404
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)
U R L : h t t p s : / / j i a p . u b . a c . i d / i n d e x . p h p / j i a p
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Semarang 2011-2031 untuk Pembangunan Berkelanjutan
Ika Istandia a
a
BPN Kanwil Propinsi Jawa Tengah, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
———
Corresponding author. Tel.: +62-821-4765-7893; e-mail: istandia@gmail.com
I N F O R M A S I A R T IK E L A B S T R A C T
Article history:
Dikirim tanggal: 05 November 2019 Revisi pertama tanggal: 26 November 2020 Diterima tanggal: 30 November 2020 Tersedia online tanggal: 14 Desember 2020
The preparation of this Strategic Environmental Assessment (SEA) is mandatory for the Government and Local Governments. Based on these obligations, the SEA Semarang City Spatial Planning Revised for 2011-2031 was prepared with the aim of improving the quality of the Regional Spatial Planning which so far has not been able to solve the City's problems, such as floods and tides. This study aims to determine the process of drafting the 2011-2031 Regional Spatial Planning for the City of Semarang. The research method that will be used is descriptive qualitative method. Based on the results involving stakeholders, such as the Government, the private sector and the community (Academics and non-Government Organizations). The process of preparing the SEA does not yet reflect the maximal sustainable values (interdependency, equilibrium and justice). This is because the analysis carried out is less detailed due to data and budget limitations, so the results of the studies conducted affect the formulation of recommendations for Policies, Plans and/ or Programs (PPP).
INTISARI
Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) bersifat wajib bagi pemerintah dan pemerintah daerah. Atas dasar kewajiban tersebut, KLHS untuk Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang 2011-2031 disusun dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas RTRW Kota Semarang 2011-2031 yang selama ini dirasa belum mampu menyelesaikan persoalan Kota Semarang, seperti salah satunya adalah banjir dan rob yang terus melanda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2031 Kota Semarang. Metode penelitian yang akan dipergunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil penetian, penyusunan KLHS ini melibatkan stakeholder, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat (akademisi). Proses penyusunan KLHS tersebut belum mencerminkan nilai-nilai berkelanjutan (keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan) secara maksimal. Hal ini dikarenakan analisa yang dilakukan kurang detail akibat adanya keterbatasan data dan keterbatasan anggaran, sehingga hasil kajian yang dilakukan berpengaruh terhadap perumusan alternatif dan penyusunan rekomendasi kebijakan, rencana dan/ atau Program (KRP) yang dihasilkan.
2020 FIA UB. All rights reserved.
Keywords: Strategic Environmental Assessment (SEA), Regional Spasial Plan, sustainable dvelopment, Semarang City
JIAP Vol 6, No 3, pp 404-414, 2020 © 2020 FIA UB. All right reserved ISSN 2302-2698 e-ISSN 2503-2887
405 1. Pendahuluan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011. RTRW tersebut merupakan bagian dari Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang mengatur rencana struktur dan rencana pola ruang. Namun demikian RTRW yang telah disusun tersebut hingga saat ini dirasakan belum mampu menyelesaikan permasalahan Kota Semarang seperti salah satunya adalah banjir dan rob. Potensi banjir dan rob tersebut selain memang dikarenakan bentuk topografi Kota Semarang sendiri yang berupa dataran tinggi dan dataran rendah, tetapi juga dikarenakan adanya tingkat pertumbuhan area terbangun yang tinggi pada daerah dataran tinggi. Bencana banjir juga dipengaruhi oleh tingginya curah hujan akibat dampak dari perubahan iklim. Luasan bencana banjir pada Tahun 2015 yang berhasil diidentifikasi di Kota Semarang terlihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Area Terendam Banjir di Kota Semarang 2015
No Kecamatan Total Area
Terendam (Ha) 1 Genuk 245,0 2 Gayamsari 149,8 3 Semarang Timur 4,9 4 Semarang Utara 37,0 5 Tugu 100,0
6 Ngaliyan tidak teridentifikasi
Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2017
Potensi rob juga mengancam kawasan pesisir Kota Semarang, yaitu di Kecamatan Semarang Utara, Genuk, Semarang Barat, dan Tugu, dengan jumlah sekitar 45 desa rawan rob seperti terlihat pada Tabel 2. Sehingga diperkirakan juga banyak tanah milik warga yang hilang.
Tabel 2 Identifikasi Daerah Rob Tahun 2016
No Kecamatan Luas (Ha) (%)
1 Semarang Barat 459,24 10,88%
2 Tugu 1.385,48 32,81%
3 Semarang Utara 1.043,59 24,72%
4 Genuk 1.333,92 31,59%
Jumlah 4.222,23 100,00%
Sumber: Bappeda Kota Semarang, 2017
Selain dikarenakan persoalan diatas, Kota Semarang juga telah mengalami dinamika pembangunan seperti halnya Progam Strategis Nasional yang belum terakomodir didalam RTRW Provinsi Jawa Tengah dan RTRW Kota Semarang 2011-2031. RTRW Provinsi Jawa Tengah 2011-2031 telah dilakukan revisi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2009-2029. Oleh karena itu RTRW Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 juga perlu untuk dilakukan revisi. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang; yang menyatakan bahwa RTRW memiliki masa berlaku 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali atau revisi yang dilakukan satu kali dalam lima tahun dengan maksud untuk menyempurnakan materi RTRW sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pembangunan masa depan.
