• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AL-GHAZALI (SEBUAH ANALISIS TERHADAP KURIKULUM PAI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AL-GHAZALI (SEBUAH ANALISIS TERHADAP KURIKULUM PAI)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Page 76

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 76 KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AL-GHAZALI

(SEBUAH ANALISIS TERHADAP KURIKULUM PAI) Hidayati

Guru Mts Muhammad Abduh Rokan Hulu

Nur Aisyah

Yayat.hidayati@gmail.com

ABSTRAK

Islam adalah aga yang sempurna dan telah disempurnakan ajarannya meliputi aqidah, ibadah, akhlak, dan syari’ah, sehingga umat yang menganutnya akan terjamin kebahgaian dunia dan akhirat jika mau melaksankaan ajaran-ajaran Islam ini pun sudah termasuk ibadah, jika diniatkan karena Allah SWT. Al-Ghazali mengemukakan tujuan Pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bvukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Dalam Menyusun kurikulum pelajaran AL-Ghazali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana dilakukannya terhadap ilmu-ilmu-ilmu-ilmu yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, Ia mementingkan sisi yang faktual dalam kehidupan. Mata pelajaran yang seharusnya diajarkan dan masuk dalam kurikulum menurut Al-Ghazali didasarkan pada dua kecenderungan yaitu pertama kecenderungan agama dan tasawuf, kedua, kecenderungan pragmatis.

(2)

Page 77

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 77 Pendahuluan

Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dai generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinnya melakukan fungsi hidup dalam pergaulan Bersama dengan sebaik-baiknya.1

Corak pendididkan itu erat hubungannya dengan corak kehidupan, karena jika corak kehidupan berubah, maka berubah pulalah corak pendidikannya, agar anak siap untuk memasuki lapangan kehidupan itu.

Pendidikan adalah suatu disiplin dari berbagai macam bagian komponen. Bagian-bagian ini telah terjadi menjadi demikian bermacam ragam dan berspesialisasi, akan tetapi betapapun juga, tidak selalu mengambil tempat yang sama besarnya di dalam segala arah dan segi pada waktu yang sama.metode pengajaran atau susunan kurikulum misalnya, telah mengalami pebaikan jauh lebih banyak di dalam beberapa periode sejarah Pendidikan daripada lain-lainnya. Pendidikan Islam, bila dilihat dari segi kehidupan cultural umat manusia tidak lain adalah merupakan salah satu alat pembudayaan (enkulturasi) masyarakat itu sendiri. Sebagai suatu alat, Pendidikan dapat difungsikan untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia, (sebagai makhluk pribadi dan sosial), kepada titik optimal kemampuannya untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat. Dalam hal ini, maka kedayagunaan Pendidikan sebagai alat pembudayaan sangatbergantung kepadapada pemegangalat tersebut yaitu pendidik.

Oleh karena itu,untuk memperoleh gambaran tentang pola berfikir dan berbuat dalam pelaksaan Pendidikan Islam pada khususnya, diperlukan kerangka berpikir teoritis yang mengandung konsep tentang Pendidikan-pendidikan Islam, disamping konsep-konsep operasionalnya dalam masyarakat. Dengan kata lain bahwa untuk memperoleh suatu keberhasilan dalam proses Pendidikan Islam, diperlukan adanya ilmu pengetahuan tentang Pendidikan Islam baik bersifat teoritis maupun praktis. Arifin mengemukakan beberapa alas an tentang perlunya ilmu Pendidikan Islam secara teoritis tersebut anatara lain:

a. Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia harus melalui proses yang Panjang, dengan result (hasil) yang tidak dapat diketahui dengan segera, berbeda dengan membentuk benda mati yang dapat dilakukan sesuai dengan keinginan pembuatnya. b. Pendidikan Islam pada khususnya yang bersumberkan nilai-nilai agama Islam disamping

menanmkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut, juga

(3)

Page 78

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 78

mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai Islam yang melandasinya adalah merupakan proses ikhtiriah yang seacara pedagogis mampu mengembangkan hidup anak didik kea rah kedewasaan/kematangan yang menguntungkan dirinya.

c. Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan oleh Allah dengan tujuan untuk mensejahterakan dan membahagiakan hidup dari kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.

d. Ruang lingkup Pendidikan Islam adalah mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia dimana manusia mampu memanfaatkan sebagi tempat menanam benih-benih amaliah yang buahnya akan dipetik diakhirat nanti.

e. Teori-teori hipotesa dan asumsi-asumsi kepenidikan yang bersumberkan ajaran Islam sampai kini masih belum tersusun secara ilmiah meskipun bahan-bahan bakunya telah tersedia baik dalam kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits maupun qaul ulama.2

Al-Ghazali mengemukakan tujuan Pendidikan adalah mendekatkan diri pada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jiika tujuan Pendidikan diarahkan bukan peda mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan permusuhan.

Melihat betapa besarnya pehatian Al-Ghazali terhadap Pendidikan Islam pada hakekatnya merupakan aktualisasi dari ajaran Pendidikan Islam itu sendiri, yaitu: agama, Ilmu, akhlak, mental dan masyarakat.

Konsep Pendidikan Islam

Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari didik, sebagaimana dijelaskan Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.

Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan lebih mengacu kepada cara mendidik. Selain kata pendidikan, dalam bahasa Indonesia terdapat pula kata pengajaran, sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta berarti cara mengajar atau mengajarkan, kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah mengajar yang berarti member pengetahuan.

Sedangkan menurut Drs. Ahmad Marimba: pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian utama dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian

(4)

Page 79

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 79

yang memiliki nilai-nilai agama Islam.

Dalam menetapkan sumber pendidikan Islam dikemukakan tiga dasar utama dalam pendidikan Islam, adalah:3

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai kalam Allah SWT, yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW bagi pedoman manusia, merupakan petunjuk yang lengkap mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang universal yang mana ruang lingkupnya mencakup ilmu pengetahuan yang luas dan nilai ibadah bagi yang membacanya yang isinya tidak dapat dimengerti kecuali dengan dipelajari kandungan yang mulia itu.

Pengertian Al-Qur’an ini lebih lengkap dikemukakan oleh Abdul Wahab Kholaf, menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan oleh Malaikat Jibril kepada Rosulullah SAW dengan menggunakan lafadz Arab dan makna yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rosul, bahwa ia benar-benar Rosulullah SAW, menjadi undang-undang bagi manusia, sebagai petunjuk dan sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah SWT bagi pembacanya.4

b. As-Sunnah

Hadits merupakan cara yang diteladankan Nabi dalam dakwah Islam yang termuat dalam tiga dimensi yaitu berisi ucapan, pernyataan, dan persetujuan Nabi atas peristiwa yang terjadi. Semua contoh yang ditujukan Nabi merupakan acuan yang dapat diteladani oleh manusia dalam aspek kehidupan.

Posisi hadits sebagai sumber pendidikan utama bagi pelaksanaan pendidikan Islam, yang dijadikan referensi teoritis maupun praktis. Acuan tersebut dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu:

1) Sebagai acuan syari’ah: yang meliputi muatan-muatan pokok ajaran Islam secara teoritis. 2) Sebagai acuan operasional-aplikatif: yang meliputi cara Nabi memainkan perannya sebagai

pendidik yang professional, adil dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.

Proses pendidikan Islam yang ditujukan Nabi merupakan bentuk pelaksanaan pendidikan yang bersifat fleksibel dan universal, sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia, kebiasaan, masyarakat, serta kondisi alam dimana proses pendidikan tersebut berlangsung. c. Ijtihad

3 Dr. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam(Putaka Firdaus1996), cet. 3 hlm.23

(5)

Page 80

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 80

Melakukan ijtihad di bidang pendidikan Islam perlu karena media pendidikan merupakan sarana utama dalam membangun pranata kehidupan social, dalam arti maju mundurnya kebudayaan manusia berkembang secara dinamis sangat ditentukan dari dinamika system pendidikan yang dilaksanakan.

