• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS XI SMA 1 AL-GHOZALI BOGOR TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS XI SMA 1 AL-GHOZALI BOGOR TAHUN 2017"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal STIKes WDH Vol. 3/No. 1/Juni/2017

Page 1 TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG KEPUTIHAN

PADA SISWI KELAS XI SMA 1 AL-GHOZALI BOGOR TAHUN 2017 Siti Novy Romlah, SST., M.Epid.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang ABSTRAK

Masalah kesehatan reproduksi yang paling sering dialami dan dikeluhkan oleh remaja perempuan ialah keputihan. Seringkali keputihan dapat mengganggu hingga menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktifitas sehari-hari. Keputihan pada remaja dapat disebabkan karena perilaku pencegahan keputihan yang kurang baik. Pengetahuan adalah salah satu faktor terbentuknya perilaku pada remaja. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross-sectional. Tujuan Penelitian : untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan pada siswi SMA 1 Al-Ghozali Bogor. Metode : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross-sectional. Menggunakan metode probability sampling dengan teknik simple random sampling. Sampel penelitian ini adalah siswi kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor sebanyak 85 orang. Penelitian ini menggunakan kuisoner tentang tingkat pengetahuan tentang keputihan dan perilaku pencegahan keputihan yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Hasil : penelitian ini menunjukkan bahwa dari 85 responden. Siswi di SMA 1 Al-Ghozali Bogor lebih banyak memiliki pengetahuan yang baik tentang keputihan. Siswi dengan pengetahuan yang baik tentang keputihan lebih banyak memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan keputihan sebanyak (73,7%), sementara itu siswi dengan pengetahuan yang buruk tentang keputihan lebih banyak memiliki perilaku yang buruk dalam pencegahan keputihan sebanyak (53,6%). Kesimpulan : Hasil uji chi square didapatkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan pada siswi kelas XI SMAN 2 Kabupaten Tangerang (p-value 0,013 < 0,005). Saran : Siswi diharapkan dapat lebih giat lagi untuk mencari informasi tentang keputihan melalui buku, media dan penyuluhan-penyuluhan dari tenaga kesehatan guna mensukseskan tindakan pencegahan terjadinya keputihan.

Kata kunci : Keputihan, Perilaku, Pengetahuan. ABSTRACT

Reproductive health problems most often experienced and complained by teenage girls is leucorrhoea. Often leucorrhoea can be disruptive to cause discomfort in daily activities. Leucorrhoea in teenagers can be caused by bad behavior of leucorrhoea precaution. Knowledge is a factor to build behavior in teenager. The purpose this Study aims to identify The Relationship Between Knowledge Level About Leucorrhoea With Prevention Behavior Of Leucorrhoea On The Student Of Class XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor. Methods This Study used descriptive analytic with cross sectional. The sampling method used probability Sampling with simple random sampling technique. The participant involving 85 female student SMA 1 Al-Ghozali Bogor. The istrument to collect data this research were questionnaire about knowledge level about leucorrhoea and prevention behavior of leucorrhoea. Result Female student at SMA 1 Al-Ghozali Bogor have good knowledge of leucorrhoea. More teenager with good knowledge of leucorrhoea have good behavior in leucorrhoea precaution (73,7%), while more teenager with poor knowledge of leucorrhoea have poor behavior of leucorrhoea precaution (53,6%). Conclusion The result of chi square test showed that there is The Relationship Between Knowledge Level About Leucorrhoea With Prevention Behavior Of Leucorrhoea On The Student Of Class XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor (p value 0,013 < ). Suggestion Student are expected to be more active, to find information about leucorrhoea, through book, media, extention counseling from health to succeed workers, preventive measure leucorrhoea.

(2)

Page 2 sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas

dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2014). Sedangkan menurut Emilia (2008) kesehatan reproduksi dapat mempengaruhi kesehatan bayi, anak-anak, remaja dan orang yang berusia diluar masa reproduksi. Oleh kerena itu, kesehatan reproduksi merupakan unsur yang terpenting dalam kesehatan umum, baik perempuan maupun laki-laki.