Dengan adanya perubahan atau revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 yang pertama kali ini, maka terjadi pula perubahan kebijakan, rencana dan/ atau program (KRP) tata ruang. Sebagaimana diamanahkan didalam Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; yang menyatakan bahwa setiap dokumen yang mengandung unsur KRP wajib didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Sehingga dengan adanya revisi terhadap RTRW Kota Semarang 2011-2031, maka KLHS untuk revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 juga harus disusun. KLHS tersebut disusun dalam waktu sekitar lima bulan.
KLHS merupakan alat untuk memperbaiki RTRW. Penyusunan KLHS ini merupakan kewajiban dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Selain diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tersebut diatas, KLHS khususnya KLHS RTRW diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis; dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 69 Tahun 2017. Namun demikian, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun kebijakan turunannya tersebut, merupakan instrumen lingkungan hidup dalam arti yang sempit bukan lingkungan hidup dalam arti luas (Karuniasa, 2019). Penyusunan KLHS diharapkan tidak hanya sekedar dalam perlindungan dan pengelolaan aspek lingkungan fisik, namun juga untuk membangun sistem ekonomi, sosial, dan lingkungan yang seimbang, yang berarti mewujudkan pembangunan berkelanjutan. KLHS harus mengandung unsur partisipatif, yang artinya dalam proses penyusunannya membutuhkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholder). KLHS juga harus mengandung nilai-nilai berkelanjutan
dengan menerapkan unsur-unsur pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang
dimaksud adalah pembangunan yang bisa mencukupi kebutuhan generasi saat ini dengan tidak mengurangi atau menghapuskan kesempatan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan serta aspirasinya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis “Bagaimanakah proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
406 2011-2031 Kota Semarang dilihat dari aktor-aktor yang terlibat dan dilihat dari nilai-nilai berkelanjutan, yaitu nilai keterkaitan, keseimbangan dan keadilan?”.
2. Teori
2.1 Perencanaan dan Pembangunan Berkelanjutan
Makna dari perencanaan sangat tergantung dari paradigma yang dianut. Perencanaan menurut Conyers & Hill (1984) dalam Djunaedi (2012) adalah
Sebuah proses yang berkelanjutan yang
menghasilkan keputusan-keputusan, atau
pilihan-pilihan, tentang alternatif cara penggunaan
sumberdaya-sumberdaya yang memungkinkan,
dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari tujuan dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang”.
Terdapat empat macam pendekatan perencanaan di Indonesia, yaitu (a) Penyusunan rencana Induk
(Master Planning); (b) Penyusunan Rencana Umum (Rational Comprehensive Planning); (c) Perencanaan Strategis (Strategic Planning); dan (d) Perencanaan
Partisipasi (Participatory Planning). Perbedaan
pendekatan tersebut antara lain dapat dilihat dari aspek pelaku dominan, dalam arti “siapa” atau “pihak mana” yang mendominasi proses perencanaan, dikombinasikan dengan aspek “warna” atau “teori” politik yang mendominasi. Perencanaan Rational Comprehensive Planning dan Perencanaan strategis cukup popular digunakan dalam kegiatan perencanaan pembangunan kota (Hariyono, 2017, p. 110). Dilihat dari sudut waktu, Rational Comprehensive Planning bersifat jangka panjang (20-25 tahun) sedangkan Perencanaan strategis bersifat jangka pendek (3-5 tahun).
Menurut Allison & Kaye (2005) dalam Djunaedi (2012, p. 45) mendefinisikan perencanaan strategis sebagai berikut:
Suatu proses yang sistematis yang disetujui organisasi dan bersama pihak-pihak pemangku
kepentingan (stakeholders) - membangun
komitmen/ kesepakatan terkait penentuan prioritas-prioritas yang penting untuk menjalankan misi dan
responsive/ tanggap terhadap lingkungannya.
Perencanaan strategis memberi pedoman arah bagi pengadaan dan pengalokasian sumberdaya untuk mencapai prioritas-prioritas tersebut.
Ada lima karakter penting dalam perencanaan strategis, yaitu (a) Strategis, dalam arti melibatkan upaya pemilihan cara terbaik untuk merespon lingkungan yang
bersifat dinamis, penuh kompetisi dan kadang rawan; (b) Sistematis, proses perencanaannya bersifat terstruktur
dan berdasar data; (c) Mengandung pemilihan prioritas;
(d) Proses untuk membangun kesepakatan; dan (e) Menjadi pedoman arah bagi pengadaan dan
pengalokasian sumber daya. Selain hal tersebut, perencanaan strategis bukan berdasar prediksi kemasa
depan dalam jangka panjang, tapi berdasar pertimbangan kondisi saat ini dilakukan perkiraan 3-5 tahun kedepan. Hal ini berdasarkan atas pemikiran bahwa lingkungan yang dihadapi bersifat dinamis, rentan perubahan, sehingga perencanaan strategis “tidak berani” membuat prediksi jangka panjang (20-25 tahunan).
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang lebih baik bagi masyarakat, dan dilakukan dengan norma-norma atau nilai-nilai tertentu (Hariyono, 2017, p. 21). Sehingga perencanaan pembangunan adalah merupakan suatu tahap awal dalam proses pembangunan yang menjadi
bahan pedoman atau acuan bagi pelaksanaan
pembangunan (action plan), yang oleh karenanya perencanaan pembangunan seharusnya implementatif dan aplikatif. Konsep perencanaan pembangunan pada dasarnya harus fokus pada kebutuhan dasar manusia, tetapi tidak boleh mengesampingkan faktor pengelolaan lingkungan agar pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan. Menurut Nugroho & Rockhmin (2004), perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan suatu daerah sebagai area/ wilayah pembangunan membentuk konsep perencanaan pembangunan daerah (PPD), yaitu sebagai berikut:
Suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan ke arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah atau daerah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tapi tetap berpegang pada azas prioritas.
