• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.Dasar Fluida

Dalam buku yang berjudul “Fundamental of Fluid Mechanics” karya Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi, dan Wade W. Huebsch, fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terus-menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser. Sebuah tengangan (gaya per satuan luas) geser terbentuk apabila sebuah gaya tangensial bekerja pada sebuah permukaan. Apabila benda-benda padat biasa seperti baja atau logam-logam lainnya dikenai oleh suatu tegangan geser, mula-mula benda ini akan berdeformasi (biasanya sangat kecil), tetapi tidak akan terus-menerus berdeformasi (mengalir). Namun, cairan yang biasa seperti air, minyak, dan udara memenuhi definisi dari sebuah fluida artinya, zat-zat tersebut akan mengalir apabila padanya bekerja sebuah tegangan geser. Beberapa bahan, seperti lumpur, aspal, dempul, odol dan lain sebagainya tidak mudah untuk diklasifikasikan karena bahan-bahan tersebut akan berperilaku seperti benda padat jika tegangan geser yang bekerja kecil, tetapi jika tegangan tersebut melampaui suatu nilai kritis tertentu, zat-zat tersebut akan mengalir. Ilmu yang mempelajari bahan-bahan tersebut disebut rheology dan tidak termasuk dalam cakupan mekanika fluida klasik.

2.2 Bilangan Reynolds

Joseph et al. (1996) dalam bukunya menjelaskan tentang bilangan Reynolds dimana jika diperhatikan gerak dinamis dari aliran kental dengan skala kecepatan 𝑈 dan skala panjang 𝐿. Dua parameter cairan yang paling penting yang mempengaruhi gerak adalah 𝜌 kepadatan dan viskositas 𝜇. Empat parameter ini (𝑈, 𝐿, 𝜌, 𝜇) dapat dikombinasikan ke dalam kelompok berdimensi tunggal yang disebut bilangan Reynolds atau sering dituliskan 𝑅𝑒 (Osborne Reynolds (1883))

(2)

𝑅𝑒 = 𝜌. 𝐿. 𝑈

𝜇 =

𝐿. 𝑈

𝑣 (1) di mana 𝑣 =𝜇⁄ adalah rasio nyaman yang disebut viskositas kinematik fluida. 𝜌 Bilangan Reynolds adalah parameter dominan yang mempengaruhi hampir semua arus kental.

2.3 Laminar dan Turbulent Flow

Pentingnya jumlah Reynolds dengan indah digambarkan dalam percobaan klasik oleh Reynolds sendiri, menggunakan zat warna yang beruntun untuk memvisualisasikan aliran melalui pipa halus, seperti pada Gambar. 2.1. Jika jumlah Reynolds rendah, zat warna yang beruntun tetap lurus dan halus [Gambar. 2.1 (sebagai kondisi yang disebut laminar atau merampingkan aliran. Dalam Reynolds berbagai jumlah menengah [Gambar. 2.1 (b)], zat warna yang beruntun memperlihatkan perilaku yang tidak menentu, dan pengukuran titik, katakanlah, kecepatan terhadap waktu menunjukkan tidak beraturan "semburan" aktivitas . rentang peralihan ini disebut aliran transisi.

Pada nomor Reynolds tinggi [Gambar. 2.1 (c)], istirahat pewarna beruntun dan campuran pada tingkat intens, mengisi tabung dengan warna. Pengukuran kecepatan titik menunjukkan fluktuasi acak kontinu disebut turbulensi, dan arus sesaat menjalin seperti spaghetti. Ini adalah aliran turbulen, dan memiliki gesekan dan panas transfer cukup karakter yang berbeda dibandingkan dengan aliran laminar.

(3)

Gambar 2.1. Visualisasi zat warna yang beruntun dan pengukuran kecepatan aliran saluran (setelah percobaan terkenal oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883): (a) aliran laminar, Re rendah, (b) aliran transisi, Re moderat, dan (c) aliran turbulen, Re besar.

2.4.Persamaan Navier-Stokes

Persamaan Navier-Stokes adalah dasar persamaan differensial parsial yang menguraikan aliran fluida yang tak dapat dimampatkan. Dengan menggunakan tingkat tekanan dan tingkat tegangan tensor. Hal ini, dapat ditunjukkan dari persamaan Fj sebagai bagian komponen kekuatan merekat dari F pada suatu wadah yang tak berputar yaitu sebagai berikut

𝐹𝑖 𝑉 = 𝜕 𝜕𝑥𝑗 [𝜂 (𝜕𝑢𝑖 𝜕𝑥𝑗 +𝜕𝑢𝑗 𝜕𝑥𝑖 + 𝜆𝛿𝑖𝑗∇. 𝒖)] (2)

dimana 𝜂 adalah kecepatan dinamik, 𝜆 adalah koefisien kecepata kedua, 𝛿𝑖𝑗 adalah Kronecker delta, ∇. 𝒖 adalah divergen (Tritton 1988, Faber 1995).

(4)

Dalam buku yang berjudul “Fundamental of Fluid Mechanics” karya Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi, dan Wade W. Huebsch, persamaan Navier-Stokes adalah persamaan diferensial dasar yang menggambarkan aliran fluida Newtonian.

