• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI RANCANG BANGUN PENGGETAR STRUKTUR UNTUK MENURUNKAN TAHANAN TARIK DARI MOLE PLOW. Oleh: ARIS F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI RANCANG BANGUN PENGGETAR STRUKTUR UNTUK MENURUNKAN TAHANAN TARIK DARI MOLE PLOW. Oleh: ARIS F"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

RANCANG BANGUN PENGGETAR STRUKTUR UNTUK MENURUNKAN TAHANAN TARIK DARI MOLE PLOW

Oleh:

ARIS F14050619

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

RANCANG BANGUN PENGGETAR STRUKTUR UNTUK MENURUNKAN TAHANAN TARIK DARI MOLE PLOW

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh ARIS F14050619

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(3)

Judul Skripsi : Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow

Nama : Aris

NIM : F14050619

Menyetujui

Pembimbing,

(Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setyawan, M.Agr) NIP: (19621223 198601 1 001)

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP: 19661201 199103 1 004

(4)

Aris. F14050619. Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow. Di bawah bimbingan Radite Praeko Agus Setyawan

RINGKASAN

Suatu lahan pertanian yang baik membutuhkan sistem pengelolaan air yang baik. Untuk mengatur pemberian air pada suatu lahan agar sesuai dengan kebutuhan, diperlukan saluran irigasi dan drainase yang direncanakan dengan baik. Saluran irigasi berfungsi untuk menyalurkan air yang diperlukan tanaman. Sementara saluran drainase berfungsi untuk membuang kelebihan air pada lahan agar tidak merusak tanaman. Drainase diperlukan terutama pada pembukaan lahan basah atau lahan pasang surut.

Mole plow adalah alat pembuat saluran drainase mole. Dalam pengoperasiannya, mole plow biasanya ditarik oleh sebuah traktor roda empat. Bagian rangka depan mole plow disambungkan pada three hitch point traktor pada waktu beroperasi. Mole plow akan tertarik dan membuat lubang saluran drainase di bawah permukaan tanah yang berfungsi sebagai saluran drainase.

Mole plow biasanya beroperasi pada kedalaman lebih dari 40 cm sehingga pembuatan drainase mole menimbulkan draft yang besar. Besarnya draft berpengaruh terhadap besarnya daya yang dibutuhkan dan peningkatan konsumsi bahan bakar. Beberapa usaha telah dilakukan untuk menurunkan draft, yaitu salah satunya dengan penggetaran alat atau implemen pengolah tanah.

Sigit (2009) melakukan penelitian tentang modifikasi bajak subsoiler getar dengan pemupuk mekanis (SIGAP) utuk budidaya tebu lahan kering. Hasil pengujian di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Bogor pada kadar air tanah rata-rata 41.1% menunjukan bahwa efek penggetaran dengan sayap penggetar pada bajak subsoil dapat menurunkan tahanan tarik secara nyata dibanding dengan bajak subsoil tanpa getar. Dengan penggetaran, tahanan tarik turun pada kisaran 6.1% sampai 29.9% dengan rata-rata 14.6%.

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat dan menguji efektivitas unit pembangkit getaran struktur kantilever untuk menurunkan tahanan tarik dari mole plow. Penggetaran dilakukan terhadap beam dari mole plow. Beam mole plow berfungsi sebagai pegas kantilever yang digetarkan oleh suatu unit pembangkit getaran. Sifat elastis dari beam mole plow sebagai batang kantilever menimbulkan terjadinya forced vibration. Beam mole plow selanjutnya menggetarkan bagian blade dari mole plow yang merupakan bagian mole plow yang masuk ke dalam tanah.

Unit pembngkit getaran membangkitkan gaya penggetaran dari eksentrisitas pusat massa yang berputar. Penggetar mole plow terdiri dari beberapa bagian, yaitu piringan exciter, plat pengapit exciter, poros penggetar, tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan penggetar, dudukan tutup penggetar, sistem transmisi, dan batang kantilever.

Hasil pengujian di Laboratorium Lapangan Depatemen Teknik Pertanian di Leuwikopo, Darmaga Bogor, besarnya tahanan tarik rata-rata mole plow tanpa penggetaran berkisar 11108.6-14047.8 N dengan rata-rata sebesar 12076.1 N,

(5)

yang dioperasikan pada kecepatan maju 0.49-0.53 m/s dengan rata-rata 0.50 m/s pada kedalaman olah rata-rata 35.9 cm. Sedangkan tahanan tarik rata-rata mole plow dengan penggetaran berkisar 8925.7-11802.8 N dengan rata-rata sebesar 10300 N, yang dioperasikan pada kecepatan maju 0.45-0.50 m/s dengan rata-rata 0.48 m/s pada kedalaman olah rata-rata 0.48 cm.

Penggetaran struktur dapat diaplikasikan untuk menurunkan tahanan tarik dari mole plow. Hasil pengujian mole plow getar dengan penggetaran struktur menunjukan tahanan tarik mole plow turun pada kisaran 2 % sampai dengan 23.6 %, dengan penurunan tahanan tarik rata-rata sebesar 13 %.

Daya penggetaran mole plow meningkat dengan naiknya frekuensi penggetaran. Peningkatan daya penggetaran mngikuti fungsi kuadratik. Total kebutuhan daya untuk mengoperasikan mole plow turun dengan melakukan penggetaran. Daya untuk mengoperasikan mole plow tanpa penggetaran adalah 6038.1 Watt. Sementara daya untuk mengoperasikan mole plow dengan penggetaran berkisar 4267.8-6488.2 Watt dengan rata-rata 5289.3 Watt. Kebutuhan daya minimum terjadi pada pengoperasian mole plow dengan penggetaran 9 Hz yaitu 4267.8 Watt. Penurunan kebutuhan daya terbesar untuk pengoperasian mole plow terjadi pada frekuensi penggetaran 9 Hz sebesar 29 %. Rata-rata penurunan kebutuhan daya pengoperasian mole plow setelah digetarkan sebesar 12 %

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tanggal 14 Desember 1986 dari pasangan Y. Syarifin dan Iis Supriati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Cihaur, pada tahun 1999. Tahun 2002, penulis lulus dari SLTP Negeri 2 Salopa, kemudian penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 8 Tasikmalaya pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis berhasil masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), di mana penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Di Departemen Teknik Pertanian ini, penulis mengambil Bagian Teknik Mesin Budidaya Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa lembaga kemahasiswaan kampus, antara lain Himpunan Mahasiswa Teknik pertanian (HIMATETA) divisi keteknikan periode 2006-2007, UKM Tarung Derajat AA-BOXER sebagai anggota dari tahun 2006-2010, menjabat sebagai wakil ketua UKM Tarung Derajat AA-BOXER pada periode 2009-2010, aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) dari tahun 2005-2009, dan menjabat sebagai ketua divisi PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) pada periode 2006-2007. Selain itu, penulis juga pernah dipercaya menjadi Asisten Dosen untuk praktikum mata kuliah Menggambar Teknik tahun 2007 dan tahun 2008.

Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada tahun 2008 di PT. Metavisi Sentra Integra, Bogor dengan judul “Aspek Keteknikan Pertanian pada Perancangan Drive Subsystem Mekanisme Pengujian Gearbox”. Untuk menyelesaikan studinya, penulis melakukan penelitian dengan judul “Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow” di bawah bimbingan Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setyawan, M.Agr.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas qadha dan qadar-Nya, tugas akhir ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Tugas akhir yang berjudul “Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow” merupakan syarat bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan S1 di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini tersusun atas kerja sama dan bimbingan orang-orang yang telah membantu penulis selama penyusunan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua penulis atas doa dan dukungan kepada penulis dalam segala bentuk.

2. Dr. Ir. Radite P.A.S., M.Agr, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Dr. Ir. I. Dewa Made Subrata, M.Agr, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ahmad Zmhuri, rekan satu penelitian dan satu bimbingan yang telah bahu-membahu di dalam penelitian dan di sepanjang perkuliahan di Departemen Teknik Pertanian.