Dalam dunia pendidikan, sumbangan ijtihad dalam keikutsertaanya menata system pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan untuk perumusan system pendidikan yang dialogis dan adaptik, baik karena pertimbangan perkembangan zaman maupun kebutuhan manusia dengan berbagai potensi diperlukan upaya maksimal. Proses ijtihad, harus merupakan kerjasama yang utuh diantara mujtahid.

Menurut Hasan Langgulung bahwa pendidikan itu mempunyai asas -asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi dan cita -citanya. Seperti halnya kedokteran, teknik atau pertanian, masing -masing tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu sarana di mana dipraktekkan sejumlah ilmu yang erat hubungannya antara satu dan lainnya dan jalin menjalin.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat diketahui, bahwa yang dimaksud dengan asas pendidikan adalah sejumlah ilmu yang secara fungsional sangat dibutuhkan untk membangun konsep pendidikan, termasuk pula dalam melaksanakannnya. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan sebagai sebuah ilmu sangat membutuhkan dukungan dari ilmu-ilmu lain, seperti ilmu sejarah, psikologi manajemen, sosiologi, antropologi, teologi dan sebagainya. Selain menggunakan kata asas-asas, dikalangan para ahli pendidikan Islam juga ada yang mempergunakan kata prinsip-prinsip yang menjadi dasar pendidikan Islam. Omar Muhammad al -Toumy al-Syaibani misalnya menyebutkan adanya lima prinsip yang harus digunakan sebagai asas dalam membangun konsep pendidikan Islam. Lima prinsip atau lima asas tersebut adalah prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap jagat raya, prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap manusia, prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap masyrakat, prinsip yang menjadi dasar teori pengetahuan pada pemikiran Islam, dan prinsip -prinsip yang menjadi dasar falsafah akhlak dalam Islam.

Pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam suatu sistem memberikan kemungkinan berprosesnya bagian-bagian kearah tujuan yang telah ditetapkan ajaran Islam. Proses itu adalah bersifat konstan dan konsisten apabila dilandasi dengan dasar

(6)

Page 81

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 81

pendidikan yang menjamin terwujudnya tujuan pendidikan. Pendidikan Islam sebagai aktivitas pembentukan manusia utama, haruslah memiliki landasan tempat berpijak bagi semua kegiatan dan perumusan pendidikan Islam yang saling berhubungan, sehingga usaha pendidikan tersebut mempunyai keteguhan dan sum ber keyakinan, yang pada akhirnya mau mencapai tujuan pendidikan yang dicita -citakan.

Isi pendidikan Islam memiliki sejumlah karakteristik yang digali dari Al -Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebagai sumber ajaran Islam. Karakteristik pertama tampak pada kriteria pemilihannya, yaitu iman, ilmu, amal, akhlak, dan sosial. Dengan kriteria tersebut pendidikan Islam merupakan pendidikan keimanan, ilmiah, amaliah, moral, dan sosial. Dengan criteria tersebut tersebut terhimpun dalam firman Allah ketika menyifati kerugian manusia yang menyimpang dari jalan pendidikan Islam, baik manusia sebagai individu, manusia sebagai jenis, manusia sebagai generasi maupun umat manusia secara keseluruhan.

Firman tersebut sekaligus menunjukkan bahwa proses pendidikan berpusat pada manusia sebagai sasaran taklif, dan merupakan proses sosial yang menuntut kerja sama masyarakat diberbagai lapangan kehidupan.

1. Pendidikan Keimanan

Pendidikan Islam berwatak Robbani. Watak tersebut menempatkan hubungan antara hamba dan al-Khaliq sebagai isi pertama pendidikan Islam. Dengan tersebut, kehidupan individu akan bermakna, perbuatannya akan bertujuan, dorongannya untuk belajar dan beramal akan tumbuh, akhlaknya menjadi mulia, dan jiwanya menjadi bersih, sehingga pada gilirannya ia akan memiliki kompetensi untuk menjadi khalifah di muka bumi. Dengan demikian, pendidikan keimanan merupakan pendidikan rohani yang unik bagi individu.