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh perubahan fisik, emosi, dan psikis. Masa remaja yakni antara 10-19 tahun adalah periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas (Widyastuti, 2009). Sedangkan menurut Wulandari, dkk (2012) masa remaja adalah masa yang paling kritis bagi perkembangannya dan mendapatkan kendala. Kendala utama sebagai masa remaja adalah perubahan yang sangat pesat secara fisik maupun psikologisnya, sehingga remaja perlu mendapatkan perhatian khusus dalam menjaga kesehatannya terutama kesehatan reproduksi. Menurut Wulandari, dkk (2012) masa remaja adalah masa yang paling kritis bagi perkembangannya dan mendapatkan kendala. Kendala utama sebagai masa remaja adalah perubahan yang sangat pesat secara fisik maupun psikologisnya, sehingga remaja perlu mendapatkan perhatian khusus dalam menjaga kesehatannya terutama kesehatan reproduksi.

Tesso (2012) menyatakan bahwa remaja laki-laki maupun perempuan pada masa reproduktif akan mengalami berbagai macam masalah kesehatan reproduksi. Akan tetapi, organ reproduksi pada remaja perempuan lebih sensitive. Masalah kesehatan reproduksi yang paling sering dialami dan dikeluhkan oleh remaja perempuan ialah keputihan (Nanlessy, et al. 2013). Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina diluar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai gatal setempat (Kusmiran, 2012). Jika seseorang yang mengalami keputihan

dan peradangan pada serviks (servisitits) (Adawiyah, 2015).

World Health Organization (WHO) menyatakan hampir seluruh wanita dan remaja pernah mengalami keputihan 60% pada remaja dan 40% pada wanita usia subur (WUS). Sedangkan menurut penelitian di Indonesia, wanita yang pernah mengalami keputihan sebanyak 75% mengalami keputihan minimal satu kali dalam seumur hidupnya dengan 50% pada remaja dan 25 % pada WUS. (Ratna, 2013).

Pada remaja, penyebab keputihan adalah perilaku pencegahan keputihan yang kurang baik, yaitu higien yang buruk seperti mencuci organ reproduksi dengan air kotor, menggunakan cairan pembersih vagina secara berlebihan, memakai celana yang ketat dan tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tidak sering mengganti pembalut pada saat menstruasi, cara cebok yang salah stress yang berkepanjangan, merokok dan menggunakan alkohol, penggunaan bedak talcum/tisu dan sabun dengan pewangi pada daerah vagina, serta sering memakai atau meminjam barang – barang seperti perlengkapan mandi yang memudahkan penularan keputihan (Kusmiran, 2012). Perilaku dalam menjaga kebersihan genitalia eksterna merupakan faktor penting dalam pencegahan keputihan (Ayuningtyas, 2011).

Perilaku negatif dalam pencegahan keputihan dipengaruhi oleh pengetahuan yang kurang tentang keputihan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Adawiyah (2015) menunjukkan bahwa survei yang dilakukan pada siswi SMA se-derajat di wilayah tangerang selatan, remaja yang memiliki pengetahuan kurang tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) 802 orang (77,9%), remaja yang memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang Kesehatan Reproduksi (KRR) 193 orang (18,8%), sedangkan remaja yang memiliki pengetahuan baik yaitu 34 orang (3,3%).

Study pendahuluan didapatkan jumlah 207 siswa dan siswi kelas XI di SMA 1 Al-Ghozali Bogor dengan jumlah

(3)

Jurnal STIKes WDH Vol. 3/No. 1/Juni/2017

siswa 57 dan jumlah siswi 150 . Telah dilakukan wawancara pada 5 siswi di SMA 1 Al-Ghozali Bogor bahwa mereka mengatakan menggunakan celana dalam hanya 1 kali sehari dan mencuci vagina sesudah buang air kecil dari arah belakang kedepan. Mereka mengatakan bahwa tidak tahu penanganan perilaku pencegahan keputihan yang tepat, menurut mereka keputihan hal yang wajar tidak akan menyebabkan penyakit reproduksi. dan sekolah tersebut dipilih karena belum pernah ada yang melakukan penelitian tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang Keputihan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Keputihan dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Siswi Kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor”. METODE

Desain penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMA 1 Al-Ghozali Bogor. Populasi dalam penelitian ini adalah Siswi kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor sebanyak 150 siswi. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling didapatkan jumlah sampel 85 siswi. Alat yang digunakan untuk mengukur variabel dependent dan independent dalam penelitian ini adalah kuisoner. Uji statistik menggunakan chi-square.

