• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Penawaran Gula

Model penawaran dan permintaan merupakan salah satu dari persamaan simultan. Penawaran dan permintaan secara bersama-sama akan menentukan harga dan kuantitas di pasar. Model ekonometrika yang menjelaskan perilaku harga dan kuantitas di pasar terdiri dari dua persamaan yaitu persamaan penawaran dan persamaan permintaan. Misalnya kita asumsikan model penawaran dan permintaan adalah linear yang ditulis sebagai berikut:

Fungsi penawaran : Qts01P1+e2t ……….(3.1) Fungsi permintaan : Qtd01P1+e1t ………...…….(3.2) Kondisi keseimbangan : ts ………....(3.3) d t Q Q =

dimana Qtd= jumlah yang diminta, = jumlah yang ditawarkan, = harga, s

t

Q Pt

0 1>

γ , dan β1<0. Di dalam model fungsi permintaan ini kita asumsikan bahwa jumlah yang diminta adalah fungsi dari harga ditambah residual e1t. Harga

berhubungan negarif dengan jumlah yang diminta. Sedangkan fungsi penawaran juga hanya dipengaruhi oleh harga dan residual e2t dan harga berhubungan positif

dengan jumlah barang yang ditawarkan atau dijual ke pasar. Kedua model tersebut merupakan model persamaan simultan karena kedua persamaan akan berjalan bersama-sama menentukan harga dan kuantitas di pasar. Dalam model permintaan

(2)

dan penawaran ini, peubah P dan Q merupakan peubah endogen karena nilainya ditentukan di dalam model. Model persamaan simultan permintaan dan penawaran dapat dijelaskan pada Gambar 4. Misalnya bila terjadi perubahan peubah residual dalam persamaan permintaan karena adanya perubahan pendapatan masyarakat maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan atas (Gambar 4a). Begitu pula pada persamaan penawaran, jika terjadi kenaikan harga input maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri dan selanjutnya mempengaruhi harga dan kuantitas di pasar (Gambar 4b). Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa peubah independen harga baik di dalam persamaan permintaan dan penawaran akan saling berhubungan dengan residualnya.

P P P1 P0 P1 P0 Q0 Q1 Q0 Q1 S1 S0 S0 Sumber : Widarjono, 2007

Gambar 4. Mekanisme Pasar melalui Permintaan dan Penawaran

Penawaran menurut Putong (2005) adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode dan tingkat harga tertentu pula. Penawaran suatu barang (komoditas) dalam pengertian ekonomi menunjukkan berapa jumlah barang yang ditawarkan untuk dijual di pasar selama periode tertentu pada berbagai tingkat harga, bila faktor-faktor lain dianggap tetap

a. Pergeseran Permintaan b. Pergeseran Penawaran

D0

D1

D0

Q Q

(3)

(cateris paribus). Apabila harga naik maka jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen cenderung meningkat, begitu pula sebaliknya apabila harga turun produsen cenderung untuk mengurangi jumlah barang yang ditawarkan.

Dalam perencanaan produksi (penawaran)

tebu/gula, seorang petani produsen menempuh dua

tahapan pengambilan keputusan, yaitu: luas areal

yang akan ditanami dan perolehan hasil

(produktivitas) per satuan luas tanaman yang

diusahakan. Oleh karena itu, produsen yang rasional

secara ekonomi akan menempuh dua tahapan dalam

pengambilan keputusan tentang jumlah produksi

suatu komoditas pertanian, yaitu keputusan tentang

alokasi lahan optimal yang akan ditanami dengan

komoditas tersebut berdasarkan pertimbangan harga

output dan faktor-faktor lainnya, serta keputusan

tentang alokasi input secara optimal yang akan

digunakan untuk memproduksi komoditas pertanian

(4)

berdasarkan harga output, harga input, teknologi dan

faktor-faktor lainnya.

