• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588)."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588). Paparan konsep ini dapat bersumber dari para ahli, pengalaman peneliti, dokumentasi, dan nalar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dengan adanya konsep, peneliti akan semakin mudah mengembangkan ide dan gagasannya untuk memperjelas hasil penelitian.

2.1.1 Implikatur

Implikatur merupakan satu kajian bidang ilmu pragmatik. Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan atau dengan kata lain tuturan yang disampaikan itu dicakup dalam dua bagian yaitu apa yang disampaikan (makna dasar) dan apa yang diimplikasikan (makna lain/implikaturnya).

2.1.2 Jargon Politik

Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu (A. Chaer dan L. Agustina 2010: 68), (BDK Nuryadi dalam Robins 1992: 62). Ungkapan yang digunakan tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia.

Dalam proses penyampaian visi dan misi serta pesan-pesan politik yang salah satunya guna menyosialisasikan pendidikan politik kepada masyarakat. Setiap partai politik, terkhusus para kandidat calon presiden selalu berusaha menemukan formulasi dalam upaya yang paling efektif untuk merekrut massa dengan mengumandangkan jargon politik dalam

(2)

persaingan menuju kemenangan. Maraknya penggunaan jargon politik oleh parpol telah menambah gairah pesta demokrasi di negeri ini, proses sosialisasi jargon politik parpol mengisi sendi-sendi sumber informasi publik baik di media cetak, elektronik, dan dalam jaringan. Iklan-iklan yang berisi jargon politik tersebut juga menghiasi seluruh sudut-sudut kota di berbagai wilayah di negeri ini, baik iklan yang berukuran besar seperti baliho, spanduk dan plakat serta dalam ukuran kecil seperti brosur,poster dan selebaran.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Menurut Geoffrey Leech (1983), secara praktis pragmatik dapat didefinisikan sebagai studi mengenai makna ujaran di dalam situasi tertentu. Ia juga mengartikan bahwa pragmatik umum sebagai kajian megenai kondisi-kondisi umum penggunaan bahasa secara komunikatif (oka, 1993: ix : 15).

Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada implikatur tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan, dan konteks yang mempunyai perananan penting dalam situasi tuturan.

2.2.2 Implikatur

Gunpers (dalam Lubis, 1991:68), inferensi (implikatur) adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Mengacu pada pernyataan bahwa selalu benar apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.

(3)

Berlangsungnya situasi percakapan seyogyanya dikuasai oleh hukum atau kaidah pragmatik umum menurut H.paul grice (1967 dalam soemarmo, 1988:171) disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup peraturan tentang bagaimana suatu percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kaidah ini terbagi atas 2 pokok yakni : (1) prinsip kooperatif yang menyatakan “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu” (2) terdapat empat maksim percakapan yang terdiri atas maksim kuantitas , maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.

Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai, misalnya seorang harus mengatakan bahwa Jakarta adalah ibu kota Indonesia, bukan kota-kota yang lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, bila terjadi hal yang sebaliknya, tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi.

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.

Contoh:

(3) Tetangga saya hamil

(4) Tetangga saya yang perempuan hamil

Ujaran (3) di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpang nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan (4) sifatnya berlebihan. Kata hamil dalam (3) sudah menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang perempuan dalam (4) justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. hal ini bertentangan dengan maksim kuantitas.

(4)

Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevansi dengan masalah pembicaraan.

Contoh :

(5) + Ani, ada telepon untuk kamu.

- Saya lagi di belakang, Bu!

Jawaban (-) pada (5) di atas sepintas tidak berhubungan, tetapi bila diamati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban (-) pada (5) mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu. Fenomena (5) mengsiyaratkan bahwa fenomena relevansi tindak ucap peserta kontribusinya tidak selalu terletak pada makna ujaranya, tetapi memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu.

Maksim Pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak takabur, tidak taksa, dan tidak berlebihan serta runtut.

Contoh:

(6)+ mari berhenti dan cari tempat makan !

- oke, tapi tidak M-C-D-O-N-A-L-D-S!

Dalam (6) tokoh (-) menjawab ajakan (+) secara langsung, yakni dengan mengeja satu per satu kata Mc Donalds penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya.

Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaraannya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Apabila terdapat tanda-tanda bahwa salah satu dasar atau maksim tersebut tidak diikuti, maka ucapan itu mempunyai implikatur (Siregar,1997:30)

(5)

Contoh :

A. Nasinya sudah masak. Implikaturnya adalah silakan dimakan.

B. Saya punya sepeda. Implikaturnya adalah sepeda saya boleh anda pakai.

Kalimat-kalimat di atas mempunyai implikatur karena keduanya tidak sesuai dengan maksim kuantitas (sesuatu yang jelas masih dinyatakan). Jadi, pendengarnya harus memutuskan bahwa ada makna lain dibalik ucapan itu. Pada dasarnya setiap percakapan kita harus menganggap bahwa prinsip kooperatifnya selalu diikuti, maka tugas pendengarnya adalah menetapkan atau mengolah ucapan itu untuk menentukan makna dibaliknya dengan mempergunakan kaidah-kaidah yang ada.

2.2.3 Tindak Tutur

Menurut Searle, dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku atau tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah (dalam rani, 2004:158).

Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R. Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts : An Essay in the Philosophy of language, membagi praktik penggunaan bahasa menjadi tiga macam tindak tutur, yaitu :

1. Tindak ‘lokusi’ yakni mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan

(6)

penjelasan dalam sintaksis. Dalam tindak ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi dan fungsi tuturan yang disampaikan si penutur, tetapi bermaksud untuk memberi tahu penutur (dalam Lubis,1991:9)

2. Tindak ‘ilokusi’ tindakan yang melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengungkapkan kalimat bukan dimaksudkan untuk memberi tahu penutur saja, tetapi ada keinginan penutur melakukan tindakan.

3. Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan, 1989:18, dalam lubis,1993:9).

Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan “prediksi”, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan ‘akibat suatu ungkapan’. Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu, ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain. Perlokusi adalah hasil dari ucapan tersebut terhadap pendengarnya

Kalimat: Nilai raportmu bagus sekali! Dari segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai raport itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, dapat berupa pujian atau ejekan. Pujian kalau nilai raportnya memang bagus, dan ejekan kalau nilainya tidak bagus. Dari segi perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih (muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih.

Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan, tetapi mengharuskan si pendengar mengolahnya sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya.

(7)

Jadi, kalimat “nilai raportmu bagus sekali” bermakna dasar sebuah raport bernilai bagus. Prinsip kooperatifnya di sini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuai dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan sebagai berikut: si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna dibalik ujaran tersebut.

Dalam hal ini, Konteks dan penuturnya memegang peranan untuk menyatakan itu adalah orang tua kepada anaknya yang menunjukkan raportnya dan air muka orang tua itu tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adala kesalahan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai raport tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau juga mungkin hanya merasa sedih atau mungkin juga dapat menangis, atau ia menyatakan akan berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi.

Searle mengklarifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni :

1. Representatif atau asertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut dan memberi nasihat.

3. Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menanawarkan.

4. Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebaginya.

(8)

5. Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

2.2.4 Konteks

Konteks berasal dari Bahasa Latin ‘contexere’ yang berarti ‘menjalin bersama’. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan dirinya, yang terjalin bersama.

Hymes (1972, dalam Chaer, 1995:62), seorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah :

1. S (Setting and Scane). 2. P (Participants)

3. E (Ends), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.

4. A (Act sguence), mengacu kepada bentuk ujuran dan isi ujuran.

5. K (Keys), mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau.

6. I (Instrumentalities),

7. N (Norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur.

8. G (Genres), mengacu pada jenis penyampaian.

Setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, sedangkan scane mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat

(9)

dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola, kita boleh berbicara keras-keras, tetepi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi dalam hal khotbah di Mesjid, Khotib sebagai sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda apabila berbicara dengan orang tua atau gurunya bila dibandngkan kalau ia berbicara dengan teman sebayanya.

Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu khasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur di ruang kajian linguistik, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya, namun mungkin ada diantara para mahasiswa datang hanya untuk memandang wajah ibu dosen yang cantik itu.

Act seguence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya, dan apa hubungan antara apa

(10)

yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Keys mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegragf atau telepon. Instrumentalis ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan , seperti bahasa, ragam dialek atau register.

Norms of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dan lawan bicara.

Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah. doa dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber tersebut adalah seperti beruikut. Wijana (2001) meneliti implikatur dalam wacana pojok. Dia menyimpulkan tentang fakta bahwa sebuah tuturan khususnya tuturan yang diutarakan untuk maksud mengkritik, mengecam, memberikan cara-cara dengan sopan, seperti halnya wacana pojok dikreasikan sedemikian rupa dengan tuturan-tuturan yang berimplikatur. Dalam hal ini kajian pragmatik harus memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau terbatas kemungkinan implikatur yang dapat ditimbulkan oleh sebuah tuturan.

(11)

Dewana (2001), dalam skripsinya Pasangan Bersesuaian dalam Wacana Persidangan (Analisis Implikatur Percakapan). Dia menyimpulkan tentang penerapan prinsip kerja sama serta empat maksim percakapan pasangan bersesuaian yang terdapat pada analisis implikatur percakapan dalam wacana persidangan adalah pola panggilan-jawaban, pola permintaan-penerimaan, pola permintaan informasi-pemberian, pola penawaran-permintaan-penerimaan, pola penawaran-penolakan.

Anina (2006) meneliti tentang implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa wacana humor berbahasa Indonesia memiliki karakteristik wujud lingual implikatur percakapan seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif. Selain itu, implikasi pragmatis implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia memiliki fungsi menghibur, menyindir, memerintah, dan mengejek.

Referensi

Dokumen terkait

baru yaitu Datum Geodesi Nasional (DGN-95). Datum ini ditentukan dengan pengamatan GPS dan menggunakan ellipsoid referensi WGS-84. Berkaitan dengan batas maritim, Datum

Penelitian yang dilaku kan merupakan penelitian pengembangan yang menghasilkan produk berupa media pembelaja ran video tutorial dengan menggunakan software adobe

Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tunas Nepenthes pada umur dua bulan setelah perlakuan (atas) dan umur lima bulan pasca perlakuan pada

Analisis Kandungan Protein Terlarut Daun Kedelai Edamame (Glycine max (L.) Merr) Hasil fermentasi Oleh Aspergillus niger.. Noni Anwar

• Jangan biarkan kabel jaringan listrik bersentuhan atau mendekati pintu peralatan atau ditempatkan di rongga bawah peralatan, terutama saat beroperasi atau pintu peralatan

– Cantumkan semua attribute dari relationship R sebagai attribute biasa dalam skema relasi – Primary key dari S biasanya berupa kombinasi dari semua FK yang terbentuk di atas.

Kontras lainnya adalah bahwa penganut teori struktural fungsional melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh nilai-nilai, norma-norma, dan moralitas

Yang bukan termasuk perilaku demokrasi yang perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut .... Memaksakan pendapat dalam