5. Pak Abas Mustofa, Pak Parma, Pak Wana, Pak Tohir dan Pak Bandi atas bantuannya dalam urusan laboratorium.

6. Teman-teman TEP’42 yang mendukung selesainya Tugas Akhir ini.

Bogor, Januari 2010

(8)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

A. DRAINASE MOLE ... 5

B. MOLE PLOW ... 7

C. GETARAN ... 8

D. TAHANAN TARIK ... 10

E. PENGGUNAAN GETARAN PADA ALAT PENGOLAH TANAH .. 11

F. DESAIN (PERANCANGAN) ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 16

A. WAKTU DAN TEMPAT ... 16

B. ALAT DAN BAHAN... 16

C. TAHAPAN PROSES PENELITIAN ... 18

D. UJI FUNGSIONAL UNIT PEMBANGKIT GETARAN ... 20

E. PENGAMATAN KONDISI TANAH ... 20

F. PENGUJIAN MOLE PLOW GETAR ... 22

IV. ANALISIS RANCANGAN ... 26

A. RANCANGAN FUNGSIONAL ... 26

1. Piringan exciter ... 27

2. Plat pengapit exciter ... 27

3. Poros penggetar ... 28

4. Tutup penggetar ... 29

5. Pipa penggetar ... 30

(9)

iv 7. Dudukan penggetar ... 31 8. Sistem transmisi ... 32 9. Batang kantilever ... 32 B. RANCANGAN STRUKTURAL ... 33 1. Poros penggetar ... 35

2. Baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter ... 40

3. Pasak poros penggetar ... 44

4. Piringan exciter ... 46

5. Plat pengapit exciter ... 47

6. Tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan tutup penggetar dan dudukan penggetar ... 48

7. Baut pengikat tutup penggetar pada dudukan tutup penggetar ... 48

8. Baut kopling flens ... 50

9. Analisis kekuatan beam mole plow dan blade mole plow ... 51

10. Analisis diameter baut pengikat beam dengan hitch point ... 55

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW ... 56

1. Piringan exciter ... 58

2. Plat pengapit exciter ... 59

3. Poros penggetar ... 60

4. Tutup penggetar ... 60

5. Dudukan tutup penggetar ... 62

6. Dudukan penggetar ... 63

7. Pipa penggetar ... 63

8. Sistem transmisi ... 64

B. HASIL PENGUJIAN ... 67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. KESIMPULAN ... 74

B. SARAN... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(10)

v DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Horizontal, vertical force component, and moments acting on

various components of mole plough (Malik et al., 1986) ... 11

Tabel 2. Fungsi alat ukur ... 17

Tabel 3. Fungsi alat bantu pengujian ... 17

Tabel 4. Nilai e, m, dan Fgetar (Fe) dari tiap-tiap model unbalanced ... 47

Tabel 5. Hubungan setingan frekuensi inverter dan frekuensi putaran motor ... 67

Tabel 6. Kadar air tiap kedalama pengukuran ... 69

Tabel 7. Tahanan penetrasi pada berbagai titik kedalaman ... 69

Tabel 8. Hasil pengujian lapang mole plow tanpa getar... 70

Tabel 9. Hasil pengujian lapang mole plow dengan penggetaran ... 70

Tabel 10. Penurunan tahanan tarik pada berbagai frekuensi penggetaran (frekuensi putaran motor) ... 71

Tabel 11. Kebutuhan daya pada berbagai frekuensi penggetaran ... 72

(11)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Drainase mole pada penampang melintang lahan ... 1

Gambar 2. Mole plow ketika beroperasi di lahan ... 2

Gambar 3. Retakan yang terbentuk pada drainase mole ... 6

Gambar 4. Mole plow ... 7

Gambar 5. Skema forced vibration dan free vibration ... 8

Gambar 6. Variable eccentricity mass shaker (U.S. Patent #4,776,156)... 9

Gambar 7. Diagram alir proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999) ... 15

Gambar 8. Tahapan proses penelitian ... 19

Gambar 9. Skema proses pengukuran draft ... 23

Gambar 10. Skema pengukuran amplitudo getaran ... 24

Gambar 11. Skema rancangan penggetar mole plow ... 26

Gambar 12. Piringan exciter terpasang pada plat pengapit exciter pada posisi e max dan e min... 29

Gambar 13. Dua alternatif sketsa rancangan tutup penggetar... 30

Gambar 14. Dua alternatif sketsa pipa penggetar ... 31

Gambar 15. Dua alternatif sketsa dudukan tutup penggetar ... 31

Gambar 16. Sketsa dudukan penggetar ... 32

Gambar 17. Skema kebutuhan gaya getar ... 34

Gambar 18. Penentuan titik berat dan massa unbalanced (piringan exciter +plat pengapit exciter) berdasarkan simulasi CATIA ... 35

Gambar 19. Gambar potongan penggetar ... 36

Gambar 20. Model pembebanan pada poros penggetar ... 37

Gambar 21. Skema gaya pada baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter ... 41

Gambar 22. Model pembebanan pada baut pengikat piringan exciter dengan plat pengapit exciter ... 42

Gambar 23. Penentuan titik berat dan massa piringan exciter berdasarkan simulasi CATIA ... 44

Gambar 24. Beberapa rancangan bentuk penampang piringan exciter ... 46

(12)

vii Gambar 26. Skema pembebanan pada baut pengikat tutup

penggetar belakang ... 49

Gambar 27. Perakitan penggetar ... 50

Gambar 28. Skema pembebanan pada baut kopling flens... 51

Gambar 29. Model pembebanan pada beam tampak atas ... 52

Gambar 30. Penampang beam... 52

Gambar 31. Model pembebanan pada blade ke arah samping... 54

Gambar 32. Model pembebanan pada blade arah belakang ... 54

Gambar 33. Model pembebanan baut pengikat beam dengan hitch point .... 55

Gambar 34. Mole plow getar ... 57

Gambar 35. Rangkaian penggetar mole plow ... 57

Gambar 36. Unbalanced ... 59

Gambar 37. Tutup penggetar.... .. ... 61

Gambar 38. Penggetar mole plow ... 62

Gambar 39. Penyambungan flexible coupling dan poros penggetar oleh kopling freewheel ... 64

Gambar 40. Kopling freewheel ... 66

Gambar 41. Grafik hubungan frekuensi inverter dan frekuensi motor listrik ... 68

(13)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel

Photo Paint-12 ... 79

Lampiran 2. Hasil pengukuran kadar air ... 92

Lampiran 3. Hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah ... 93

Lampiran 4. Hasil pengukuran kecepatan operasi mole plow ... 94

Lampiran 5. Hasil pengukuran kalibrasi inverter ... 95

Lampiran 6. Hasil pengukuran arus listrik ... 96

Lampiran 7. Hasil pengukuran voltase... 98

Lampiran 8. Hasil pengukuran draft mole plow... 99

Lampiran 9. Hasil pengolahan data kebutuhan daya pengoperasian mole plow ... 100

Lampiran 10. Mole plow getar ... 101

Lampiran 11. Penggetar mole plow ... 108

Lampiran 12.Unbalanced ... 112

Lampiran 13. Dudukan tutup penggetar... 115

Lampiran 14. Pipa penggetar ... 116

Lampiran 15. Plat pengapit exciter ... 117

Lampiran 16. Plat exciter ... 118

Lampiran 17. Tutup penggetar belakang ... 119

Lampiran 18. Tutup penggetar depan ... 120

Lampiran 19. Potongan penggetar ... 121

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suatu lahan pertanian yang baik membutuhkan sistem pengelolaan air yang baik. Untuk mengatur pemberian air pada suatu lahan agar sesuai dengan kebutuhan, diperlukan saluran irigasi dan drainase yang direncanakan dengan baik. Saluran irigasi berfungsi untuk menyalurkan air yang diperlukan tanaman. Sementara saluran drainase berfungsi untuk membuang kelebihan air pada lahan agar tidak merusak tanaman. Drainase diperlukan terutama pada pembukaan lahan basah atau lahan pasang surut.

Sejauh ini sudah dikenal dua sistem drainase, yaitu drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Pada drainase permukaan air dibuang melalui saluran-saluran yang dibuat di atas permukaan tanah. Sedangkan pada drainase bawah permukaan saluran-saluran tersebut dibuat dibawah permukaan tanah. Salah satu tipe drainase bawah permukaan adalah drainase mole.

Gambar 1. Drainase mole pada penampang melintang lahan.

Mole plow adalah alat pembuat saluran drainase mole. Dalam pengoperasiannya mole plow biasanya ditarik oleh sebuah traktor roda

permukaan tanah

retakan tanah

(15)

2 empat. Dimana bagian rangka depan mole plow disambungkan pada three hitch point traktor. Pada waktu traktor berjalan, mole plow akan tertarik dan membuat lubang di bawah permukaan tanah yang berfungsi sebagai saluran drainase.

Gambar 2. Mole plow ketika beroperasi di lahan.

Untuk bisa menarik mole plow dibutuhkan tenaga traktor yang cukup besar. Hal ini dikarenakan pembuatan saluran drainase oleh mole plow berada pada posisi yang cukup dalam yaitu > 40 cm dari permukaan tanah. Seperti kita ketahui semakin dalam suatu implemen dioperasikan maka semakin besar tahanan tarik yang terjadi. Dengan tahanan tarik yang semakin besar maka tenaga yang digunakan oleh traktor semakin besar dan berpotensi pada pemborosan bahan bakar.

Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi tahanan tarik alat pengolah tanah dalam antara lain dengan melakukan pelumasan dengan cairan bertekanan, pelumasan elektro osmosis, dan penggetaran (Radite, 2002). Pada penelitian ini usaha mengurangi tahanan tarik dilakukan dengan menggetarkan implemen yang ditarik oleh traktor. Sumber tenaga penggetar biasanya memanfaatkan tenaga dari power take off (PTO) traktor. Sumber tenaga yang berupa putaran PTO traktor disalurkan ke unit pembangkit getaran pada implemen. Unit pembangkit getaran inilah yang akan merubah

traktor

tanah

(16)

3 putaran PTO traktor menjadi getaran yang akan menggetarkan implemen seperti halnya pada subsoiler getar.

Penelitian mengenai penggetaran untuk menurunkan tahanan tarik telah banyak dilakukan. Taufik (2001) melakukan penelitian tentang rancang bangun mekanisme penggetar untuk bajak subsoil getar. Mekanisme penggetaran berupa kombinasi poros eksentrik dengan batang pengubah arah gerak yang menggetarkan bagian bilah bajak secara bolak-balik kearah depan dan belakang. Tenaga yang digunakan adalah putaran poros PTO traktor. Bajak subsoil getar ini dapat menurunkan tahanan tarik rata-rata 45% pada jenis tanah liat dengan kedalaman olah 30 cm.

Getaran bisa dihasilkan dari penggetaran langsung maupun penggetaran tidak langsung. Dalam penggetaran langsung, unit pembangkit getaran menggetarkan struktur dengan energinya sendiri tanpa ada tambahan energi dari struktur yang digetarkannya. Sementara pada penggetaran tidak langsung, unit pembangkit getaran menggetarkan struktur pada frekuensi natural struktur tersebut. Secara tidak langsung energi untuk menggetarkan diperoleh dari energi yang dihasilkan struktur (kantilever) ketika digetarkan pada frekuensi naturalnya. Penggetaran langsung biasanya menggunakan mekanisme crank-rocker, eksentrik dan sebagainya. Penggetaran tidak langsung menggunakan mekanisme yang lebih sederhana yaitu memanfaatkan getaran yang dihasilkan dari ketidakseimbangan massa yang diputar pada frekuensi natural dari struktur.

Penggetaran tidak langsung memiliki beberapa kelebihan. Karena penggetaran ini memanfaatkan sifat kritis dari struktur (kantilever) pada frekuensi naturalnya, input energi untuk penggetaran bisa dikurangi. Kelebihan lain dari penggetaran tidak langsung adalah penggetaran lebih aman, jumlah komponen yang bergerak lebih sedikit, dan biaya perancangan lebih murah.

Efek eksentrisitas banyak dimanfaatkan pada penggetaran langsung maupun tidak langsung untuk merubah putaran menjadi getaran. Eksentrisitas merupakan fenomena fisika yang terjadi akibat ketidaksetabilan pusat massa benda yang berputar. Akibat ketidaksetabilan

(17)

4 ini terjadi gaya sentripetal dari putaran tersebut. Gaya sentripetal inilah yang menghasilkan getaran pada struktur yang dikenainya.

Unit pembangkit getaran yang direncanakan menggunakan sumber tenaga motor listrik. Dimana motor listrik akan memutarkan komponen pemicu efek eksentrisitas yang berbentuk bulatan tidak penuh. Dengan bentuk bulatan tidak penuh diharapkan terjadi ketidaksetabilan putaran pusat massa yang akan menimbulkan efek eksentrisitas.

Pemilihan motor listrik dilakukan untuk mempermudah dalam pengaturan frekuensi putaran sumber tenaga. Hal ini akan mempermudah dalam penentuan frekuensi getaran unit pembangkit getaran yang sesuai dengan frekuensi natural struktur (kantilever). Apabila sudah diketahui besarnya frekuensi yang sesuai, diharapkan akan mudah dalam penentuan sumber tenaga dan besarnya tenaga yang tepat untuk menggetarkan mole plow.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat dan menguji efektivitas unit pembangkit getaran struktur kantilever untuk menurunkan tahanan tarik dari mole plow.

(18)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DRAINASE MOLE

Pembuatan saluran drainase merupakan salah satu kegiatan utama pada waktu menyiapkan suatu lahan pertanian. Tanaman membutuhkan cukup air untuk pertumbuhannya tetapi bila persediaan air untuk tanaman berlebih akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Saluran drainase dibuat untuk membuang kelebihan air pada suatu lahan pertanian maupun lahan yang lainya.

Sampai saat ini telah dikenal berbagai macam jenis drainase. Menurut Kalsim (2002), berdasarkan peruntukannya drainase dapat dibagi kedalam empat bagian, yaitu: (1) Drainase lahan pertanian, (2) Drainase perkotaan, (3) Drainase lapangan terbang, (4) drainase lapangan olah-raga. Berdasarkan sifatnya drainase diklasifikasikan menjadi drainase alami (natural drainage) dan drainase buatan (man-made drainage). Berdasarkan sasaran pengendaliannya, drainase dibedakan menjadi drainase permukaan (surface drainage) dan drainase bawah permukaan (sub-surface drainage). Drainase permukaan menitik beratkan pada pengendalian genangan air di atas permukaan tanah, sedangakan drainase bawah permukaan menitik beratkan pada kedalaman air tanah di bawah permukaan tanah.

Drainase bawah permukaan tanah adalah dasar dari kebanyakan pekerjaan drainase lahan. Salah satu drainase bawah permukaan yang sering diaplikasikan adalah drainase mole. Drainase mole merupakan metode yang sangat efektif utuk mendrainase tanah. Drainase mole merupakan saluran bulat yang berada dibawah permukaan tanah yang dibuat oleh mole plow. Drainase mole akan bekerja baik pada tanah dengan kandungan mineral tanah liat minimal 30%. Drainase mole tidak akan baik pada tanah dengan kandugan mineral tanah liat kurang dari 25% (Smart dan Herbertson, 1992).

Drainase mole umumnya cocok untuk tanah liat berat dengan konduktivitas lambat. Tujuan utamanya bukan untuk mengendalikan kedalaman air tanah yang biasanya sudah cukup dalam, akan tetapi untuk membuang kelebihan air dari permukaan lahan atau dari lapisan olah yang

(19)

6 semula membentuk suatu parched water table. Air mengalir ke mole melalui celah dan rekatan-rekatan yang terbentuk dalam pembuatan mole (Kalsim, 2002).

Kondisi yang paling disukai untuk terjadinya moling ketika lapisan kedalaman mole pada kondisi plastis tetapi tanah diatasnya cukup kering untuk dihancurkan oleh mole plow. Kemiringan saluran mole ridak dapat dibedakan dari kemiringan permukaan tanah selama operasi berlangsung. Tergantung dari kesetabilan liat tanah mole beroperasi pada kedalaman 45 cm sampai 60 cm dibawah permukaan tanah. Drainase kolektor sebaiknya berjarak sedekat-dektnya 20 m pada liat yang stabil dan bahkan sampai berjarak 40 m (Smart dan Herbertson, 1992).

Menurut Kalsim (2002), umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah, kondisi kelembaban tanah selama konstruksi alat dan metode konstruksi yang digunakan, kecepatan aliran air dalam saluran mole, dan laju pengendapan pada saluran mole.

Kerugian drainase mole adalah saluran tidak disokong, sehingga ada kemungkinan tertimbun yang kelak harus dibuat lagi pada interval tertentu. Walaupun demikian drainase mole mepunyai biaya pembuatan yang lebih murah dan hasilnya lebih efektif daripada sistem closely spaced field drainage (Smart dan Herbertson, 1992).

Gambar 3. Retakan yang terbentuk pada drainase mole (Smart dan Herbertson, 1992).

(20)

7 B. MOLE PLOW

Menurut Smart dan Herbertson (1992), mole plow mempunyai tiga bagian utama. Bagian pertama adalah bingkai yang kuat atau beam yang meluncur sepanjang permukaan luar tanah. Bagian kedua adalah blade yang yang menempel secara vertikal pada ujung beam.Tebal blade biasanya adalah 2.54 cm. Blade ini berfungsi untuk memotong tanah dengan kedalaman maksimum 91.44 cm. Bagian ketiga berupa batang baja bulat yang panjangnya bervariasi mulai dari 38.1 cm sampai 91.44 cm dan diameternya bervariasi mulai dari 2.54 cm sampai 15.24 cm. Batang baja bulat ini dinamakan mole yang berfungsi untuk membuat lubang di bawah tanah.

Syarat-syarat mole yang baik dapat diringkas sebagai berikut. Mole harus dapat menghasilkan 8.89 cm lubang yang bersih dan bundar dengan kedalaman 66.04 cm. Untuk melakukan ini mole harus dipasang dengan baik dengan paralel pada gagang diatasnya. Diameter minimal mole adalah 7.62 cm (Cooper, 1965).