Kajian produksi tebu pada studi ini mengacu

pada model penyesuaian yang dikembangkan oleh

Nerlove yang dikenal dengan Nerlove’s partial

adjustment model (Koutsoyianis, 1977). Dalam

pengambilan keputusan tentang perubahan alokasi

lahan yang akan ditanami dengan komoditas tertentu

sebagai akibat perubahan harga output tidak terjadi

secara spontan (immediate response) tetapi ada

keterlambatan (lagged response). Hal ini disebabkan

oleh adanya kekakuan (rigidity) sifat produsen dan

pemilikan sumberdaya yang sulit berubah secara

cepat (aset fixity), seperti lahan, jumlah tenaga kerja

keluarga, ketersediaan modal dan lain-lain. Model

distribusi beda kala penyesuaian parsial yang

dikembangkan Nerlove merupakan model yang

(5)

populer digunakan dalam studi-studi respon

penawaran. Menurut model ini, produksi tebu

merupakan persamaan identitas hasil perkalian

antara areal tanam dan produktivitas, maka

persamaannya menjadi:

Q

s

= A * Y

………..………

….(3.4)

dimana:

Qs = jumlah produksi gula (kg) A = luas areal tebu (ha) Y = produktivitas (kg/ha)

Dalam konteks respon areal terhadap harga,

maka areal tanam tebu yang diinginkan dipengaruhi

oleh tingkat harga komoditas, sehingga

persamaannya:

...

... (3.5)

t t t b bP u A = 0 + 1 + *

(6)

dimana:

* t

A = luas areal tanam tebu yang diinginkan produsen tahun t (ha)

t

P = harga tebu yang bersangkutan (Rp/kg) = galat tahun t

t

u

Luas areal yang diharapkan tidak dapat diamati secara langsung sehingga untuk mengatasinya didalilkan suatu hipotesis yang merupakan hipotesis perilaku penyesuaian parsial:

(

1

)

* 1 − − = − − t t t t A A A A γ

... (3.6)

Perubahan areal yang sebenarnya terjadi AtAt1 merupakan proporsi tertentu dari perubahan yang diinginkan

(

* 1

)

t

t A

A

γ . Proporsi tertentu ini disebut koefisien penyesuaian parsial. Nilai γ terletak di antara dua nilai ekstrim 0 dan 1, artinya jika γ = 0, maka tidak ada perubahan apapun dalam areal dan jika γ = 1, maka areal yang diharapkan sama dengan yang dicapai sehingga penyesuaiannya seketika. Kedua persamaan tersebut tidak bisa diduga karena nilai A*t tidak

diketahui (unobservable) sehingga dengan mensubstitusikan persamaan (3.5) ke dalam persamaan (3.6) sehingga dapat diperoleh persamaan berikut :

(

)

{

0 1 1 1 − − = + + −

}

t t t t t A b bP u A A γ ... (3.7)

(

)

t t t t b bP A u A01 + 1−γ −1

...

... (3.8)

(7)

Untuk memudahkan pendugaan maka dapat diubah β0 = γb0; β1 = γb1; β2 = (1 – γ);

dan et = γut sehingga:

t it t

it P A e

A =β0 +β1 +β2 −1 + ... (3.9) Persamaan (3.9) dapat diduga secara efisien dengan menggunakan metode OLS karena tidak ada masalah otokorelasi yang tercermin pada nilai galat et =

γut. Nilai γ menunjukkan cepat atau lambatnya respon produsen terhadap

perubahan harga. Makin besar nilai γ berarti respon produsen makin cepat, yang berarti respon produsen makin dinamis (luas areal tanam cepat berubah).

Untuk menentukan respon produktivitas (Y*) maka pendekatan Nerlove peubah areal dimasukkan menjadi satu faktor penentu, yaitu:

t t t t c c P c A Y = 0 + 1 + 2 +υ * ...(3.10)

(

1

)

* 1 − − = − − t t t t Y Y Y Y μ

... (3.11)

dimana

μ adalah koefisien penyesuaian parsialnya.

Dengan cara yang sama diatas agar dapat diduga,

maka dapat diperoleh persamaan pendugaannya

sebagai berikut:

(

)

t t t t t c c P c A Y u Y012 + 1−μ −1 + υ

...

... (3.12)

t it t it P A Y e Y =λ0 +λ1 +λ2 +λ3 −1+ ... (3.13)

(8)

Produktivitas suatu komoditas (Y) dipengaruhi oleh jumlah penggunaan input tidak-tetap X, input tetap Z dan karakteristik biologis tanaman komoditas itu sendiri. Dengan menganggap jumlah input tetap Z dan karakteristik biologis komoditas tetap, produktivitas hanya dipengaruhi oleh jumlah penggunaan input X. Jumlah penggunaan input X dipengaruhi oleh slope garis harga PL, yang merupakan rasio harga input X terhadap harga output. Oleh karena garis PL mempunyai kandungan harga input X dan harga output, maka produktivitas (Y) dipengaruhi oleh harga input X dan harga output.

