• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD) PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KECAMATAN BULELENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN BUDAYA ETIS ORGANISASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD) PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KECAMATAN BULELENG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN BUDAYA ETIS

ORGANISASI TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN

(FRAUD) PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM

DI KECAMATAN BULELENG

1

Komang Ayu Lestari

1

I Gst Ayu Purnamawati,

2

Nyoman Trisna Herawati

Jurusan Akuntansi Program S1

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: {komangayu.lestari@yahoo.com, ayupurnama07@yahoo.com,

aris_herawati@yahoo.com}@undiksha.ac.id

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti secara empiris pengaruh pengendalian internal dan budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data yang diperoleh dari kuesioner dan diukur dengan menggunakan skala likert. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai bagian akuntansi/keuangan pada Koperasi Simpan Pinjam di Kecamatan Buleleng sebanyak 34 karyawan. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji regresi linier berganda. Data dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 19.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: (1) terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), (2) terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), dan (3) terdapat pengaruh yang signifikan antara pengendalian internal dan budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Kata Kunci: pengendalian internal, budaya etis organisasi, dan kecenderungan

kecurangan (fraud).

Abstract

The purpose of the study was to investigate empirical effect of the internal control and organization ethic culture on the fraud tendency. It is a quantitative study by involving data obtained by using questionnaire and measured by Likert scales. There were 34 respondents involved as the samples which were selected from the office staffs in financial/ accounting section at all savings and loan cooperatives around Buleleng sub-district by using purposive sampling. The analysis was conducted by using multiple linear regression supported by SPSS version 19 program.

The results of the study indicated that (1) the internal control had a significant but negative effect on the fraud tendency, (2) the organization ethic culture had a significant but a negative effect on the fraud tendency, and (3) the internal control and organization ethic culture had a significant effect on the fraud tendency.

(2)

PENDAHULUAN

Proses percepatan pembangunan perekonomian yang dilakukan pemerintah salah satu usaha yang dilakukan adalah memberikan ruang gerak yang proporsional kepada para pengusaha kecil dan

menengah (UKM) sekaligus

memberdayakannya. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa sektor riil yang dikuasai oleh perusahaan konglomerasi yang tidak didukung oleh kinerja yang baik, menyebabkan mereka menjadi bangkut akibat krisis, yang selanjutnya dalam skala yang lebih luas menjadikan Indonesia terpuruk karena jumlah mereka yang sedikit ternyata menguasai sebagian besar perekonomian nasional. Di sisi lain, perusahaan kecil dan menengah (UKM) yang jumlahnya sangat banyak, namun mempunyai porsi peranan yang kecil dalam perekonomian nasional ternyata mampu bertahan dalam situasi krisis. Hal ini

menunjukkan bahwa ketahanan

perekonomian nasional Indonesia sesungguhnya berada pada UKM yang secara masal merupakan skala ekonomi kerakyatan.

Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil berkaitan dengan masalah kemampuan manajemen, yang salah satunya adalah masalah struktur permodalan. Dalam segi pembiayaan dan permodalan masih sulitnya UKM untuk mengakses lembaga keuangan Perbankan mengingat syarat-syarat yang ditetapkan cukup berat, yaitu: (1) permasalahan pada jaminan yang cukup terbatas, misalnya jaminan terbatas pada sertifikat property atau SK sebagai PNS sehingga pelaku usaha kecil menengah mengalami kesulitan untuk memenuhi persyaratan jaminan, (2) permasalahan pada melampirkan bukti secara tertulis besar penghasilan tetap setiap bulan dan penghasilan minimal sudah ditentukan oleh pihak Bank sehingga kredit untuk lapisan masyarakat kecil menengah tidak mudah dicairkan, dan (3) harus terbebas dari hutang pada lembaga keuangan lain untuk mencairkan kredit. Permasalahan ini menyebabkan pencairan kredit tidak segera bisa dilakukan, di sisi

lain pemohon kredit memerlukan modal secepatnya.