Suatu persamaan tegangan dapat disubitusikan terhadap persamaan differensial untuk benda yang bergerak yakni :

𝜌𝑔𝑥+𝜕𝜎𝑥𝑥 𝜕𝑥 + 𝜕𝜏𝑦𝑥 𝜕𝑦 + 𝜕𝜏𝑧𝑥 𝜕𝑧 = 𝜌 ( 𝜕𝑢 𝜕𝑡 + 𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑥+ 𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑦+ 𝑤 𝜕𝑢 𝜕𝑧) (3) 𝜌𝑔𝑦+𝜕𝜎𝑥𝑦 𝜕𝑥 + 𝜕𝜏𝑦𝑦 𝜕𝑦 + 𝜕𝜏𝑧𝑦 𝜕𝑧 = 𝜌 ( 𝜕𝑣 𝜕𝑡 + 𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑥+ 𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑦+ 𝑤 𝜕𝑣 𝜕𝑧) (4) 𝜌𝑔𝑧+ 𝜕𝜎𝑥𝑧 𝜕𝑥 + 𝜕𝜏𝑦𝑧 𝜕𝑦 + 𝜕𝜏𝑧𝑧 𝜕𝑧 = 𝜌 ( 𝜕𝑤 𝜕𝑡 + 𝑢 𝜕𝑤 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑧) (5) dan disederhanakan menggunakan persamaan kontinuitas

𝜕𝑢 𝜕𝑥+ 𝜕𝑣 𝜕𝑦 = 0 (6) sehingga diperoleh : (terhadap x) 𝜌 (𝜕𝑢 𝜕𝑡+ 𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑥+ 𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑦+ 𝑤 𝜕𝑢 𝜕𝑧) = − 𝜕𝑝 𝜕𝑥+ 𝜌𝑔𝑥+ 𝜇 ( 𝜕2𝑢 𝜕𝑥2+ 𝜕2𝑢 𝜕𝑦2+ 𝜕2𝑢 𝜕𝑧2) (7) (terhadap y) 𝜌 (𝜕𝑢 𝜕𝑡+ 𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑥+ 𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑦+ 𝑤 𝜕𝑢 𝜕𝑧) = − 𝜕𝑝 𝜕𝑦+ 𝜌𝑔𝑦+ 𝜇 ( 𝜕2𝑣 𝜕𝑥2+ 𝜕2𝑣 𝜕𝑦2+ 𝜕2𝑣 𝜕𝑧2) (8) (terhadap z) 𝜌 (𝜕𝑢 𝜕𝑡+ 𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑥+ 𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑦+ 𝑤 𝜕𝑢 𝜕𝑧) = − 𝜕𝑝 𝜕𝑧+ 𝜌𝑔𝑧+ 𝜇 ( 𝜕2𝑤 𝜕𝑥2 + 𝜕2𝑤 𝜕𝑦2+ 𝜕2𝑤 𝜕𝑧2) (9)

dimana u, v dan w adalah komponen-komponen kecepatan dari x, y dan z. Dapat dilihat telah disusun kembali persamaan tersebut di mana terminologi percepatan ditunjukkan pada sisi sebelah kiri dan terminologi ketegangan sebelah kanan. Persamaan-persamaan tersebut secara umum disebut dengan persamaan Navier-Stokes yang diambil dari nama ahli matematika Francis L. M. H. Navier (1785-1836) dan mekanik Inggris Bapak G. G. Stokes (1819-1903). Ketiga persamaan tersebut ketika dikombinasikan dengan persamaan kekekalan massa (persamaan kontinuitas), memperlihatkan uraian matematika yang lengkap dari suatu aliran fluida Newtonian tak termampatkan. Diperoleh empat persamaan dan empat tak diketahui (u, v, w dan p) dan oleh karena itu

(5)

masalahnya adalah mana “yang baik diambil” pada sifat-sifat matematika. Sayangnya, karena kompleksitas umum dari persamaan Navier-Stokes (yaitu nonlinier, tingkat-kedua, persamaan differensial parsial) kompleksitas tersebut tidak dapat dikerjakan dengan penyelesaian yang sangat baik kecuali pada beberapa permasalahan. Namun, pada beberapa permasalahan yang solusinya telah diperoleh dan dibandingkan dengan hasil eksperimen, ternyata hasilnya hampir dapat diterima. Oleh karena itu, persamaan Navier-Stokes dibuat sebagai pendekatan persamaan differensial untuk fluida Newtonian tak termampatkan.

Dari sisi koordinat polar silinder (tabung), persamaan Navier-Stokes dapat ditulis sebagai :

(terhadap r) 𝜌 (𝜕𝑣𝑟 𝜕𝑡 + 𝑣𝑟 𝜕𝑣𝑟 𝜕𝑟 + 𝑣𝜃 𝑟 𝜕𝑣𝑟 𝜕𝜃 − 𝑣𝜃2 𝑟 + 𝑣𝑧 𝜕𝑣𝑟 𝜕𝑧) = − 𝜕𝑝 𝜕𝜃+ 𝜌𝑔𝑟+ 𝜇 [ 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟(𝑟 𝜕𝑣𝑟 𝜕𝑟) − 𝑣𝑟 𝑟2+ 1 𝑟2 𝜕2𝑣𝑟 𝜕𝜃2 − 2 𝑟2 𝜕𝑣𝜃 𝜕𝜃 + 𝜕2𝑣𝑟 𝜕𝑧2] (10) (terhadap 𝜃) 𝜌 (𝜕𝑣𝜃 𝜕𝑡 + 𝑣𝑟 𝜕𝑣𝜃 𝜕𝑟 + 𝑣𝜃 𝑟 𝜕𝑣𝜃 𝜕𝜃 + 𝑣𝑟𝑣𝜃 𝑟 + 𝑣𝑧 𝜕𝑣𝜃 𝜕𝑧) = − 1 𝑟 𝜕𝑝 𝜕𝑥+ 𝜌𝑔𝜃+ 𝜇 [ 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟(𝑟 𝜕𝑣𝜃 𝜕𝑟) − 𝑣𝜃 𝑟2+ 1 𝑟2 𝜕2𝑣𝜃 𝜕𝜃2 + 2 𝑟2 𝜕𝑣𝑟 𝜕𝜃 + 𝜕2𝑣𝜃 𝜕𝑧2] (11) (terhadap z) 𝜌 (𝜕𝑣𝑧 𝜕𝑡 + 𝑣𝑟 𝜕𝑣𝑧 𝜕𝑟 + 𝑣𝜃 𝑟 𝜕𝑣𝑧 𝜕𝜃 + 𝑣𝑧 𝜕𝑣𝑧 𝜕𝑧) = − 𝜕𝑝 𝜕𝑧+ 𝜌𝑔𝑧+ 𝜇 [ 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟(𝑟 𝜕𝑣𝑧 𝜕𝑟) + 1 𝑟2 𝜕2𝑣𝑧 𝜕𝜃2 − 2 𝑟2 𝜕𝑣𝜃 𝜕𝜃 + 𝜕2𝑣𝑧 𝜕𝑧2] (12) 2.5. Metode Elemen Hingga