Gambar 4. Mole plow (Smart dan Herbertson, 1992).

beam

blade

expander mole

(21)

8

C. GETARAN

Secara umum ada dua tipe getaran yaitu free vibration dan forced vibration. Ketika sistem dipindahkan dari posisi keseimbangan statiknya keposisi yang berbeda kemudian dilepaskan maka akan menimbulkan free vibration. Frekuensi dari free vibration tergantung dari massa dan kekakuan sistem (James et al., 1994).

Forced vibration terjadi ketika sistem dipengaruhi oleh satu atau beberapa tipe eksitasi eksternal yang mana menambah energi kepada sistem. Pada umumnya, amplitudo getaran tergantung frekuensi natural dari sistem. Komponen frekuensi menentukan exciting force (gaya penggetaran). Amplitudo dari forced vibration dapat menjadi sangat panjang ketika frekuensi dari eksitasi diterapkan pada frekuensi natural dari sistem. Pada kondisi ini akan terjadi tegangan dan regangan yang memungkinkan menyebabkan kerusakan mesin dan struktur. Itu sebabnya sangat penting bagi para designer untuk dapat menentukan frekuensi natural dari sistem dengan percobaan dan pemodelan matematik (James et al., 1994).

Gambar 5. Skema forced vibration dan free vibration.

Getaran pada suatu struktur dapat diakibatkan oleh efek dari gaya kelembaman. Gaya kelembaman adalah gaya yang disebabkan oleh percepatan. Gaya ini sering disebut juga gaya dinamis. Dalam mesin-mesin berkecepatan tinggi percepatan dan gaya kelembaman yang dihasilkan dapat

mesin

pegas

daspot m

(22)

9 menjadi sangat besar dalam hubungannya dengan gaya statis yang menghasilkan kerja yang bermanfaat (Martin, 1985).

Sumber getaran dengan eksentrisitas massa berputar umumnya digunakan pada mesin penggetar pohon untuk pemanen buah. Karena desain penggetar ini memanfaatkan inersia massa yang berputar maka harus jelas bahwa amplitudo yang dihasilkan dari getaran terkait dengan massa relatif dari perputaran massa penggetar inersia dan dari massa batang atau pohon yang digetarkan. Frekuensi getaran juga sangat penting, tetapi biasanya jauh lebih mudah untuk memonitor dan mengontrolnya. Terdapat pula hal penting yang harus diperhatikan pada pengoperasian penggetar pohon ini. Selama proses akselerasi penggetar tersebut dapat dioperasikan pada satu frekuensi dengan amplitudo yang berbeda-beda pada suatu getaran.

Gambar 4 menunjukan suatu unit pembangkit getaran yang digunakan pada penggetar pohon. Penggetar ini memiliki massa pemutar eksentris yang ditunjukan pada posisi 2, yang mana pada tengahnya memiliki gyration coincident pada posisi 1 yang berputar bersamaan. Eksentrisitas tersebut dikendalikan oleh silinder hidrolik yang ditunjukan pada posisi 3 (Sirvastava et al., 1993).

Gambar 6. Variable eccentricity mass shaker (U.S. Patent #4,776,156). 2

3 1

(23)

10

D. TAHANAN TARIK

Tahanan tarik merupakan besarnya gaya tahanan tanah terhadap implemen, disebut juga draft. Besarnya draft berbeda-beda dipengaruhi oleh jenis tanah, kadar air, kedalaman olah, lebar olah, dan bentuk serta berat implemen. Bertambahnya kandungan air tanah akan mengakibatkan draft berkurang hingga mencapai titik terendah dan kemudian akan naik kembali dengan bertambahnya kandungan air (Martin dan McColly, 1955).

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya draft pada implemen bajak yaitu lebar bajak, panjang bajak, kelengkungan bajak, ketajaman bajak, dan gesekan tanah dengan alat (adhesi).

Martin dan McColly (1955) menyatakan bahwa draft dan tenaga yang dikehendaki pada mesin pertanian harus diketahui untuk menentukan jenis traktor yang digunakan agar sesuai dengan beban yang dapat ditarik oleh traktor tersebut. Oleh karena itu, draft merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya tenaga atau daya traktor yang dibutuhkan untuk menarik implemen tersebut.

Menurut Kuipers (1993), besarnya tenaga tarik efektif dari traktor untuk menarik sebuah alat sangat tergantung pada kemampuan roda penggerak (bagian belakang) untuk mentransfer tenaga mesin yang dihasilkan (brake horse power) menjadi tenaga tarik, dan ini tergantung pada lapisan permukaan tanah untk menghasilkan tahanan yang cukup (gesekan internal dan kohesi) terhadap roda-roda yang sedang slip.

Tenaga tarik efektif yang dihasilkan suatu mesin umumnya hanya setengah dari jumlah tenaga yang dikeluarkan oleh mesin tersebut. Disamping itu terjadi kehilangan tenaga dalam gesekan transmisi (10% sampai 15%), kehilangan tenaga pada waktu teraktor mengatasi tahanan gelinding (rolling resistance), dan slip roda. Kesanggupan sebuah traktor untuk merubah secara efektif mesin menjadi tenaga tarik sangat tergantung pada berat traktor dan luas bidang kontak roda-tanah (Kuipers, 1983).

Kadar air tanah juga sangat berpengaruh pada tahanan tarik implemen pengolah tanah. Menurut Lal dan Shukla (2004), kekuatan tanah meningkat

(24)

11 dengan menurunya kadar air tanah. Pengeringan tanah meningkatkan kekuatan melalui peningkatan kapilaritas kohesi.

Tahanan tarik mole plow biasanya dinyatakan dalam komponen gaya horizontal dan gaya vertikal. Gaya horizontal menunjukan besarnya tahanan tarik mole plow pada arah depan sedangkan gaya vertikal menunjukan tahanan tarik mole plow pada arah samping. Tabel 1 menunjukan besarnya komponen gaya horizontal, gaya vertikal dan momen acting dari mole plow.

Tabel 1. Horizontal, vertical force component, and moments acting on various components of mole plough (Malik et al., 1986)

Treatment Horizonatal force (kN) Vertical force (kN) Moments acting (kNm) T1 16.46 3.63 12.83 T2 16.46 4.14 12.34 T3 15.86 3.74 12.12 T4 18.01 4.77 13.24

E. PENGGUNAAN GETARAN PADA ALAT PENGOLAH TANAH

Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak pengolahan tanah yang menggunakan getaran dengan kombinasi yang sesuai dengan parameter diatas, dapat menurunkan tahanan tarik mencapai 50-57% jika dibandingkan dengan alat yang sama tanpa getaran. Efek penggunaan parameter di atas tidak tetap, tetapi secara umum telah ditemukan bahwa penurunan tahanan tarik akan meningkat jika terjadi peningkatan kecepatan getar atau frekuensi getar, dan akan menurun jika terjadi kecepatan maju (Verma, 1969 dalam Kepner et al., 1972).

Radite, et al (1997) melakukan penelitian mengenai rekayasa awal prototip bajak singkal tergetar membalik di tempat dengan memanfaatkan PTO sebagai sumber tenaga putar. Berbeda dengan bajak singkal konvensional, pada prototip bajak singkal ini bagian pemotong tanah dan singkal dipisahkan. Bagian singkal tidak digetarkan, sedangkan pemotong

(25)

12 tanah digetarkan. Berdasarkan hasil pengujian menunjukan bahwa pemilihan amplitudo getaran (a), frekuensi getaran (f) dan kecepatan operasi (v) yang tepat dapat menurunkan draft pembajakan lebih dari 50 persen. Secara umum meningkatnya rasio kecepatan β berakibat pada menurunya darft pembajakan. Namun demikian meningkatnya amplitudo getaran akan membutuhkan peningkatan rasio kecepatan β (β = 2πfa/v) yang lebih besar untuk mendapatkan draft yang sama.

Taufik (2001) melakukan penelitian tentang rancang bangun mekanisme penggetar untuk bajak subsoiler getar dengan dua bilah bajak. Mekanisme penggetar berupa kombinasi poros eksentrik dengan batang pengubah arah gerak yang menggetarkan bagian bilah bajak secara bolak-balik kearah depan dan belakang. Tenaga yang digunakan adalah putaran poros PTO dari traktor. Bajak subsoil getar ini dapat menurunkan tahanan tarik sampai dengan 50% pada jenis tanah liat dengan kedalaman olah 30 cm. Berdasarkan hasil pengujian, tahanan tarik yang dihasilkan menurun, akan tetapi kedalaman olahnya kurang dalam. Selain itu getaran yang diteruskan ke badan traktor yang dihasilkan oleh penggetaran bilah bajak subsoil cukup besar.

Efektifitas penggunaan getaran pada subsolier dipengaruhi oleh kecepatan maju dan kedalaman pengolahan. Pada kecepatan maju pengolahan yang rendah, efektifitas penggunaan getaran dalam menurunkan tahanan tarik menjadi lebih tinggi. Kedalaman olah berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tahanan tarik yang dihasilkan. Tahanan tarik cenderung lebih tinggi pada saat kedalaman olah tinggi (Radite et al., 2003).

