• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelayanan teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).

2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas 1. Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

2. Misi

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.

(2)

c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya (Depkes RI, 2004).

2.1.3 Tujuan

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat (Depkes RI, 2004).

2.1.4 Fungsi Puskesmas

Terdapat tiga fungsi puskesmas, yaitu:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dan memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.

(3)

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, meliputi:

1. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi

(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan

kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik

(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004).

2.1.5 Upaya dan Azas Penyelenggaraan 2.1.5.1 Upaya

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi

(4)

untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

a. Upaya promosi kesehatan b. Upaya kesehatan lingkungan

c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular f. Upaya pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada yakni:

a. Upaya kesehatan sekolah b. Upaya kesehatan olah raga

c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat d. Upaya kesehatan kerja

e. Upaya kesehatan gigi dan mulut f. Upaya kesehatan jiwa

g. Upaya kesehatan mata h. Upaya kesehatan usia lanjut

(5)

2.1.5.2 Azas Penyelenggaraan

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Azas pertanggungjawaban wilayah mengandung arti puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk itu puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut:

a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan.

b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

c. Membina setiap usaha kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.

d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.

2. Azas pemberdayaan masyarakat

Azas pemberdayaan masyarakat mengandung arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

a. Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita (BKB). b. Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)

c. Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemuliaan gizi, Keluarga sadar gizi (Sadarzi)

(6)

d. Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos kesehatan pesantren (Poskestren)

e. Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok pemakai air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

f. Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda g. Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

h. Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)

i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA), pembinaan pengobatan tradisional (Battra)

3. Azas keterpaduan

Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang harus diperhatikan, yakni:

a. Keterpaduan lintas program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggung jawab puskesmas, antara lain:

1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi, promosi kesehatan dan pengobatan.

2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa.

(7)

3) Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan dan kesehatan gigi.

4) Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, Kesehatan jiwa dan promosi kesehatan.

b. Keterpaduan lintas sektor

Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha, antara lain:

1) Upaya kesehatan sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan dan agama.

2) Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, agama dan pertanian.

3) Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK dan PLKB.

4) Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian, koperasi, dunia usaha, PKK dan PLKB. 5) Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan

camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha dan organisasi kemasyarakatan.

(8)

4. Azas rujukan

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni:

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi) dan lain-lain.

2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.

b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan

(9)

upaya kesehatan wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.

2) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan dan penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.

3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes RI, 2004).

2.1.6 Pengembangan Fungsi Puskesmas di Perkotaan

Secara konseptual puskesmas didaerah perkotaan tidak beda dengan puskesmas lain di Indonesia, yaitu sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama baik aspek upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan (Kepmenkes No 128/MENKES/KEP/II/2004). Konsep dasar puskesmas tersebut meliputi pengertian, visi, misi, fungsi, upaya dan azas penyelenggaraan (Depkes RI, 2005).

Perbedaannya terletak pada upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan yang lebih kompleks mencakup aspek lingkungan, perilaku, dan akses

(10)

pelayanan kesehatan. Kebutuhan masyarakat akan jenis pelayanan diperkotaan berbeda sesuai karakteristik masyarakat. Pengembangan fungsi puskesmas antara lain:

1. Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja Melalui fungsi ini puskesmas diharapkan dapat menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk yang dilakukan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, agar kegiatan yang dilaksanakan berwawasan kesehatan. Kegiatan fungsi pertama ini dilaksanakan dalam bentuk:

a. Surveilans

Surveilans yang dilakukan oleh puskesmas perkotaan tidak hanya surveilans yang bersifat rutin seperti surveilans penyakit menular, penyakit tidak menular, surveilans faktor risiko, surveilans hidup bersih dan sehat, dan surveilans gizi.

b. Penyuluhan kesehatan

Sasaran penyuluhan adalah masyarakat/institusi yang ada di wilayah kerja dalam upaya promosi dan pencegahan terhadap berbagai masalah kesehatan yang mungkin muncul akibat dampak negatif pembangunan di wilayah tersebut. c. Kerja sama lintas sektoral

Kerja sama lintas sektoral dilakukan melalui lokakarya mini triwulan dengan instansi yang setingkat kecamatan termasuk dengan LSM, Ormas. Melalui pertemuan tersebut puskesmas menyampaikan hasil-hasil temuan masalah kesehatan di wilayah kerja dari hasil surveilans yang dilakukan, untuk mendapatkan kesepakatan dan komitmen penyelesaian.