Untuk mengatasi permasalahan permodalan pada UKM, maka hadir suatu lembaga perkreditan, yaitu salah satunya koperasi simpan pinjam. Penyaluran atau pemberian kredit merupakan salah satu bisnis utama dan terbesar hampir pada sebagian besar lembaga keuangan termasuk koperasi simpan pinjam. Menurut Undang-Undang Koperasi No. 25 tahun 1992 Pasal 1, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau

badan hukum koperasi dengan

melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Oleh karena itu, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan dan bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Koperasi simpan pinjam merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat, berupa pinjaman dan tempat penyimpanan uang bagi masyarakat. Koperasi simpan pinjam menjalankan usahanya sebagai satu-satunya yang melayani anggotanya. Kehadiran suatu lembaga perkreditan, yaitu Koperasi simpan pinjam sangat tepat untuk

menjangkau masyarakat dalam

meningkatkan taraf hidupnya.

Koperasi sebagai organisasi di bidang ekonomi dan sosial sangat rawan terhadap risiko kerugian hingga koperasi menjadi non aktif. Kerawanan tersebut dapat bersumber dari unsur adanya kecenderungan dari oknum anggota koperasi yang ingin melakukan kecurangan dengan cara memanfaatkan kelemahan manajemen koperasi. Kecurangan merujuk pada penyajian yang salah atas suatu fakta yang dilakukan oleh suatu pihak ke pihak lain dengan tujuan membohongi dan membuat pihak lain tersebut meyakini fakta yang merugikannya. Kecurangan tersebut umumnya dilakukan dengan tiga skema,

(3)

yaitu: (1) laporan keuangan tipuan, di mana aset atau pendapatan disajikan lebih tinggi atau lebih rendah dari yang sebenarnya, (2) korupsi, yang terdiri dari penyuapan, pemerasan, hadiah ilegal, dan benturan kepentingan, (3) penyalahgunaan aset, baik aset perusahaan dalam bentuk uang (cash) atau aset dalam bentuk lainnya (Hall, 2009). Koperasi Simpan Pinjam di Kecamatan Buleleng terdapat 31 koperasi yang tersebar dibeberapa tempat di wilayah Kecamatan Buleleng, di antaranya 20 koperasi yang termasuk kategori masih aktif dan 11 koperasi yang sudah non aktif. Koperasi simpan pinjam (KSP) yang non aktif adalah KSP. Sari Kumala, KSP. Pagosadata, KPS. Darma Yasa Sri Rejeki, KSP. Sari Amerta Jati, KSP. Sami Liang, KSP. Karya Buleleng Bersatu, KSP. Ayu Luwih, KSP. Mandiri, KSP. Bina Insani, KSP. Suryanadi, dan KSP Dana Samudra. Kondisi 11 koperasi simpan pinjam yang mengalami non aktif menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam pengelolaan keuangan koperasi simpan pinjam. Hal ini

menunjukkan bahwa pengelolaan

keuangan pada koperasi simpan pinjam. Untuk meminimumkan bahaya

kecurangan, profesi akuntansi

mengesahkan seperangkat standar dan prosedur umum yang disebut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Di Indonesia prinsip akuntansi ini, disusun dalam standar akuntansi keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). Penerapan SAK-ETAP, yaitu tentang akuntansi perkoperasian diwujudkan dalam bentuk penyajian laporan keuangan yang terdiri dari posisi keuangan ,kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas (Mulyani, 2013). Di dalam SAK-ETAP juga dijelaskan tentang perlunya pengendalian intern dalam suatu perusahaan. Penggunaan SAK-ETAP diharapkan perusahaan kecil, menengah, mampu untuk menyusun laporan keuangannya sendiri dan dapat diaudit sehingga dapat menggunakan laporan keuangannya untuk mendapatkan dana untuk pengembangan usaha. Perusahaan yang menggunakan SAK- ETAP harus secara eksplisit menyatakan secara penuh atas kepatuhan terhadap SAK-ETAP dalam catatan laporan keuangan sehingga pengendalian intern

suatu perusahaan sangat diperlukan untuk menjaga diterapkannya peraturan tersebut dengan baik. Pengendalian intern yang efektif akan membantu melindungi aset perusahaan, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan, dan pelanggaran (Susanto, 2008). Pengendalian intern sangat penting untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (Wilopo, 2006).

