• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

NOMOR 5 TAHUN 2005

TENTANG

PAJAK REKLAME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PARIGI MOUTONG,

Menimbang :

Mengingat :

a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, maka diperlukan peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan yang berdaya guna dan berhasil guna berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

b. bahwa salah satu kewenangan Pemerintah Kabupaten adalah menyelenggarakan pajak reklame yang harus dilaksanakan secara sederhana, efektif, berdasarkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Reklame;

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986 ) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong Di Provinsi Sulawesi Tengah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4185 ) ;

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258 );

(3)

10.Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);

11.Peraturan Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 1 Tahun 2004 tentang Kewenangan Kabupaten Parigi Moutong Sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 4 seri E Nomor 3 );

12.Peraturan Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 4 Tahun 2004 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Parigi Moutong ( Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 7 Seri D Nomor 2);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG dan

BUPATI PARIGI MOUTONG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK REKLAME

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

2. Bupati adalah Bupati Parigi Moutong.

3. Pejabat yang ditunjuk selanjutnya disebut Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

4. Pajak Reklame yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame.

(4)

5. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat di lihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.

6. Panggung/lokasi reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa buah reklame.

7. Penyelenggara Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.

8. Kawasan/zone adalah batasan-batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan wilayah tersebut yang dapat digunakan untuk pemasangan reklame.

9. Nilai jual Obyek Pajak Reklame adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame termasuk dalam hal ini adalah biaya / harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran / ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame rampung, dipancarkan, diperagakan, ditayangkan dan atau terpasang ditempat yang telah diizinkan.

10.Nilai strategis lokasi reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha.

11.Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi, organisasi sosial politik atau oraganisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

12.Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah.

13.Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang .

14.Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(5)

15.Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwin kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin.

16.Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek pajak dan/atau bukan obyek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah. 17.Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang

digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan Pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditetapkan oleh Bupati.

18.Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.

19.Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

20.Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

21.Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

22.Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

23.Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda.

24.Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPBLB, SKPDN atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang dianjurkan oleh Wajib Pajak.

25.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

26.Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana Perpajakan Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

(6)

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2

Dengan nama pajak reklame dipungut pajak sebagai pembayaran atas setiap penyelenggaraan reklame.

Pasal 3

(1) Obyek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame.

(2) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Reklame Papan/Billboard/Adeotron/Megatron;

b. Reklame Kain;

c. Reklame Melekat (stiker); d. Reklame Selebaran;

e. Reklame Berjalan, termasuk pada kendaraan; f. Reklame Udara;

g. Reklame Suara; h. Reklame Film/Slide; i. Reklame Peragaan.

Pasal 4

Dikecualikan dari obyek pajak reklame adalah :

a. Penyelenggaraan reklame melalui Internet, Televisi, Radio, Warta Harian, Warta Mingguan, Warta Bulanan dan sejenisnya.

b. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 5

(1) Subyek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau melakukan pemesanan reklame.

(2) Wajib Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame.

BAB III

DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 6

(1) Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame.

(2) Nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan dan ukuran media reklame.

(7)

Pasal 7

(1) Tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus) dari nilai sewa reklame.

(2) Nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(3) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK REKLAME Pasal 8

Pajak reklame yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Parigi Moutong.

Pasal 9

Besarnya pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.

BAB V

PEMBAGIAN HASIL PEMUNGUTAN Pasal 10

(1) Hasil penerimaan pajak diperuntukkan sebesar 10 % ( sepuluh perseratus) bagi desa di wilayah Kabupaten Parigi Moutong.

(2) Bagian Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Desa.

BAB VI

MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH

Pasal 11

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu pemasangan reklame.

Pasal 12

Pajak terutang adalah pada saat diterbitkannya SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(8)

Pasal 13

(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.

(3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VII

TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 14

Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan.

Pasal 15

(1) Pajak dipungut berdasarkan penetapan Bupati atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. (2) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakaan SKPD

atau Dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB dan atau SKPDKBT.

(4) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) dan ayat ( 3 ) dapat diterbitkan STPD, surat keputusan pembetulan , surat keputusan keberatan dan putusan banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN Pasal 16

(1) Dalam jangka 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan:

a. SKPDKB; b. SKPDKBT; c. SKPDN.

(2) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak terutang terlambat atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (Dua Perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;

(9)

b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (Dua Perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari sejak saat terutangnya pajak;

c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan bunga sebesar 25% (Dua Puluh Lima Perseratus) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (Dua Perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(3) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan bunga sebesar 100% (Seratus Perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(4) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(5) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (Dua Perseratus) sebulan.

(6) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Pasal 17

(1) Bupati menentukan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh hari) hari setelah saat terutangnya pajak.

(2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, surat keputusan pembatalan dan surat keputusan yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

(3) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan. (4) Tata cara pembayaran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran

(10)

Pasal 18

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, SKPDKB,SKPDKBT, STPD dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.

(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang belaku.