Perencanaan pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang terarah dengan mempertimbangkan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang
mengisyaratkan bahwa hasil-hasil pembangunan,
termasuk dampak-dampaknya harus dapat
mengantisipasi akan kebutuhan generasi selanjutnya (Hariyono, 2017). Sehingga pembangunan selanjutnya harus menempatkan aspek-aspek sosial dan lingkungan bukan saja sebagai kerangka (dan wadah) dasar tapi juga memprioritaskannya sebagai tujuan secara umum yang disebut sebagai pembangunan berkelanjutan.
Paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan paradigma baru dipercaya mampu menggeser beberapa paradigma lama, seperti paradigma pertumbuhan ekonomi (growth paradigm) dan paradigma yang menekankan pemerataan hasil-hasil pembangunan (growth with equity paradigm) (Arifin,
2001) dan masih terus dicari bagaimana
operasionalisasinya (Hadi, 2012, p. 43). Pembangunan berkelanjutan dipopulerkan melalui laporan Our Common Feature (Masa Depan Bersama) yang disiapkan
oleh World Commision on Environment and
407 Lingkungan dan Pembangunan) pada Tahun 1987 yang dikenal dengan nama Komisi Bruntland. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan WCED, yaitu sebagai berikut (1987, p. 11):
Development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tidak ada masyarakat yang secara tak sengaja menghambat kemenerusan lingkungan mereka, tetapi dengan terus berlangsungnya masalah lingkungan yang disebabkan oleh dampak negatif kegiatan manusia merupakan tanda bahwa keberlanjutan memang masih diragukan.
2.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
KLHS memiliki definisi yang sangat universal, yaitu berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan strategis
dan pendekatan dampak. Pendekatan Dampak,
menggunakan metode KLHS yang fokus pada aspek dampak lingkungan sebagaimana yang di lakukan kajian AMDAL, dimana KLHS memfokuskan pada dampak KRP terhadap lingkungan hidup, sehingga dapat di susun alternatif penyempurnaan KRP dalam meminimalisasi resiko lingkungan dan memaksimalkan manfaat. Pendekatan strategis, KLHSnya bersifat strategis, yaitu berupa perbuatan dan aktifitas yang dilakukan sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akan dicapai. Pendekatan strategis lebih banyak menekankan pada perbaikan aspek kelembagaan dibandingkan dengan dampak lingkungan.
Memperhatikan kondisi sumber daya alam, lingkungan hidup, sosial, ekonomi dan politik, serta kapasitas sumber daya manusia dan institusi dimasa mendatang, maka definisi KLHS di Indonesia adalah sebagai beriku (Pasal 1 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup):
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan, rencana, dan/ atau program.
KLHS berdasarkan atas PP Nomor 46 Tahun 2016 dilakukan melalui tiga mekanisme: a) Pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup; b) Perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan
c) Penyusunan rekomendasi perbaikan untuk
pengambilan keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Adapun tahapan penyusunannya dari masing-masing mekanisme adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Mekanisme dan Tahapan Penyusunan KLHS N
o Mekanisme
Tahapan
Penyusunan Teknik analisa 1 Pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi Lingkungan Hidup (LH) (1) Identifikasi dan Perumusan Isu Pembangunan Berkelanjutan (PB) (Pasal 8) Didapat dari konsultasi Publik dengan Pemangku Kepentingan (2) Isu PB yang paling strategis (Pasal 8)
Hasil no.(1) ditelaah dengan Pisau analisis Pasal 9 Ayat 1 (3) Isu PB Prioritas
(Pasal 9)
Hasil no.(2) ditelaah dengan Pisau analisis Pasal 9 Ayat 2 (4) Identifikasi materi muatan KRP yang berpotensi menimbulkan pengaruh pada LH (Pasal 10) Identifikasi semua materi KRP, ditelaah dengan Pisau analisis Pasal 3 ayat (2) atau Penjelasan Pasal 15 UU no.32/2009 (5) Analisis Pengaruh hasil Isu PB Prioritas dengan materi muatan KRP (Pasal 11) Analisis Pengaruh hasil (3) dengan hasil (4) (6) Kajian muatan KLHS (Pasal 13) Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung (DDDT), Jasa Ekosistem,Sumber Daya Alam,Perubahan Iklim, Keanekaragaman Hayati (kehati), Resiko Dampak LH 2 Perumusan alternatif penyempurnaan KRP Rumusan Alternatif (Pasal 14) Perubahan Tujuan, strategi pencapaian, ukuran/skala, lokasi, proses/metode, penundaan, rambu mempertahankan ekosistem, mitigasi 3 Penyusunan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan KRP Penyusunan Rekomendasi (Pasal 16) Perbaikan KRP kegiatan/usaha yang telah melampaui DDDT tidak boleh lagi
Sumber: Hasil analisis, 2019
2.3 Nilai – nilai Keberlanjutan KLHS
Nilai-nilai keberlanjutan ada tiga, yaitu keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan. Menurut Sumardjono &
Diantoro (2014) menyebutkan tentang definisi
operasional nilai-nilai berkelanjutan KLHS, yaitu sebagai berikut:
a) Keterkaitan (interdependency) merupakan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur yang lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antar wilayah, keterkaitan antar sektor, antar pemangku kepentingan, dan sebagainya;
408
b) Keseimbangan (equilibrium) merupakan
keseimbangan antar aspek, kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, dan lain sebagainya; dan
c) Keadilan (justice) maksudnya agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol
terhadap sumber-sumber alam, modal, dan
infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.