Pendidikan Rabbani atau pendidikan keimanan tidak sama dengan pendidikan keagamaan dalam arti pendidikan kependetaan seperti yang berlangsung di Barat denagan nama Religious Education. Pendidikan semacam itu tidak ada di dalam kamus Islam, sebab pendidikan Islam mencakup Islam itu sendiri dengan segala konsepnya. Iman merupakan sumber akhlak yang luhur. Akhlak pada gilirannya menuntun manusia untuk menemukan kebenaran dan hakikat, yaitu ilmu, sedangkan ilmu akan menuntun manusia untuk mengerjakan amal saleh.

(7)

Page 82

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 82

Pendidikan Islam meemperhatikan aspek amaliah karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan didunia berupa kebaikan kebahagiaan bagi individu dan masyarakat. Perhatian tersebut terlihat dalam sabda Rasulullah SAW, maupun firman Allah. Rasulullah SAW bersabda:

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada -Mu dari ilmu yang tidak memberi manfaat.

3. Pendidikan Ilmiah

Isi pendidikan Islam yang lain ialah ilmu pengetahuan: dimulai dengan keterampilan membaca dan menulis. Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan bersifat komprehensif karena lahir dari prinsif kesatuan yang merupakan aspek penting dalam konsep Islam. Atas dasar itu, Islam mendorong manusia untuk mempelajari setiap pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat dan semua umat manusia, baik dalam lingkup pengetahuan kesyari’atan maupun pengetahuan sosial, kealaman ataupun pengalaman lainnya. Pandangan Islam tentang proses memperoleh ilmu pengetahuan menempatkan aktivitas pendidikan dan pengajaran pada derajat ibadah dan kesucian.Rasullullah saw bersabda:

Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah membawanya ke suatu jalan menuju surga.

4. Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam. Posisi ini terlihat dari kedudukan Al-Qur’an sebagai referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin: individu, keluarga, masyarakat dan umat. Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusian serta membuat hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol phisikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, masyarakat manusia tidak akan berbeda dari kumpulan binatang.

5. Pendidikan Sosial

Pendidikan sosial merupakan aspek penting dalam pendidikan Isla m karena manusia menurut tabiatnya, dalam arti sesuai dengan hukum penciptaan Allah, adalah makhluk sosial:

Nama Lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al -Ghazali dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M.

(8)

Page 83

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 83

Ayahnya seorang pemintal wool, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Al-Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendididikannya setuntas-tuntasnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al-Ghazali. Kedua anak itu dididik dan disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya.

Imam Ghazali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang anak pencinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, seaklipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa nestapa dan sengsara. Untaian kata -kata berikut ini melukiskan keadaan pribadinya.

“Kehausan untuk mencari hakikat kebenaran sesuatu sebagai habit dan favorit saya dari sejak kecil dan masa mudaku merupakan insting dan bakat yang dicampakkan Allah SWT. Pada tempramen saya, bukan merupakan usaha atau rekaan saja”

Untuk mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali ini dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui dan memahamai pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan denagan pendidikan, yaitu aspek tujuan pendidikan, kurikulum, metode, etika guru dan etika murid berikut ini.

1. Tujuan Pendidikan

Rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan filsafat atau pemikiran yang mendalam tentang pendidikan. Seseorang baru dapat merumuskan suatu tujuan kegiatan, jika ia memahami secara benar filsafat yang mendasarinya. Rumusan tujuan pendidikan ini selanjutnya akan menentukan aspek kurikulum, metode, guru dan lainnya yang berkaitan denagan pendidikan. Dari hasil studi terhadap pemikiaran Al-Ghazali dapat diketahui denagan jelas, bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan ada dua :

Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.

Kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itu ia bercita-cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran-sasaran yang merupakan tujuan akhir dan maksud tujuan pendidikan itu.

(9)

Page 84

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 84

Tujuan ini tampak bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi.