PL1 Output PL2 Y’ = F’(X;Z) Y1’ E1’ PL1 π1’ Y = F(X;Z) Y1 E1 Y2 π1 E2 π2 0 X2 X1 Input Sumber: Nicholson, 2002

Gambar 5. Ilustrasi Efek Harga dan Teknologi terhadap Produktivitas

Pada kondisi PL1 dengan tingkat teknologi yang ada yang tercermin pada

fungsi produksi F(Y), maka titik optimum adalah E1, dimana jumlah penggunaan

input tidak-tetap adalah X1, yang menghasilkan output Y1 dan keuntungan

(9)

relatif terhadap harga output, maka slope garis PL1 berubah menjadi PL2. Ceteris paribus, titik optimum bergeser ke E2, dimana jumlah penggunaan input tidak-

tetap turun menjadi X2, yang menghasilkan output lebih rendah yaitu Y2 dan

keuntungan usahatani turun menjadi π2. Perubahan teknologi dapat menggeser

kurva produksi F(Y) ke F’(Y). Pada kondisi slope garis harga PL1 dan jumlah

penggunaan input tidak-tetap adalah X1, titik optimum bergeser ke E1’, dimana

produktvititas meningkat dari Y1 ke Y1’ dan keuntungan usahatani meningkat dari

π1 ke π1’.

3.1.2 Analisis Permintaan Gula

Analisis permintaan gula pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi pada hakekatnya dapat diturunkan dari maksimisasi utilitas (kegunaan) dengan kendala pendapatan (jumlah pengeluaran). Fungsi utilitas dapat dirumuskan sebagai berikut:

U = u (Qd, R) …………...………..……....…………(3.14)

dimana:

U = total utilitas mengkonsumsi gula Qd = jumlah gula yang dikonsumsi (unit)

R = jumlah komoditi lain yang dikonsumsi (unit)

Konsumen yang rasional akan memaksimumkan

kepuasannya dari konsumsi suatu komoditi pada

tingkat harga yang berlaku dan tingkat pendapatan

tertentu. Dengan demikian sebagai kendala untuk

(10)

memaksimumkan fungsi utilitas adalah sebagai

berikut:

I = Pg * Qd + Pr * R ………..………... (3.15)

dimana:

I = tingkat pendapatan (Rp)

P

g

= harga gula (Rp/unit)

Pr = harga komoditi lain substitusi/komplementer (Rp/unit)

Dari persamaan (3.14 dan 3.15) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan yakni sebagai berikut:

Z = u(Qd, R) + λ (I – Pg * Q – Pr * R) ………..…(3.16)

dimana λ adalah Lagrange Multiplier, jika syarat pertama dan kedua dipenuhi maka fungsi utilitas dapat dimaksimumkan sebagai berikut:

Qd’ - λPg = 0 atau Qd’ = λPg …………...………..………….(3.17)

R’ - λPr = 0 atau R’ =λPr ………...…………..………….………(3.18)

I - λPg * Qd – Pr * R = 0 ………..……...………(3.19)

dimana Qd’ utilitas marjinal dari komoditi gula dan R’ utilitas marjinal dari

komoditi selain gula sehingga:

λ = Q’/Pq = R’/Pr ………..……...……….(3.20)

Persamaan (3.20) menunjukkan bahwa kepuasan maksimum konsumen tercapai jika utilitas marjinal dibagi dengan harga harus sama bagi kedua komoditi tersebut dan juga harus sama dengan utilitas marjinal dari pendapatan. Dari persamaan (3.19) dan (3.20) diketahui bahwa Pg, Pr dan I merupakan peubah

(11)

eksogen yang mempengaruhi permintaan gula. Dengan demikian fungsi permintaan gula dapat dirumuskan sebagai berikut:

Qd = d (Pg, Pr, dan Y) ………...………..…….……(3.21)

Persamaan (3.21) menunjukkan bahwa jumlah permintaan gula merupakan fungsi dari harga gula (Pg), harga komoditi lain (Pr) dan pendapatan (I).

Selanjutnya Koutsoyiannis (1977) memberi perluasan teori permintaan ini yang menyatakan bahwa permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain, selera, pendapatan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk dan harapan harga.