Hidayat (2006) melakukan penelitian untuk mengembangkan desain bajak subsoil getar prototip-1 agar dapat bekerja pada kedalaman olah 35 cm di PG Jatitujuh yaitu desain bajak subsoil getar dengan pemupuk mekanis untuk budidaya tebu lahan kering (SIGAP prototip-2), dengan adanya tambahan konstruksi pemupuk maka batang penggetar diletakan di depan. Hal ini dimaksudkan agar penggetar dapat bergerak bebas, sehingga tidak terganggu lubang pupuk yang diletakan dibelakang chisel. Mekanisme penggetar memakai sistem empat batang hubung tipe engkol lengan ayun

(26)

13 dengan jarak engkol 3.5 cm, mengakibatkan sudut angkat maksimum sayap penggetar bagian kanan adalah 20˚ dan minimum 5˚. Sedangkan pada bagian kiri sudut angkat sayap maksimum adalah 21˚ dan minimum 3˚. Jadi amplitudo yang terjadi pada sayap penggetar bagian kanan 7 cm dan bagian kiri 6.5 cm. Berdasarkan hasil pengujian tahanan tarik yang dihasilkan dengan penggetaran subsoil menurun sampai 30% pada kedalaman olah rata-rata 37 cm. Hasil pengujian di PG Jatitujuh mampu mencapai kedalaman olah rata-rata 41 cm.

Sigit (2009) melakukan penelitian tentang modifikasi bajak subsoiler getar dengan pemupuk mekanis (SIGAP) utuk budidaya tebu lahan kering. Hasil pengujian di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Bogor pada kadar air tanah rata-rata 41.1% menunjukan bahwa efek penggetaran dengan sayap penggetar pada bajak subsoil dapat menurunkan tahanan tarik secara nyata dibanding dengan bajak subsoil tanpa getar. Dengan penggetaran, tahanan tarik turun pada kisaran 6.1% sampai 29.9% dengan rata-rata 14.6%.

F. DESAIN (PERANCANGAN)

Menurut Harsokoesoemo (1999) perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya. Perancangan terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, oleh karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan tersebut. Kegiatan-kegiatan dalam proses perancangan disebut fase. Salah satu deskripsi proses perancangan adalah deskripsi yang menyebutkan bahwa proses perancangan terdiri dari fase-fase seperti terlihat pada Gambar 7.

Menurut Harsokoesoemo (1999), proses perancangan dianggap dimulai dengan diidentifikasikannya kebutuhan produk yang diperlukan masyarakat. Berawal dari diidentifikasikannya kebutuhan produk tersebut maka proses perancangan berlangsung.

Hasil analisis masalah yang utama adalah pernyataan masalah atau prblem statement tentang produk baru. Pernyataan masalah tersebut

(27)

14 belumlah berupa solusi/produk-baru, tetapi mengandung keterangan-keterangan tentang produk yang akan dirancang

Spesifikasi produk mengandung keinginan-keinginan pengguna/bagian pemasaran tentang produk yang akan dibuat. Spesifikasi produk merupakan dasar dan pemandu bagi perancang dalam merancang produk dan spesifikasi produk tersebut akan menjadi tolak ukur pada evaluasi hasil rancangan dan evaluasi produk yang sudah jadi. Spesifikasi produk mengandung beberapa hal, yaitu : (1) kinerja harus dapat dicapai produk, (2) kondisi lingkungan yang akan dialami produk, (3) kondisi operasi lain, (4) jumlah produk yang akan dibuat, (5) dimensi produk, (6) berat produk, (7) ergonomik, (8) keamanan dan safety, (9) harga produk (Harsokoesoemo, 1999).

Konsep produk adalah solusi-solusi alternatif dari masalah dalam bentuk skema. Masalah dalam hal ini adalah produk baru, yang dipandang sebagai masalah perancangan yang memerlukan solusi. Fase ini dalam perancangan dikenal dengan fase pencarian konsep-konsep produk yang memenuhi fungsi dan karakteristik produk, sebagaimana tercantum dalah spesifikasi produk.

Pada fase perancangan produk, solusi alternatif dalam bentuk skema dikembangkan lebih lanjut menjadi produk atau benda teknik yang bentuk, material dan dimensi komponen-komponennya telah ditentukan. Jika terdapat lebih dari satu solusi alternatif, maka harus ditentukan satu solusi akhir yang terbaik melalui proses pemilihan solusi terbaik. Solusi terbaik tersebut dituangkan dalam bentuk general arrangement drawing atau gambar susunan umum. Sebelum terpilih solusi akhir, fase ini memberi umpan balik ke fase sebelumnya yaitu fase analisis masalah dan perencanaan proyek. Proses iteratif seperti ini bisa terjadi diantara fase-fase dalam suatu proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999).

Produk hasil fase perancangan produk haruslah dapat spesifikasi produk, yaitu dapat memenuhi fungsinya, mempunyai karakteristik yang harus dipunyai dan dapat melakukan kinerja atau performance seperti yang disyaratkan. Untuk memudahkan evaluasi tersebut, maka dapat dibuatkan

(28)

15 sebuah atau beberapa prototipe, yang secara fisik dapat diuji untuk mengetahui apakah fungsi, karakteristik dan kinerjanya memenuhi persyaratan. Jika pembuatan prototipe fisik mahal, maka dibuat prototipe pada komputer dan kemudian dilakukan simulasi.

Gambar hasil rancangan produk terdiri dari : (1) gambar skema komponen produk lengkap dengan bentuk geometrinya, dimensi, kekasaran/kehalusan permukaan material, (2) gambar susunan, (3) spesifikasi yang memuat keterangan-keterangan yang tidak dapat dimuat pada gambar dan (4) bill of materials.

Gambar 7. Diagram alir proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999). Analisis masalah, spesifikasi produk,

dan perancangan proyek Kebutuhan

Perancangan konsep produk

Perancangan produk

Evaluasi produk hasil rancangan

(29)

16

III. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB. Pengujian fungsional dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian IPB di Leuwikopo Darmaga , Bogor.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Alat perancangan dan pembuatan konstruksi

Alat perancangan dan pembuatan konstruksi yang digunakan adalah komputer, software CATIA, tang, obeng, kunci pas, kunci ring, palu, jangka sorong atau mikrometer sekrup, las, gerinda, mesin bor, masin bubut dan sebagainya.

2. Alat ukur

Alat ukur digunakan untuk mengukur kinerja mesin. Alat ukur yang digunakan adalah timbangan, tachometer, load cell, stopwatch, penggaris stainless steel, pita ukur, patok, dynamic strain-amplipier, wireless logger, komputer (laptop). Fungsi dari tiap alat ukur dapat dilihat pada tabel 2.

3. Alat bantu pengujian

Alat bantu pengujian digunakan untuk membantu proses pengujian mole plow getar. Alat bantu pengujian terdiri dari traktor, kabel, saklar, alternator, stabilisator, inverter, mole plow, dan motor listrik. Fungsi dari tiap alat bantu pengujian dapat dilihat pada tabel 3.

(30)

17 Tabel 2. Fungsi alat ukur

Nama alat Fungsi

Timbangan Menimbang massa tanah yang akan dianalisis kadar airnya Tachometer Mengukur kecepatan putaran motor listrik

Load cell (Kyowa, LT-5TSA71C)

Mengukur tahanan tarik (draft) mole plow getar

Stopwatch Mengukur waktu operasi mole plow getar Penggaris stainles steel Mengukur kedalaman olah mole plow getar Pita ukur (50 m) Mengukur panjang operasi mole plow getar

Patok Memberi acuan posisi pada saat pengujian mole plow getar Dynamic strain-amplipier Membaca regangan dari load cell

Wireless logger Mengirimkan data yang terbaca di strain-amplipier ke komputer (laptop)

Tabel 3. Fungsi alat bantu pengujian

Nama alat Fungsi

Traktor Menarik mole plow pada saat di lahan Kabel Menyalurkan energi listrik ke motor listrik

Saklar Menghubungkan dan memutuskan arus listrik dari listrik PLN ke motor listrik

Stabilisator Menstabilkan tegangan listrik yang dihasilkan alternator Inverter (model

SA-2015B)

Mengatur putaran motor listrik

Mole plow Alat yang akan digetarkan Motor listrik 3 phase 2 hp

2200 rpm

Sebagai sumber tenaga penggetar

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plat besi, as (besi poros), bearing, besi siku, mur baut, ring per, ring plat, fleksibel coupling, clamp, dan sebagainya.