(11)

2. Fungsi pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat

Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. Kegiatan fungsi kedua ini meliputi:

a. Pemberdayaan perorangan

Bentuk pemberdayaan perorangan diperkotaan dapat diwujudkan dalam bentuk (1) peran serta menjadi kader kesehatan dalam tatanan keluarga, dan masyarakat melalui kegiatan posyandu, gerakan sehat, kader mengamat jentik dan lain-lain. (2) penggalangan dana maupun sumbangan pemikiran disesuaikan dengan kondisi setempat untuk kepentingan kesehatan.

b. Pemberdayaan kelompok

Pemberdayaan kelompok dimaksudkan agar kelompok masyarakat dapat ikut memperjuangkan kepentingan kesehatan di wilayah yang masih menemui berbagai masalah kesehatan dimana masyarakat setempat tidak mampu mengatasi masalah tersebut secara mandiri.

c. Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan agar masyarakat di wilayah kerja puskesmas dapat membentuk suatu Badan Penyantun Puskesmas (BPP)/ konsil kesehatan atau forum yang peduli kesehatan sebagai mitra kerja puskesmas yang berperan membantu keberhasilan pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan tersebut.

(12)

3. Fungsi pusat pelayanan kesehatan strata pertama Pengembangan yang dapat dilakukan antara lain: a. Jenis pelayanan kesehatan

Untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan, puskesmas dapat mengembangkan jenis pelayanan yang telah ada dengan kegiatan baru seperti Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), pelayanan Santun Usia Lanjut, pelayanan pencegahan penyalahgunaan Napza, penanganan masalah kesehatan dan seksual, pelayanan konsultasi kesehatan, pelayanan HIV/AIDS, ruang rehidrasi, ruang rawat inap dan lain-lain.

b. Pengembangan tata cara pelayanan

Mengingat tuntutan dan kebutuhan masyarakat perkotaan akan pelayanan yang komperhensif, maka perlu dipikirkan untuk mengembangkan tata cara pelayanan seperti:

1) Pelayanan 24 jam/gawat darurat 2) Pelayanan sore hari

3) Pelayanan dengan sarana penunjang lengkap 4) Pelayanan konsultasi/konseling

5) Pelayanan on call/konsultasi via telepon 6) Posyandu sore hari

7) Penyuluhan kesehatan sore/malam hari 8) Kunjungan rumah sesuai kebutuhan

(13)

2.1.7 Sasaran Upaya Kesehatan Puskesmas di Perkotaan Berdasarkan pada Tatanan/Kawasan

2.1.7.1 Tatanan Pemukiman/Rumah Tangga di Kawasan Kumuh

Penduduk di kawasan kumuh perkotaan merupakan masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan perorangan maupun masalah kesehatan masyarakat. Masalah kesehatan di kawasan kumuh perkotaan antara lain: segi epidemiologis, lingkungan pemukiman, demografi, perilaku dan pengetahuan penduduk, dan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2005).

2.1.7.2 Tatanan Tempat Kerja Industri/Kawasan Industri

Tatanan tempat kerja yang perlu mendapat perhatian salah satunya adalah kawasan industri. Hal tersebut berkaitan dengan dampak kegiatan industri yang dapat menimbulkan berbagai pencemaran lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan. Dampak ini dapat terjadi pada pekerja maupun masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri (Depkes RI, 2005).

2.1.7.3 Tatanan Tempat-Tempat Umum

Beberapa tempat-tempat umum yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan antara lain:

a. Tatanan pasar

Khususnya pasar tradisional memerlukan perhatian aspek kesehatan. Hal tersebut terkait dengan kondisi pasar. Khususnya dalam pengelolaan pasar yang belum memerhatikan higiene dan sanitasi lingkungan, higiene dan sanitasi makanan yang diperjualbelikan.

(14)

b. Tatanan tempat pariwisata

Dunia pariwisata dan hiburan merupakan salah satu faktor makin meningkatnya masalah kesehatan, mengingat berbagai kegiatan yang dilakukan baik oleh wisatawan maupun masyarakat di lingkungan tersebut.

c. Tatanan terminal/stasiun/pelabuhan

Terminal/stasiun/pelabuhan adalah tempat umum yang berpotensi terhadap penularan berbagai penyakit, mengingat tingginya mobilitas dan interaksi antar manusia (Depkes RI, 2005).