Selain untuk konsumsi langsung, gula merupakan salah satu komposisi utama bahan baku pada industri makanan dan minuman. Secara teknis fungsi produksi dari secondary industry (industri sekunder) yang menggunakan input gula sebagai bahan baku dan input lain adalah:

Qi = f (Qg, Qng) ………...………..………..…….……(3.22)

dimana Qi: jumlah output (makanan dan minuman) yang dihasilkan, Qg: jumlah

input gula dan Qng: jumlah input selain gula. Bila Pi: harga output, Pg: harga gula

dan Png: harga input selain gula, maka fungsi tujuan (keuntungan) dari industri ini

dapat dirumuskan dengan memaksimumkan π sebagai berikut:

π = Pi*Qi(Qg,Qng) – (Pg*Qg + Png*Qng)… ………...…………...……(3.23)

Untuk memaksimumkan fungsi tujuan tersebut dan bila second order

condition dapat dipenuhi maka keseimbangan pada industri ini adalah:

Qg’ = Pg/Pi ………...………..……….…….……(3.24)

(12)

Sehingga permintaan gula oleh industri makanan dan minuman dapat dirumuskan sebagai berikut:

Qdg = f (Pi, Pg, Png) ………...………..…….……(3.26)

Qdng = f (Pi, Pg, Png) ………...…………...………...……(3.27)

dimana Qdg: permintaan input gula dan Qdng: permintaan input bukan gula. Kedua

persamaan ini membentuk suatu sistem dua persamaan dengan dua peubah endogen (Qdg, Qdng) dan tiga peubah eksogen (Pi, Pg, Png). Persamaan (3.26) dan

(3.27) merupakan derived demand industri terhadap input yaitu permintaan gula sebagai fungsi dari harga produk makanan dan munuman (Pi), harga gula (Pg) dan

harga input bukan gula (Png), dengan mensubstitusikan dengan persamaan (3.22)

akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Qi = f (Pi, Pg, Png) ………...………...………....……(3.28)

Berdasarkan teori dalam ilmu ekonomi, istilah permintaan menunjukkan jumlah barang atau jasa yang akan dibeli konsumen pada periode waktu dan tingkat harga tertentu. Menurut Nicholson (2002), permintaan adalah fungsi dari semua harga dan pendapatan, yang dimaksud harga adalah harga barang itu sendiri dan harga barang lain (substitusi atau komplementer), sedangkan pendapatan adalah besar kecilnya pendapatan rumahtangga. Algifari (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor penting yang mempengaruhi permintaan suatu produk adalah harga produk tersebut, harga produk lain yang berhubungan, penghasilan konsumen,selera dan preferensi konsumen terhadap produk tersebut, harapan konsumen mengenai kondisi yang akan datang, jumlah konsumen dan frekuensi pembelian. Fungsi permintaan dari suatu barang diturunkan dari fungsi kepuasan (utility) konsumen yang dibatasi oleh kendala anggaran/pendapatan,

(13)

diasumsikan bahwa konsumen ingin memaksimalkan kepuasannya dari mengkonsumsi sekumpulan komoditi dengan jumlah tertentu.

3.1.3. Ekspor dan Impor Gula

Menurut Krugman dan Obstfeld (2000), perdagangan internasional (antar negara) terjadi karena dua alasan yang masing-masing menjadi sumber bagi adanya keuntungan perdagangan yaitu: (1) karena negara tersebut berbeda satu sama lain, sehingga dari perbedaan itu akan memberikan keuntungan apabila mereka memperdagangkan komoditi yang berbeda, dan (2) karena negara tersebut ingin mencapai skala ekonomis.

Perbedaan sumberdaya yang dimiliki oleh suatu negara menyebabkan negara tersebut berusaha menghasilkan komoditas dengan biaya yang relatif lebih murah ketimbang harus mengimpor dari negara lain, sehingga dengan perdagangan nasional memungkinkan setiap negara melakukan spesifikasi produksi pada barang-barang tertentu sehingga mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dengan skala produksi yang besar. Perbedaan sumberdaya ini akan menyebabkan perbedaan harga dan akan menentukan keputusan suatu negara dalam menjual atau membeli dari negara lain atau melakukan ekspor dan impor.