2. Kurikulum

Secara tradisional kurikulum berarti mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik untuk menanamkan sejumlah pengetahuan agar mampu beradaptasi denagan lingkungannya. Kurikulum tersebut disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan

Konsep kurikulum yang dikemukakan Al-Ghazali terkait erat dengan konsepnya mengenai ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Al -Ghazali ilmu terbagi kepada tiga bagian, sebagai berikut :

Pertama, ilmu yang terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu -ilmu yang tidak ada manfaatnya, baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu sihir, ilmu nujum dan ilmu ramalan. Al-Ghazali menilai ilmu tertsebut tercela karena ilmu -ilmu tersebut terkadang dapat menimbulkan mudharat (kesusahan) baik yang memilikinya, maupun bagi oaring lain. Ilmu sihir dan ilmu guna-guna misalnya dapat mencelakakan orang, dan dapat memisahkan antara sesama manusia yang bersahabat atau saling mencintai, menyebarkan rasa sakit hati, permusuhan menimbulkan kejahatan dan lain sebagainya. Selanjutnya ilmu nujum yang tergol ong yang tidak tercela ini menurut Al-Ghazali dapat dibagi dua, yaitu ilmu nujum yang berdasarkan perhitungan (hisab), dan ilmu nujum yang berdasarkan istidlaly, yaitu semacam astrologi dan meramal nasib berdasarkan petunjuk bintang. Ilmu nujum jenis kedua ini menurut Al-Ghazali tercela menurut syara’, sebab dengan ilmu iti dapat menyebabkan manusia menjadi ragu kepada Alllah, lalu menjadi kafir. Misalnya, suatu ketika seorang tukang nujum meramalkan bakal terjadi sesuatu dilangit dengan berpedoman kepada keyakinan langsung atau bedasarkan studi tentang bintang -bintang, kemudian pada waktu terjadinya peristiwa yang diramalkan itu, secara kebetulan terjadi tepat pada waktu yang ditentukan sebelumnya, tentu manusia akan merasa takjub atas kemampuan tukang nuju m itu, dan seterusnya orang-orang tersebut akan percaya pada ramalan tukang nujum itu. Kesempatan ini bisa jadi dimanfaatkan oleh tukang nujum untuk menyatakan dirinya sebagai nabi, orang sakti dan sebagainya. Keadaan tersebut selanjutnya akan digunakan un tuk memperluas pengaruhnya ditengah-tengah masyarakat, memaksa orang lain untuk melayani

(10)

Page 85

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 85

keperluannya dan seterusnya. Masih berkenaan dengan ilmu ini Al -Ghazali mengatakan, bahwa dengan menyelami ilmu ini tidak akan membawa manfaat, dan terkadang membawa manusia menjadi kufur kepada Allah SWT, seperti mempelajari bagian-bagian yang rumit dari suatu ilmu sebelum memahami bagian -bagiannya yang jelas, atau seperti mempelajari tentang rahasia -rahasia Ilahiyat. Ia sebutkan juga beberapa ilmu lain yang diantaranya adalah bagaian dari ilmu filsafat seperti metafisika.(Abuddin Nata :2000:89)

Masih dalam ilmu yang termasuk bagian pertama diatas, Al -Ghazali mengtakan bahwa mempelajari filsafat bagi setiap orang tidaklah wajib, karena menurut tabi’atnya tidak semua orang dapat mempelajari ilmu tersebut dengan baik. Orang -orang yang mempelajari ilmu tersebut tak ubahnya seperti anak kecil yang masih menyusu. Anak kecil itu akan jatuh sakit apabila ia makan daging burung atau makan macam-macam makanan, yang belum dapat dicerna oleh perut besarnya. Hal ini akan dapat membahayakan. Kedua, ilmu-ilmu yang terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan peribadatan dan macam -macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu yang dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya, ilmu-ilmu yang mengajarkan manusia tentang cra -cara mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan sesuatu yang diridhai -Nya, serta dapat membekali hidupnaya di akhirat. (Abuddin Nata : 2000:89)

Terhadap ilmu model kedua Al-Ghazali membaginya kepada dua bagian. Pertama, wajib ‘aini dan wajib kifayah. Selanjutnya al -Ghazali mengatakan bahwa diantara para ulama masih terdapat perbedaan pendapat mengenai ilmu yang tergolong wajib ini. Ada yang mengatakan, bahwa ilmu yang wajib dipelajari itu adalah mengenai zat dan sifat-sifat-Nya. Yang lain lagi mengatakan bahwa ilmu yang wajib itu adalah ilmu fiqih, sebab dengan ilmu ini mengetahui masalah ibadah, mengenal yang halal dan haram, baik yang menyangkut tingkah laku secara umum, atau yang menyangkut bidang mu’amalah. Sementara itu yang lain memandang bahwa ilmu yang wajib itu adalah ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena denagan mengetahui Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut seseorang dapat mengenal agama dengan baik, dan dapat semakin dekat kepada Tuhan.

