• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Mandatory Financial Risk Disclosure

Pengertian risiko memiliki dua konteks pengertian, baik secara positif maupun negatif. Dalam konteks negatif, risiko diartikan sebagai kemungkinan akan kehilangan maupun berkurangnya keuntungan atau sesuatu yang tidak disukai. Sedangkan secara positif, risiko dapat diartikan imbal balik yang secara bersama-sama didapatkan sebagai implikasi suatu kesempatan positif maupun sebagai penghargaan (ICAEW, 2011).

Dalam konteks pengungkapan wajib risiko keuangan, pengertian yang pada umumnya ditemui mengarah pada pengertian risiko dalam konteks negatif. Menurut Amran et al. (2009) risiko merupakan elemen tak terhindarkan dari setiap usaha. Selain risiko keuangan, perusahaan juga rentan terhadap risiko bisnis atau perubahan iklim ekonomi secara keseluruhan yang dapat merugikan/ mempengaruhi harga sekuritas.

Penerapan manajemen risiko serta pengungkapan risiko keuangan merupakan hal wajib yang dipersyaratkan bagi perbankan di Indonesia (mandatory disclosure). Hal tersebut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa:

1. Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. 2. Penerapan manajemen risiko sekurang-kurangnya mencakup:

(2)

a. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi. b. Kecukupan kebijakan, prosedur, serta penetapan limit.

c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko.

d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Pada tahun 2009, Bank Indonesia melakukan pembaharuan peraturan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Menurut peraturan tersebut, risiko-risiko yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan antara lain :

a. Risiko kredit merupakan risiko yang terjadi akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank.

b. Risiko pasar merupakan risiko pada posisi neraca dan rekening adminstratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko ini meliputi beberapa risiko berikut:

Risiko suku bunga merupakan risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book atau akibat perubahan nilai ekonomis dari posisi banking book, yaitu disebabkan oleh perubahan suku bunga.

Risiko nilai tukar merupakan risiko akibat perubahan nilai posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas.

Risiko komoditas merupakan risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas.

Risiko ekuitas merupakan risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham.

c. Risiko likuiditas merupakan risiko yang timbul akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset liku id berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

d. Risiko operasional merupakan risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan

(3)

sistem dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

e. Risiko kepatuhan merupakan risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.

f. Risiko hukum merupakan risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.

g. Risiko reputasi merupakan risiko yang timbul akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.

h. Risiko strategik merupakan risiko yang timbul akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

Lebih lanjut, perusahaan publik juga diwajibkan melakukan pengungkapan dalam laporan keuangan melalui Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor: Kep-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Em iten atau Perusahaan Publik. Pengungkapan wajib risiko keuangan diinterpretasikan melalui penerapan PSAK 50 Revisi 2006: Instrumen Keuangan-Penyajian dan Pengungkapan. Tujuan dari pengungkapan tersebut adalah untuk menyediakan informasi guna meningkatkan pemahaman mengenai signifikansi instrumen keuangan terhadap posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas, serta membantu penilaian jumlah, waktu, dan tingkat kepastian arus kas masa datang yang terkait dengan instrumen tersebut.

Pengungkapan risiko instrumen keuangan yang dimiliki perbankan menjadi penting seiring dengan semakin beragamnya instrumen keuangan yang dimiliki perbankan kini. Terjadinya krisis keuangan pada negara-negara Eropa maupun Asia tidak terlepas atas kegagalan identifikasi penilaian risiko. Berdasarkan Report of the Financial Stability Forum on

(4)

Enhancing Market and Institutional Resilience dalam ICAEW (2011) terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya krisis:

1. Sebelum krisis, terdapat sebuah kecenderungan global atas premi risiko yang rendah dan ekspektasi yang rendah terhadap volatilitas.

2. Bank mengambil keputusan yang salah dalam menilai likuiditas dan risiko terkonsentrasi yang pada umumnya akan muncul pada kondisi ekonomi.