Mengamati laju peningkatan produksi gula Indonesia setiap tahun yang tidak mampu mengikuti laju konsumsi masyarakat, telah mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan gula dalam negerinya dengan melakukan kegiatan ekspor dan impor. Menurut Hafsah (2002), Thailand dan Cina merupakan negara Asia terbesar yang memasok gulanya ke

(14)

Indonesia. Selain dari Asia, Indonesia juga mengimpor gula yang berasal dari Brazil, Australia dan Amerika Serikat.

Kondisi net importer Indonesia menunjukkan adanya defisit produksi (excess demand), sedangkan sebagai negara pengekspor, menunjukkan adanya kondisi surplus (excess supply). Sebelum adanya perdagangan kondisi excess

demand mengakibatkan kenaikan harga. Sebaliknya, kondisi excess supply

mengakibatkan terjadinya penurunan harga (Tweeten, 1992). Perbedaan harga ini merupakan salah satu penyebab terjadinya perdagangan antar negara, dimana terjadi kecenderungan produk mengalir dari daerah surplus ke daerah defisit, dengan asumsi tidak ada biaya transportasi. Tanpa perdagangan, harga gula di negara eksportir sebesar PE dan di negara importir PI. Jika di negara eksportir

harga di atas PE, produsen akan memproduksi lebih besar dari QE yang selama ini

(15)

Gambar 6. Mekanisme Penawaran dan Permintaan Gula antar Negara Eksportir dan Negara Importir di Pasar Dunia Sumber: Tweeten, 1992. SE DE DW SW DI SI EE PW PE O QE Q Q QW EW EI QI Q Excess Supply Negara Excess Demand Negara Pasar Dunia

Pasar Negara Eksportir Pasar Negara Importir

(16)

Di negara importir, bila harga di bawah PI, konsumen akan meminta lebih

banyak dari QI. Jadi fungsi permintaan di bawah keseimbangan EI mencerminkan excess demand negara importir. Bila terjadi perdagangan antara dua negara,

dengan asumsi biaya transportasi nol, maka penawaran dan permintaan di pasar dunia merupakan kurva excess supply dan excess demand kedua negara. Keseimbangan terjadi pada titik EW dengan tingkat harga PW dan volume yang

diperdagangkan sebesar QW (yang diekspor = yang diimpor). Fenomena ekonomi

ini berkaitan dengan banyak faktor, selain penawaran, permintaan, harga, ekspor dan impor gula. Dari ilustrasi tersebut, diperoleh bahwa jumlah impor dipengaruhi oleh harga impor (Pi), selain itu juga oleh pendapatan suatu negara (I) juga

besarnya impor sebelumnya (Mt-1), sehingga model impor dapat diformulasikan

sebagai berikut:

M = f (Pi, I, Mt-1) ……….………..……….(3.29)

Demikian pula dengan persamaan ekspor :

E = f (Pe, I, Et-1) ……….……….(3.30)

3.1.4. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Perdagangan

Dalam perdagangan dunia, proses pembentukan harga gula dunia ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan dunia. Tetapi, setiap negara eksportir dan negara importir mempunyai kepentingan masing-masing sehingga muncullah kebijakan perlindungan atau intervensi pemerintah terhadap perdagangan gula. Intervensi pemerintah diperlukan untuk mengatur mekanisme perdagangan internasional. Pemerintah memiliki alat yang cukup kuat untuk mempengaruhi kegiatan perdagangan internasionalnya. Instrumen tersebut dapat berupa kontrol

(17)

atas ekspor dan impor, misalnya berupa kurs devisa, ekspor oleh instansi pemerintah langsung, administrasi ekspor dan investasi dalam prasarana fisik. Berbagai kebijakan distortif yang dilakukan pemerintah seperti bantuan domestik, dukungan harga, tarif yang tinggi, tariff–rate quota dan subsidi ekspor terjadi pada industri dan perdagangan gula hampir semua negara produsen dan konsumen utama. Sebagai akibatnya, terjadi kegagalan pasar yang berimplikasi harga tidak lagi mencerminkan biaya produksi (Krugman dan Obstfeld, 2000). Dalam perdagangan gula, sebagai net importer, Indonesia telah banyak menerapkan bermacam-macam jenis kebijakan (lihat Tabel 5). Analisa tentang kebijakan perdagangan melalui intervensi pemerintah sangat diperlukan.