Hidayat (2005) dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Penerapan Metode Elemen Hingga”, disampaikan bahwa Metode Elemen Hingga merupakan prosedur numerik yang diterima secara luas untuk menyelesaikan persamaan differensial dalam teknik dan fisika. Metode ini menjadi dasar komputasional

(6)

dari system computer untuk perancangan. MEH mempunyai kemampuan yang sangat baik untuk menyelesaikan persoalan transien satu dimensi dan dua dimensi.

Metode Elemen Hingga (MEH) merupakan prosedur numerik untuk menyelesaikan permasalahan fisik yang diatur dengan persamaan diferensial atau teorema energi. Karakteristik MEH yang membedakan dengan prosedur numerik lainnya adalah :

1. MEH menggunakan penyelesaian integral untuk menghasilkan sistem persamaan aljabar

2. MEH menggunakan fungsi-fungsi kontinu sebagian (continuous

piecewise smooth functions) untuk mendeteksi kuantitas atau beberapa

kuantitas yang tidak diketahui

Secara umum MEH terdiri dari lima langkah dasar :

1. Mendiskritisasikan daerah-daerah yang meliputi langkah-langkah penempatan titik-titik nodal, penomoroan titik-titik nodal dan penentuaan koordinatnya.

2. Menentukan derajat atau orde persamaan pendekatan : linear atau kuadratik. Persamaan harus dinyatakan sebagai fungsi nodal. Persamaan ditentukan untuk tiap elemen.

3. Menyusun system persamaan-persamaan. 4. Menyelesaikan system persamaan-persamaan.

5. Menghitung kuantitas yang dicari. Kuantitas dapat merupakan komponen tegangan, heat flow, fluid velocities, dan lain-lain.

Persamaan dalam MEH biasanya berbentuk :

[𝑘]{𝑢} = {𝐹} (13) dengan [𝑘] merupakan matrik bujur sangkar yang disebut matrik kekakuan, {𝑢} merupakan vector kolom dengan komponen matrik berupa nilai nodal yang tidak diketahui. Nilai nodal dapat berupa simpangan atau temperature,

(7)

sedangkan {𝐹} berupa matrik kolom yaitu ‘gaya’ yang bekerja pada nodal. Gaya dapat berupa 𝐹 (gaya) atau 𝑄 (kalor).

Dalam menyelesaikan masalah fisik yang berhubungan dengan persamaan differensial, cara terbaiknya adalah :

1. Mencari solusi analitisnya. Pada banyak kondisi, solusi analitis sulit diperoleh, sehingga digunakan metode numerik untuk mencari solusi pendekatannya.

2. Beberapa prosedur untuk mendapatkan penyelesaiann persamaan differensial dengan metode numerik adalah :

a. Metode beda hingga b. Metode varisional c. Metode Residual Berat

Dari ketiga metode tersebut, akan menggunakan metode residual berat yaitu metode Galerkin.

2.6. Elemen Linier 1 Dimensi

Pada bagian ini akan dibahas pembagian daerah satu dimensi menjadi elemen-elemen linier dan mengembangkan persamaan untuk satu elemen-elemen. Persamaan elemen ini digeneralisasi untuk memperoleh persamaan kontinu sebagian untuk daerah satu dimensi tersebut.

Daerah satu dimensi merupakan segmen garis atau suatu garis. Pembagian segmen garis menjadi elemen-elemen yang lebih kecil dengan menggunakan nodal. Ketentuan untuk elemen dan nodal adalah :

1. Nomor nodal dengan urutan dari kiri ke kanan

2. Nomor elemen dengan urutan dari kiri ke kanan; di dalam tanda kurung ( -- )

Sedangkan ketentuan penempatan nodal :

1. Tempatkan nodal-nodal dengan lebih rapat pada daerah di mana parameter yang tidak diketahui berubah dengan cepat dan tempatkan

(8)

nodal-nodal secara berjauhan jika unknown parameter nya konstan atau relative konstan.

2. Tempatkan nodal di manapun terdapat perubahan nilai koefisien D dan Q.

3. Tempatkan nodal di manapun jika diinginkan mengetahui nilai 𝜙

Elemen linier 1 dimensi adalah garis dengan panjang L dengan nodal pada ujung-ujungnya. Nodal dinyatakan dengan I dan j dan nilai nodal dengan 𝜙i dan 𝜙j . Elemen linier 1 dimensi ditunjukkan pada Gambar 2.2.