(31)

18

C. TAHAPAN PROSES PENELITIAN

Tahapan proses penelitian adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah merupakan perumusan formal masalah apa yang akan dipecahkan melalui desain. Dalam hal ini permasalahan yang ada adalah bagaimana menurunkan tahanan tarik dari mole plow pada saat dioperasikan di lahan. Karena dengan tahanan tarik yang besar kapasitas pengolahan lahan akan berkurang dan tenaga yang digunakan juga makin besar.

Salah satu solusi yang diambil untuk mngurangi tahanan tarik adalah dengan menggetarkan mole plow. Berdasarkan penelitian sebelumnya, getaran dapat menurunkan tahanan tarik implemen saat dioperasikan di lahan.

2. Perumusan dan penyempurnaan konsep desain

Pada tahap ini permasalahan yang ada mulai diselesaikan melalui desain konseptual. Desain konseptual meliputi beberapa alternatif desain. Dalam desain konseptual ini mulai mentukan elemen, mekanisme, dan konfigurasi unit penggetar yang memenuhi kebutuhan. Selanjutnya akan dipilih desain konseptual unit penggetar yang paling baik untuk diproses ke tahap selanjutnya.

3. Desain fungsional

Desain fungsional meliputi penentuan fungsi-fungsi dari tiap komponen penggetar.

4. Desain struktural

Desain struktural meliputi penentuan material/komponen penggetar dan perhitungan analisis teknik desain penggetar.

5. Pengumpulan bahan

Pada tahap ini material yang akan digunakan dalam manufakturing unit penggetar mulai dikumpulkan. Material ini meliputi material komponen pengetar, material sambungan motor listrik dan komponen penggetar, dan material sambungan unit penggetar dengan mole plow

(32)

19 Tidak

k

Mulai

Identifikasi masalah

Perumusan dan penyempurnaan konsep desain Desain struktural Pengumpulan bahan Pengujian kinerja Evaluasi Berhasil ? Manufakturing Pengujian fungsional Desain fungsional Analisis desain

Gambar 8. Tahapan proses penelitian. Ya

(33)

20 6. Manufakturing

Manufakturing unit penggetar adalah pembuatan unit penggetar di bengkel.

7. Pengujian fungsional

Pengujian fungsional dilakukan untuk melihat apakah unit pembangkit getaran befungsi sesuai fungsinya, yaitu menghasilkan getaran. Apabila unit pembangkit getaran ini tidak berfungsi maka proses desain akan kembali ke tahap manufakturing atau kembali ke perumusan dan penyempurnaan konsep dsain.

8. Pengujian kinerja

Pada tahap ini kinerja mole plow yang telah dilengkapi unit pembangkit getaran akan diuji di lahan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan traktor roda empat. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya amplitudo getaran, frekuensi getaran, draft, kecepatan maju traktor, dan kedalaman operasi mole plow getar di lahan.

D. UJI FUNGSIONAL UNIT PEMBANGKIT GETARAN

Uji fungsional prototip dilakukan untuk mengetahui dan memastikan tiap bagian dapat berfungsi dengan baik. Pengujian awal dilakuan untuk pengecekan kondisi mole plow pada saat digetarkan oleh unit pembangkit getaran (penggetar). Motor listrik memutarkan transmisi unit pembangkit getaran di mana kecepatan putarnya diatur oleh inverter. Pada kondisi ini penggetaran dilakukan pada berbagai frekuensi putaran. Pada saat operasi bagian penting yang harus diperhatikan adalah transmisi penggetar. Transmisi penggetar harus diperhatikan apakah sudah kokoh dan berfungsi dengan baik.

E. PENGAMATAN KONDISI TANAH

1. Kadar air tanah (soil moisture content)

Kadar air tanah (w) merupakan perbandingan antara berat air (Mw) dengan berat butiran (Ms) dalam tanah tersebut. Jumlah kadar

(34)

21 air tanah itu berbeda-beda pada setiap kedalaman. Hal ini disebabkan kadar air tanah merupakan bagian tanah yang tidak stabil, mudah bergerak dan berpindah tempat setiap saat. Perubahan kadar air tanah tersebut dapat menyebabkan perubahan nilai tahanan penetrasi dan kerapatan isi tanah (bulk density).

Pengukuran kadar air tanah dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya dengan metode gravimetric. Adapun tahapan pengukuran kadar air tanah dengan metode gravimetric adalah sebagai berikut :

a. Ambil tanah pada lahan pengujian di empat titik pengukuran secara acak dengan perlengkapan pengambil contoh tanah pada kedalaman 0-10; 10-20; 20-30; 30-40 cm dari atas permukaan tanah. Masing-masing sampel tanah dimasukan ke dalam wadah (ring sampel) sampai penuh kemudian ditutup.

b. Contoh tanah (ring + tanah basah) ditimbang, sebelumnya ring sample (ring + tutup) ditimbang terlebih dahulu.

c. Keringkan contoh tanah dengan cara memasukannya ke dalam oven pada suhu 105˚C selama lebih dari 24 jam. Kemudian timbang berat contoh tanah yang telah dikeringkan (ring + tanah kering).

d. Hitung kadar air tanah dengan menggunakan rumus (Lal dan Manoj, 2004) : % 100    Ms Ms Mw w di mana :

w adalah kadar air tanah basis kering (%)

Mw adalah massa tanah basah dalam ring simple (g) Ms adalah massa tanah kering dalam ring simple (g)

2. Tahanan penetrasi tanah

Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer yang dilengkapi dengan penampang kerucut. Luas penampang kerucut

(35)

22 yang digunakan adalah 2 cm² dan sudut kerucut 30˚. Pengukuran dilakukan pada empat titik kedalaman, yaitu 5, 15, 25, dan 35 cm.

Ak Fp CI  98 di mana :

CI merupakan tahanan penetrasi (kPa)

Fp adalah gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan massa penetrometer (kgf)

Ak adalah luas penampang (2 cm²)

F. PENGUJIAN MOLE PLOW GETAR

1. Pengukuran tahanan tarik

Pengukuran tahanan tarik dilakukan dengan cara menggandengkan mole plow getar pada traktor roda empat (disebut traktor II). Selanjutnya traktor II digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor I) yang akan menarik traktor II. Traktor I merupakan traktor Volvo 60 hp, sedangkan traktor II merupakan traktor Deutzh 70 hp. Load cell dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan antara traktor I dan traktor II dan dihubungkan dengan strain amplipier.

Load cell dipasang di antara traktor dengan tujuan untuk mengetahui besarnya gaya tarik yang terjadi pada saat traktor I menarik traktor II yaitu dengan mengetahui besarnya regangan yang terjadi pada load cell. Besarnya nilai regangan pada load cell diukur dengan strain amplipier. Data dari strain amplipier kemudian ditransfer oleh interface ke komputer (laptop) melalui pesan bluetooth. Data regangan yang terbaca secara otomatik pada laptop berupa tegangan listrik lalu diubah ke dalam mikro strain (με) dengan cara mengalikannya dengan faktor pengali dari hasil kalibrasi. Besarnya regangan yang terjadi pada load cell sama dengan besarnya gaya tarik traktor yang terjadi, yaitu dengan cara mengkonversi nilai regangan yang terukur. Berdasarkan penelitian Sigit (2009), satu mikro strain

(36)

23 Traktor II Traktor I Mole plow Strain Amp. Wireless data Logger Load cell Kompuer laptop

setara dengan dua kilo gram force (1με = 2 kgf). Tahanan tarik operasi mole plow adalah selisih dari gaya tarik ketika mole plow dioperasikan (dengan beban) dengan gaya tarik ketika mole plow tidak dioperasikan (tanpa beban). Proses pengukuran drfat bisa dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9. Skema proses pengukuran draft.

2. Pengukuran kecepatan maju

Bersamaan dengan pengukuran tahanan tarik traktor, kecepatan maju operasi diukur topwatch. Kecepatan maju operasi dihitung menggunakan rumus :

V = s/t Di mana:

V adalah kecepatan maju traktor saat pengolahan (m/s) s adalah jarak tempuh (m)

t adalah waktu tempuh (s)

3. Pengukuran kedalaman operasi

Pengukuran kedalaman operasi aktual didekati dengan cara memasukan penggaris secara tegak lurus ke dalam alur pengolahan

(37)

24

Mole plow

sampai ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Pengukuran kedalaman operasi ini dilakukan pada lima titik pada masing-masing lintasan.

4. Pengukuran amplitudo getar

Pengukuran amplitudo dilakukan di lahan, di mana posisi mole plow getar tergantung di three hitch point traktor dan blade mole plow masuk ke dalam tanah sedalam 40 cm. Pengukuran amplitudo dilakukan pada saat traktor diam. Pengambilan data amplitudo menggunakan kamera digital yang diletakan di belakang mole plow getar. Ketika mole plow getar bergetar simpangannya akan terekam oleh kamera. Penggetaran dilakukan pada beberapa frekuensi putaran motor dan pada berbagai panjang beam mole plow.