1. Kebijakan Peningkatan Teknologi

Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah dalam penelitian dan pengembangan (research policy) pertanian melalui peningkatan teknologi. Dalam menghasilkan gula agar dapat dikonsumsi, maka diperlukan suatu konversi dengan mengalikan suatu faktor rendemen yang telah diukur dan ditentukan dengan produksi tebu. Rendemen dipengaruhi oleh teknologi usahatani tebu yang diukur berdasarkan mutu tebu atau nilai nira dan teknologi pabrik gula. Hal inilah yang mendasari pemerintah dalam pencapaian swasembada pangan mematok rendemen minimal 7.2 persen pada tahun 2007.

Peningkatan teknologi yang menghasilkan rendemen yang tinggi berdampak pergeseran ke kanan kurva suplai S ke S’. Dengan adanya peningkatan teknologi ini maka akan mempengaruhi biaya produksi, sehingga dapat meningkatkan produksi dan penawaran pun bertambah. Kenaikan penawaran sebesar Q2 selanjutnya akan menurunkan harga ke P2.

(18)

Sumber: Ellis, 1992

Gambar 7. Dampak Peningkatan Teknologi

2. Kebijakan Nilai Tukar dan Suku Bunga

Pengaruh perekonomian luar negeri telah memiliki efek yang kuat pada perekonomian Indonesia, demikian pula sebaliknya. Perekonomian yang tumbuh dan jatuh ke dalam resesi membuat pemerintah melakukan pengetatan kebijakan moneter dengan melakukan stimulus menaikkan/menurunkan suku bunga yang akan mempengaruhi nilai tukar rupiah relatif terhadap mata uang lain, dan kemudian mempengaruhi daya saing, perdagangan dunia dan pendapatan negara.

Nilai tukar mata uang (exchange rate) adalah harga valuta asing dalam nilai mata uang domestik (Dornbusch, 2004). Fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh jual beli, baik secara barter maupun melalui pasar. Nilai tukar biasanya ditentukan oleh pedagang (dealer), harga penjualan (offer) dan harga pembelian (bid) dimana perbedaan perbedaan antara kedua tingkat harga tersebut merupakan margin

(19)

keuntungan pedagang. Semakin besar jumlah perdagangan suatu mata uang maka akan semakin kecil margin keuntungan pedagang.

Kebijakan tiap negara umumnya berbeda dalam mengatur nilai mata uangnya. Pemerintah melalui bank sentral melakukan intervensi dalam membeli dan menjual valuta asing sesuai dengan kebijakan yang diambil. Dengan sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate system), bank sentral menahan konstan harga nilai tukar asing terhadap mata uang domestik, dengan membeli dan menjual valuta asing dengan nilai tukar tetap. Sedangkan dengan sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate system) atau fleksibel, nilai tukar ditentukan oleh penawaran dan permintaan tanpa intervensi bank sentral.

Nilai tukar merupakan harga dalam mata uang domestik, dimana apabila nilai tukar turun, harga mata uang domestik mengalami kenaikan, dibutuhkan uang yang lebih sedikit untuk membeli satu unit valuta asing. Dalam keadaan perekonomian yang tidak stabil, pemerintah dapat melakukan tindakan stabilisasi dengan kebijakan depresiasi atau apresiasi. Suatu mata uang mengalami depresiasi apabila nilai tukar menjadi lebih murah terhadap mata uang asing. Tindakan depresiasi akan menaikkan harga domestik, sehingga mendorong produsen meningkatkan produksinya, konsumen mengurangi pemintaan dan akan mengurangi impor.

Sejak diterapkannya nilai tukar mengambang di Indonesia pada tahun 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang cukup berat sehingga terdepresiasi pada tingkat yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan pemerintah melakukan kebijakan suku bunga, dimana peningkatan suku bunga akan memperkuat nilai tukar sebagai dampak meningkatnya arus modal masuk dari luar negeri.

(20)

Peningkatan suku bunga juga berdampak langsung terhadap peningkatan biaya modal yang harus dikeluarkan industri, sehingga menghambat alokasi investasi ke berbagai sektor produktif. Sebaliknya dengan kebijakan penurunan suku bunga akan berdampak negatif terhadap arus modal dalam jangka pendek. Akan tetapi bila diikuti oleh iklim investasi yang baik, diperkirakan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan investasi dan aktivitas industri dalam jangka menengah dan panjang (Oktaviani, 2008).