2.4 KLHS dan RTRW
KLHS harus dilakukan salah satunya dalam penyusunan dan evaluasi RTRW. Adapun tahapan penyusunan KLHS dan penyusunan RTRW dapat dilihat pada Gambar 1:
3. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sebagaimana dalam Alwasilah (2002, p. 56), yang menyebutkan tentang penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut: (a) Menyajikan bentuk yang menyeluruh (holistik) dalam menganalisis suatu fenomena; dan (b) Peka untuk menangkap informasi kualitatif deskriptif, dengan cara relatif tetap berusaha mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, yang artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai keseluruhan yang terintegrasi.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Lokasi Penelitian adalah di Kota Semarang. Lokasi ini dipilih karena Kota Semarang memiliki permasalahan perkotaan seperti banjir dan rob yang tak kunjung terselesaikan. Selain itu terjadi dinamika pembangunan, dimana terdapat program strategis nasional yang secara otomatis menimbulkan perubahan pada RTRW Kota Semarang 2011-2031. Situs penelitian berada pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Aktor yang Terlibat
Penentuan aktor (masyarakat dan stakeholder) diidentifikasi terlebih dahulu pada mekanisme pertama penyusunan KLHS sesuai PP No. 46 Tahun 2016, yaitu pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan, didalam tahapan
identifikasi dan perumusan isu pembangunan
berkelanjutan. Dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tersebut menyebutkan bahwa masyarakat dan pemangku kepentingan yang terlibat meliputi: (a) Masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkena dampak langsung dan tidak langsung dari KRP; dan (2) Masyarakat dan pemangku kepentingan yang memiliki informasi dan/ atau keahlian yang relevan dengan substansi KRP.
Adapun aktor tersebut terdiri dari unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat.
4.1.1 Pemerintah
Penyusunan KLHS merupakan kewajiban
Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
dijadikan dasar dan telah terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan, rencana, dan/ atau program (KRP). Oleh karena itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Semarang ikut terlibat dalam proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031.
a) Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat yang terlibat adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah. Keterlibatan DLHK Provinsi Jawa Tengah memberikan pembinaan teknis atas permintaan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang serta Gambar 1 Tahapan Perencanaan Tata Ruang dan
tahapan Pembuatan dan Pelaksanaan KLHS Sumber: Muta’ali, 2019
409 melakukan pembinaan dalam asistensi dan konsultasi yang dilakukan oleh pendamping teknis (konsultan perencana).
Berdasarkan Pasal 34 PP Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan KLHS; disebutkan bahwa kewenangan menteri dan gubernur adalah melakukan pembinaan, yang antara lain sebagai berikut:
a) Koordinasi Pelaksanaan KLHS;
b) Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
sosialisasi pedoman KLHS;
c) Asistensi dan konsultasi dalam pembuatan dan pelaksanaan KLHS;
d) Pendidikan dan pelatihan;
e) Pengembangan balai kliring KLHS;
f) Penyebarluasan informasi KLHS kepada masyarakat dan pemangku kepentingan; dan
g) Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dan pemangku kepentingan.
Dari uraian diatas, kewenangan oleh DLHK Provinsi Jawa Tengah masih belum maksimal sebagaimana seharusnya dalam PP Nomor 46 Tahun 2016. Sehingga jika kewenangan tersebut terpenuhi secara maksimal akan dapat menciptakan suatu sistem perencanaan yang efektif sebagaimana yang dikatakan Steiner (1979) bahwa suatu sistem perencanaan yang efektif hanya dapat didesain dan diterapkan setelah manajemen puncak memiliki pengertian yang jelas tentang perencanaan strategis. Apa yang dibuatnya dan apa yang diinginkan daripadanya, meskipun tujuan dari perencanaan strategis bercorak ragam.
b) Pemerintah Daerah
Pemerintah Kota Kota Semarang dalam hal ini walikota berperan dalam memberikan mandat kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam penyusunan KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031. OPD tersebut tergabung dalam kelompok kerja (POKJA) yang dalam hal ini disebutkan sebagai tim teknis, antara lain : Dinas Lingkungan Hidup (Ketua Kelompok Kerja), Dinas Tata Ruang (Wakil Ketua Kelompok Kerja), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda. Dinas Lingkungan Hidup merupakan leading sector. Pengambil keputusan untuk menentukan integrasi KLHS dalam perda RTRW berada di Dinas Tata Ruang.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemerintah daerah dalam proses penyusunan KLHS revisi RTRW Kota Semarang tidak selalu sama atau berbeda sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Hal ini dikarenakan waktu pelaksanaan konsultasi publik yang dilakukan DLH Kota Semarang yang mungkin bentrok dengan kegiatan OPD tim penyusun yang lain. Sehingga terlihat indikasi masih terdapat kurangnya komitmen dari anggota tim teknis penyusun. Sebagaimana dalam penelitian Wibowo (2016) salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam penyusunan KLHS adalah adanya komitmen pemerintah daerah. Olsen & Eadie (1982) menyebutkan bahwa dukungan dan komitmen stakeholder merupakan hal yang sangat penting jika perencanaan strategis ingin berhasil (dalam Bryson, 2018). Menurut Steiner (1979), suatu hal yang harus lebih diperhatikan adalah dalam pembentukan panitia. Suatu sistem perencanaan strategik formal biasanya melibatkan mutu kelompok untuk mengambil keputusan. Sudah tentu tidak jaminan, bahwa keputusan yang diambil adalah tepat, walaupun telah melalui partisipasi suatu grup. Walaupun demikian, suatu keputusan kelompok dapat lebih baik daripada oleh perorangan, sebab berbagai pemikiran dapat diajukan dan dipertimbangkan. Dilain pihak keputusan kelompok lebih jelek daripada keputusan perorangan karena hal-hal tertentu.