Untuk hubungan pengendalian

internal dengan kecenderungan

kecurangan (fraud), peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Jika semakin tinggi pengendalian internal, maka kecenderungan kecurangan (fraud) semakin rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis pertama:

H1: pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Perilaku tidak etis mempengaruhi banyaknya penyimpangan perusahaan (Fauwzi dalam Kusumastiti 2012). Oleh karena itu, untuk mengatasi kecendrungan kecurangan, perilaku etis sangat penting untuk dibudayakan dalam organisasi koperasi. Budaya organisasi adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan (Armstrong dalam Pramudita, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memahami apa yang terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh dalam nilai-nilai dan norma-norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari. Budaya etis organisasi merupakan suatu pola tingkah laku, kepercayaan yang telah menjadi suatu panutan bagi semua anggota

(4)

organisasi, tingkah laku disini merupakan suatu tingkah laku yang dapat diterima oleh moral dan benar secara hukum, didalam suatu budaya organisasi yang etis terdapat adanya suatu komitmen dan lingkungan yang etis pula. Dengan diterapkapnya suatu budaya etis dalam organisasi maka akan dapat mendorong seseorang untuk dapat melakukan tindakan-tindakan yang beretika sehingga kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dihindarkan. Di suatu lingkungan yang lebih etis, seorang karyawan akan lebih cenderung melakukan atau menjalankan peraturan-peraturan perusahaan, dan menghindari perbuatan kecurangan di dalam instansi, lingkungan etis ini dapat dinilai dengan adanya budaya etis organisasi.

Untuk hubungan budaya etis organisasi dengan kecenderungan kecurangan (fraud), peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Jika semakin tinggi

budaya etis organisasi, maka

kecenderungan kecurangan (fraud) semakin rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis kedua:

H2: budaya etis organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Budaya etis organisasi dan sistem pengendalian internal merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Dengan adanya pengendalian internal organisasi, maka dengan sendirinya sistem yang akan melakukan pengawasan guna mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Pengendalian intern yang efektif akan membantu melindungi aset perusahaan, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan pelanggaran (Susanto, 2008). Namun, sistem pengendalian internal juga tidak dapat berjalan dengan baik tanpa didukung dengan budaya organisasi yang baik karena perilaku tidak

etis mempengaruhi banyaknya

penyimpangan (Fauwzi dalam Kusumastiti 2012). Dengan adanya budaya etis organisasi yang mempengaruhi setiap anggota organisasi dalam bertindak sesuai dengan etika bisnis yang berlaku maka pengendalian internal dapat berjalan tanpa hambatan yang berarti karena sistem tidak dapat berjalan tanpa campur tangan manusia di dalamnya. Faktor yang paling penting dalam pengendalian internal adalah orang-orang yang dapat menunjang sistem berjalan dengan baik. Ketika sistem pengendalian internal melakukan fungsi pengawasan, dan didukung dengan pelaksanaan kegiatan organisasi yang beretika, maka akan dapat mengurangi perilaku penyimpangan karyawan.

Untuk hubungan pengendalian internal dan budaya etis organisasi dengan kecenderungan kecurangan (fraud), peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa pengendalian internal dan budaya etis organisasi berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Jika tinggi pengendalian internal dan budaya etis organisasi, maka kecenderungan kecurangan (fraud) semakin tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis ketiga:

H3: pengendalian internal dan budaya etis organisasi berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada Koperasi Simpan Pinjam di wilayah Kecamatan Buleleng. Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Variabel penelitian ini yaitu pengendalian internal dan budaya etis organisasi yang merupakan variabel bebas. Sedangkan, variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu kecenderungan kecurangan (fraud).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan Koperasi Simpan Pinjam yang masih aktif sebanyak 20 di wilayah Kecamatan Buleleng dengan jumlah seluruh karyawan sebanyak 34 karyawan. Teknik pengumpulan data yang digunakan