(11)

Page 86

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 86

Sementara Al-Ghazali sendiri memandang bahwa ilmu-ilmu yang wajib ‘aini bagi setiap muslim itu adalah ilmu-ilmu agama dengan segala jenisnya, mulai dari kitab Allah, ibadat yang pokok seperti shalat, puasa, dan zakat dan sebagainya. Bagi Al-Ghazali, ilmu yang wajib’aini itu adalah ilmu tentang cara mengamalkan amalan yang wajibnya. (Abuddin Nata : 2000:90)

Sedangkan ilmu-ilmu yang termasuk fardhu kifayah adalah semua il mu yang mungkin diabaikan untuk kelancaran semua urusan seperti ilmu kedokteran yang menyangkut keselamatan tubuh atau hitung yang sangat diperlukan dalam hubungan mu’amalat pembagian wasiat dan warisan dan laian sebagainya. Ilmu -ilmu itu jika tidak ada seorangpun dari suatu penduduk yang menguasainya, maka berdosa seluruhnya. Sebaliknya jika telah ada salah seorang yang menguasai dan dapat mempraktekkannya maka ia sudah dianggap cukup dan tuntunan wajibnya pun lepas dari yang lain. Dengan demikian, ilmu yang wajib kifayah itu adalah ilmu kedokteran dan ilmu hitung. Menurutnya bahwa masyarakat tanpa ilmu ani adalah masyarakat yang tidak sehat. Al-Ghazali juga menilai tentang adanya bidang pekerjaan yang termasuk kedalam kelompok wajib kifayah, seperti ilmu pertanian, menenun, administrasi dan jahit-menjahit.

Ketiga, ilmu-ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit, dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam itu dapat menyebabkan terjadinya kekacauan dan kesemrawutan antara keyakinan dan keraguan, serta dapat pula membawa kepada kekafiran, seperti ilmu filsafat. Mengenai lmu filsafat dibagi oleh Al -Ghazali menjadi ilmu matematika, ilmu-ilmu logika, ilmu Ilahiyat, ilmu fisika, ilmu politik dan ilmu etika.

Sampai disini tampaklah oleh kita bagaimana Al-Ghazali membagi ilmu-ilmu yang bermacam-macam itu serta menetapkan nilainya masing -masing sesuai dengan segala macamnya itu, baik ilmu aqliyah maupun ilmu amaliyah, tidak sama nilainya, dan karena itu pula keutamaannaya berbeda. Menurut Al -Gahzali perbedaan iitu disebabkan oleh salah satu dari tiga bagian.(Abuddin Nata :2000:91)

1. Melihat kepada daya yang digunakan untuk menguasainya.

Karena itu, ia melihat bahwa ilmu-imu aqliyah lebih tinggi nilainya dibanding dengan ilmu-ilmu bahasa, karena ia dicapai melalui akal, sedangkan yang kedua dicapai melalui pendengaran, dan akal lebih mulia dari pada pendengaran.

(12)

Page 87

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 87

2. Melihat kepada besar kecilnya manfaat yang didapat manusia dari padanya. Maka pertanian, bagi dia lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan pandai besi, karena pertanian sangat penting bagi kehidupan, sedangkan pandai besi hnaya untuk hiasan. 3. Melihat kepada tempat mempelajarinya. Maka pandai besi menurut dia, lebih

utama dibandingkan dngan kepandaian menyamak kulit . Pandai besi tempatnya adalah toko emas, jadi ia setempat dengan emas. Tapi menyamak kulit bertempat di ruang penyamakan kulit. Jadi orang yang menyamak berada satu tempat dengan kulit bangkai hewan.