Data hasil rekaman kamera digital diolah menggunakan software corel paint. Data kemudian dibuka per frame rekaman dan tiap perpindahan frame rekaman dilakukan penandaan pada suatu titik pada mole plow getar. Perpindahan titik tersebut yang akan memperlihatkan amplirudo getar.

Gambar 10. Skema pengukuran amplitudo getaran.

5. Pengukuran daya penggetaran

Pengukuran daya penggetaran dilakukan pada saat penggetaran dilakukan. Arus listrik dan tegangan listrik dari alternator diukur oleh

Kamera

(38)

25 multitester digital. Pengukuran arus dan tegangan dilakukan pada tiap frekuensi penggetaran. Daya listrik diperoleh dari perkalian tegangan dan arus pada masing-masing frekuensi penggetaran.

W = η*V*I di mana:

W adalah daya listrik/daya penggetaran (Watt) V adalah tegangan (volt)

I adalah arus listrik (amper) η adalah factor daya = 0.8

(39)

26 IV. ANALISIS RANCANGAN

A. RANCANGAN FUNGSIONAL

Ide rancangan penggetaran mole plow adalah mengaplikasikan forced vibrations pada kantilever beam dari mole plow. Beam mole plow terbuat dari baja S45C yang mempunyai sifat elastis dan berbentuk kantilever. Struktur beam yang berbentuk kantilever menyebabkan beam kuat terhadap tarikan ke depan dan lemah terhadap tarikan ke samping. Kondisi inilah yang membuat beam bisa dijadikan pegas yang akan bergetar apabila diberikan gaya getar ke arah samping. Penggetar berfungsi menggetarkan kantilever beam dari mole plow. Penggetaran dirancang untuk bisa dilakukan pada berbagai frekuensi agar bisa mengetahui frekuensi getar yang tepat untuk menurunkan draft mole plow. Penggetaran dirancang dengan membangkitkan gaya getar dari putaran massa unbalanced yang diputar oleh motor listrik dan dapat diseting jari-jari eksentriknya. Skema perancangan penggetar mole plow bisa dilihat pada Gambar11.

Gambar 11. Skema rancangan penggetar mole plow.

Penggetar mole plow dirancang dengan memanfaatkan prinsip eksentrisitas pusat massa. Dimana suatu massa eksentris atau unbalanced diputar pada pusat putaran tertentu. Pusat massa yang diputar berada diluar

motor listrik

kopling

penggetar

beam

(40)

27 sumbu pusat putaran sehingga terjadi ketidaksetabilan putaran. Kesetabilan putaran inilah yang akan menghasilkan getaran atau gaya penggetar. Untuk memenuhi fungsi penggetaran, penggetar mole plow terdiri dari beberapa bagian, yaitu unbalanced (piringan exciter+plat pengapit exciter), poros penggetar, tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan penggetar, dudukan tutup penggetar, sistem transmisi, dan batang kantilever.

1. Piringan Exciter

Piringan exciter berfungsi sebagai pembangkit gaya getar. Piringan exciter dirancang dengan bentuk dasar lingkaran yang dibuat sedemikian rupa sehinga profilnya merupakan serpihan dari suatu lingkaran. Pusat massa piringan exciter dirancang untk mempunyai jarak eksentrik (e) atau radius eksentrik (e) tertentu dari suatu pusat lingkaran. Dengan memutar massa piringan exciter yang berjarak e dari pusat putaran diharapkan akan terdapat suatu pussat massa yang berputar pada jarak e sehingga terjadi ketidaksetabilan putaran. Ketidaksetabilan putaran ini yang akan menimbulkan getaran. Dengan meracang jarak e pada piringan exciter maka akan bisa ditentukan besarnya gaya penggetaran dengan syarat massa exciter dan kecepatan putaran diketahui.

Pada piringan exciter dibuat dua buah lubang baut pada bagian ujungnya. Lubang-lubang tersebut berfungsi sebagai tempat mengikat piringan exciter dengan baut. Dengan diikat dua buah baut, piringan exciter akan terkunci pada posisi tertentu.

2. Plat Pengapit Exciter

Plat Pengapit exciter berfungsi untuk mengikat piringan exciter pada posisi tertentu. Pada saat diputar, pusat massa piringan exciter dijaga agar tetap berotasi dengan jarak e tetap terhadap pusat putaran sesuai penyetingan di awal pemasangannya. Plat pengapit exciter berfungsi mengapit piringan exciter agar tetap terjaga pada posisi awalnya.

(41)

28 Piringan exciter diikat pada plat pengapit exciter oleh dua buah baut supaya terkunci pada posisi tertentu. Sementara plat pengapit exciter diikat pada poros penggetar. Pada saat poros penggetar diputar, plat pengapit exciter akan meneruskannya ke piringan exciter sehingga piringan exciter berputar.

Plat pengapit exciter berjumlah dua buah. Pada masing-masing plat pengapit exciter dibuat lima buah lubang yang posisinya sama pada kedua plat. Sehingga tiap lubang dari kedua plat berpasangan satu sama lain untuk mengikatkan baut. Dimana empat pasang lubang berfungsi untuk perubahan posisi pengikatan baut. Sementara satu pasang lubang tidak mengalami perubahan posisi pengikatan untuk menjadi tumpuan perputaran atau perubahan posisi piringan exciter pada plat pengapit exciter. Dengan membuat empat buah lubang, posisi piringan exciter pada plat pengapit exciter bisa diubah pada empat posisi. Dengan cara memutar piringan exciter pada plat pengepit exciter sampai menemukan lubang baut pada posisi yang dinginkan lalu menguncinya dengan baut, maka posisi e akan bisa diubah-ubah sesuai keinginan.

Pada plat pengapit exciter dibuat sebuah alur pasak. Alur pasak ini berfungsi untuk mengikatkan plat pengapit exciter pada poros penggetar. Untuk memperkuat ikatan pada plat pengapit exciter dibuat naf pada salah satu sisinya.

3. Poros Penggetar

Poros penggetar berfungsi meneruskan tenaga putar dari flexible coupling ke komponen penghasil getaran yaitu plat pengapit exciter dan piringan exciter. Tenaga putar dari flexible coupling mula-mula diteruskan ke plat pengapit exciter kemudian plat pengapit exciter memutar piringan exciter yang diapitnya. Dengan kondisi piringan exciter yang unbalanced maka tenaga putar ini akan menghasilkan getaran pada komponen penggetar.

(42)

29 Gambar 12. Piringan exciter terpasang pada plat pengapit exciter pada posisi e

max dan e min .

Pada poros penggetar dibuat dua buah alur pasak. Alur pasak ini berfungsi untuk membenamkan pasak yang akan mengikat poros penggetar dengan plat pengapit exciter. Dengan memasang pasak antara poros penggetar dengan plat pengapit exciter diharapkan pada saat berputar tidak terjadi slip putaran pada sambungan poros penggetar dan plat pengapit exciter.

4. Tutup Penggetar

Tutup penggetar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu sebagai tempat memasang bearing yang menahan poros penggetar, sebagi tempat bertumpu pipa penggetar, dan sebagai penyalur getaran dari bearing ke dudukan penggetar. Tutup penggetar berjumlah dua dan pada salah satu sisi dari masing-masing tutup penggetar dipasang bearing untuk tumpuan poros penggetar. Pada saat timbul getaran dari piringan exciter, plat pengapit exciter ikut bergetar. Selanjutnya getaran tersebut menggetarkan poros penggetar dan poros penggetar meneruskan getaran tersebut pada bearing. Tutup penggetar menerima getaran dari bearing dan meneruskanya ke dudukan penggetar. Getaran ini selanjutnya diteruskan ke beam mole plow oleh dudukan penggetar.

piringan exciter plat pengapit exciter

lubang penyetelan e

poros penggetar baut pengikat

(43)

30 Gambar 13. Dua alternatif sketsa rancangan tutup penggetar. Ada perbedaan antara kedua tutup penggetar. Tutup penggetar bagian depan dipasang mati tidak bisa dilepas dari dudukan tutup penggetar. Pada tutup bagian belakang dibuat kupingan untuk mengikat tutup penggetar dengan dudukan penggetar mengguakan ikatan baut. Dengan menggunakan ikatan baut, tutup penggetar bagian belakang bisa dibuka untuk memudahkan membuka baut yang mengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter pada saat penyetelan radius eksentrik.

5. Pipa Penggetar

Untuk menutupi piringan exciter dan plat pengapit exciter maka di antara tutup penggetar dipasang sebuah pipa besi. Selain sebagai kesing dari penggetar pipa penggetar berfungsi juga untuk memperkuat tutup penggetar dalam menyalurkan getaran. Dengan adanya pipa penggetar yang diikat oleh baut pada tutup penggetar, getaran pada masing-masing tutup akan terhubung sehingga mengurangi beban yang ditahan oleh masing-msing tutup.