3. Kebijakan Tarif Impor

Salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perdagangan adalah tarif yaitu sejenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor. Tarif menimbulkan dampak berupa kenaikan harga atau biaya pengiriman barang (produk impor) ke suatu negara. Tujuan pengenaan tarif selain untuk sumber penerimaan pemerintah juga untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri dari tekanan persaingan produk impor. Indonesia telah menerapkan kebijakan proteksi pada komoditi gulanya pada tahun 1999, yaitu dengan menerapkan tarif impor sebesar 20 persen untuk gula mentah dan 25 persen untuk gula putih. Gambar 8 merupakan ilustrasi dampak pengenaan tarif impor gula yang terjadi di Indonesia sebagai negara importir gula, dengan asumsi tidak adanya biaya angkut, transportasi atau biaya perdagangan lain.

Tanpa tarif, harga gula di pasar domestik sama dengan harga dunia sebesar Pw, dengan kuantitas produksi sebesar OS1 dan kuantitas konsumsi sebesar OD1.

Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat maka impor yang dilakukan sebesar S1D1. Pengenaan tarif impor sebesar t telah menaikkan harga gula di pasar domestik menjadi Pw+t, sehingga akan meningkatkan harga barang yang

(21)

dihasilkan produsen domestik dengan kenaikan produksi domestik S1S2 dan penurunan konsumsi D1D2. Jadi pengenaan tarif menurunkan impor menjadi S2D2.

Sumber: Krugman dan Obstfeld, 2000

Gambar 8. Dampak Tarif Impor terhadap Perdagangan

Suatu negara kecil seperti Indonesia mengenakan tarif, peranan ekonominya tidak akan begitu berarti di pasar dunia dan hanya menciptakan dampak yang kecil dalam perdagangan dunia, sehingga pengurangan impor akibat adanya tarif ini tidak akan menurunkan harga barang luar negeri yang diimpornya. Tarif hanya akan meningkatkan harga barang yang diimpor sebesar tarif yang berlaku. Di negara besar, adanya perdagangan bebas menghendaki penghapusan dan pengurangan segala jenis bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun nontarif. Sehingga aliran barang di pasar dunia antar negara akan semakin banyak. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa penawaran dan permintaan pasar dalam negeri tidak saja dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam negeri tetapi juga dari pasar dunia. Apabila diformulasikan ke bentuk persamaan:

(22)

Mt = Ct – Pt + St-1 …………...………...…………(3.31)

Apabila stok gula (St-1) di negara pengimpor diasumsikan tetap, maka

permintaan impor gula akan konsisten dengan konsumsinya (Ct), sehingga fungsi

permintaan impor dapat diturunkan dari fungsi konsumsinya. Fungsi konsumsi dapat diturunkan dari fungsu utilitasnya, sehingga maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala pendapatan menghasilkan persamaan sebagai berikut:

Cg = f (Pg, Png, I) ...…………...………...………..…(3.32)

Permintaan impor sangat dipengaruhi oleh tingkat intervensi pemerintah seperti tarif impor, subsidi, kuota dan lain-lain yang dipengaruhi oleh harga dunia dan nilai tukar, sehingga fungsi permintaan impor dapat dirumuskan menjadi:

Qmt = f (Pgt, Pngt, GNPt, Kt) ……...……….………..…(3.33)

dimana :

Qmt = permintaan impor (unit) Pgt = harga gula (Rp/unit)

Pngt = harga produk substitusi gula (Rp/unit) GNPt = pendapatan nasional negara importir (Rp)

Kt = kebijakan pemerintah lain dalam pasar gula (Rp/unit)

Penawaran ekspor merupakan kelebihan penawaran dalam negeri atau produksi yang tidak dikonsumsi oleh warga negara dan tidak disimpan dalam bentuk stok. Apabila diformulasikan ke bentuk persamaan sebagai berikut:

Et = Pt - Ct + St-1 …………...………...……..……(3.34)

Penawaran ekspor dalam perdagangan antar negara ini dipengaruhi faktor luar negeri diantaranya harga luar negeri (FOB), nilai tukar dan tingkat bunga, sehingga fungsi penawaran ekspor dalam persamaan:

(23)

Qet = f (Pgt, Pwt, ERt,Kt ) ……...………...…(3.33)

dimana:

Qet = penawaran ekspor (unit) Pwt = harga ekspor FOB (US$/unit) ERt = nilai tukar (Rp/US$)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Perkembangan industri gula tidak saja ditentukan oleh faktor-faktor yang ada dalam sistem industri itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar industri gula. Faktor kebijakan makro merupakan faktor di luar industri gula yang paling berpengaruh dan memberikan dampak secara langsung, seperti kebijakan tataniaga input, kebijakan harga dan perdagangan. Kebutuhan akan konsumsi gula ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan semakin bertambahnya penduduk, pertumbuhan industri yang baru serta kenaikan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat. Sedangkan permasalahan di bidang produksi meliputi penurunan areal tebu, inefisiensi ditingkat usaha tani dan inefisiensi ditingkat pabrik gula.

Semakin berkembangnya industri makanan dan minuman, kebutuhan akan gula dengan mutu tinggi atau dikenal sebagai gula rafinasi pun meningkat, sehingga produksi maupun pengadaan harus direncanakan secara mantap untuk menghindarkan gejolak harga. Kebutuhan gula yang semakin meningkat digunakan untuk keperluan rumahtangga (konsumsi langsung dan konsumsi tidak langsung) maupun bahan baku industri. Bertitik tolak dari pemikiran ini kajian mengenai aspek permintaan dan penawaran gula dan gula rafinasi perlu dilakukan.

(24)

Gambar 9. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan :

Peubah Endogen Peubah Eksogen

(25)

Terdapat beberapa instrumen kebijakan atau intervensi yang digunakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan pada industri gula Indonesia selain melalui peningkatan teknologi, diantaranya kebijakan tarif impor dan kebijakan yang diharapkan berguna untuk investasi yaitu nilai tukar dan suku bunga untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran gula. Kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melindungi industri gula dalam negeri dan industri gula rafinasi, serta konsumen.

Pada satu sisi pemerintah mengembangkan industri gula rafinasi secara longgar melalui pemberian ijin yang mudah dan kemudahan mengimpor, tetapi pemerintah juga membatasi penggunaan gula rafinasi hanya untuk industri. Akibatnya gula rafinasi menjadi kelebihan penawaran dan berpeluang masuk ke pasar rumahtangga. Hal ini menyebabkan petani tebu sebagai produsen gula terancam.

Dari uraian diatas perlu dianalisis mengenai kebijakan yang tepat yang menpengaruhi permintaan dan penawaran gula dengan mempertimbangkan adanya gula rafinasi lebih spesifik dengan memperhitungkan juga efisensi dalam produksi gula rafinasi sehingga tidak mengorbankan petani tebu atau konsumen.

Gambar

Gambar 6. Mekanisme Penawaran dan Permintaan Gula antar Negara Eksportir dan Negara Importir di Pasar Dunia Sumber: Tweeten, 1992
Gambar 9. Alur Kerangka Pemikiran Operasional  Keterangan :

Referensi

Dokumen terkait

Judul : PengaruhKualitas Komunikasi Organisasi Terhadap Loyalitas Nasabah Melalui Kepuasan Nasabah Sebagai Variabel Intervening pada Bank CIMB NIAGA di Surabaya.. Disetujui

Secara umum, yang menjadi ciri utama hermeneutika yang mengandalkan verstehen ini antara lain; pertama, metode ilmu sosial yang dianggap paling cocok untuk menghasilkan

Skripsi dengan judul “ Upaya Guru Pendidian Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Siswa Melalui Perpustakaan Islam di SMKN 1 Boyolangu Tulungagung Tahun

Observasi dilakukan pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Pengambilan data ini ditunjukan untuk mengetahui aktivitas guru dan. aktivitas siswa selama proses

 Tekanan darah normal adalah sekitar 60/30 mm Hg pada jangka...  Periksa telinga Untuk memeriksa telinga bayi, tataplah muka nya. Bayangkan sebuah garis melintasikedua mata

Memaksimalkan kursus calon pengantin (suscatin) sesuai dengan panduan dari Kementerian Agama RI, baik dari sisi materi maupun dari alokasi waktu, selama ini suscatin

Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Produktif Administrasi Perkantoran Kelas X.. di SMK Bina

lebih lanjut tentang “Pemanfaatan Limbah Selulosa Dalam Kulit Durian (Durio zibethinus) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol Melalui Proses Fermentasi Saccharomyces