HASIL

Analisis Univariat

Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia pada siswi kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor

Usia Frekuensi Persentasi (%) 15 Tahun 1 1.2 16 Tahun 45 52,9 17 Tahun 38 44,7 18 Tahun 1 1,2 Total 85 100,0

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa tingkat usia dari 85 responden didapatkan responden 15 tahun berjumlah 1 siswi (1,2%), diketahui responden usia 16 tahun terdapat 45 siswi (52,9%), responden usia 17 tahun berjumlah 38 siswi (44,7%), dan responden usia 18 tahun berjumlah 1 siswi (1,2%).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mendapatkan Informasi tentang Keputihan pada Siswi Kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor

Mendapatka n Informasi Frekuens i Persentasi(% ) Pernah 73 84,7 Tidak Pernah 12 15,3 Total 85 100,0

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari 85 responden sebagian besar siswi SMA 1 Al-Ghozali Bogor pernah mendapatkan informasi tentang keputihan sebanyak 72 siswi (84,7%), sedangkan paling sedikit siswi tidak pernah mendapatkan informasi tentang keputihan sebanyak 13 siswi (15,3%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi tentang Keputihan pada Siswi Kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor Sumber Informasi Frekuensi Persentasi(% Orang Tua/Keluarga 21 24,7 Media 40 47,1 Tenaga Kesehatan 9 10,6 Teman 3 3,5 Tidak Ada 12 14,1 Total 85 100,0

Berdasarkan Tabel 3 diketahui dari 85 responden didapatkan bahwa responden yang mendapat sumber informasi tentang keputihan dari orang tua/keluarga sebanyak 21 siswi (24,7%), dari media sebanyak 40 sisiwi (47,1%), dari tenaga kesehatan 9 orang (10,6%), dari Teman 3 orang (3,5%),

(4)

dan siswi yang tidak mendapatkan sumber informasi sebanyak 12 orang (14,1%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Keputihan pada Siswi Kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor

Pengetahuan tentang Keputihan Frekuensi Persentsi(%) Baik 57 67,1 Kurang Baik 28 32,9 Total 85 100,0

Berdasarkan Tabel 4 diketahui dari 85 responden didapatkan bahwa siswi yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 57 siswi (67,1%) sedangkan paling sedikit adalah siswi dalam kategori pengetahuan kurang baik sebanyak 28 siswi (32,9%). Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Keputihan pada Siswi Kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor Perilaku Pencegahan Keputihan Frekuensi Persentasi(%) Baik 53 62,4 Buruk 32 37,6 Total 85 100,0

Berdasarkan Tabel 5 diketahui dari 85 responden didatemanpatkan bahwa sebagian besar siswi berperilaku baik dalam perilaku pencegahan keputihan sebanyak 53 siswi (62,4%), sedangkan siswi yang berperilaku buruk sebanyak 32 siswi (37,6%).

Analisis Bivariat

Tabel 6 Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Keputihan dengan Perilaku Pencegahan Keputihan pada Siswi Kelas SMA 1 Al-Ghozali Bogor

Pengetahuan Tentang Keputihan Perilaku Pencegahan Keputihan Total P value Baik Buruk N % N % N % Baik 40 70,2 17 29,8 57 10 0 0,034 Kurang Baik 13 46,4 15 53,6 28 10 0 Total 53 35,3 32 64,7 85 10 0

Berdasarkan Tabel 6 menjelaskan bahwa dari 85 responden, siswi yang memiliki pengetahuan baik dengan perilaku pencegahan yang baik sebanyak 40 siswi (70,2%) dan pengetahuan baik kurang dengan perilaku pencegahan yang buruk sebanyak 17 siswi (29,8%), selain itu siswi yang memiliki pengetahuan kurang baik dengan perilaku pencegahan keputihan yang baik sebanyak 13 siswi (46,4%), dan pengetahuan yang kurang baik dengan perilaku pencegahan yang buruk sebanyak 15 siswi (53,6%).