2.1.7.4 Tatanan Institusi Pendidikan

Tatanan institusi pendidikan/sekolah sebagai suatu institusi tempat berkumpulnya banyak orang dalam waktu yang cukup lama, dari aspek kesehatan perlu mendapat perhatian. Khususnya kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat sekolah.

Siswa sekolah merupakan kelompok rawan yang sangat mudah terpengaruh gaya hidup tidak sehat di sekitarnya. Namun melalui tatanan sekolah, siswa dapat dijadikan kader-kader kesehatan (Depkes RI, 2005).

2.2 Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM)

Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) merupakan salah satu wujud pemberdayaan masyarakat, yang tumbuh dari masyarakat, dikelola oleh masyarakat, dan untuk kepentingan masyarakat dalam upaya menanggulangi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat setempat.

(15)

UKBM adalah salah satu wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata mampu memacu munculnya berbagai bentuk UKBM lainya seperti Polindes, POD (pos obat desa), Pos UKK (pos upaya kesehatan kerja), TOGA (taman obat keluarga), dana sehat, dan lain sebagainya.

2.2.1 Sasaran

Sasaran UKBM adalah: 1. Individu/Toma berpengaruh 2. Keluarga dan perpuluhan keluarga

3. Kelompok masyarakat : generasi muda, kelompok wanita, angkatan kerja, dll 4. Organisasi masyarakat: organisasi profesi, LSM, dll

5. Masyarakat umum: desa, kota, dan pemukiman khusus

2.3 Keputusan Bersama Tiga Menteri Tentang Peningkatan Kesehatan Pada Pondok Pesantren dan Institusi Keagamaan Lainnya

Keputusan tiga menteri yaiu Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1067 Tahun 2002, Nomor 385 Tahun 2002, dan Nomor 37 Tahun 2002 menjelaskan tentang peningkatan kesehatan pada pondok pesantren dan institusi keagamaan lainnya. Mengingat bahwa institusi keagamaan mempunyai peranan yang strategis dalam upaya pembinaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta pola hidup sehat yang dinamis. Selanjutnya bahwa pondok pesantren atau institusi keagamaan lainnya merupakan wadah yang potensial dalam meningkatkan sumber

(16)

daya manusia, untuk itu perlu didukung dengan berbagai program di bidang kesehatan

Keputusan Bersama tiga menteri ini mengatur berbagai hal, diantaranya: 1. Kerjasama dalam upaya peningkatan kesehatan pada pondok pesantren dan

institusi keagamaan lainnya. Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen dalam Negeri melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Pengembangan sistem pelayanan kesehatan pada pondok pesantren dan institusi keagamaan lainnya yang meliputi: bentuk pelayanan kesehatan, cara pembiayaan kesehatan, dan cara pengelolaan kesehatan yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.

b. Pengangkatan tenaga kesehatan oleh pondok pesantren dan institusi keagamaan lainnya atas persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan diakui sebagai pelaksanaan Masa Bakti. c. Pendirian dan pengembangan Klinik Kesehatan atau institusi pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan keadaan setempat. d. Penyusunan pedoman-pedoman yang diperlukan.

2. Untuk teknis pelaksanaan amar kedua Keputusan Bersama ini dibentuk kelompok kerja di lingkungan Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri, yang ditetapkan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri oleh masing-masing departemen.

3. Segala pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kerjasama ini menjadi tanggung jawab masing-masing departemen sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(17)

2.4 Pesantren

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Agama Islam yang dalam kegiatannya mengembangkan fungsi peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT; pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan pengabdian terhadap Agama Islam masyarakat dan negara. Selain itu pengertian sederhana lainnya tentang pesantren adalah tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan Agama Islam di bawah bimbingan seorang kyai/ustadz/guru dengan tujuan untuk menyiapkan para santri sebagai kader dakwah Islamiah, yang menguasai ilmu Agama Islam dan siap menyebarkan Agama Islam di pelbagai lapisan masyarakat (Depkes RI, 2006).

Warga pondok pesantren adalah kyai atau sebutan lain (dan keluarga), santri, ustadz/ustadzah (dan keluarga), serta pengelola (dan keluarga).

Sesuai dengan tujuan utamanya, maka materi yang diajarkan di pondok pesantren pada umumnya terdiri dari materi agama yang digali langsung dari kitab-kitab klasik berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama yang hidup pada masa pertengahan. Semenjak perang kemerdekaan, terjadi perubahan mendasar dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Perubahan tersebut di antaranya dengan diperkenalkannya sistem madrasah dalam proses belajar-mengajar, yang kemudian mulai diajarkannya materi umum. Dengan demikian pondok pesantren tidak lagi sepenuhnya tergolong pendidikan jalur luar sekolah, tetapi juga masuk jalur sekolah.