Pada akhirnya Al-Ghazali berkesimpulan, bahwa ilmu yang paling utama adalah ilmu agama dengan segala cabangnya, karena ia hanya dapat dikuasai melalui akal yang sempurna dan daya tangkap yang jernih. Akal adalah sifat manusia yang termulia karena dengan akal itulah amanah Allah diterima manusia, dan dengan aka l juga orang dapat berada disisi Allah SWT, mengenai keluasan jangkauan manfaat akal kiranya tidak perlu diragukan. Manfaatnya adalah kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dilihat pula tempatnya yang sudah jelas. Seorang guru tugasnya adalah mengurus masalah hati dan jiwa manusia. Diketahui bahwa wujud yang termulia yang ada di atas bumi ini ialah manusia, dan bagian yang termulia dari materi manusia adalah hatinya.(Abuddin Nata : 2000:92)

Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al -Ghazali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana dilakukannya terhadap ilmu -ilmu yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, ia mementingkan sisi yang faktual dalam kehidupan, yaitu sisi yang tak dapat tidak harus tetap ada. Selain itu Al-Ghazali juga menekankan sisi-sisi budaya. Ia jelaskan kenikmatan ilmu dan kelezatannya. Menurutnya ilmu itu wajib dituntut bukan karena keuntungan diluar hakikatnya, tetapi karena hakikatnya sendiri. Sebaliknya, Al -Ghazali tidak mementingkan ilmu-ilmu yang berbau seni atau keindahan, sesuai dengan sifat pribadinya yang dikuasai yaitu tasawuf dan zuhud. Disisi lain, sekalipun Al -Ghazali menenkankan pentingnya pengajaran berbagai keahlain esensial dalam kehidupan dan masyarakat, tetapi ia tidak menekankan pentingnya keterampilan.

Dari sifat dan corak ilmu-ilmu yang dikemukakan di atas, terlihat dengan jelas, bahwa mata pelajaran yang seharusnya diajarkan dan masuk kedalam kurikulum

(13)

Page 88

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 88

menurut Al-Ghazali didasarkan pada dua kecenderungan sebagai berikut (Abudd in Nata : 2000:93)

Pertama, kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat Al -Ghazali menempatkan ilmu-ilmu agama diatas segalanya, dan memandangnya sebagai alat untuk mensucikan diri dan memebersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia. Dengan kecenderungan ini, maka Al-Ghazali sangat mementingkan pendidikan etika, karena menurutnya ilmu bertalian erat dengan pendidikan agama.

Kedua, kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam karya tulisnya. Al-Ghazali beberapa kali mengulangi penilaiannya terhadap ilmu berdasarkan manfaaatnya bagi manusia, baik untuk kehidupan di dunia, maupun untuk kehidupan di akihrat. Ia juga menjelaskan bahwa ilmu netral yang tak digunakan pemiliknya bagi hal-hal yang bermanfaat bagi manusia sebagai ilmu yang tak bernilai. Bagi Al-Ghazali, setiap ilmu harus dilihat dari segi fungsi dan kegunaannya dalam bentuk amaliah. Dan setiap amaliah yang disertai ilmu itu harus pula disertai dengan kesungguhan sebagai niat yang tulus ikhlas. Hal ini terlihat dalam ungkapannya sebagai berikut (Abuddin Nata :2000:94)

Dengan melihat sisi manfaatnya dari suatu ilmu ini, tampak Al -Gazali tergolong sebagai penganut paham pragmatis teologis, yaitu pemanfaatan yang disandarkan atas tujuan iman dan dekat dengan Allah SWT. Hal ini tidak dilepaskan dari sikapnya sebagai seorang sufi yang memiliki trend praktis dan faktual.