3. Bank mengambil keputusan yang salah dalam menilai risiko yang ditimbulkan dari komitmen eksplisit dan implisit (pendanaan off balance sheet dan instrumen keuangan lainnya).

4. Bank mengambil keputusan yang salah dalam menilai tingkat risiko pinjaman rumah tangga dan pinjaman bisnis.

Penelitian Linsley dan Shrives (2006), Abraham dan Cox (2007), serta Healy dan Palepu (2001) menyebutkan bahwa dengan mengungkapkan lebih informasi risiko, pemegang saham dapat lebih memahami kinerja ekonomi perusahaan di masa depan dan nilai pasar perusahaan. Penelitian Oorschot (2009) di Jerman mengidentifikasikan tingkat kepatuhan pengungkapan risiko keuangan melalui indikator pengungkapan risiko pasar, risiko kredit dan risiko likuiditas.

2. Corporate governance

Corporate governance diartikan sebagai seperangkat mekanisme untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajer dimana terdapat pemisahan kepemilikan dan pengendalian (Larcker, Richardson dan Tuna, 2007). Mekanisme pengawasan dilakukan melalui keberadaan dewan direksi, pemegang saham institusional dan operasi pasar sebagai pengendalian perusahaan.

(5)

Good corporate governance telah menjadi bahasan wajib untuk diimplementasikan pada berbagai entitas. Penerapan asas GCG dalam praktik industri perbankan diharapkan mendorong perkembangan perbankan yang efisien dan aman. Asas GCG terdiri atas beberapa komponen yaitu transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (independency) serta kewajaran dan kesetaraan (fairness) (KNKG, 2006).

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, bank diwajibkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance sebagaimana diwujudkan dalam hal-hal berikut:

1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi. 2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja

yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank.

3. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal. 4. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern. 5. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar. 6. Rencana strategis bank.

7. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan bank.

Sejumlah penelitian menemukan corporate governance merupakan determinan pada pola pengungkapan risiko instrumen keuangan. Tay lor et al. (2008), serta Suhardjanto dan Dewi (2011) menemukan hubungan yang positif antara struktur corporate governance terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan risiko instrumen keuangan.

(6)

Barako (2007) menemukan praktik GCG merupakan determinan dalam pengungkapan informasi baik pada level mandatory maupun voluntary disclosure. Rachagan (2010) menambahkan praktik good corporate governance merupakan elemen penting bagi kesehatan ekonomi perusahaan dan kepentingan masyarakat. Hal tersebut terlihat pasca krisis keuangan yang terjadi di Asia pada tahun 1997/1998.

3. Teori Agensi

Konsep teori agensi dilandasi oleh dua hal, yaitu pemisahan kepemilikan dan pengendalian. Teori agensi timbul karena adanya hubungan keagenan (suatu kontrak di mana satu orang atau lebih sebagai pemilik/ prinsipal melibatkan orang lain/ agen untuk melakukan pekerjaan tertentu. Pada hubungan tersebut kemudian terjadi pendelegasian otoritas prinsipal kepada agen dalam pengambilan keputusan (Jensen dan Meckling, 1976).

Teori agensi berkaitan dengan pemisahan kepemilikan dan pengendalian. Pihak prinsipal (pemilik) memiliki kepentin gan dalam perusahaan yang dikelola o leh agen. Pemilik memerlukan informasi perusahaan sebagai sarana pengawasan. Terdapat tiga hal terkait dengan biaya dalam teori agensi, yaitu:

1. The monitoring expenditures by prinsipal. 2. The bonding expenditures by the agent. 3. The residual cost.

(7)

Asimetri informasi dapat timbul di tengah konflik kepentingan antara manajer dan prinsipal (Berle dan Means, 1932). Agar tidak terjadi asimetri informasi antara prinsipal dan agen, maka diperlukan mekanisme good corporate governance. Keberadaan praktik good corporate governance sekaligus menjadi sarana dalam mendukung perkembangan praktik usaha yang sehat.