DISKUSI Usia

Hasil analisis berdasarkan usia didapatkan usia responden yaitu usia 16 tahun (52,9%) dan 17 tahun (44,7%), dengan termuda 15 tahun (1.2%) dan usia tertua 18 tahun (1,2%). Hal ini menunjukkan bahwa responden tergolong remaja.

Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak kemasa dewasa, masa pencairan identitas diri. Selain itu masa remaja, mereka mengalami pertumbuhan fisik dan psikis yang sangat pesat, termasuk pertumbuhan alat reproduksinya. Mereka harus mendapatkan informasi yang baik mengenai pemeliharaan kesehatan reproduksi dan apabila mereka tidak mendapatkan informasi maka kemungkinan akan menimbulkan masalah pada kesehatan resproduksi (Primasari, dkk. 2015).

Hal ini sesuai teori sesuai teori Mappiare yang di kutip oleh Ali dan Asrori

(5)

Jurnal STIKes WDH Vol. 3/No. 1/Juni/2017

(2006). Bahwa remaja adalah golongan manusia berumur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 23 tahun bagi pria dimana sudut perkembangan remaja merujuk pada suatu massa kanak – kanak ke masa dewasa. Usia 16 sampai 17 tahun adalah masa remaja akhir dimana remaja tidak mau mendengarkan nasehat dari orang orang lain, mencari kebebasan sehingga remaja tidak memperhatikan perilaku menjaga kesehatan reproduksinya terutama mengenai keputihan. Menurut Widyastuti (2009) bahwa remaja adalah usia 12 sampai 22 tahun dimana pada usia ini mempunyai ciri – ciri antara lain mewujudkan perasaan cintanya, memiliki kemampuan berfikir mengenai hal – hal yang berkaitan dengan seksual.

Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa remaja, berdasarkan umur sebagian besar sampel berada dalam kategori remaja pertengahan. Pada masa ini, remaja sedang mengembangkan cara berpikir yang baru untuk membuat keputusan sendiri.

Mendapatkan informasi berdasarkan Sumber informasi

Berdasarkan hasil analisis sebagian besar siswa pernah mendapatkan informasi mengenai keputihan (84,7%), sumber informasi yang diperoleh melalui orang tua (24,7%), media (47,1%), tenaga kesehatan (10,6%), teman (3,5%) dan tidak ada sumber informasi (14,1%).

Hal ini sesuai dengan teori Wuryani (2008), adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami kesehatan reproduksi dengan baik dan benar merupakan petunjuk bahwa kesehatan reproduksi sangat penting untuk menentukan kualitas reproduksinya. Pendidikan kesehatan reproduksi khususnya tentang keputihan seharusnya diberikan sejak usia menginjak pubertas. Sumber informasi awal tentang kesehatan reproduksi bisa didapatkan dari orang tua karena orang tua yang paling tepat untuk memberi bimbingan kepada anak – anaknya. Menurut Feliana (2013) Media khususnya media elektronik sebagai sarana yang mudah diakses oleh masyarakat terutama kalangan remaja, karena dengan media internet tersebut, dapat dengan mudah mencari data dan informasi yang dibutuhkan dari Google.com, Wikipedia.com, Yahoo.com, dan lainnya. Sehingga saat mencari sesuatu

dengan cepat langsung menggunakan media khususnya media elektronik sebagai media pencahariaan. Hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan dalam bagian kehidupan karena sering dilakukan.

Pada penelitian menyimpulkan bahwa sumber informasi sebagian besar siswi diperoleh melalui media karena semakin banyak pengguna internet merupakan mayoritas anak muda dan media sebagai sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi maupun sarana.

Tingkat Pengetahuan tentang Keputihan Siswi Kelas XI

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui dari 85 responden didapatkan bahwa siswi yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 57 siswi (67,1%) sedangkan paling sedikit adalah siswi dalam kategori pengetahuan kurang baik sebanyak 28 siswi (32,9%).

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswi memiliki pengetahuan kategori baik, karena sekolah tersebut berada pada daerah perkotaan dimana informasi tentang keputihan mudah untuk diakses atau didapatkan melalui media khususnya media elektronik. Media mempunyai peranan sangat penting dalam penyampaian informasi baru mengenai suatu hal yang memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya perilaku terhadap hal tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sariyati, Susiana (2014) dari 92 responden menunjukkan bahwa sebagian besar siswi berpengetahuan Tinggi (baik) sebanyak 64 (69,6%) bahwa dalam penelitian tersebut menjelaskan perkembangan teknologi dan banyaknya media massa dapat pula mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azijah dan Widiawati bahwa sebagian besar siswi mempunyai pengetahuan kategori kurang baik sebanyak 36 siswi (72%).

Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa perkembangan media teknologi khususnya media elektronik pada zaman sekarang bisa mempengaruhi perkembangan tingkat pengetahuan karena semua informasi khususnya tentang keputihan mudah untuk diakses atau didapatkan, sehingga makin banyak

(6)

pengetahuan yang dimiliki meningkatkan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi.

Perilaku Pencegahan Keputihan Siswi Kelas XI

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui dari 85 responden didapatkan bahwa sebagian besar siswi berperilaku baik dalam perilaku pencegahan keputihan sebanyak 53 siswi (64,7%), sedangkan siswi yang berperilaku buruk sebanyak 32 siswi (35,3%).

Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar siswi mempunyai perilaku baik, diantaranya siswi sebanyak (10,59%) tidak pernah menggunakan air dalam ember atau tampungan untuk membersihkan daerah kewanitaan, (44,71%) bahwa siswi selalu membersihkan daerah kewanitaanya dengan bersih dari arah depan (vagina) kebelakang (anus), (24,71%) siswi selalu buang air besar maupun buang air kecil selalu mengeringkan daerah kewanitaan, (56,47%) selalu menggunakan pembalut yang lembut dan menyerap dengan baik, (40%) siswi selalu mengganti celana dalam minimal 2x sehari, (27,06%) siswi selalu mencuci tangan sebelum menyentuh daerah kemaluan.

Perilaku adalah tindakan aktivitas dari manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian Mokodongan (2015) bahwa Pengetahuan adalah salah satu faktor predisposing terbentuknya perilaku pada remaja, yaitu faktor yang memotivasi. Faktor ini berasal dari dalam diri seorang remaja yang menjadi alasan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku. Perilaku pencegahan keputihan yang baik dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan alat genitalia seperti selalu mengganti celana dalam setiap basah, melakukan cara cebok yang benar dari depan ke belakang, tidak melakukan mandi rendam, tidak sering menggunakan larutan antiseptik untuk membersihkan daerah genitalia, dan lain sebagainya. Pengetahuan mengenai cara mencegah terjadinya keputihan yang baik menjadi salah satu unsur penting dalam menentukan sikap dan pelaksanaan pencegahan seperti membedakan antara keputihan fisiologis dan patologis serta penyebab terjadinya keputihan patologis,

sehingga pencegahan keputihan dapat dilakukan secara tepat.

Pada hasil analisis menyimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku baik. bahwa perilaku pencegahan keputihan yang baik berawal dari tingkat pengetahuan yang baik kemudian akan berdampak pada sikap positif dan persepsi yang benar tentang keputihan. sesuai dengan pembagian domain perilaku oleh bloom dalam Notoatmodjo (2005), yang menyebutkan ada 3 tingkat ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (practice). Ketiga ranah ini tentunya sangat mempengaruhi perilaku seseorang.

Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Keputihan dengan Perilaku Pencegahan Keputihan

Dari hasil penelitian didapatkan yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 67,1% dan yang berpengetahuan kurang sebesar 32,9%. Sedangkan prosentase responden yang berperilaku baik dalam pencegahan keputihan sebesar 62,4%, dan berperilaku buruk sebesar 37,6%. Dari hasil uji bivariat, didapatkan ada hubungan tingkat pengetahuan tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan pada siswi kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor dengan nilai p value = 0,034 dimana p value dari nilai lebih kecil dari nilai = 0,05.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh notoatmodjo, bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek. Yaitu aspek negatif dan positif. Kedua aspek inilah yang akhirnya menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Pengetahuan mungkin diperlukan sebelum terlaksananya suatu perilaku, akan tetapi perilaku yang diinginkan belum tentu terjadi kecuali orang tersebut memiliki motivasi yang kuat untuk bertindak sesuai dengan

(7)