(5)

dalam penelitian ini yaitu teknik kuesioner. Skala yang digunakan dalam penyusunan kuesioner penelitian ini adalah skala likert. Skala likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur, sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Setiap pernyataan disediakan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, (2) Uji hipotesis menggunakan uji regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kuesioner pengendalian internal terdiri dari 10 butir dengan indeks validitas

butir bergerak dari 0,435 s.d 0,670 dan indeks reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,73 dengan klasifikasi tinggi. Kuesioner budaya etis organisasi terdiri dari 10 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,425 s.d 0,581 dan indeks reliabilitas

Alpha Cronbach sebesar 0,71 dengan

klasifikasi tinggi. Kuesioner kecenderungan kecurangan (fraud) terdiri dari 10 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,641 s.d 0,715 dan indeks reliabilitas

Alpha Cronbach sebesar 0,76 dengan

klasifikasi tinggi.

Hasil pengujian normalitas data menggunakan statistik Kolmogiorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,706. Nilai tersebut

lebih besar dari 0,05. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data terdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal.

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolgomorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 34

Normal Parametersa,b Mean 0,000

Std. Deviation 2,125

Most Extreme Differences Absolute 0,121

Positive 0,121

Negative -0,057

Kolmogorov-Smirnov Z 0,703

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,706

(Sumber: data di olah 2015)

Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pengendalian internal, budaya etis organisasi, dan kecenderungan kecurangan (fraud) berdistribusi normal. Pada Tabel 2 hasil pengujian multikolinieritas mengunakan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF dari masing-masing

variabel bebas lebih kecil dari 10 dan nilai

tolerance lebih besar dari 0,1. Berdasarkan

nilai VIF dan tolerance, dapat dikatakan mempunyai korelasi yang lemah. Dengan demikian di antara variabel bebas tidak ada korelasi atau tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi linier.

Tabel 2. Hasil Uji Multikolineritas

Model Collinearity Statistics Keterangan

Tolerance VIF (Constant)

Pengendalian internal 0,439 2,277 Non Multikolineritas

Budaya etis organisasi 0,439 2,277 Non Multikolineritas

(6)

Hasil pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser menunjukkan bahwa nilai signifikansi antara variabel bebas dengan absolut residual lebih besar dari 0,05 untuk pengendalian internal

sebesar 0,209 dan untuk budaya etis organisasi sebesar 0,310, yang ditunjukkan pada Tabel 3. Dengan demikian, tidak ditemukannya masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

Tabel 3. Hasil Pengujian Asumsi Heterokedastisitas

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 0,296 3,804 0,078 0,938

X1 0,159 0,124 0,339 1,283 0,209

X2 -0,129 0,125 -0,273 -1,032 0,310

(Sumber: data di olah 2015)

Pada penelitian ini diajukan tiga hipotesis. Pengujian hipotesis digunakan analisis regresi linier ganda. Hasil analisis

uji koefesien determinasi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Koefesien Determinasi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 0,759 0 ,576 0,549 2,192

(Sumber: data di olah 2015)

Berdasarkan Tabel 4, ditunjukkan bahwa hasil perhitungan koefisien determinasi sebesar 0,549. Hal ini menunjukkan bahwa 54,9% variabel kecenderungan kecurangan (fraud) dipengaruhi oleh variabel pengendalian internal dan budaya etis organisasi,

sedangkan 45,1% dipengaruhi faktor yang lain.