Healy dan Palepu (2001) menyatakan bahwa asimetri informasi dan permasalahan dengan agen menyebabkan permintaan pengungkapan oleh investor dari luar kepada manajemen. Dalam konteks perbankan, manajer bank akan memiliki lebih banyak informasi tentang risiko yang akan mempengaruhi hasil di masa depan. Sehingga pengungkapan lebih tentang risiko akan mengurangi asimetri informasi. Ali, Trabelsi dan Summa (2007) menjelaskan bahwa pengungkapan merupakan sarana dalam mengurangi asimetri informasi dan seharusnya dapat mengurangi konflik di antara pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Kepemilikan Terkonsentrasi

Shinta dan Ahmar (2011) menyebutkan karakteristik struktur kepemilikan terbagi dalam dua hal, yaitu kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi didefinisikan sebagai kepemilikan apabila sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki

(8)

jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan yang lainnya (Dallas, 2004 dalam Shinta dan Ahmar, 2011).

Kepemilikan terkonsentrasi ditandai dengan adanya pengendalian oleh pemilik, pasar modal yang lemah, kendali private benefit yang tinggi, tingkat pengungkapan dan standar transparansi pasar yang rendah, dengan hanya ada peran sederhana yang dimainkan oleh pasar dalam pengendalian perusahaan (Coffee, 2001). Selain itu, Bebchuk (1999) menyatakan bahwa kepemilikan terkonsentrasi juga terjadi pada negara-negara dengan perlindungan hukum yang lemah.

Motivasi timbulnya kepemilikan terkonsentrasi adalah pengurangan masalah publik terkait dengan pengawasan terhadap manajemen (Dyck, 2000). Sementara Holderness (2003) menyatakan terdapat dua motivasi timbulnya kepemilikan terkonsentrasi yaitu keuntungan pemegang saham dalam pengendalian serta keuntungan untuk mengendalikan private benefit. Pemantauan akan efektif jika pemegang saham pengendali konsisten dengan pemegang saham lainnya serta bersikap independen dari manajemen, sehingga akan terjadi pengawasan yang efektif bagi kepentingan semua pemilik (Pergola dan Verreault, 2009). Nor, Sharrif, dan Ibrahim (2010) menyebutkan bahwa konsentrasi kepemilikan merupakan mekanisme langsung corporate governance. Kepemilikan terkonsentrasi pada umumnya ditemui pada negara yang memiliki biaya yang tinggi bagi investor.

(9)

Penelitian La Porta et al. (1999), Claessens, Djankov dan Lang (2000), serta Faccio dan Lang (2002) menemukan kepemilikan perusahaan di negara-negara Asia, Eropa, Amerika, dan Australia cenderung terkonsentrasi, kecuali Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Bedo dan Acs (2007) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan pada kawasan Eropa Tengah dan Timur cenderung memiliki struktur kepemlikan yang terkonsentrasi. Pada negara-negara tersebut terdapat minimal satu blockholder yang mempengaruhi pengambilan keputusan perusahaan. Penelitian tersebut menemukan pengaruh negatif antara kepemilikan terkonsentrasi terhadap kinerja perusahaan.

5. Kepemilikan Menyebar

Kepemilikan menyebar merupakan kepemilikan saham yang secara relatif merata pada publik, tidak ada pihak yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan yang lainnya (Dallas, 2004 dalam Shinta dan Ahmar, 2011). Kepemilikan menyebar memiliki beberapa karakteristik yang dapat diidentifikasi. Coffee (2001) mengidentifikasikan kepemilikan menyebar dengan adanya pasar modal yang kuat, standar pengungkapan yang ketat, dan transparansi pasar yang tinggi, di mana pasar menjadi mekanisme dalam pengendalian perusahaan. Karakteristik kepemilikan menyebar juga dikaitkan dengan situasi yang ideal. Ali et al. (2007) menemukan bahwa perusahaan dengan kepatuhan pengungkapan yang baik tidak dikendalikan oleh kepemilikan

(10)

keluarga, namun memiliki karakteristik kepemilikan menyebar dan adanya investor institusional.