Selanjutnya dalam dua dasawarsa terakhir, di dalam lingkungan pondok pesantren tidak hanya menyelenggarakan sistem madrasah, namun juga diselenggarakan sekolah-sekolah umum, perguruan tinggi dan juga program

(18)

pengembangan masyarakat. Masuknya program pengembangan masyarakat, keterampilan, pendidikan umum termasuk kesehatan, dianggap sebagai pelengkap dari pendidikan di pondok pesantren.

Secara garis besar, pondok pesantren dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu:

1. Pondok Pesantren Salafi/Salafiah (Tradisional)

Pondok pesantren salafiah merupakan pondok pesantren yang hanya menyelenggarakan pengajaran kitab klasik dan pengajaran Agama Islam. Umumnya, lebih mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang bersifat tradisional dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat selektif terhadap segala bentuk pembaharuan, termasuk kurikulum pengajarannya.

2. Pondok Pesantren Khalafi/Khalafiah (Modern)

Pondok pesantren khalafi/khalafiah adalah pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan sebagaimana pada pondok pesantren salafiah, juga menyelenggarakan jalur sekolah atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun sekolah bercirikan Agama Islam (MI, MTs, MA atau MAK). Dalam implementasi proses belajar-mengajar, akomodatif terhadap perkembangan modern, metodologi penerapan kurikulum melibatkan perangkat modern, mengajarkan sejumlah keterampilan pengetahuan umum lainnya termasuk kesehatan.

(19)

3. Pondok Pesantren Salafi-Khalafi (Perpaduan Tradisional dan Modern)

Pondok pesantren salafi-khalafi merupakan perpaduan pondok pesantren yang dalam kegiatannya memadukan metode salafi dan khalafi, memelihara nilai tradisional yang baik dan akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.

2.5 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) merupakan salah satu UKBM di lingkungan pondok pesantren, dengan prinsip dari, oleh dan untuk warga pondok pesantren, yang mengupayakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan), dengan binaan puskesmas setempat (Depkes RI, 2006).

2.5.1 Tujuan Poskestren Tujuan Umum:

Terwujudnya kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.

Tujuan Khusus:

1. Meningkatnya pengetahuan warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya tentang kesehatan

2. Meningkatnya sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

3. Meningkatnya peran serta aktif warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam upaya penyelenggaraan kesehatan.

(20)

4. Terpenuhinya pelayanan kesehatan dasar bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2006).

2.5.2 Sasaran Poskestren

Sasaran Poskestren adalah sebagai berikut:

1. Warga pondok pesantren: santri, kyai, pimpinan, pengelola, dan para pengajar di pondok pesantren termasuk wali santri.

2. Masyarakat di lingkungan pondok pesantren.

3. Tokoh masyarakat: tokoh Agama Islam, pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pimpinan organisasi kemasyarakatan lainnya di lingkungan pondok pesantren.

4. Petugas kesehatan dan stakeholders lainnya (Depkes RI, 2006).

2.5.3 Ruang Lingkup Kegiatan Poskestren

Ruang lingkup kegiatan poskestren meliputi pelayanan kesehatan dasar secara komperhensif, yaitu upaya promotif, preventif, tanpa meninggalkan upaya rehabilitatif dan kuratif, serta upaya pemberdayaan warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 2006).

2.5.4 Fungsi Poskestren

1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, dalam alih informasi, pengetahuan dan keterampilan, dari petugas kepada warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya, dan antara sesama warga pondok pesantren dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.

(21)

2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan desa kepada warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2006).

2.5.5 Manfaat Poskestren

1. Bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya

a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan dan pelayanan kesehatan dasar.

b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan.

c. Mendapatkan informasi awal tentang kesehatan.

d. Dapat mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

2. Bagi kader poskestren

a. Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan.

b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di lingkungannya.

3. Bagi puskesmas

a. Dapat mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

b. Dapat memfasilitasi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai dengan kondisi setempat.

(22)

c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian pelayanann kesehatan secara terpadu.

4. Bagi sektor lainnya

a. Dapat memfasilitasi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam pemecahan masalah sektor terkait.

b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sektor (Depkes RI, 2006).

