heterogenitas kedua populasi (kasus dan kontrol) dapat terjaga.

Matching. Jika umur merupakan confounder untuk terjadinya suatu penyakit (misalnya umur

tua berisiko untuk terjadinya Alzheimer disease), maka dapat dilakukan matching. Dalam hal ini setiap 1 kasus dipadankan (matched) dengan 1 atau lebih kontrol dengan usia yang hampir sama.

Stratifikasi. Sebagai contoh adalah angka kematian bayi hingga umur 28 hari, yang salah satu confoundernya adalah low birth weight atau berat badan lahir rendah. Untuk itu maka ketika melakukan analisis dilakukan stratifikasi, mereka yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram dikelompokkan sendiri dan dibandingkan dengan yang berat lahirnya di atas 2500 gram.

4.1.4. Analisis

Jika pada penelitian cross-sectional kita dapat mengukur risiko relatif maka dalam penelitian case-control yang dihitung adalah Odds Ratio (OR), yang formulanya adalah sbb:

(15)

ad OR =

b c

Odds Ratio ini menyatakan adanya hubungan sebab akibat antara eksposur dan outcome, yang dinyatakan dengan berapa kali risiko untuk terjadinya outcome pada kelompok eksposur dibandingkan dengan kelompok tanpa eksposur.

4.2. COHORT

Jika penelitian case control selalu berawal dari kasus atau penyakit, maka penelitian cohort bermula dari eksposur. Sebagai contoh, ketika kita sedang membeli bensin akan terlihat banyak anak kecil yang menjajakan koran dan makanan. Mengingat bahwa di sekitar pom bensin tentu banyak kandungan timbalnya, maka pertanyaannya adalah apa yang akan terjadi pada anak-anak tersebut setelah sekian lama terpapar lingkungan pom bensin yang notabene mengandung banyak timbal.

Atas dasar pertanyaan tersebut kemudian peneliti melakukan observasi secara prospektif pada anak-anak yang berada di sekitar pom bensin dan diamati hingga muncul outcome, baik berupa penyakit atau hanya gejala sakit. Sedangkan kelompok kontrol adalah anak-anak yang sama sekali tidak terpapar oleh timbal, atau tidak bekerja di sekitar pom bensin. Pendekatan penelitian cohort harus banyak memperhitungkan segi logistik, karena pengamatan pada kelompok eksposur untuk terjadinya outcome bisa sangat lama dan sering tidak menentu. Dapat dibayangkan apabila kita mengamati dan melakukan follow up terhadap semua orang yang merokok dan menunggu hingga timbul outcome berupa Ca pulmo. Waktu yang diperlukan untuk pengamatan tersebut tentu akan sangat lama, bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Oleh sebab itu jarang sekali orang melakukan penelitian jenis ini jika kemungkinan terjadinya outcome sangat lama.

(16)

Adapun design cohort adalah sebagai berikut Follow up Eksposur (+) Outcome (+) Eksposur (-) Eksposur (+) Outcome (-) Eksposur (-) DAFTAR PUSTAKA

Kelsey JL, Whittemore AS, Evans AS, Thomson WD (1996) Methods in Observational Epidemiology. 2nd Ed. Oxford University Press, New York, pp 244-268

Troidi H, McKneally MF, Mulder DS, Wechsler AS, McPeek B, Spitzer WO (1998) Surgical Research. Basic Principles and Clinical Practice. 3rd Ed. Springer Verlag, Heidelberg, pp

223-234.

DAFTAR BACAAN

1. Abramson JH. (1998) Cross sectional studies. In: R Detels, WW Holand, J McEwen, GS Omenn. Oxford Text Book of Public Health. 3rd Ed Vol 2. New York. Oxford

University Press, pp: 517-535

2. Rothman KJ and Greenland S. (1998) Causation and causal inference. In: KJ Rothman and S Greenland. Modern Epidemiology. Philadelphia (PA), Lippincott-Raven, pp:7-28.

Gambar

Tabel 2. Penyebab utama kematian penduduk di Indonesia   menurut kelompok umur versi SKRT tahun 1992

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh perbedaan komposisi kokamidopropil betain dan gliserin pada sediaan sabun wajah

Kesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan ini adalah bahwa multi metode dan pendekatan inquiry dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa dalam pembelajaran Kewarganegaraan

Dengan kata lain level ruang media dalam konteks akun @qurancall dapat diidentifikasi melalui berbagai elemen postingan mereka yang menjadi identitas sebagai bagian

Menurut John Soeprihanto (1997 : 13) dalam bukunya Manajemen Modal Kerja, dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva suatu perusahaan apabila ditinjau dari fungsi

Penelitian ini didasarkan pada rerangka pengujian satu arah dalam menjelaskan pengaruh struktur kepemilikan yang direpresentasikan oleh variabel independen

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional dengan analisis kuantitatif, dengan maksud mencari hubungan antara variabel independen dengan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi sistematis (berkerangka) yaitu observasi yang dimulai dari metode yang digunakan dalam observasi sampai cara-cara

Kaidah-kaidah keputusan ini didasarkan pada penerjemahan bahasa survei, kondisi profesi utama, lokasi geografis, bahasa utama, tingkat pendidikan, status sertifikasi, dan