6. Jenis Kantor Akuntan Publik

Knechel dan Willekens (2006) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor tertentu akan menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi klien dan melaporkan pelanggaran. Probabilitas bahwa auditor tertentu akan menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknologi auditor, prosedur audit yang digunakan pada audit tertentu, dan tingkat sampling dalam audit. Probabilitas dalam melaporkan pelanggaran yang ditemukan adalah ukuran dari kebebasan auditor dari klien tertentu.

Zureigat (2011) menyatakan bahwa kualitas audit memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas dan reliabilitas suatu laporan keuangan. Kualitas audit dinilai tergantung pada dua variabel yaitu kompetensi auditor dan kebebasan (Fathi, 2013). Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewayanto (2010), Fathi (2013), serta Al-Mutawaa dan Hewaidy (2010) mengidentifikasikan kualitas audit melalui jenis KAP yang digunakan dalam audit suatu perusahaan. Jenis KAP dibedakan menjadi dua, yaitu KAP Big Four dan KAP Non-Big Four. KAP Big Four terdiri dari Deloitte Touche Tohmatsu, PWC (PricewaterhouseCoopers), Ernst & Young dan KPMG (Klynveld Peat Main Goerdeler).

(11)

Menurut Xiao, Yang dan Chow (2004) serta Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan menunjukkan bahwa audit eksternal memainkan peran penting dalam mengurangi konflik kepentingan antara manajemen dan investor. Matoussi dan Chakroun (2008) menemukan hubungan positif signifikan antara jenis kantor akuntan publik dengan luas pengungkapan informasi.

B. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

Penelitian terkait pengungkapan wajib risiko keuangan semakin berkembang. Menurut Oorschot (2009) meskipun perbankan merupakan risk taking entities, perhatian terhadap pengungkapan risiko perbankan tetap meningkat seiring dengan krisis keuangan yang terjadi. Kajian di beberapa negara dilakukan mengingat pentingnya pengungkapan wajib risiko keuangan sebagai indikator penilaian perbankan.

Suhardjanto dan Dewi (2011) menemukan bahwa tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan perbankan pada tahun 2007-2009 di Indonesia baru mencapai 46,50%. Penelitian lain pada sejumlah negara juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Amran et al. (2009) menemukan bahwa tingkat pengungkapan informasi risiko pada perusahaan di Malaysia rendah. Sementara Tsamenyi et al. (2007) menemukan bahwa tingkat pengungkapan di negara Ghana juga rendah. Hal tersebut konsisten dengan beberapa penelitian di sejumlah negara berkembang lain. Hossain (2008)

(12)

meneliti tentang pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) pada perbankan di India.

Oorschot (2009) melakukan penelitian terhadap sejumlah perbankan di Jerman. Hasil penelitian tersebut membuktikan terdapat hubungan positif antara tingkat kepatuhan pengungkapan dan waktu. Selain itu, penelitian tersebut juga menemukan pengaruh positif antara kualitas dan kuantitas pengungkapan terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan risiko keuangan. Abraham dan Cox (2007) melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan risiko perusahaan. Penelitian tersebut menemukan hubungan negatif antara kepemilikan institusional dan luas pengungkapan terhadap pengungkapan risiko perusahaan.

Beberapa penelitian mengidentifikasikan pengaruh beberapa variabel terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Amran et al. (2009) menemukan hubungan positif antara size dan tingkat pengungkapan risiko. Sementara itu, Helbok dan Wagner (2006) menemukan bahwa lembaga keuangan dengan profitabilitas yang leb ih rendah cenderung mengungkapkan penilaian dan pengelolaan risiko operasional dengan lebih luas.

Chau dan Gray (2002) menemukan bahwa praktik corporate governance dapat mempengaruhi tingkat pengungkapan perusahaan. Pada sampel laporan keuangan perusahaan di Hongkong dan Singapura, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara praktik corporate governance dengan tingkat pengungkapan.