4.1.2 Swasta
Swasta merupakan suatu bentuk badan usaha atau private. Salah satu badan usaha yang terlibat adalah dari PT. Vasa yang bertindak sebagai tim pendamping teknis (konsultan perencana). Berdasarkan atas Pasal 14 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.69/MenLHK/Setjen/KUM.1/12/2017 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016; menyebutkan bahwa POKJA KLHS dapat dibantu oleh pakar, paling sedikit satu anggota yang memenuhi kriteria: a) Ketepatan keahlian pada isu yang dikaji; dan b) Pengalaman dibidang pembuatan dan pelaksanaan KLHS atau kajian Lingkungan Hidup yang sejenis.
Selain itu juga ada dari badan usaha PT. Java Design Consultant yang bertindak sebagai masyarakat yang tidak terkena dampak langsung. Pihak swasta yang terkena dampak langsung KRP dalam hal ini tidak diikutsertakan. Pihak swasta yang terkena dampak langsung KRP diikutsertakan pada kegiatan hearing public dalam penyusunan Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031. Hal ini kurang sesuai dengan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016; yang menyebutkan bahwa masyarakat dan pemangku kepentingan yang terlibat salah satunya adalah masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkena dampak langsung dan tidak langsung dari KRP.
Tabel 4 Kegiatan Konsultasi Publik No Mekanisme Penyusunan KLHS Nama Kegiatan Konsultasi Publik Daftar Aktor 1 Pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi LH Penjaringan Isu PB Strategis (Tanggal 20 Juni 2017) Pemerintah: Dinas Lingkungan Hidup, Bappeda, Dinas Tata Ruang, Dinas Pekerjaan
Umum, Dinas
Perumahan dan
Kawasan
410 No Mekanisme Penyusunan KLHS Nama Kegiatan Konsultasi Publik Daftar Aktor Perhubungan, Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kesehatan Swasta : PT. Java Design Consultant, PT. Vasa Masyarakat : Universitas Diponegoro (UNDIP), Biota, Green Community, Prenjak Konsultasi Publik Pembahasan Laporan Antara (Tanggal 21 September 2017) Pemerintah: Dinas Lingkungan Hidup, Bappeda, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian dan Perikanan Swasta : PT. Java Design Consultant PT. Vasa Masyarakat : UNDIP, Biota, Prenjak Konsultasi Publik Pembahasan Laporan Antara (Tanggal 22 September 2017) Pemerintah: Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tata Ruang Swasta : PT. Vasa Masyarakat : Biota Green Community 2 Perumusan alternatif penyempurnaan KRP Sinkronisasi KLHS dengan Tim Penyusun Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 (Tanggal 10 Nopember 2017) Dinas Lingkungan Hidup
Dinas Tata Ruang PT. Vasa 3 Penyusunan rekomendasi perbaikan untuk Konsultasi Publik Penyusunan KLHS Pemerintah: Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tata Ruang, Bappeda, No Mekanisme Penyusunan KLHS Nama Kegiatan Konsultasi Publik Daftar Aktor pengambilan keputusan KRP Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 (Tanggal 17 Nopember 2017) Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Swasta : PT. Java Design Consultant, PT. Vasa Masyarakat : UNDIP, Biota, Green Community, Prenjak
Sumber: Hasil analisis, 2019
4.2 Nilai-nilai Berkelanjutan
Proses penyusunan KLHS diatur didalam PP nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS. Didalam kebijakan tersebut, terdapat tiga mekanisme yang harus dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup;
b) Perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan
c) Penyusunan rekomendasi perbaikan untuk
pengambilan keputusan KRP.
KLHS dikatakan telah cukup berhasil manakala rekomendasi yang dihasilkan (telah) diintegrasikan
kedalam pengambilan keputusan KRP. Dengan
demikian, guna mencapai hasil yang diharapkan, pelaksanaan KLHS wajib menerapkan tiga nilai, yaitu
keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan. Nilai
berkelanjutan yaitu keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan merupakan salah satu tujuan dalam penyusunan KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 itu sendiri seperti tercantum dalam laporan akhir KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031.
4.2.1 Nilai Keterkaitan
Nilai keterkaitan dapat dilihat pada mekanisme pertama tentang penyusunan KLHS, yaitu pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi Lingkungan Hidup (LH). Berdasarkan Laporan Akhir KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031, disebutkan bahwa salah satu tujuan KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 adalah ditujukan untuk
mewujudkan prinsip keterkaitan, yang meliputi
keterkaitan antar wilayah, keterkaitan antar sektor dan
keterkaitan antar pemangku kepentingan. Nilai
keterkaitan sebagaimana dalam tujuan penyusunan KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 tersebut
411 merupakan kriteria penapisan yang digunakan dalam Penapisan Daftar Panjang dan Pengelompokan Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan, yaitu lintas wilayah, lintas sektor, lintas pemangku kepentingan, dan lintas waktu. Bersifat lintas wilayah baik terdiri dari beberapa kabupaten/ kota maupun terkait dengan wilayah sekitar Jawa Tengah sampai dengan nasional. Bersifat kompleks dan lintas sektor dalam konteks hubungan sebab akibat memiliki dampak yang sangat luas. Bersifat lintas pemangku kepentingan baik dalam konteks antar OPD maupun lintas stakeholder, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Bersifat lintas waktu yang artinya dalam skala tahunan maupun periode masa
pemerintahan. Nilai keterkaitan dapat dilihat
sebagaimana dalam Tabel 5. Nilai keterkaitan juga ada didalam keterkaitan antar isu strategis dan keterkaitan dengan materi muatan KRP. Keterkaitan antar isu strategis maksudnya adalah kondisi yang dapat dijelaskan dalam bentuk antara lain hubungan sebab akibat, keterkaitan hirarkis;, maupun lingkup skala, dan wilayahnya.