2.6 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Poskestren

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 867 Tahun 2006 ini merupakan peraturan yang membahas tentang pedoman penyelenggaraan dan pembinaan poskestren. Mengingat adanya Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Agama Republik Indonesia Dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia) Nomor 1067/Menkes/SKB/VIII/2002 Nomor 385 Tahun 2002 Nomor 37 Tahun 2002, untuk itu Keputusan Menteri Kesehatan ini merupakan peraturan yang bersifat operasional.

Keputusan menteri Kesehatan ini mengatur beberapa hal, antara lain: 1. Pengorganisasian

a. Kedudukan dan hubungan kerja secara teknis medis, poskestren dibina oleh puskesmas. Secara kelembagaan, poskestren dibina oleh pemerintah desa/ kelurahan/kecamatan. Selanjutnya terhadap pelbagai UKBM yang ada adalah sebagai mitra.

(23)

b. Pengelola poskestren

Struktur organisasi poskestren ditetapkan melalui musyawarah warga pondok pesantren pada saat pembentukan poskestren. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan, dan kemampuan sumber daya yang ada. Struktur organisasi minimal terdiri dari: Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Kader poskestren yang merangkap sebagai anggota. Kriteria pengelola poskestren antara lain sebagai berikut:

1) Diutamakan berasal dari warga pondok pesantren dan tokoh masyarakat setempat.

2) Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi masyarakat.

3) Bersedia bekerja sukarela bersama masyarakat.

c. Kader poskestren dipilih oleh pengurus poskestren dan santri pondok pesantren yang bersedia secara sukarela, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan poskestren. Kriteria kader poskestren antara lain sebagai berikut:

1. Berasal dari santri pondok pesantren.

2. Mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak masyarakat. 3. Bersedia bekerja secara sukarela.

2. Kegiatan

Pelayanan yang disediakan oleh poskestren adalah pelayanan kesehatan dasar, yang meliputi promotif, preventiv, rehabilitatif dan kuratif. Khusus untuk

(24)

pelayanan kuratif dan beberapa pelayanan preventif tertentu seperti imunisasi dan pemeriksaan kesehatan berkala dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut, secara rinci sebagai berikut:

a. Upaya promotif, antara lain: 1) Konseling kesehatan

2) Penyuluhan kesehatan, antara lain: PHBS, penyehatan lingkungan, gizi, penyakit menular, TOGA.

3) Olah raga teratur

b. Upaya preventif, antara lain: 1) Pemeriksaan kesehatan berkala 2) Penjaringan kesehatan santri 3) Imunisasi

4) Kesehatan lingkungan dan kebersihan diri 5) Pemberantasan nyamuk dan sarangnya c. Upaya kuratif, antara lain:

1) Pengobatan terbatas 2) Rujukan kasus

d. Upaya rehabilitatif, antara lain:

Membantu petugas puskesmas untuk mengunjungi dan menindaklanjuti perawatan pasien pasca perawatan di puskesmas/rumah sakit.

(25)

3. Waktu Penyelenggaraan

Penyelenggaraan poskestren pada dasarnya dapat dilaksanakan secara rutin setiap hari atau ditetapkan sesuai kesepakatan bersama.

4. Tempat Penyelenggaraan

Tempat Penyelenggaraan kegiatan promotif dan preventif dapat dilaksanakan di lingkungan pondok pesantren dan sekitarnya. Adapun untuk pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan di ruang tersendiri, baik menggunakan salah satu ruangan pondok pesantren atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar. Tempat penyelenggaraan sekurang-kurangnya dilengkapi dengan:

1) Tempat pemeriksaan

2) Tempat konsultasi (gizi, sanitasi, dll) 3) Tempat penyimpanan obat

4) Ruang tunggu

Selain sarana tersebut diatas, poskestren perlu dilengkapi dengan: a. Peralatan

1) Peralatan medis yang disesuaikan dengan jenis pelayanan yang disediakan 2) Peralatan non medis seperti: pencatatan, meja, kursi, tempat tidur, lemari, dan

lain-lain sesuai kebutuhan. b. Obat-obatan

Jenis dan jumlah obat-obatan yang perlu disediakan di poskestren sesuai dengan petunjuk kepala puskesmas setempat.