𝜙2

Gambar 2.2. Elemen Linier

Parameter 𝜙berubah secara linier antara nodal i dan j. Persamaan 𝜙adalah : 𝜙 = 𝑎1+ 𝑎2𝑥 (14)

Koefisien a1 dan a2 ditentukan dari nilai kondisi nodal :

𝜙= Φi di x = Xi

𝜙= Φj di x = Xj sehingga diperoleh

Φi = a1 + a2Xi dan Φj = a1 + a2Xj (15)

Eliminasi persamaan (15), maka dapat diperoleh

𝑎1 = Φ𝑖𝑋𝑗−Φ𝑗X𝑖 𝑋𝑗−𝑋𝑖

dan

𝑎2 = Φ𝑗−Φ𝑖 𝑋𝑗−𝑋𝑖 (16) L 𝜙 = 𝑎1+ 𝑎2𝑥 𝜙1 𝑥𝑖 𝑥𝑗

(9)

Substitusi persamaan (16) ke (14) diperoleh : 𝜙 = (𝑋𝑗−𝑥 𝐿 ) Φ𝑖 + ( 𝑥−𝑋𝑖 𝐿 ) Φ𝑗

(17) Dengan L = Xj - Xi

Persamaan (17) adalah bentuk fungsi interpolasi elemen hingga standar. Fungsi linear x pada persamaan (17) adalah fungsi bentuk yang dinyatakan dengan N dan tanda indeks yang sesuai dengan nodalnya. Fungsi bentuk pada persamaan (17) dinyatakan dalam Ni dan Nj sebagai berikut :

𝑁

𝑖

=

𝑋𝑗− 𝑥

𝐿 dan

𝑁

𝑗

=

𝑥− 𝑋𝑖

𝐿

Sehingga dapat ditulis :

𝜙 = 𝑁𝑖Φ𝑖+ 𝑁𝑗Φ𝑗

dan dinyatakan dalam bentuk persamaan matrik sebagai : 𝜙 = [𝑁]{Φ}

dengan [𝑁] = [𝑁𝑖𝑁𝑗] merupakan vector baris fungsi bentuk dan

{Φ} =

{

Φi

Φ𝑗

}

merupakan vector kolom yang memuat nilai-nilai nodal elemen.

Fungsi bentuk mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Fungsi bentuk bernilai 1 (Φ = 1) pada nodalnya dan bernilai nol (0) di nodal yang lain.

2. Jumlah 2 fungsi bentuk = 1, untuk kasus elemen linear 1 dimensi.

3. Fungsi bentuk merupakan polynomial dengan bentuk yang sama dengan persamaan interpolasi awal.

4. Turunan fungsi bentuk terhadap x = 0 untuk elemen linear 1 dimensi Berikut ini gambar fungsi bentuk linear 𝑁𝑖 dan 𝑁𝑗:

Gambar 2.3 Fungsi Bentuk Linear

𝑥𝑖 𝑥𝑗 𝑥𝑖 𝑥𝑗

X X

(10)

Contoh Ilustrasi :

Elemen 1 dimensi digunakan untuk mendekati distribusi temperatur pada sirip. T pada nodal i dan j adalah 120oC dan 90oC. Tentukan T pada titik yang berjarak 4 cm dari titik asal dan gradient T dalam elemen tersebut. Koordinat nodal i dan j masing-masing adalah 1,5 dan 6 cm dari titik asal

Penyelesaian : 𝜙𝑖 = 120𝑜𝐶 𝜙𝑗 = 90𝑜𝐶 i j 1,5 6

Gambar 2.4. Elemen Satu Dimensi untuk Pendekatan Distribusi Temperatur

Temperatur 𝜙 dalam elemen ditentukan dengna persamaan (17) : 𝜙 = (𝑋𝑗− 𝑥 𝐿 ) Φi+ ( x − Xi L ) Φj Data elemen : Xi = 1,5 cm Xj = 6,0 cm Φi = 120oC Φj = 90oC x = 4,0 cm L = 4,5 cm Diperoleh : 𝜙 = (6−4 4,5) 120 + ( 4−1,5 4,5 ) 90 = 103,3oC

(11)

Gradien temperature adalah turunan Φ terhadap x 𝑑Φ 𝑑𝑥 = Φ𝑗− Φ𝑖 𝐿 Diperoleh 𝑑Φ 𝑑𝑥 = ( 90−120 4,5 ) = −𝟔, 𝟔𝟕 𝒐𝑪 /𝒄𝒎

Persamaan kontinu sebagian untuk 1 dimensi disusun dengan menghubungkan beberapa persamaan linear. Persamaan linear tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

𝜙

𝑒)

= 𝑁

𝑖(𝑒)

Φ

𝑖

+ 𝑁

𝑗(𝑒)

Φ

𝑗 (18) Dengan : 𝑁𝑖(𝑒) = 𝑋𝑗− 𝑥 𝑋𝑗−𝑋𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑁𝑗 (𝑒) = 𝑥− 𝑋𝑖 𝑋𝑗−𝑋𝑖 (19)

Indeks (e) menunjukkan elemen. Nilai i,j dan e ditentukan dari grid elemen hingga.

Misalkan batang termal seperti pada Gambar 2.4 Persamaan untuk tiap elemen :

𝜙(1) = 𝑁1(1)Φ1+ 𝑁1(1)Φ2 𝜙(2) = 𝑁2(2)Φ2+ 𝑁3(2)Φ3 𝜙(3) = 𝑁3(3)Φ3+ 𝑁4(3)Φ4 𝜙(4) = 𝑁 4(4)Φ4+ 𝑁5(4)Φ5 (1) (2) (3) (4)

Gambar 2.5 Batang Termal dengan Beberapa Elemen temperatur

(12)

e i j

(1) 1 2

(2) 2 3

(3) 3 4

(4) 4 5

Tabel 2.1. Data Elemen

Perhatikan bahwa N2(1) dan N2(2) adalah persamaan yang berbeda.