Hasil regresi berganda antara variabel pengendalian internal dan budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) secara parsial dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis Persamaan Regresi Linier Ganda Secara Parsial

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 83,541 6,307 13,247 0,000

X1 -0,492 0,206 -0,422 -2,389 0,023

X2 -0,457 0,207 -0,390 -2,211 0,035

(Sumber: data di olah 2015)

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh model persamaan regresi linier berganda yaitu:

ε. X 0,457 X 0,492 83,541 Yˆ   ˆ1 ˆ2

Model persamaan regresi linier berganda di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: (a) Konstanta sebesar 83,541 menunjukan jika variabel pengendalian internal (X1) dan budaya etis organisasi (X2) bernilai konstan, maka variabel kecendrungan kecurangan (fraud)

(Y) memiliki nilai positif sebesar 83,541 satuan. (b) Variabel pengendalian internal (X1) memiliki koefisien negatif sebesar 0,492 dan nilai signifikan 0,023. Nilai probabilitas signifikan untuk pengendalian internal (X1) adalah 0,023. Nilai ini lebih kecil dari nilai probabilitas α = 5%, maka dapat dinyatakan bahwa pengendalian internal (X1) berpengaruh terhadap kecendrungan kecurangan (fraud) (Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi yang

(7)

negatif menunjukkan bahwa pengendalian internal (X1) terhadap kecendrungan kecurangan (fraud) (Y) berpengaruh negatif. Hal ini menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan pengendalian internal (X1) sebesar 1 satuan, maka kecendrungan kecurangan (fraud) (Y) akan mengalami penurunan sebesar 0,492 satuan dengan asumsi variabel independen budaya etis organisasi (X2) dianggap konstan. (c) Variabel budaya etis organisasi (X2) memiliki koefisien negatif sebesar 0,457 dan nilai signifikan 0,035. Nilai probabilitas signifikan untuk budaya etis organisasi (X2) adalah 0,035. Nilai ini lebih kecil dari nilai probabilitas α = 5%, maka dapat dinyatakan bahwa budaya etis organisasi (X2) berpengaruh terhadap kecendrungan

kecurangan (fraud) (Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa budaya etis organisasi (X2) terhadap kecendrungan kecurangan (fraud) (Y)

berpengaruh negatif. Hal ini

menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan budaya etis organisasi (X2) sebesar 1 satuan, maka kecendrungan kecurangan (fraud) (Y) akan mengalami penurunan sebesar 0,457 satuan dengan asumsi variabel independen pengendalian internal (X1) dianggap konstan.

Hasil regresi berganda antara variabel pengendalian internal dan budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) secara simultan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Persamaan Regresi Linier Ganda Secara Simultan

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 202,491 2 101,245 21,071 0,000

Residual 148,950 31 4,805

Total 351,441 33 (Sumber: data di olah 2015)

Berdasarkan Tabel 4.6, diperoleh nilai F hitung sebesar 21,071 dengan nilai sig hitung adalah 0,000. Nilai sig hitung tersebut lebih kecil dari 0,05, maka keputusannya secara simultan terdapat pengaruh antara pengendalian internal dan budaya etis organisasi terhadap kecurangan (fraud) diterima.

PEMBAHASAN

Pengaruh Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud)

Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) diterima.

Berdasarkan teori, fraud atau kecurangan, merujuk pada penyajian yang salah atas suatu fakta yang dilakukan oleh suatu pihak ke pihak lain dengan tujuan membohongi dan membuat pihak lain tersebut meyakini fakta yang merugikannya. Kecurangan tersebut umumnya dilakukan dengan tiga skema, yaitu: (1) laporan

keuangan tipuan, di mana aset atau pendapatan disajikan lebih tinggi atau lebih rendah dari yang sebenarnya, (2) korupsi, yang terdiri dari penyuapan, pemerasan, hadiah ilegal, dan benturan kepentingan, (3) penyalahgunaan aset, baik aset perusahaan dalam bentuk uang (cash) atau aset dalam bentuk lainnya (Hall, 2009). Koperasi sebagai organisasi di bidang ekonomi dan sosial sangat rawan terhadap risiko kerugian hingga koperasi menjadi non aktif. Kerawanan tersebut dapat bersumber dari unsur adanya kecenderungan dari oknum anggota koperasi yang ingin melakukan kecurangan dengan cara memanfaatkan kelemahan manajemen koperasi. Kondisi 11 Koperasi Simpan Pinjam di wilayah Kecamatan Buleleng yang mengalami non aktif menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam pengelolaan keuangan Koperasi Simpan Pinjam.