Tabel 5 Nilai Keterkaitan dalam Mekanisme Pengkajian Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/ atau Program
terhadap Kondisi Lingkungan Hidup
No. Tahapan
Penapisan Kriteria Penapisan
Hasil Penapisan 1 Penapisan Daftar Panjang dan Pengelompokan isu strategis Pembangunan Berkelanjutan
Analisis keterkaitan isu PB yang meliputi empat aspek yaitu (1) Lintas sektor; (2) Lintas wilayah; (3) Lintas pemangku kepentingan; (4) Lintas Waktu. Isu strategis potensial 2 Penapisan Isu Pembangunan Berkelanjutan (PB) Strategis
(1) Karakteristik Wilayah yang didasarkan pada kondisi ekosistem tertentu atau merujuk pada kondisi dengan kualitas lingkungan tertentu. Selain itu juga ditambahkan dengan merujuk pada wilayah administrasi dan geografis.
(2) Tingkat pentingnya potensi dampak dengan mengidentifikasi dampaknya terhadap besarnya jumlah penduduk, luas penyebaran, intensitas, banyaknya komponen lingkungan hidup yang terkena dampak dan sifat kumulatif dampak. (5) Keterkaitan antar isu strategis
pembangunan bekelanjutan ditunjukkan dengan hubungan sebab akibat antar isu pembangunan berkelanjutan lainnya. (6) Keterkaitan dengan materi
muatan KRP, baik RTRW, RDTR, maupun RPJM. (7) Muatan RPPLH, jika telah
memiliki RPPLH ataupun dapat mengacu RPPLH diatasnya. Namun hal ini tidak digunakan dalam prioritas isu karena dokumen RPPLH Kota Semarang belum disahkan.
Isu PB strategis
No. Tahapan
Penapisan Kriteria Penapisan
Hasil Penapisan (8) Hasil KLHS dari KRP pada
hirarki diatasnya atau disekitarnya, khususnya rekomendasi KRP dalam hal ini adalah KLHS RPJMN dan KLHS Revisi RTRW Provinsi Jawa Tengah. 3 Penapisan Isu Pembangunan Berkelanjutan (PB) Prioritas (1) Penilaian berdasarkan penggabungan Penapisan Daftar Panjang dan Pengelompokan isu strategis Pembangunan Berkelanjutan dan Penapisan Isu Pembangunan Berkelanjutan (PB) Strategis Isu PB Prioritas 4 KRP berpotensi menimbulkan dampak Tahap 1 1) Perubahan iklim; 2) Kerusakan, kemerosotan dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati; 3) Peningkatan intensitas dan
cakupan wilayah, bencana, banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
4) Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
5) Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
6) Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat;
7) Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. KRP berpotensi dampak lingkungan 5 Penapisan dengan isu PB Prioritas
Tahapan 2 (Isu dalam KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031
1) Adanya kejadian bencana alam dan perubahan iklim 2) Meningkatnya ancaman
sumber air baku
3) Masih adanya kemiskinan dan kesenjangan kesejahteraan
4) Adanya kasus penyakit lingkungan
5) Terjadinya degradasi tutupan lahan
6) Penurunan kualitas udara 7) Belum optimalnya
pengelolaan limbah rumah tangga dan industri 8) Belum optimalnya
manajemen transportasi dan infrastruktur
9) Belum optimalnya produksi, distribusi, dan kualitas hasil pertanian.
KRP berpotensi
dampak lingkungan
Sumber: Hasil analisis, 2019
Sesuai dengan data yang telah disajikan, nilai keterkaitan secara umum sudah ada dalam mekanisme Proses Pengkajian KRP terhadap LH, yakni pada teknik penapisan yang dilakukan. Namun demikian masih terdapat adanya kekurangan, dimana dalam kaitannya dengan nilai keterkaitan antar wilayah, hanya dilakukan telaah dengan KLHS Rencana Pembangunan Jangka
412 Menengah (RPJM) dan KLHS Revisi RTRW Provinsi Jawa Tengah. Selain itu dalam menentukan isu PB prioritas, indikator muatan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tidak digunakan karena dokumen RPPLH Kota Semarang pada waktu itu belum disahkan. Keterkaitan antar wilayah juga tercermin dalam proses/ mekanisme perumusan alternatif, yakni adanya strategi pemenuhan kebutuhan Kota Semarang dengan mengimpor dari daerah sekitarnya, misalnya Kabupaten Semarang, Kendal, Grobogan, dan Demak.
Nilai-nilai keterkaitan tersebut diatas, berdasarkan hasil penelitian secara umum sudah dilakukan meskipun belum maksimal karena adanya keterbatasan data yang ada. Nilai keseimbangan ini banyak dipengaruhi oleh
pemahaman stakeholder karena sumua tahapan
penyusunan KLHS itu mengikutsertakan publik. 4.2.2 Nilai Keseimbangan
Berdasarkan tujuan penyusunan KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 menyebutkan keseimbangan (equilibrium) menekankan keseimbangan antar kepentingan, seperti antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, serta
kepentingan pembangunan pusat dan daerah.