(26)

5. Tugas dan Tanggung Jawab Para Pelaksana

Terselenggaranya pelayanan poskestren melibatkan banyak pihak. Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan poskestren adalah sebagai berikut:

a. Kader poskestren (Santri Husada)

Kader poskestren merupakan ujung tombak di poskestren. Selain sebagai pelaksana, para kader poskestren diharapkan dapat berfungsi antara lain sebagai: penggerak masyarakat, pemberi semangat, penggagas kegiatan, maupun suri tauladan. Jumlah kader untuk setiap poskestren minimal 3% dari jumlah santri atau disesuaikan dengan kebutuhan dan kegiatan yang dikembangkan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh kader poskestren antara lain:

1) Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kewenangannya, misalnya memberikan vitamin, tablet besi (Fe) dan oralit.

2) Melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan dan gizi. 3) Mengukur tinggi dan berat badan.

4) Memeriksa tajam penglihatan.

5) Melakukan pencatatan pada buku catatan poskestren. 6) Mengadakan pemutakhiran data sasaran poskestren.

7) Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan.

b. Pengelola poskestren

1) Bertanggung jawab terhadap keberlangsungan poskestren. 2) Memantau kegiatan poskestren

(27)

3) Menggalang dukungan dana dan menjalin kemitraan 4) Menyediakan kebutuhan poskestren

c. Petugas puskesmas

Poskestren merupakan salah satu UKBM binaan puskesmas. Kehadiran tenaga kesehatan puskesmas yang diwajibkan dalam pembinaan di poskestren hanya satu kali dalam sebulan. Peran petugas puskesmas antara lain sebagai berikut:

1) Membimbing dan membina kader dalam pengelolaan poskestren termasuk melakukan orientasi dan pelatihan.

2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan kehadiran wajib puskesmas, pelayanan kesehatan oleh petugas puskesmas hanya dilakukan satu kali dalam sebulan.

3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan masyarakat dan gizi kepada pengunjung poskestren dan masyarakat sekitarnya.

4) Menganalisis hasil kegiatan poskestren, menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan poskestren.

5) Menerima konsultasi atau rujukan dalam menangani berbagai kasus kesehatan yang tidak dapat ditanggulangi oleh kader poskestren.

6) Membantu pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan yang dibutuhkan poskestren.

(28)

6. Pembiayaan a. Sumber biaya

Pembiayaan berasal dari berbagai sumber, antara lain: 1) Masyarakat

a. Iuran pengguna/pengunjung poskestren

b. Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat

c. Sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat, termasuk dari alumni pondok pesantren dan wali murid/santri

d. Dana sosial keagamaan, misalnya: zakat, infak, dan sedekah 2) Swasta/Dunia Usaha

Peran aktif swasta/dunia usaha juga diharapkan dapat menunjang pembiayaan poskestren. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana, sarana, prasarana, atau tenaga yang dapat bertindak sebagai sukarelawan poskestren.

3) Hasil Usaha

Pengelola dan kader poskestren dapat melakukan usaha mandiri, yang hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan poskestren. Contoh usaha mandiri yang dapat dilakukan adalah Kelompok Usaha Bersama (KUB), dan hasil karya kader poskestren, seperti: ternak ayam, kolam ikan, kerajinan, budi daya Taman Obat Keluarga (TOGA) dan lain sebagainya.

(29)

4) Pemerintah

Bantuan dari pemerintah terutama pada tahap awal pembentukan, yakni berupa dana stimulan atau bantuan lainnya, baik dalam bentuk sarana maupun prasarana poskestren.

b. Pemanfaatan dan Pengelolaan Dana

Dana yang diperoleh poskestren digunakan untuk membiayai kegiatan poskestren, antara lain untuk: (1) Biaya operasional poskestren, (2) bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan, dan (3) modal usaha. Sedangkan pengelolaan dana dilakukan oleh pengelola dan kader poskestren. Dana harus disimpan di tempat yang aman dan jika mungkin dapat mendatangkan hasil. Untuk keperluan biaya rutin disediakan kas kecil yang dipegang oleh kader yang ditunjuk. Setiap pemasukan dan pengeluaran harus dicatat dan dikelola secara bertanggung jawab.

7. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan oleh kader segera setelah kegiatan dilaksanakan. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan format yang ada, antara lain

a. Buku catatan sasaran poskestren, yang mencatat jumlah seluruh warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

b. Buku catatan rekapitulasi kegiatan pelayanan poskestren.

c. Buku catatan kegiatan pertemuan yang diselenggarakan oleh poskestren. d. Buku catatan kegiatan usaha, apabila poskestren menyelenggarakan kegiatan

usaha.