Untuk meminimumkan bahaya

kecurangan, profesi akuntansi

mengesahkan seperangkat standar dan prosedur umum yang disebut prinsip-prinsip

(8)

akuntansi yang diterima umum. Di Indonesia prinsip akuntansi ini, disusun dalam standar akuntansi keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). Penerapan SAK-ETAP, yaitu tentang akuntansi perkoperasian diwujudkan dalam bentuk penyajian laporan keuangan yang terdiri dari posisi keuangan ,kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas (Mulyani, 2013). Di dalam SAK-ETAP juga dijelaskan tentang perlunya pengendalian intern dalam suatu perusahaan. Penggunaan SAK-ETAP diharapkan perusahaan kecil, menengah, mampu untuk menyusun laporan keuangannya sendiri dan dapat diaudit sehingga dapat menggunakan laporan keuangannya untuk mendapatkan dana untuk pengembangan usaha. Perusahaan yang menggunakan SAK-ETAP harus secara eksplisit menyatakan secara penuh atas kepatuhan terhadap SAK-ETAP dalam catatan laporan keuangan sehingga pengendalian intern suatu perusahaan sangat diperlukan untuk menjaga diterapkannya peraturan tersebut dengan baik. Pengendalian intern yang efektif akan membantu melindungi aset perusahaan, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan, dan pelanggaran (Susanto, 2008). Pengendalian intern sangat penting untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (Wilopo, 2006).

Jadi, rasionalnya adalah

kecenderungan kecurangan akuntansi dipengaruhi oleh ada atau tidaknya peluang untuk melakukan hal tersebut. Peluang tersebut dapat diminimalisir dengan adanya pengendalian intern yang efektif. Sistem pengendalian internal memegang peran penting dalam organisasi. Dengan adanya sistem pengendalian yang efektif, maka kegiatan operasional juga dapat berjalan secara efektif dan juga efisien sehingga kemungkinan adanya penyimpangan dalam proses operasional koperasi juga dapat diminimalisir. Sebaliknya, jika pengendalian

intern yang ada lemah atau tidak efektif, maka akan membuka peluang bagi karyawan untuk cenderung melakukan kecurangan. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecendrungan kecurangan (fraud).

Pengaruh Budaya Etis Organisasi terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud)

Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) diterima.

Secara teori, fraud sebagai

kebohongan yang disengaja,

ketidakbenaran dalam melaporkan aktiva perusahaan atau manipulasi data keuangan bagi keuntungan pihak yang melakukan manipulasi tersebut (Hall, 2009). Fraud merupakan suatu kecurangan yang dilakukan dengan sengaja oleh pelakunya dan dilakukan dengan melanggar ketentuan yang berlaku untuk mengambil keuntungan demi dirinya sendiri. Fraud dapat terdiri dari berbagai bentuk kejahatan atau tindak pidana, antara lain pencurian, penggelapan asset, penggelapan informasi, penggelapan

kewajiban, penghilangan atau

penyembunyian fakta, rekayasa fakta dan juga termasuk korupsi. Koperasi sebagai organisasi di bidang ekonomi dan sosial sangat rawan terhadap risiko kerugian hingga koperasi menjadi non aktif. Kondisi 11 Koperasi Simpan Pinjam di wilayah Kecamatan Buleleng yang mengalami non aktif menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam pengelolaan keuangan koperasi simpan pinjam. Perilaku tidak etis mempengaruhi banyaknya penyimpangan perusahaan (Fauwzi dalam Kusumastiti 2012). Oleh karena itu, untuk mengatasi kecendrungan kecurangan, perilaku etis sangat penting untuk dibudayakan dalam organisasi koperasi.