(44)

31 Gambar 14. Dua alternatif sketsa pipa penggetar.

6. Dudukan Tutup Penggetar

Dudukkan tutup penggetar memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai mounting dari tutup penggetar, penguat struktur tutup penggetar, dan penyalur getaran dari tutup penggetar ke dudukan penggetar melalui ikatan baut. Tutup penggetar dipasang berdiri pada dudukan tutup penggetar. Dengan berdiri pada dudukan tutup penggetar, beban dari massa komponen-komponen pengetar yang telah disebutkan di atas bertumpu pada dudukan tutup penggetar. Getaran yang timbul pada tutup penggetar akibat penggetaran piringan exciter akan tersalurkan pada dudukan tutup penggetar.

Gambar 15. Dua alternatif sketsa dudukan tutup penggetar.

7. Dudukan Penggetar

Fungsi dari dudukan penggetar adalah sebagai mounting dari penggetar dan sebagai penyalur getaran yang timbul pada penggetar ke beam mole plow. Dudukan penggetar menghubugkan penggetar

(45)

32 pada beam mole plow. Dengan terhubungnya penggetar dan beam mole plow, getaran dari penggetar tersalurkan pada beam mole pow. Karena sifat elastis dari beam mole plow yang meupakan batang kantilever, maka dengan penggetaran tersebut akan timbul getaran struktur pada beam mole plow. Selanjutnya getaran struktur tersebut menggetarkan blade mole plow yang masuk ke dalam tanah.

Gambar 16. Sketsa dudukan penggetar.

8. Sistem Transmisi

Sistem transmisi yang dipergunakan pada penggetar mole plow adalah kopling. Kopling berfungsi untuk menyalurkan tenaga dari motor listrik ke pembangkit getaran. Kopling terdiri dari kopling flens, flexible coupling dan kopling freewheel. Kopling flens fungsinya menyalurkan tenaga dari flexible coupling ke poros penggetar. Flexible coupling berfungsi menyalurkan tenaga dari kopling freewheel ke kopling flens serta meredam getaran dari pembangkit getaran agar tidak merusak motor listrik. Kopling freewheel berfungsi menyalurkan tenaga dari motor listrik ke flexible coupling serta memutuskan tenaga dari putaran pembangkit getaran ke motor listrik saat motor listrik dimatikan.

9. Batang Kantilever

Batang kantilever berfungsi sebagai rangka tarik dari blade mole plow dan sebagai pegas penggetar. Batang kantilever akan menimbulkan getaran struktur ketika mendapatkan gaya getar dari

(46)

33 unbalanced (piringan exciter+plat pengapit exciter). Batang kantilever merupakan bagian dari mole pow yaitu bagian beam mole plow.

B. RANCANGAN STRUKTURAL

Perancangan alat dan mesin memerlukan perhitungan atau simulasi tertentu untuk mewujudkanya secara struktural. Perhitungan tersebut menyangkut perhitungan gaya, beban dan perhitungan mengenai pemilihan bentuk serta bahan suatu struktur. Sementara simulasi bisa dilakukan dengan menggunakan CATIA. Hasil perhitungan dan simuasi ini terwujud dalam bentuk ukuran, bahan dan bentuk yang akan digunakan dalam merancang bagian komponen alat atau mesin. Dengan melakukan hal tersebut terjadinya kerusakan pada alat dan mesin yang telah dirancang dapat dicegah.

Sebelum melakukan perhitungan mengenai struktur unit pembangkit getaran, terlebih dahulu dilakukan perhitungan pendahuluan. Perhitungan ini mengenai perhitungaan gaya penggetaran. Gaya penggetaran yang direncanakan didasarkan pada tahanan tanah. Berdasarkan hasil penelitian Dito (2009) di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian IPB di Leuwikopo, tahanan tanah pada arah depan terhadap subsoiler getar berkisar 10.3-11.8 kN. Sedangkan pada arah sampinng tahanan tanah (𝐹𝑡𝑎𝑛𝑎 𝑕) diasumsikan sekitar 20% tahanan tanah arah depan yaitu sekitar 2000 N. Gambar 17 menunjukan skema kebutuhan gaya getar (𝐹𝑔𝑒𝑡𝑎𝑟 ). Mole plow direncanakan beroperasi pada kedalaman (a) 50 cm dan jarak (𝐹𝑔𝑒𝑡𝑎𝑟 ) ke dalam tanah (b) sekitar 100 cm. Oleh karena itu, penggetaran direncanakan dilakukan di sekitar 4000 N.

(47)

34 𝐹𝑡𝑎𝑛𝑎 𝑕Type equation here.

Gambar 17. Skema kebutuhan gaya getar.

Besarnya gaya penggetaran dipengaruhi oleh massa unbalanced (m), jari-jari eksentrik (e), dan kecepatan putar (ω). Massa eksentrik unit pembangkit getaran (unbalanced) rencana dan jari-jari eksentrik rencana diperoleh dari simulasi pada CATIA. Unbalanced dirancang pada empat jari-jari eksentrik tergantung posisi penguncian piringan exciter pada plat pengapit exciter oleh baut pengikat. Akan tetapi pada perancangan diambil jari-jari eksentrik terbesar. Kecepatan putar maksimum direncanakan sebesar 1000 rpm sesuai dengan kecepatan maksimum dari PTO traktor. Gaya penggetaran (F getar) dihitung berdasarkan persamaan berikut (James et.al, 1994) :

Gaya penggetaran

F

getar

me

2………(1)

Jari-jari eksentrik e  x2z2………(2)

Jari-jari eksentrik adalah jarak titik berat dari pusat putaran. Karena gaya penggetaran diaplikasikan pada bidang xz maka jari-jari eksentrik berada pada bidang tersebut. Koordinat titik berat pada sumbu x dan z berturut-turut adalah 11 mm dan 31 mm. Dari hasil simulasi di CATIA untuk memperoleh gaya penggetaran sekitar 4000 N maka massa rencana unbalanced dan jairi-jari eksentrik berturut-turut adalah sebesar 11.678 kg dan 0.03 m. Gaya penggetaran berdasarkan kondisi tersebut sebesar 4222.13 N.

ω

𝐹𝑔𝑒𝑡𝑎𝑟Type equation here.

𝐹𝑡𝑎𝑛𝑎 𝑕Type equation here.

b

(48)

35 Gambar 18. Penentuan titik berat dan massa unbalanced (piringan exciter

+plat pengapit exciter) berdasarkan simulasi CATIA.

1. Poros Penggetar

Poros penggetar direncanakan memiliki diameter sebesar 25 mm dan bahan S55C. Hal ini dilakukan brdasarkan ukuran bearing, ukuran poros, dan bahan poros yang banyak tersedia di pasaran. Sebagai acuan dalam perhitungan, daya putar yang disalurkan ke penggetar dari motor listrik 2 hp dengan kecepatan putar perancangan maksimum 1000 rpm. Berikut merupakan perhitungan ukuran diameter poros dan alur pasak yang direncanakan (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997).

Daya rencana (Pd) = fc * P………..(3) Momen puntir rencana (T) = 9.74 * 105 (Pd/n)……….. (4)

Gambar

Gambar 1. Drainase mole pada penampang melintang lahan.
Gambar 2. Mole plow ketika beroperasi di lahan.
Gambar 3. Retakan yang terbentuk pada drainase mole  (Smart dan Herbertson, 1992).
Gambar 4 menunjukan suatu unit pembangkit getaran yang digunakan  pada penggetar pohon
+7

Referensi

Dokumen terkait

En definitiva, la posibilidad de las autoras de los blogs de expresarse en primera persona sin ninguna mediación institucional permite una mayor presencia de textos e imágenes

Sedangkan pene litian ya ng akan Penulis lakukan bertitik tolak pa da bagaim ana sistem penentuan form asi jabatan notaris di Kabupa ten Slem an itu dijala nkan, serta

Berdasarkan paparan latar belakang peneilitian, peneliti berfokus pada bagaimana strategi kampanye kegiatan Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia yang dilaksanakan pada tahun

Misal: harga 1 buah mangga adalah x dan harga 1 buah jeruk adalah y Maka model matematika soal tersebut di atas

Kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini yaitu perawatan sistem kelistrikan gedung RSG- GAS menggunakan metoda Non Destructive Testing (NDT) dapat dimanfaatkan untuk

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. Kеgіаtаn dіvеrsіfіkаsі pеrusаhааn dеngаn mеnggunаkаn pеndаnааn mеlаluі lеvеrаgе , mаkааkаn mеnіmbulkаn t і ngg іnyа

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh tokoh Komar terhadap tokoh Nuraeni digambarkan jelas pada skema aktan ketiga, saat Nuraeni menjadi objek KDRT yang

seberapa besar tingkat risiko kredit macet dengan membandingkan antara Non Performing Loan Bank Kaltim dari Tahun 2010 sampai Tahun 2015 jika dibandingkan dengan