Keseimbangan kepentingan lingkungan, sosial, dan ekonomi dapat dilihat dari data daftar isu pembangunan
berkelanjutan prioritas yang mencakup aspek
lingkungan, sosial, dan ekonomi sebagaimana tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6 Isu KLHS Revisi RTRW Kota Semarang No Isu Pembangunan Berkelanjutan
(PB) Prioritas Tema Isu
1 Adanya kejadian bencana alam dan
perubahan iklim Lingkungan
2 Meningkatnya ancaman sumber air
baku Lingkungan
3 Masih adanya kemiskinan dan
kesenjangan kesejahteraan Sosial
4 Adanya kasus penyakit lingkungan Sosial 5 Terjadinya degradasi tutupan lahan Lingkungan
6 Penurunan kualitas udara Lingkungan
7 Belum optimalnya pengelolaan
limbah rumah tangga dan industri Lingkungan 8 Belum optimalnya manajemen
transportasi dan infrastruktur Lingkungan 9
Belum optimalnya produksi, distribusi, dan kualitas hasil pertanian
Ekonomi Sumber: Hasil analisis, 2019
Keseimbangan kepentingan lingkungan, sosial dan
ekonomi berarti dalam proses pembangunan
berkelanjutan ada tiga aspek penting didalamnya. Ketiga aspek ini memiliki keterkaitan untuk membentuk keseimbangan antara kebutuhan manusia dan juga kebutuhan alam (Muta’ali, 2012). Pertama, keberlanjutan
lingkungan, dipahami sebagai bentuk pelestarian sumber daya alam. Kedua, keberlanjutan sosial, dipahami sebagai kesederhanaan dari sebuah pembangunan yang kaya akan makna kehidupan. Ketiga keberlanjutan Ekonomi,
dipahami sebagai alat kontrol dalam sebuah
pembangunan berkelanjutan (kestabilan akan
penggunaan sumber daya alam dan fungsi alam sebenarnya). Keseimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi agak sulit untuk dilakukan, karena masih ada sisi yang dominan dan sisi yang dikalahkan.
Nilai keseimbangan kepentingan jangka pendek-jangka panjang ada dalam proses/ mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup dimana dalam kriteria penapisan untuk Penapisan Daftar Panjang dan Pengelompokan isu strategis PB adalah lintas waktu. Kemudian untuk mekanisme perumusan alternatif penyempurnaan KRP dan penyusunan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan KRP, tidak menggunakan hitungan proyeksi hingga sampai kapan rekomendasi yang diberikan mampu untuk dimanfaatkan untuk generasi saat ini hingga generasi yang akan datang. Keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang ditentukan berdasarkan penilaian kualitatif dengan skoring. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan data, waktu, dan anggaran. Teknik analisa dalam tahapan proses perumusan alternatif belum berdasarkan pada Analisa SWOT sebagaimana salah satu metode yang digunakan di dalam perencanaan strategis.
Nilai keseimbangan pusat dan daerah tercermin dalam identifikasi KRP berdampak sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7. Namun dalam KLHS Revisi RTRW Kota Semarang; terdapat beberapa KRP yang datangnya dari Pusat setelah KLHS divalidasi. Keseimbangan kepentingan pusat dan daerah juga masih belum maksimal. Hal ini terkait dengan waktu penyusunan KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 telah selesai namun RTRW Revisi Kota Semarang 2011-2031 saat itu belum disyahkan. Menurut Muta’ali (2019, p. 35) idealnya waktu penyusunan KLHS adalah bersamaan dengan proses penyusunan KRP, sehingga didapatkan banyak keuntungan dan efisiensi pelaksanaan, khususnya proses pengintegrasian KLHS ke dalam KRP.
Tabel 7 KRP Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 yang Berdampak terhadap Lingkungan Hidup
No. KRP tervalidasi
1 Tujuan Penataan Ruang
2 Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang
3 Kebijakan Pola Ruang
4 Struktur Ruang
Jalan Lingkar (Middle Ring Road) dan Jalan Lingkar (Outer Ring Road)
413
No. KRP tervalidasi
Terminal tipe C Bandara
Jalan Tol (Buffer Tol Semarang-Batang) dan Jalan Tol (Buffer Tol Semarang-Demak) Pelabuhan
5 Pola Ruang
Kawasan Industri Eksisting Kawasan Perumahan Eksisting
Kawasan Perumahan, Perdagangan dan Jasa Eksisting
Kawasan Perkantoran Eksisting
Kawasan Perdagangan dan Jasa Eksisting Sumber: Hasil analisis, 2019
4.2.3 Keadilan (Justice)
Dalam penyusunan KLHS telah berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan, yaitu dengan cara memberikan rekomendasi batasan pada besarnya Ruang Terbuka Hijau minimal dan ketinggian bangunan maksimal. Selain itu juga dengan cara memberikan rekomendasi berupa “Perlu adanya kebijakan tambahan diluar dari rancangan peraturan daerah RTRW”. Meskipun prinsip keadilan ditemukan pada beberapa KRP, namun untuk beberapa KRP yang lain dirasakan masih kurang memberikan nilai keadilan. Misalnya untuk KRP jalan tol yang manfaat bagi masyarakat kecil dalam implementasinya kurang begitu dirasakan.
Dalam menentukan rekomendasi perbaikan KRP, tata cara yang diberikan dalam PP Nomor 46 Tahun 2016 kurang jelas. Menurut Steiner (1979), para manajer hendaknya selalu menerapkan “analisis biaya-manfaat” terhadap sistem perencanaan yang ada. Biaya dan manfaat disini diartikan yang seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan supaya manfaat dari adanya perencanaan hendaknya selalu lebih besar daripada biaya yang diperlukan untuk melakukan perencanaan tersebut. Nilai keadilan sulit untuk diterapkan karena unsur politis mendominasi organisasi nirlaba. Seorang pengamat yang tajam mengenai pemerintahan menyatakan bahwa semuanya yang berkaitan dengan pemerintah, dan semua yang dilakukan pemerintah adalah politis, karena politik adalah seni dan ilmu dari pemerintahan. Hal ini tentu berarti bahwa sebenarnya semua keputusan penting adalah dibuat berdasarkan pertimbangan politik.