Budaya organisasi adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan

(9)

melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan (Armstrong dalam Pramudita, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memahami apa yang terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh dalam nilai-nilai dan norma-norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari. Budaya etis organisasi merupakan suatu pola tingkah laku, kepercayaan yang telah menjadi suatu panutan bagi semua anggota organisasi, tingkah laku disini merupakan suatu tingkah laku yang dapat diterima oleh moral dan benar secara hukum, didalam suatu budaya organisasi yang etis terdapat adanya suatu komitmen dan lingkungan yang etis pula. Dengan diterapkapnya suatu budaya etis dalam organisasi maka akan dapat mendorong seseorang untuk dapat melakukan tindakan-tindakan yang beretika sehingga kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dihindarkan. Di suatu lingkungan yang lebih etis, seorang karyawan akan lebih cenderung melakukan atau menjalankan peraturan-peraturan perusahaan, dan menghindari perbuatan kecurangan di dalam instansi, lingkungan etis ini dapat dinilai dengan adanya budaya etis organisasi.

Jadi, rasionalnya adalah lingkungan yang lebih etis, seorang karyawan akan lebih cenderung melakukan atau menjalankan peraturan-peraturan perusahaan, dan menghindari perbuatan kecurangan di dalam instansi, lingkungan etis ini dapat dinilai dengan adanya budaya etis organisasi dan komitmen organisasi, sehingga dapat dikatakan, jika instansi mempunyai budaya etis organisasi yang

rendah maka akan mendorong

karyawannya untuk melakukan tindakan kecurangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik budaya etis organisasi suatu instansi, maka akan semakin rendah kecenderungan karyawan melakuan kecurangan. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa pengendalian intern berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecendrungan kecurangan (fraud).

Pengaruh Pengendalian Internal dan Budaya Etis Organisasi terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud)

Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa pengendalian internal dan budaya etis organisasi berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) diterima.

Budaya etis organisasi dan sistem pengendalian internal merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Dengan adanya pengendalian internal organisasi, maka dengan sendirinya sistem yang akan melakukan pengawasan guna mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Pengendalian intern yang efektif akan membantu melindungi aset perusahaan, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan pelanggaran (Susanto, 2008). Namun, sistem pengendalian internal juga tidak dapat berjalan dengan baik tanpa didukung dengan budaya organisasi yang baik karena perilaku tidak

etis mempengaruhi banyaknya

penyimpangan (Fauwzi dalam Kusumastiti 2012). Dengan adanya budaya etis organisasi yang mempengaruhi setiap anggota organisasi dalam bertindak sesuai dengan etika bisnis yang berlaku maka pengendalian internal dapat berjalan tanpa hambatan yang berarti karena sistem tidak dapat berjalan tanpa campur tangan manusia di dalamnya. Faktor yang paling penting dalam pengendalian internal adalah orang-orang yang dapat menunjang sistem berjalan dengan baik. Ketika sistem pengendalian internal melakukan fungsi pengawasan, dan didukung dengan pelaksanaan kegiatan organisasi yang beretika, maka selanjutnya, apabila kondisi ini dipertahankan maka terciptalah intern

control culture, artinya sistem pengendalian

internal menjadi bagian dari budaya organisasi.

Jadi, rasionalnya adalah pengendalian internal memegang peranan penting dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan. Pengendalian internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya

(10)

kecenderungan untuk berlaku curang serta budaya etis organisasi juga akan meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran anggota organisasi terhadap hadirnya