𝑁2(1) = 𝑥−𝑋1

𝑋2− 𝑋1 𝑑𝑎𝑛 𝑁2

(2) = 𝑋3−𝑥

𝑋3− 𝑋2

Masing-masing persamaan pada persamaan (2.7) berlaku untuk elemen yang sesuai dan tidak dapat dipakai di luar elemen yang bersangkutan. Untuk selanjutnya, jika persamaan dalam bentuk 𝜙(𝑒) = N

𝑖Φ𝑖 + 𝑁𝑗Φ𝑗 maka Ni dan

Nj yang dimaksud adalah Ni(e)dan Nj(e) sedangkan Φ𝑖 dan Φ𝑗 menyatakan

nilai-nilai nodal elemen (e).

2.7. Elemen Hingga

Persamaan elemen hingga diperoleh dari perumusan Galerkin. Penyelesaian integral residual barat (weighted residual integral) menghasilkan satu persamaan nodal yang dipakai secara berulang-ulang untuk menghasilkan system persamaan-persamaan linear.

Suatu sistem persamaan linear diperoleh dari penyelesaian integral residual berat :

− ∫ 𝑊(𝑥) (𝐷𝑑𝑑𝑥2𝜙2+ 𝑄) 𝑑𝑥 = 0

𝐻

0 (20)

Dengan fungsi berat yang disusun menggunakan fungsi bentuk Ni dan Nj.

Metode elemen hingga dengan fungsi berat Galerkin menentukan fungsi berat untuk nodal s, Ws, terdiri dari fungsi-fungsi bentuk untuk nodal s. Misalkan

fungsi berat untuk nodal 3 pada grid linear, seperti pada Gambar 2.6, terdiri dari fungsi-fungsi bentuk untuk nodal 3 :

𝑊

3

(𝑥) = {

𝑁

𝑁

3(2)

3(3)

𝑋2≤𝑥 ≤ 𝑋3

(13)

Atau secara umum untuk fungsi berat Ws :

𝑊

𝑠

(𝑥) = {

𝑁

𝑁

𝑠(𝑒) 𝑠(𝑒+1)

𝑋𝑟≤𝑥 ≤ 𝑋𝑠 𝑋𝑠 ≤𝑥 ≤ 𝑋𝑡

(22)

𝑁

𝑠(𝑒)

=

𝑥− 𝑋𝑟 𝑋𝑠− 𝑋𝑟

dan

𝑁

𝑠(𝑒+1)

=

𝑋𝑡−𝑥 𝑋𝑡− 𝑋𝑠

Gambar 2.6.. Fungsi Berat untuk Nodal 3

(14)

Gambar 2.7. Fungsi-fungsi Berat untuk (a) Nodal Pertama ,(b) Nodal Bagian Dalam (c) Nodal Terakhir dalam Grid 1 Dimensi

Fungsi berat untuk nodal pertama :

W1(x) = N1(1) dan untuk nodal terakhir : Wp(x) = Np(p-1) (23)

Selanjutnya selesaikan integral residual berat dengan menggunakan urutan nodal r,s dan t. Persamaan (3.1) menjadi :

Rs = Rs(e) + Rs(e+1) 𝑅𝑠 = − ∫ [𝑁𝑠(𝐷 𝑑2𝜙 𝑑𝑥2 + 𝑄)] (𝑒) 𝑑𝑥 − ∫ [𝑁𝑠(𝐷 𝑑2𝜙 𝑑𝑥2 + 𝑄)] (𝑒+1) 𝑋𝑡 𝑋𝑠 𝑋𝑠 𝑋𝑟 𝑑𝑥 = 0 (24) Karena fungsi berat Ws = 0 untuk x < Xr dan x > Xt maka Ws (x) terdiri dari 2

persamaan terpisah dalam interval Xr ≤ x ≤ Xt. Rs(e) dan Rs(e+1) adalah

kontribusi elemen (e) dan (e+1) kepada persamaan residual Rs pada nodal s.

Perhatikan persamaan integral (24) dan persamaan turunan sebagai berikut : 𝑑 𝑑𝑥

(𝑁

𝑠 𝑑𝜙 𝑑𝑥

) = 𝑁

𝑠 𝑑2𝜙 𝑑𝑥2

+

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥2 𝑑𝜙 𝑑𝑥

𝑑 𝑑𝑥

(𝑁

𝑠 𝑑𝜙 𝑑𝑥

) = 𝑁

𝑠 𝑑2𝜙 𝑑𝑥2

+

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥2 𝑑𝜙 𝑑𝑥

(25)

𝑁

𝑠𝑑2𝜙 𝑑𝑥2

=

𝑑 𝑑𝑥

(𝑁

𝑠 𝑑𝜙 𝑑𝑥

) −

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥 𝑑𝜙 𝑑𝑥

𝑁

𝑠 𝑑2𝜙 𝑑𝑥2

=

𝑑 𝑑𝑥

(𝑁

𝑠 𝑑𝜙 𝑑𝑥

) −

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥 𝑑𝜙 𝑑𝑥

(26)

(15)

Substitusi ke persamaan (24) diperoleh :

− ∫ (𝑁

𝑠

𝐷

𝑑2𝜙 𝑑𝑥2

)