(13)

Pengungkapan seringkali dikaitkan dengan teori agensi yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen cenderung menimbulkan asimetri informasi. Oleh karena itu, beberapa penelitian kemudian mencoba mengkaji hubungan antara karakteristik struktur kepemilikan terhadap pengungkapan. Arah kajian berkembang pada pengkajian atas konflik antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas dalam konsentrasi kepemilikan (La Porta et al., 1999).

Penelitian La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000), serta Faccio dan Lang (2002) menemukan kepemilikan perusahaan di negara-negara Asia, Eropa, Amerika, dan Australia cenderung terkonsentrasi kecuali Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Penelitian lain terkait konsentrasi kepemilikan kemudian juga berkembang di beberapa negara. Bedo dan Acs (2007) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan pada kawasan Eropa Tengah dan Timur cenderung memiliki struktur kepemlikan terkonsentrasi.

Nor et al. (2010) melakukan penelitian terhadap 2608 sampel perusahaan di Malaysia. Penelitian tersebut mengkaji pengaruh kepemilikan yang terkonsentrasi oleh pemegang saham mempengaruhi kinerja perusahaan. Chau dan Gray (2002) meneliti hubungan antara struktur kepemilikan dan pengungkapan sukarela pada perusahaan. Mereka menemukan tingkat pengungkapan sukarela memiliki hubungan negatif dengan tingkat kepemilikan keluarga. Ho dan Wong (2001) mengamati temuan yang sama menggunakan sampel dari perusahaan yang terdaftar pada bursa efek di

(14)

Hongkong. Hossain, Tan, dan Adams (1994) menemukan hubungan negatif yang signifikan antara dispersi kepemilikan dan tingkat pengungkapan oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar Malaysia.

Beberapa penelitian mengkaji hubungan antara konsentrasi kepemilikan terhadap pengungkapan informasi. Wawo (2010) menunjukkan konsentrasi kepemilikan memiliki pengaruh negatif terhadap daya informasi akuntansi. Penelitian Fan dan Wong (2002) menemukan hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan pada voting right terhadap daya informasi laba. Selain itu Siregar (2007) menemukan hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan terhadap deviden perusahaan. Feliana (2007) menemukan konsentrasi kepemilikan meningkatan daya informasi akuntansi pasar modal. Namun, kepemilikan terkonsentrasi oleh keluarga menurunkan daya informasi akuntansi pasar modal. Ali et al. (2007) menemukan hubungan negatif dan sign ifikan antara kualitas pengungkapan dan konsentrasi kepemilikan. Namun, Raffournier (1995) dan Depoers (2000) tidak mendeteksi pengaruh yang signifikan konsentrasi kepemilikan pada tingkat pengungkapan.

Sejumlah penelitian lain juga mengkaji hubungan antara kepemilikan menyebar terhadap praktik pengungkapan. Haniffa dan Cooke (2002) melaporkan hubungan negatif antara dispersi kepemilikan dan tingkat pengungkapan oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar Malaysia. McKinnon dan Dalimunthe (1993) menemukan dukungan yang lemah untuk

(15)

hubungan antara difusi kepemilikan dan luasnya pengungkapan sukarela oleh perusahaan terdiversifikasi di Australia.

1. Pengaruh Kepemilikan Terkonsentrasi terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan

Nor et al. (2010) melakukan penelitian terhadap 2608 sampel perusahaan di Malaysia. Penelitian tersebut menemukan bahwa kepemilikan terkonsentrasi mempengaruhi kinerja perusahaan. Beberapa penelitian lain secara lebih spesifik menemukan pengaruh negatif antara konsentrasi kepemilikan terhadap kualitas pengungkapan informasi perusahaan.