Nilai keadilan agak susah di terapkan, karena selain menyangkut lingkungan, juga menyangkut masyarakat, politis, dan ekonomi (Hariyono, 2017). Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan mendapat kritikan karena beberapa definisi dan pengertiannya dianggap tidak jelas atau mengambang. Dengan melihat ketidakjelasan konsep tersebut, sebagian orang melihat sebagai masalah
dan sebagian lainnya melihat sebagai peluang untuk mengakomodasikannya pada situasi, tempat, dan waktu yang berbeda - beda. Sementara sebagian orang
mengkritik pembangunan berkelanjutan sebagai
dukungan terhadap kapitalis barat, sebagian lain melihatnya sebagai usaha nyata untuk memasukkan pemaknaan lingkungan kedalam perhitungan nilai ekonomi.
Agar tercipta suatu keadilan, maka pembangunan seharusnya seperti yang disampaikan oleh Salim (1986, p. 27), yaitu sebagai berikut:
Pembangunan bukanlah hanya kegiatan membangun pabrik, jalan, saluran irigasi, sekolah dan lain-lain.
Pembangunan bukan pula hanya kegiatan
pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial dan lain-lain aktivitas non material. Semua itu penting tapi belum cukup Hakikat pembangunan Indonesia adalah sesungguhnya tertuju pada diri manusia, membangun manusia Indonesia yang utuh. Ini berarti membangun manusia Indonesia yang memiliki ciri-ciri : 1) keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan Maha Pencipta; 2) keselarasan hubungan individu dengan masyarakat; dan 3) keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan alam. Keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara diri manusia dengan Tuhan, masyarakat dan lingkungan adalah ciri-ciri utama yang ingin dibangun dalam diri manusia dan masyarakat Indonesia. Maka segala barang material dan non-material yang dibangun baru mencapai sasarannya, apabila secara fungsional segalanya ini mendorong terwujudnya ciri-ciri manusia Indonesia yang utuh tersebut.
5. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dengan metode penelitian kualitatif dan hasil analisis yang dilakukan, kesimpulan yang didapat antara lain:
a) Proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031 menganut tata cara yang ada dalam PP Nomor 46 Tahun 2017, yang melibatkan unsur pemerintah pusat (DLHK Provinsi Jawa Tengah), pemerintah daerah (9 OPD), swasta (2 badan usaha), dan masyarakat (1 akademisi, 3 LSM) melalui konsultasi publik yang telah dilakukan. Namun demikian perlu adanya penguatan komitmen pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan KLHS dan seluruh
stakeholder yang terlibat, dan peningkatan
pengetahuan tim teknis penyusun; dan
b) Proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031; telah memuat nilai-nilai berkelanjutan, yaitu nilai keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan meskipun
414 dikarenakan faktor ketersediaan data dan dukungan sumberdana.
Daftar Pustaka
Alwasilah, Chaedar A. (2002). Pokok Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya. Arifin, Bustanul. (2001). Pengelolaan Sumberdaya Alam
Indonesia Perspektif Ekonomi, Etika dan Praksis Kebijakan. Jakarta: Erlangga.
Bappeda Kota Semarang. (2017). Laporan Akhir KLHS Revisi RTRW Kota Semarang 2011-2031. Semarang: Bappeda Kota Semarang.
Bryson, John, M. (2018). Strategic Planning for Public
and Nonprofit Organizations: A Guide
Strenghtening and Sustaining Organizational
Achievement, 5th Edition. US: Wiley.
Djunaedi, Achmad. (2018). Proses Perencanaan Wilayah dan Kota. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hadi, Sudharto P. (2012). Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hariyono, Paulus. (2017). Perencanaan Pembangunan Kota dan Perubahan Paradigma. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karuniasa, Mahawan. (2018). Prinsip-Prinsip
Transformasi Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan dan Pengendalian Perubahan Iklim
Berdasarkan Paradigma Systems Thinking
(Principles of Transformation Policy of
Sustainable Development and Climate Change Countermeasure Based on Systems Thinking Paradigm). Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan,
14 (2), 13-29. DOI:
https://doi.org/10.31849/forestra
Nugroho, Iwan., & Dahuri Rockhmin. (2004). Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan lingkungan (Pengantar Gunawan Sumodiningrat). Jakarta: LP3ES.
Sumardjono, Maria., & Diantoro, Totok Dwi. (2014). Naskah Akademik (draft final) Rancangan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Jakarta: Pustaka Virtual Tata Ruang dan Pertanahan (Pusvir TRP).
Muta’ali, Lutfi. (2012). Daya Dukung Lingkungan untuk
Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi – UGM.
Muta’ali, Lutfi. (2019). KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis (Pengalaman Penyusunan KLHS RTRW dan RPJMD). Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi – UGM.
Salim, Emil. (1986). Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.
Steiner, George A. (1979). Strategic Planning. (N. Burhan, Terjemahan). Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
WCED. (1987). Our Common Future. Oxford England: Oxford University Press.
Wibowo, Hari. (2016). Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam Mendukung Perencanaan Tata Ruang Berkelanjutan di Kabupaten Jombang (Studi pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang). Skripsi. Malang: FIA-UB.