(𝑒+1) 𝑋𝑠 𝑋𝑟

𝑑𝑥 = − (𝐷𝑁

𝑠 𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒)

|

𝑥𝑠 𝑥𝑟

+

∫ (𝐷

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥 𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒)

𝑑𝑥

𝑥𝑠 𝑥𝑟

(27)

Untuk elemen (e) sedangkan untuk elemen (e+1) :

− ∫ (𝑁

𝑠

𝐷

𝑑2𝜙 𝑑𝑥2

)

(𝑒+1) 𝑋𝑠 𝑋𝑟

𝑑𝑥 = − (𝐷𝑁

𝑠 𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒)

|

𝑥𝑡 𝑥𝑠

+

∫ (𝐷

𝑥𝑥𝑡 𝑑𝑁𝑑𝑥𝑠𝑑𝜙𝑑𝑥

)

(𝑒+1)

𝑑𝑥

𝑠

(28) Telah diketahui sebelumnya bahwa

𝑁

𝑠(𝑒)

=

𝑥− 𝑋𝑟

𝑋𝑠− 𝑋𝑟 , dan

(𝐷𝑁

𝑠𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒)

|

𝑥

𝑥

𝑠 𝑟

= (𝐷

𝑋𝑠− 𝑋𝑟 𝑋𝑠− 𝑋𝑟

)

𝑑𝜙 𝑑𝑥

− (𝐷

𝑋𝑟− 𝑋𝑟 𝑋𝑠− 𝑋𝑟

)

𝑑𝜙 𝑑𝑥

= 𝐷

𝑑𝜙 𝑑𝑥

|

𝑥 = 𝑋𝑠

Persamaan residual menjadi :

𝑅

𝑠

= 𝑅

𝑠(𝑒)

+ 𝑅

𝑠(𝑒+1)

= − ∫ 𝑊

𝑠

(𝐷

𝑑2𝜙 𝑑𝑥2

+ 𝑄) 𝑑𝑥

𝐻 0

𝑅

𝑠

= 𝑅

𝑠(𝑒)

+ 𝑅

𝑠(𝑒+1)

= − (𝐷

𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒)

|

𝑥= 𝑋 𝑠

+ ∫ (𝐷

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥 𝑑𝜙 𝑑𝑥

𝑋𝑠 𝑋𝑟

𝑁

𝑠

𝑄)

(𝑒)

𝑑𝑥 + (𝐷

𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒+1)

|

𝑥=𝑋 𝑠

+ ∫ (𝐷

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥 𝑑𝜙 𝑑𝑥

𝑋𝑡 𝑋𝑠

𝑁

𝑠

𝑄)

(𝑒+1)

(29)

Penyelesaian persamaan integral dalam persamaan (29) :

Dimulai dari elemen (e) .

𝜙

(𝑒)

= 𝑁

𝑟

Φ

𝑟

+ 𝑁

𝑠

Φ

𝑠

𝜙

(𝑒)

=

𝑋𝑠−𝑥 𝐿

Φ

𝑟

+

𝑥− 𝑋𝑟 𝐿

Φ

𝑠

(30) dengan :

(16)

𝑁

𝑠(𝑒)

=

𝑥− 𝑋𝑟 𝐿

,

𝑑𝑁𝑠 𝑑𝑥

=

1 𝐿

(31) dan 𝑑𝜙(𝑒) 𝑑𝑥

=

1 𝐿

(−Φ

𝑟

+ Φ

𝑠

)

(32)

Substitusi dan penyelesaian integral memberikan :

∫ 𝐷

𝑋𝑋𝑠 𝑑𝑁𝑑𝑥𝑠𝑑𝜙𝑑𝑥

𝑑𝑥 =

𝑟 𝐷 𝐿

(−Φ

𝑟

+ Φ

𝑠

)

(33) dan

∫ 𝑄𝑁

𝑠

𝑑𝑥 =

𝑄𝐿 2 𝑋𝑠 𝑋𝑟

(34)

Maka untuk elemen (e) diperoleh :

𝑅

𝑠(𝑒)

= − (𝐷

𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒)

|

𝑥=𝑋 𝑠

+

𝐷 𝐿

(−Φ

𝑟

+ Φ

𝑠

) −

𝑄𝐿 2

(35) Untuk elemen (e+1)

𝜙

(𝑒+1)

= 𝑁

𝑠

Φ

𝑠

+ 𝑁

𝑡

Φ

𝑡

𝜙

(𝑒+1)

= (

𝑋𝑡−𝑥 𝐿

) Φ

𝑠

+

𝑥− 𝑋𝑠 𝐿

Φ

𝑡

(36) dengan :

𝑁

𝑠(𝑒+1)

= (

𝑋𝑡−𝑥 𝐿

) ;

𝑑𝑁𝑠(𝑒+1) 𝑑𝑥

= −

1 𝐿

(37) dan 𝑑𝜙(𝑒+1) 𝑑𝑥

=

1 𝐿

(−Φ

𝑠

+ Φ

𝑡

)

(38)

Penyelesaian integral menghasilkan :

∫ 𝐷

𝑋𝑋𝑡 𝑑𝑁𝑑𝑥𝑠𝑑𝜙𝑑𝑥

𝑑𝑥 =

𝑠 𝐷 𝐿

𝑠

+ Φ

𝑡

)

(39)

∫ 𝑄𝑁

𝑠

𝑑𝑥 =

𝑄𝐿 2 𝑋𝑡 𝑋𝑠

(40)

Kontribusi elemen (e+1) terhadap persamaan residual :