pengawasan yang integral dan

bersinambungan. Sehingga masing-masing pihak akan dengan senang hati menjalankan sistem pengendalian dan tunduk pada aturan yang ada di dalam sistem sehinnga dapat meminimalisir terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi yang dapat merugikan organisasi. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa pengendalian internal dan budaya etis organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecendrungan kecurangan (fraud).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) Variabel pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecendrungan kecurangan (fraud), yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang negatif sebesar 0,492 dan nilai probabilitas uji t sebesar 0,023 yang lebih kecil dari α = 5%. Artinya, apabila pengendalian internal semakin tinggi, maka kecendrungan kecurangan (fraud) semakin rendah. (2) Variabel budaya etis organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecendrungan kecurangan (fraud), yang ditunjukkan dengan koefisien regresi yang negatif sebesar 0,457 dan nilai probabilitas uji t sebesar 0,035 yang lebih kecil dari α = 5%. Artinya, apabila budaya etis organisasi semakin tinggi, maka kecendrungan kecurangan (fraud) semakin rendah. (3) Variabel pengendalian internal dan budaya etis organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecendrungan kecurangan (fraud), yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas uji F sebesar 0,015 yang lebih kecil dari α = 5%. Artinya, apabila pengendalian internal dan budaya etis organisasi semakin tinggi, maka kecendrungan kecurangan (fraud) semakin rendah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. (1) Bagi manajemen koperasi, perlu dipertahankan dan ditingkatkannya pengendalian internal dan budaya etis organisasi agar bisa mengurangi kecendrungan kecurangan (fraud). (2) Keterbatasan penelitian ini variabel independen yang digunakan hanya dua variabel, yaitu pengendalian internal dan budaya etis organisasi sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan variabel lain yang mempengaruhi kecendrungan kecurangan (fraud) namun tidak masuk dalam model yang diuji dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Artini, N. L. E. A. 2014. Pengaruh Budaya Etis Organisasi dan Efektivitas Pengendalian Internal terhadap

Kecenderungan Kecurangan

Akuntansi pada Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD)

Kabupaten Jembrana. e-Journal S1

Ak, 2(1). Universitas Pendidikan

Ganesha.

Hall, J. A. 2009. Sistem Informasi Akuntansi. Terjemahan Amir Abadi

Yusuf. Jakarta: Salemba Empat. Kusumastuti, N. R. 2012. Analisis

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi dengan Perilaku Tidak Etis Sebagai Variabel Intervening.

Skripsi. Universitas Diponogoro. Mulyani. 2013. Analisis Penerapan Standar

Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada Koperasi Mandiri Jaya Tanjungpinang dan Koperasi

Karyawan Plaza Hotel

Tanjungpinang. E-jurnal. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Vol. 3. No. 1 Pramudita, A. 2013. Analisis Fraud Di

Sektor Pemerintahan Kota Salatiga.

Accounting Analysis Journal, 1(3),

(11)

Susanto, A. 2008. Sistem Informasi Akuntansi: Struktur Pengendalian Resiko Pengembangan. Bandung:

Lingga Jaya.

Wilopo 2006. Analisis Faktor-faktor yang

Berpengaruh Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Simposium

Nasional Akuntansi (SNA) 9, Padang, 23-26 Agustus 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Hasil penelitian menunjukan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p sebesar 0,000 yang lebih kecl dari  = 0,05, artinya Ho ditolak dan Ha diterima sehingga

Setelah santap pagi dihotel,anda akan kami ajak untuk bercity tour di kota Osaka dengan photoshop di OSAKA CASTLE .Kemudian anda akan kami antar menuju SHINSAIBASHI

18 Jilbab tidak dominan lagi digunakan untuk nilai- nilai keagaman tetapi digunakan untuk bergaya atau hanya sekedar aksesoris yang dipadukan dengan busana yang ketat

Pada mulanya mata pencaharian masyarakat setempat adalah petani karet dan nelayan, lahan yang sangat luas dan sebagian berada disepanjang aliran sungai membuat

Pengaruh Budaya Etis Organisasi, Penegakan Hukum dan Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Fraud) : Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat

Terwujudnya skematik desain rancangan bangunan Pusat Terapi dan Pendidikan Anak Autis di Yogyakarta sebagai pusat pelayanan terapi, pengembangan bakat yang dimiliki,

Dengan demikian Mahkamah Pelayaran berpendapat bahwa peristiwa tubrukan dan kecelakaan kerja disebabkan prosedur olah gerak dan prosedur administrasi perbaikan (pengelasan)

Berdasarkan gambaran umum responden diketahui bahwa job insecurity melalui stress kerja terhadap turnover intention menunjukkan bahwa karyawan outsourcing merasa kecewa