Ali et al. (2007) menemukan terdapat hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan dan kualitas pengungkapan. Konsentrasi kepemilikan yang tinggi menyebabkan pemegang saham pengendali memiliki kecenderungan yang lebih rendah dalam mengungkapkan informasi. Hal tersebut dikarenakan pemegang saham yang terkonsentrasi cenderung memperoleh manfaat tertutup yang tidak didapatkan oleh pemegang saham lain (Barclay, Holderness, dan Pontiff, 1993). Fathi (2013) menjelaskan bahwa kepemilikan yang terkonsentrasi cenderung kurang mengungkapkan informasi secara memadai. Mereka cenderung mengungkapkan informasi secara terbatas.

Pergola dan Verreault (2009) menyebutkan bahwa pengawasan oleh pemilik yang terkonsentrasi akan efektif apabila kepentingan pemilik

(16)

tersebut konsisten dengan pemilik yang lainnya dan pemilik tersebut independen dari kepentingan manajemen. Sebaliknya, apabila kepemilikan terkonsentrasi yang tidak selaras dengan pemilik lainnya maka akan cenderung merugikan bagi kepentingan pemilik lainnya.

Penelitian Wawo (2010) menunjukkan konsentrasi kepemilikan memiliki pengaruh negatif terhadap daya informasi akuntansi. Fan dan Wong (2002) menemukan hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan pada voting right terhadap daya informasi laba. Selain itu, Ali et al. (2007) menemukan hubungan negatif dan sign ifikan antara kualitas pengungkapan dan konsentrasi kepemilikan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H1: Kepemilikan terkonsentrasi berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.

2. Pengaruh Kepemilikan Menyebar terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan

Beberapa penelitian mengkaji hubungan antara kepemilikan menyebar terhadap tingkat pengungkapan informasi perusahaan. Terdapat perspektif yang meyakini bahwa struktur kepemilikan menyebar kurang memiliki kapasitas dalam aktivitas pemantauan (Zeckhauser dan Pound, 1990). Hossain et al. (1994) menemukan hubungan negatif yang signifikan antara dispersi kepemilikan dan tingkat pengungkapan oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar Malaysia. Haniffa dan Cooke (2002)

(17)

melaporkan hubungan negatif antara dispersi kepemilikan dan tingkat pengungkapan oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar Malaysia. Sementara itu, McKinnon dan Dalimunthe (1993) menemukan dukungan yang lemah untuk hubungan antara difusi kepemilikan dan luasnya pengungkapan sukarela oleh perusahaan terdiversifikasi di Australia.

Namun, beberapa penelitian justru menemukan pengaruh positif keberadaan kepemilikan menyebar terhadap pengungkapan informasi. Ali et al. (2007) menemukan bahwa perusahaan dengan kepatuhan pengungkapan yang baik tidak dikendalikan oleh kepemilikan keluarga, namun memiliki karakteristik kepemilikan menyebar dan adanya investor institusional. Labelle dan Schatt (2005) menggunakan sampel 90 perusahan yang tercatat pada bursa efek di Perancis, menemukan bahwa kualitas pengungkapan informasi pada laporan keuangan meningkat ketika kepemilikannya menyebar (proporsi saham yang dimiliki oleh publik cenderung tinggi).

Hal tersebut selaras dengan analisis Jensen dan Meckling (1976) terkait teori agensi yang menyatakan bahwa kebutuhan informasi oleh pemegang saham minoritas akan meningkatkan biaya agensi yang timbul atas adanya asimetri informasi. Kepemilikan menyebar meningkatkan biaya agensi dan secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas pengungkapan (Ali et al., 2007). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

(18)

H2: Kepemilikan menyebar berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.

3. Pengaruh Jenis KAP terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan

Meskipun pengungkapan informasi keuangan menjadi tanggung jawab direksi, namun keberadaan audit eksternal secara signifikan dapat mempengaruhi jumlah informasi yang diungkapkan (Fathi, 2013). Perusahaan audit Big Four memiliki insentif yang kuat untuk menjaga independensi mereka dan cenderung mempersyaratkan standar pengungkapan yang lebih ketat. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga reputasi mereka. Sementara, Dewayanto (2010) menemukan mekanisme pemantauan pengungkapan melalui auditor eksternal (Big Four) menunjukkan hubungan yang positif signifikan terhadap kinerja perbankan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Singhvi dan Desai (1971), DeAngelo (1981), Craswell dan Taylor (1992), Inchausti (1997), Xiao et al. (2004), Matoussi dan Chakroun (2008), serta Fathi (2013) menunjukkan hubungan yang positif signifikan antara jenis KAP terhadap praktik pengungkapan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H3: Jenis kantor akuntan publik berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.