Pasal 19

(1) Pembayaran Pajak dilunasi sekaligus.

(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % ( dua perseratus ) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2 % ( dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMISTRASI

Pasal 20

(1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :

a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;

b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar;

c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

(2) Permohonan pembentulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati, atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)

(11)

hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.

(3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati

atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan, pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pegurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.

BAB X

KEBERATAN DAN BANDING Pasal 21

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu :

a. SKPD; b. SKPDKB; d. SKPDKBT; e. SKPDLB; f. SKPDN;

g. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, atau tanggal pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang jelas, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.

(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.

(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 22

(1) Wajib Pajak hanya dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.

(12)

(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 23

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB X

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 24

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang – kurangnya :

a. Nama dan alamat Wajib Pajak; b. Masa pajak;

c. Besarnya kelebihan pajak; d. Alasan yang jelas.

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui dan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua Perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

(13)

BAB XII

K E D A L U W A R S A Pasal 25

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.

(2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:

a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa; atau

b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 26

Dalam hal Wajib Pajak tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) tiap bulan dari pajak yang terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STPD.

BAB XIV P E N Y I D I K A N

Pasal 27

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;

d. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

(14)

e. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;

f. Menyuruh berhenti dan/atau, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c ;

g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah; h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

i. Menghentikan penyidikan;

j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XV

KETENTUAN PIDANA Pasal 28

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan

tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (Empat) kali jumlah pajak yang terutang.

(3) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 29

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 30

Hal-hal sepanjang mengenai teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(15)

Pasal 31

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong.

Ditetapkan di Parigi

Pada tanggal 25 Juli 2005

Diundangkan di Parigi Pada tanggal 25 Juli 2005

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Drs. TASWIN BORMAN, M.Si Pembina Utama Muda

NIP. 010 081 665

(16)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 5 TAHUN 2005

TENTANG PAJAK REKLAME

I. UMUM

Bahwa Pajak Daerah merupakan sumber Pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah untuk memantapkan otonomi Daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah Kabupaten Parigi.

Dalam rangka pembaharuan sistem perpajakan Daerah yang mengarah pada sistem yang sederhana, adil, efektif dan efisien yang dapat menggerakan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan daerah, maka telah ditetapkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000.

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini diharapkan Penerimaan Daerah disektor Pajak Reklame akan dapat ditingkatkan sehingga akan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam menunjang pembiayaan pembangunan Daerah di Kabupaten Parigi Moutong.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas

(17)

Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12

Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis nota perhitungan.

Pasal 13

Cukup Jelas Pasal 14

Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pengurusan pajak, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerjasama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis pajak secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan pajak yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya.

Pasal 15 Ayat (1)

Tata cara pengenaan pajak yaitu ditetapkan oleh Bupati atau dibayar sendiri oleh wajib pajak.

Cara pertama pajak dibayar oleh Wajib Pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Bupati melalui SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Cara kedua pajak dibayar sendiri adalah pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk mengehitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPPD.

Ayat (2)

Bagi Wajib Pajak yang dibayar sendiri adalah pengenaan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPPD.

Ayat (3)

Bagi Wajib Pajak yang memenuhi kewajibannya dengan cara membayar sendiri diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan SPPD. Apabila Wajib Pajak yang diberikan kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang tidak memenuhi

(18)

kewajibannya sebagaimana mestinya dapat diterbitkan SKPDKB dan/atau SKPDKBT yang menjadi sarana penagihan.

Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Cukup Jelas Pasal 31 Cukup Jelas

Referensi

Dokumen terkait

dalam bahasa fikih adat kebiasaan tersebut ialah (Urf) masyarakat boleh ketika tidak bertentangan dengan Syar’i. Dengan berdasarkan

Data hasil penelitian pengaruh dosis vaksin ND inaktif pada itik betina terhadap jumlah sel darah putih yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.. Data hasil

Dari kedua studi kasus di atas terlihat bahwa dengan memperhitungan terlebih dahulu jumlah radio perunut yang akan diinjeksikan, studi interkoneksi antar sumur dapat

Dalam menganlisis data tersebut digunakan metode analisis deskriptif, yakni menggambarkan terlebih dahulu bagaimana proses dan pembelajaran dan pengembangan ilmu falak

1) Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan MLR dalam penelitian ini maka disimpulkan bahwa ada indikasi praktik manajemen laba riil pada perusahaan yang terdaftar

Pada tes uji tingkat performance penulis menggunakan tools berupa httperf dan ab (apache benchmark) sebagai uji beban serta teknik analisis yang digunakan adalah

Kota merupakan pusat pertumbuhan. Kencenderungan pertumbuhan penduduk yang pesat adalah terkonsentrasi pada wilayah- wilayah tertentu yang dianggap sebagai pusat

Standarisasi aluminium digunakan untuk menggolongkan logam aluminium paduan berdasarkan komposisi kimia, penetapan standarisasi logam aluminium menurut American