𝑅

𝑠(𝑒+1)

= 𝐷

𝑑𝜙 𝑑𝑥

|

𝑥=𝑋𝑠

+

𝐷 𝐿

𝑠

+ Φ

𝑡

) −

𝑄𝐿 2

(41)

(17)

Persamaan residual untuk nodal s :

𝑅

𝑠

= (𝐷

𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒+1)

|

𝑥=𝑋 𝑠

− (𝐷

𝑑𝜙 𝑑𝑥

)

(𝑒)

|

𝑥=𝑋 𝑠

− (

𝐷 𝐿

)

(𝑒)

Φ

r

[(

D L

)

(e)

+

(

D L

)

(e+1)

] Φ

s

− (

D L

)

(e+1)

Φ

t

− (

𝑄𝐿 2

)

(𝑒)

− (

𝑄𝐿 2

)

(𝑒+1)

= 0

(42) D dan Q adalah konstanta yang sama seperti ditentukan pada persamaan :

𝐷

𝑑2𝜙

𝑑𝑥2

+ 𝑄 = 0

Suku ERROR pada persamaan (42) : 𝐷𝑑𝜙 𝑑𝑥 (𝑒+1) |𝑥=𝑋 𝑠− 𝐷 𝑑𝜙 𝑑𝑥 (𝑒) |𝑥=𝑋 𝑠 (43)

Adanya suku ini menunjukkan bahwa metode elemen hingga merupakan pendekatan. Jika suku error dihilangkan, maka persamaan residual untuk nodal s adalah : 𝑅𝑠 = − (𝐷 𝐿) (𝑠−1) Φs−1+ [(𝐷 𝐿) (𝑠−1) + (𝐷 𝐿) (𝑠) ] Φs− (𝐷 𝐿) (𝑠) Φ𝑠+1− (𝑄𝐿 2) (𝑠−1) − (𝑄𝐿 2) (𝑠) = 0

(44)

Contoh penerapan persamaan (44) pada analisis batang tumpuan sederhana dengan momen terkonsentrasi pada ujung-ujungnya. Persamaan differensial pengatur untuk semua defleksi pada batang adalah : 𝐸𝐼𝑑2𝜙

𝑑𝑥2 − 𝑀(𝑥) = 0 E D Q L 1 2,4 x 1010 - 106 200 2 4,0 x 1010 - 106 200 3 4,0 x 1010 - 106 200 4 2,4 x 1010 - 106 200

(18)

Bentuk persamaan (44) dengan Q dan L konstan adalah :

𝑅

𝑠

=

−𝐷(𝑠−1)𝑌𝑠−1+(𝐷(𝑠−1)+ 𝐷(𝑠))𝑌𝑠− 𝐷(𝑠)𝑌𝑠+1

𝐿

− 𝑄𝐿 = 0

Y = nilai defleksi nodal (𝜙)

Gambar 2.8. Batang Tumpuan Sederhana Persamaan residual untuk nodal 2,3 dan 4 adalah :

R2 = - 1,2 Y1 + 3,2 Y2 – 2,0 Y3 + 2 = 0

R3 = - 2,0 Y2 + 4,0 Y3 – 2,0 Y4 + 2 = 0

R4 = - 2,0 Y3 + 3,2 Y4 – 1,2 Y5 + 2 = 0 (untuk 3 persamaan ini 108

‘dihilangkan’)

Tumpuan pada kedua ujung batang menunjukkan Y (0) = Y (800 cm) = 0 sehingga kondisi batas Y1 = 0 dan Y5 = 0, selanjutnya diperoleh set persamaan

:

R2 = 3,2 Y2 – 2,0 Y3 = - 2

R3 = -2,0 Y2 + 4,0 Y3 - 2,0 Y4 = - 2

(19)

Diselesaikan dan diperoleh :

Y2 = -2,50 cm Y3 = -3,0 cm Y4 = -2,5 cm

a). Perhitungan defleksi di x = 300 cm, berada pada elemen (2) Y(2) = N2(2)Y2 + N3(2)Y3 =

(

𝑋3− 𝑥 𝑋3− 𝑋2

) 𝑌

2

+ (

𝑥− 𝑋2 𝑋3− 𝑋2

) 𝑌

3 Diketahui X2 = 200 cm ; X3 = 400 cm

Maka nilai simpangan di x = 300 cm : =

(

400 – 300

400−200

) (−2,5) + (

300−200

300−200

) (−3,0)

= - ½ (2,5 + 3,0) = - 2,75 cm b). Perhitungan slope di elemen (1) :

𝑑𝑦(1) 𝑑𝑥 = 1 𝐿(−𝑌1+ 𝑌2) = −2,5−0 200 = - 0,0125 cm/ cm

Sistem persamaan-persamaan linear pada contoh di atas dapat dinyatakan dalam notasi matrik :

{ 𝑅2 𝑅3 𝑅4 } = [ 3,2 −2 0 −2 4 −2 0 −2 3,2 ] { 𝑌2 𝑌3 𝑌4 } − { −2 −2 −2 } = { 0 0 0 }

atau dalam bentuk persamaan matrik {R} = [K] {Y} – {F} = {0} dengan [K] menyatakan matrik system, {Y} menyatakan vektor simpangan, {F} menyatakan vektor gaya luar dan {R} menyatakan vektor residu untuk tiap elemen.

2.8. Formula Weak

Sebelum menerapkan Metode Elemen Hingga untuk memecahkan persamaan dengan kondisi batas, perlu untuk mengubah persamaan menjadi bentuk yang lebih cocok. Untuk melakukan itu ada dua alternatif:

1. Turunan satu dapat memperoleh masalah minimalisasi setara, yang memiliki tepat solusi sama dengan persamaan diferensial.