(30)

f. Dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan poskestren yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal pelaporan, poskestren tidak berkewajiban melaporkan kegiatannya kepada puskesmas ataupun kepada sektor lainnya. akan tetapi, jika puskesmas atau sektor lainnya membutuhkan data maka mereka harus mengambilnya langsung ke poskestren. Untuk itu harus ada petugas khusus yang bertanggung jawab untuk mengambil data hasil kegiatan poskestren.

8. Pembinaan dan Pengembangan Poskestren

Pembinaan Poskestren dilaksanakan secara terpadu oleh puskesmas dan

stakeholders terkait lainnya yang dilakukan secara berkala, baik langsung

maupun tidak langsung. Pembinaan yang dilakukan adalah Peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi pengelola dan kader poskestren serta pembinaan administrasi, termasuk pengelolaan keuangan. Hal ini dilakukan demi memelihara kelangsungan hidup dari poskestren.

Komponen terpenting dalam pengelolaan poskestren adalah sumber daya manusia (SDM) dan pendanaan. Maka dalam proses pembinaan lebih difokuskan pada dua hal tersebut. Fenomena ketidakberlanjutan sebuah poskestren terjadi dikarenakan kurangnya pembinaan dari puskesmas. Salah satu penyebab kurangnya pembinaan tersebut adalah tidak tersedianya dana operasional untuk melakukan pembinaan di luar gedung untuk memberikan bantuan teknis. Selanjutnya, kalaupun dana memadai kendala lainnya adalah terbatasnya tenaga untuk melakukan supervisi dan bantuan teknis. Namun pada hakekatnya, kelangsungan hidup poskestren tidak terlalu bergantung pada puskesmas jika

(31)

poskestren tersebut memang lahir dari prakarsa masyarakat sekitar dan warga pondok pesantren.

Dukungan pemerintah antara lain dapat berupa fasilitas, bimbingan teknis, dan obat-obatan. Dengan demikian, fungsi pembinaan dari pemerintah terhadap poskestren pada hakekatnya tetap ada. Selanjutnya, fungsi pembinaan dari pemerintah tersebut perlu dikoordinasikan dan diorganisasikan. Unsur-unsur yang berperan dalam pembinaan poskestren tidak terbatas pada komponen instansi pemerintah saja, tetapi juga dapat melibatkan unsur-unsur lainnya, seperti: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), swasta/dunia usaha, tokoh masyarakat, dan sebagainya.

Poskestren yang sudah berjalan dengan baik, seyogyanya segera diarahkan untuk meningkatkan pelayanannya. Terutama jika sumber daya manusia dan dana yang ada cukup atau memadai untuk meningkatkan pelayanan poskestren.

Peningkatan pelayanan ini harus dilandasi oleh kebutuhan kesehatan dari warga pondok pesantren. setelah itu, baru didukung oleh ketersediaan dan keterampilan sumber dayanya. Oleh karena itu, upaya peningkatan pelayanan poskestren ini harus mencakup langkah-langkah berikut:

a. Bersama kader poskestren mengidentifikasi kebutuhan tambahan bagi kesehatan warga pondok pesantren. Hal ini dapat dilaksanakan melalui survei ataupun observasi untuk mengetahui perlunya perluasan pelayanan. Misalnya, jika selama ini poskestren baru bergerak di bidang pengobatan, maka penjajakan dapat dilakukan di bidang gizi, kesehatan lingkungan, atau perilaku sehat para santri.

(32)

b. Bersama kader poskestren menetapkan pilihan pelayanan tambahan dan menyusun prioritas sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dana serta tenaga yang ada. Dari kegiatan ini kemudian dapat ditetapkan satu atau beberapa pelayanan kesehatan tambahan dalam rangka meningkatkan pelayanan poskestren.

c. Menyediakan tenaga dan dana puskesmas untuk dapat memberikan tambahan bantuan teknis kepada poskestren.

d. Melatih kader poskestren dalam pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan tambahan.

e. Bersama kader poskestren menyempurnakan sistem pencatatan dan pelaporan sehingga mencakup pelayanan kesehatan tambahan.

Jika hal-hal tersebut di atas telah dilaksanakan, maka puskesmas kembali kepada jalur semula, yaitu melanjutkan kegiatan pembinaan. Hanya saja, cakupan dari upaya pembinaan itu, kini bertambah luas (Depkes RI, 2006).

2.7 Fokus Penelitian

Pada prinsipnya keberhasilan program poskestren dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut:

(33)

Gambar 2.1 Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan program poskestren dengan baik, meliputi: kader, sarana poskestren, dan dukungan pendanaan, dengan definisi sebagai berikut:

a. Kader adalah santri-santri yang berada di pondok pesantren yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah yang dalam hal ini telah mendapatkan pelatihan dari petugas puskesmas.

b. Sarana poskestren adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam program poskestren di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah bagi warga pondok pesantren.