Jurnal STIKes WDH Vol. 3/No. 1/Juni/2017

pengetahuan yang mereka miliki (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian yang sudah dilakukan oleh Melina (2014) menunjukkan Adanya hubungan kuat antara pengetahuan remaja tentang keputihan dengan perilaku remaja dalam pencegahan keputihan pada siswa SMK BOPKRI 2 Yogyakarta dengan p value= 0,000 < = 0,05. dalam penelitiannya menjelaskan Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda - beda karena pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor internal yaitu pendidikan, motivasi dan persepsi serta faktor eksternal yaitu informasi, sosial, budaya dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang tinggi juga didukung dengan lokasi sekolah responden disekitarnya banyak terdapat warung internet sehingga responden dengan mudah untuk mengakses informasi tentang menjaga kebersihan organ genitalia dalam mencegah keputihan. Menurut Sukarni (2000), semakin tinggi pengetahuan dan pendidikan seseorang maka akan semakin mudah untuk menerima informasi, sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki untuk meningkatkan kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badaryati (2012), bahwa ada hubungan antara keperpaparan informasi dengan pencegahan dan penanganan keputihan patologis dengan p value = 0,000, menunjukkan bahwa faktor tempat tinggal mempengaruhi kurangnya pengetahuan dan berperilaku buruk. Dijelaskan bahwa ada perbedaan yang disebabkan oleh faktor tempat tinggal di SMK 3 berada cukup jauh dari pusat kota Banjarbaru kemungkinan mereka malas untuk mengakses informasi karena fasilitas seperti warnet, perpustakaan pusat terletak dikota banjar baru. Dapat dilihat dari informasi mereka bahwa diperoleh dari media cetak sebesar (25%), media elektronik (20%). Sedangkan siswi di SMA 2 memperoleh informasi tentang keputihan dimedia cetak dan media elektronik rata – rata 50%.

Pengetahuan mungkin diperlukan sebelum terlaksananya suatu perilaku, akan tetapi perilaku yang diinginkan belum tentu terjadi kecuali orang tersebut memiliki motivasi yang kuat untuk bertindak sesuai

dengan pengetahuan yang mereka miliki (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini pengetahuan ada hubungan dengan perilaku pencegahan keputihan mungkin karena sebagian besar siswi Kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor sebagian besar siswi mengerti tentang bahaya keputihan, sehingga mereka mengganggap perilaku pencegahan keputihan perlu dilaksanakan. Atau bisa juga kebiasaan siswi yang cukup baik. seperti siswi sebanyak (10,59%) tidak pernah menggunakan air dalam ember atau tampungan untuk membersihkan daerah kewanitaan, (44,71%) bahwa siswi selalu membersihkan daerah kewanitaanya dengan bersih dari arah depan (vagina) kebelakang (anus), (24,71%) siswi selalu buang air besar maupun buang air kecil selalu mengeringkan daerah kewanitaan, (56,47%) selalu menggunakan pembalut yang lembut dan menyerap dengan baik, (40%) siswi selalu mengganti celana dalam minimal 2x sehari, (27,06%) siswi selalu mencuci tangan sebelum menyentuh daerah kemaluan.

Dan dapat dilihat dari sumber informasi yang mereka dapatkan bahwa dari orang tua sebesar (24,7%), media (47,1%), tenaga kesehatan (10,6%), teman (3%). Ini didukung oleh tempat tinggal para siswi SMA 1 Al-Ghozali Bogor termasuk daerah perkotaan dimana informasi mudah untuk diakses melalui media (cetak/elektronik). Media mempunyai peranan penting dalam penyampaian informasi, adanya informasi baru mengenai suatu hal yang memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya perilaku terhadap hal tersebut (Saifuddin, 2008).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Lebih dari setengahnya siswi kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor berpengetahuan tentang keputihan dalam kategori baik sebanyak 57 siswi (67,1%).

2. Lebih dari setengahnya siswi kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor dalam perilaku pencegahan keputihan dalam kategori baik sebanyak 55 siswi (64,7%).

(8)

3. Terdapat hubungan tingkat pengetahuan tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan pada siswi kelas XI SMA 1 Al-Ghozali Bogor. (p value = 0,013).