Kurikulum yang diajukan Al-Gazali ini mendorong kita untuk mengaitkan pada kurikulum yang disusun oleh Herbert Spenser, seorang filosof berkebangsaan Inggris yang muncul pada pengujung abad ke XIX. Dalam sejarah pemikiran tercatat, bahwa Spenser termasuk filosof dan pendidik awal yang berpikir langsung pada prinsif -prinsif tertentu serta sejalan dengan tujuan pendidikan yang telah digariskan yang sejalan dengan filsafatnya.(Abuddin Nata : 2000 : 94)

Kesimpulan

Kesimpulan dari uraian diatas adalah bahwa sikap religius, sufistik dan usaha al -Ghazali untuk membersihkan hati individu -individu untuk mewujudkan keutamaan dalam masyarakat merupakan sebab pokok perhatiannya terhadap pendidikan agama dan pendidikan akhlak. Kesimpulan lain, bahwa Al-Ghazali sangat yakin bahwa

(14)

Page 89

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 89

pendidikan yang benar bisa berperan banyak dalam memperbaiki budi pekerti dan membina perilaku seseorang. Ia mengatakan bahwa tingkah laku seseorang, secara umum, adalah hasil simbolis antara tabiat f itrahnya dengan faktor-faktor lingkungan yang mengitarinya. Dalam hal ini al-Ghazali sama dengan ahli-ahli pendidik modern yang mengatakan, bahwa kepribadian merupakan hasil interaksi antara kecendrungan fitrah dengan pengaruh lingkungannya. Dengan cara ini al-Ghazali telah menemukan betapa pentingnya perhatian terhadap kecendrungan fitrah manusia yag perlu diatur semampu mungkin dengan seimbang diantara dua sisi ekstrim. Al -Gazali mengemukakan, bahwa sebaik-baik sesuatu adalah yang ditengah-tengah. Ini mengingatkan kita pada seorang filosof Yunani kuno. Aristoteles yang berpendapat bahwa sebaik-baik segala sesuatu adalah yang ditengah -tengah. Seperti telah dijelaskan bahwa filsafat kuno yang dipelajari al -Ghazali adalah filsafat Aristoteles. Ia membaca dan mengkritik karya-karyanya.

Daftar Pustaka

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam , Raja Grafindo Persadsa, Jakarta, 2005.

Abdurrahman Saleh, Drs. Didaktik Pendidikan Agama di Sekolah Dasar, Penerbit “Pelajar”, Bandung, 1969.

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Garya Media Pratama, Jakarta, 2005. A. Djzali, Ilmu Fiqih, Orba Shakti, 1993.

Ali Issa Otham, Manusia Menurut Al-Gazali, Pustaka Bandung, 1981. Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Logos Jakarta, 2000. Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan, Jakarta, 1995.

Dra. H. Zuhairini, Drs. Abdul Ghofir, Drs. Slamet As. Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Usaha Nasional, Surabaya 1981.

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1987. Hasbulah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

(15)

Page 90

Hidayati. Konsep Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali (Sebuah Analisis Terhadap Kurikulum Pai) Page 90

Masan AF, Aqidah Akhlaq Madrasah Tsanawiyah , Karya Toha Putra, Semarang, 2005.

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.

M. Suparta, Herry Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam Amisco, Jakarta, 2002.

Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang, 1979.

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Semarang, 1996. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , Rineka Cipta, Semarang, 1997

Suwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau

Akan tetapi, apabila peluang mutasi terlalu besar maka akan banyak bermunculan kromosom yang kemungkinan tidak memiliki potensi dalam pencapaian solusi optimum, kromosom

Tujuan dari penelitian ini adalah diperoleh suatu gambaran karakteristik rumah peristirahatan Kolonial di kawasan Kaliurang sehingga dapat dijaga kelestariannya

Uji aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui kombinasi antibiotik gentamisin pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus dengan ekstrak kulit biji

Pihak yang terlibat dalam program ini adalah mahasiswa KKN-PPM Universitas Udayana, perangkat desa serta masyarakat Desa Rendang yang berprofesi sebagai

Sesuai dengan laporan Sekretaris DPRD tadi bahwa dari jumlah Anggota Dewan 35 orang, yang hadir dan telah menandatangani daftar hadir berjumlah 26 orang, maka untuk

Merancang media informasi dalam bentuk buku fotografi panduan pariwisata kawasan Ujung Genteng, Sukabumi yang mampu memberikan informasi lengkap untuk calon