Output: 1. Gerakan Jumat Bersih 2. Kawasan bebas rokok 3. Kebersihan perorangan 4. Adanya dana sehat 5. Sampah tidak berserakan 6. Jumlah rujukan santri/santri wati Proses: 1. Frekuensi penyuluhan 2. Frekuensi pertemuan 3. Frekuensi pembinaan Input: 1. Kader 2. Sarana Poskestren 3. Dukungan pendanaan

(34)

c. Dukungan pendanaan adalah dukungan uang yang digunakan dalam pelaksanaan program poskestren di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah bagi warga pondok pesantren.

2. Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: frekuensi penyuluhan, frekuensi pertemuan, serta frekuensi pembinaan, dengan defenisi sebagai berikut:

a. Frekuensi penyuluhan adalah seberapa sering penyampaian pesan-pesan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak pondok pesantren guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat pondok pesantren mengenai kesehatan jasmani, mental dan sosial.

b. Frekuensi pertemuan adalah seberapa sering kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak pondok pesantren bertujuan untuk membahas berbagai hal yang berhubungan dengan program poskestren seperti: saling tukar informasi tentang poskestren, pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi, dan evaluasi program.

c. Frekuensi pembinaan adalah seberapa sering kegiatan yang bertujuan untuk memelihara kelangsungan hidup poskestren yang dilaksanakan secara terpadu oleh puskesmas dan stakeholders lainnya. kegiatan pembinaan tersebut meliputi: peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi pengelola dan kader poskestren serta pembinaan administrasi, termasuk pengelolaan keuangan.

(35)

3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu program poskestren dengan adanya pelayanan kesehatan, baik kesehatan masyarakat maupun kesehatan perorangan, meliputi: Gerakan jumat bersih, kawasan bebas rokok, kebersihan perorangan, adanya dana sehat, sampah tidak berserakan, dan jumlah rujukan santri/santriwati, dengan defenisi sebagai berikut:

a. Gerakan Jumat Bersih yaitu kegiatan membersihkan lingkungan pesantren oleh warga pondok pesantren yang dilakukan pada setiap hari Jumat.

b. Kawasan bebas rokok adalah adanya penetapan daerah-daerah yang tidak boleh ada warga pesantren ataupun pengunjung yang melakukan aktivitas merokok di lingkungan pesantren.

c. Kebersihan perorangan adalah tindakan pemeliharaan kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisiknya dan psikisnya, misal: kebersihan tangan, kebersihan rambut, kebersihan kuku, kebersihan pakaian, dan kebersihan mulut dan gigi.

d. Dana sehat adalah iuran yang dikeluarkan oleh warga pesantren untuk pelaksanaan poskestren.

e. Sampah tidak berserakan berhubungan dengan penyediaan sarana dan prasarana agar sampah yang ada tidak dibuang sembarangan yaitu dengan cara menyediakan tempat sampah.

f. Jumlah rujukan santri/santriwati adalah banyaknya kegiatan merujuk santri dan mayarakat pondok pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut.

Gambar

Gambar 2.1 Fokus Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun sudah lama berusaha, kedua Mitra ini belum pernah mendapat binaan dari instansi terkait, belum pernah mendapat pinjaman modal lunak, belum mempunyai sertifikat

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN HISTOLOGIS, BERAT

Menurut penuturan Abu Thalib Al-Makky, sabar adalah menahan diri dari dorongan hawa nafsu demi menggapai keridhaan Tuhannya dan menggantinya dengan sungguh- sungguh

Melalui peningkatan efisiensi usaha peternakan maka diharapkan akan dapat terwujud peningkatan produksi susu nasional dan menurunnya ketergantungan terhadap susu impor. Selain

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran pemuda dalam mengembangkan Eco Edu Wisata Mangrove dan untuk mengkaji implikasi pengembangan Eco Edu Wisata Mangrove oleh

Haythami, Hadith ini diriwayat oleh at-Tabarani, terdapat padanya Zayd Abu Hawa al-A'ma, beliau seorang yang lemah. Baki rijal hadith yang lain adalah

[r]

Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan di dalam gedung dilakukan oleh Penanggung ja'a program Kesehatan Lingkungan yang menempati ruang yang  erseelahan