Saran

1. Bagi Siswi di SMA 1 Al-Ghozali Bogor

diharapkan dapat lebih giat lagi untuk mencari informasi tentang keputihan melalui buku, media dan penyuluhan-penyuluhan dari tenaga kesehatan guna mensukseskan tindakan pencegahan terjadinya keputihan dan mengetahui faktor lain yang dapat menyebabkan keputihan seperti aktivitas yang berlebihan, stres, konsumsi makanan, dan lingkungan yang tidak bersih. Dan diharapkan selalu menjaga kebersihan diri terutama daerah kewanitaannya dengan benar, maka diharapkan tidak menimbulkan masalah yang lebih fatal seperti menyebabkan kanker servik atau kemandulan.

2. Bagi Pihak Sekolah SMA 1 Al-Ghozali Bogor

Agar lebih meningkatkan pembinaan tentang pentingnya kesehatan alat reproduksi pada wanita dan masalah yang sering terjadi pada remaja khususnya pada keputihan, melalui pendidikan formal maupun melalui seminar ataupun penyuluhan.

3. Bagi Stikes Widya Dharma Husada Diharapkan dapat meningkatkan referensi yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan kepustakaan di STIKes Widya Dharma Husada Tangerang dan dapat melakukan penelitian faktor-faktor lain yang menyebabkan keputihan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 61. 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Emilia, O. 2008. Promosi Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Pustaka Medika

Widyastuti, Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.

Setyorini, 2014. Kesehatan Reproduksi & Pelayanan Keluarg Berencana: Bogor. In Media.

Wulandari, dkk. 2012. Gambaran Konsep Diri Remaja di Lembaga Pemasyarakatan. Pekan Baru: Skripsi.. Nanlessy, D. M., Hutagaol, E & Djon Wongkar. 2013. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku remaja puteri dalam menjaga kebersihan alat genitalia dengan kejadian di SMA N 2 Pineleng, 1-15.

Kusmiran, E. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika

Ratna, Amirul Amalia. 2013. Efektifitas Policresulen Vaginal Suppositoria Terhadap Keputihan Pada Wanita Usia Subur Di Desa Latukan Rt 3/Rw 1 Kecamatan Karanggeneng Lamongan. Jurnal kesehatan, Surya. Vol.02, No.XV, Agustus: 21-25.

Ayuningtyas, Donatilla Novrinta. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genetalia Eksterna dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran : Universitas Diponegoro. Artikel Karya Tulis Ilmiah.

Adawiyah, K. 2015. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Kesehatan Reproduksi Dengan Kejadian Keputihan (Flour Albus) Pada Siswi SMA Se-Derajat Di Wilayah Tangerang Selatan. Skripsi. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. . 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Romulia, S, Vindari, A.V. 2012. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha Medika.

(9)

Jurnal STIKes WDH Vol. 3/No. 1/Juni/2017

Mokodongan, dkk. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Keputihan Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Remaja Putri. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April.

Badaryati. 2012. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan dan Penanganan Keputihan Patologis pada Siswi SLTA atau Sederajat di Kota Banjarbaru. Depok: Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Menindaklanjuti point 1 (satu) diatas, pelaksanaan pemberian penjelasan pada tanggal 15 Februari 2017 yang dilaksanakan bertepatan dengan hari libur nasional dalam hal

Adapun masa sanggah dilaksanakan mulai hari Senin 22 Juli 2013 sampai dengan hari Rabu 24 Juli 2013, sanggahan dapat disampaikan kepada Ketua Panitia Pelelangan Pekerjaan

[r]

Reica pada tanggal 1 Januari 2011, bergerak dalam bidang jual beli gula pasir merek “My Sugar”.. Reica mengambil uang untuk keperluan pribadi

Pengembangan Program Parent Support Group (PSG) untuk Meningkatkan Kualitas Cara Pengasuhan Orangtua terhadap Anak dengan Gangguan Autisme di SLB X Kota Bandung Universitas

Isikan jawaban yang Anda pilih (A, B, C, atau E) pada Lembar Jawaban Ujian (LJU) yang tersedia sesuai dengan nomor soal dengan menghitamkan secara penuh

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kepustakaan serta menjadi acuan dalam mengkaji studi perbandingan formulasi hukum pidana tindak pidana

Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif, menumbuhkan KPS, membentuk karakter, mengembangkan aktivitas, dan menumbuhkan