(19)

4. Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Jenis KAP terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan dimoderasi oleh Corporate Governance

Dalam penelitian Tay lor et al. (2008) menemukan bahwa corporate governance merupakan determinan pada pola pengungkapan risiko instrumen keuangan. Penelitian tersebut menunjukkan hubungan yang positif antara struktur corporate governance terhadap pengungkapan risiko instrumen keuangan. Siagian et al. (2005) menemukan hubungan interdependensi antara praktik corporate governance, kualitas pengungkapan, serta nilai perusahaan. Chau dan Gray (2002) menemukan hubungan positif antara praktik corporate governance dan tingkat pengungkapan pada sampel laporan keuangan perusahaan Hongkong dan Singapura.

Karakteristik struktur kepemilikan pada sebuah perusahaan diyakini mempengaruhi tingkat kepatuhan pengungkapan. Implementasi good corporate governance dalam perusahaan diharapkan dapat semakin mendorong perusahaan mengungkapkan informasi yang dibutuhkan pemilik perusahaan. Penelitian Barako (2007) menunjukkan bahwa pengungkapan pada segala jenis informasi dipengaruhi oleh atribut corporate governance, struktur kepemilikan dan karakteristik perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis:

(20)

H4: Corporate governance memoderasi hubungan antara struktur kepemilikan dan Jenis KAP dengan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran hubungan antara masing-masing variabel dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada rerangka pengujian satu arah dalam menjelaskan pengaruh struktur kepemilikan yang direpresentasikan oleh variabel independen kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh variabel independen mekanisme

Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan (Y) H1 -H2 + H3 +

Variabel Independen Variabel Dependen

Struktur Kepemilikan Monitoring 1. Proporsi Kepemilikan Terkonsentrasi (X1) 2. Proporsi Kepemilikan Menyebar (X2) 3. Jenis KAP (X3) Corporate Governance (X4) H4

(21)

monitoring yang direpresentasikan melalui kualitas audit oleh jenis KAP terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Corporate governance menjadi variabel moderasi yang diuji dalam persamaan pengujian pengaruh struktur kepemilikan dan jenis KAP terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.

Referensi

Dokumen terkait

merupakan tempat kawat (konduktor) dari tiga kumparan tiga phasa yang disebut kumparan stator, yang masing-masing kumparan mendapatkan suplai arus tiga phasa. Stator terdiri

Penelitian ini ingin melihat bagaimana keadaan dan pemahaman kesejahteraan reporter perempuan baik dari media lokal maupun media asing yang ada di Indonesia.. Penelitian ini

Mengetahui keanekaragaman jenis dan sebaran satwa primata di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit PT.. Inti

Bagi pejabat baru yang belum pernah menduduki jabatan tertentu dalam struktur organisasi Rumah Sakit Lestari Raharja Magelang akan diberikan

Untuk memperoleh sumber UV yang mempunyai intensitas tinggi dan tidak memberikan efek panas terhadap sekeliling maka dapat dicoba dengan laser nitrogen yang mempunyai

The neptu for an event called slametan for the first time in someone‟s life is also special because for Javanese people this commemoration is equated with the

Penelitian skripsi telah dilaksanakan selama satu bulan di balai desa Dersalam Bae Kudus.Dengan materi pokok penelitian adalah untuk mengetahui perhitungan

Sertifikat Lembaga Pendidikan dan pelatihan ini dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara menurut peraturan penerbangan Indonesia dibawah otoritas Undang-Undang