2. Turunan satu dapat memperoleh apa yang disebut formulasi lemah.

Kedua metode akhirnya mengarah kepada hasil yang sama persis, namun, karena untuk persamaan umum untuk diperlakukan tidak ada masalah

(20)

minimisasi yang setara , maka akan membatasi diri untuk metode kedua. Awalnya formulasi weak atau lemah telah diperkenalkan oleh matematika murni untuk menyelidiki perilaku solusi dari persamaan diferensial parsial, dan untuk membuktikan keberadaan dan keunikan dari solusi. Kemudian skema numerik telah didasarkan pada formulasi ini yang menyebabkan solusi perkiraan dengan cara yang konstruktif.

Dapat dilihat bahwa kondisi batas penting secara otomatis menunjukkan bahwa fungsi tes yang sesuai adalah sama dengan nol, sedangkan kondisi batas natural tidak memaksakan kondisi apapun baik dengan tidak diketahui atau fungsi tes. Hal ini tidak segera jelas apakah kondisi batas penting atau alami, kecuali dalam kasus di mana terdapat masalah minimisasi sesuai. Secara umum, bagaimanapun, dapat dikatakan bahwa untuk persamaan diferensial orde kedua, semua kondisi batas yang mengandung turunan pertama yang alami, dan fungsi yang diberikan pada batas sangat penting.

Dalam masalah rangka keempat situasinya lebih kompleks. Namun, untuk masalah fisik, secara umum, dapat dinyatakan bahwa jika kondisi batas mengandung turunan kedua atau ketiga mereka natural, sedangkan kondisi batas yang hanya berisi fungsi atau urutan pertama turunan sangat penting. Cara termudah untuk memeriksa apakah kondisi batas penting atau natural adalah untuk mempertimbangkan integral batas. Jika dalam beberapa cara syarat batas dapat diganti, kondisi batas wajar. Jika tidak kondisi ini penting dan fungsi pengujian harus dipilih sedemikian rupa sehingga integral batas lenyap.

2.9. Metode Galerkin

Titik awal adalah yang disebut sebagai metode Galerkin. Dalam metode ini solusinya c didekati oleh kombinasi linear dari fungsi ekspansi yang disebut fungsi dasar:

𝑐𝑛(𝑥) = ∑ 𝑐𝑗 𝜑𝑗(𝑥) + 𝑐0(𝑥) (45) 𝑛

(21)

di mana parameter 𝑐𝑗 harus ditentukan. Fungsi dasar 𝜑𝑗(𝑥) harus independen linear.

Selain itu harus sedemikian rupa sehingga fungsi sewenang-wenang dalam ruang solusi dapat didekati dengan akurasi yang sewenang-wenang, tersedia dalam jumlah yang memadai fungsi dasar yang digunakan dalam kombinasi linear (45). Fungsi 𝑐0(𝑥) harus dipilih sedemikian rupa sehingga 𝑐𝑛(𝑥) memenuhi kondisi batas penting. Secara umum ini berarti bahwa 𝜑𝑗(𝑥) = 0 dan 𝑐0(𝑥) = 𝑔.Dalam rangka untuk menentukan parameter 𝑐𝑗 (𝑗 =

1,2, … , 𝑛) fungsi tes 𝑣 dipilih dalam ruang yang direntang oleh fungsi dasar 𝜑1(𝑥)untuk 𝜑𝑛(𝑥). Hal ini cukup subtitusi

𝑣(𝑥) = 𝜑1(𝑥) (46)

ke persamaan yang akan dicari yang telah ditentukan formula weaknya terlebih dahulu. Setelah itu subtitusi persamaan (45) dan (46) ke formula weak yang diperoleh, disebut sebagai formula Galerkin.

Gambar

Gambar 2.1. Visualisasi zat warna yang beruntun dan pengukuran kecepatan aliran  saluran  (setelah  percobaan  terkenal  oleh  Osborne  Reynolds  pada  tahun  1883):  (a)  aliran  laminar,  Re  rendah,  (b)  aliran  transisi,  Re  moderat, dan (c) aliran t
Gambar 2.2. Elemen Linier
Gambar 2.3 Fungsi Bentuk Linear
Gambar 2.4. Elemen Satu Dimensi untuk Pendekatan Distribusi Temperatur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Atas per!atian #an 'antuanna kami u5apkan terima kasi!..

Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman selalu menghadapi permasalahan pertanahan khususnya wilayah perkotaan, apalagi jika tanah tersebut merupakan tanah pertanian

Magnetit tersebut di atas termasuk ke dalam endapan alochton oleh karena terbentuk sebagai formasi endapan dari sumber-sumber batuan yang mengandung mineral/unsur besi (Fe) yang

Menimbang, bahwa Pembanding semula Tergugat II Konpensi/ Penggugat Rekonpensi untuk kepentingan pemeriksaan dalam tingkat banding tidak mengirimkan memori banding

Dalam pada itu, pengetahuan yang diperolehi boleh digunakan untuk meningkatkan kualiti sistem pengurusan ICT dan pengetahuan yang diperolehi perlu dikongsi dengan individu lain

Mycobacterium tuberculosis (basil tahan asam, BTA) dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen pada pasien batuk ≥ 2 minggu di Puskesmas Wenang, Puskesmas Ranotana, dan Puskesmas Sario

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan memperhatikan hasil pembahasan Pengurus RT/RW maka melalui Musyawarah Warga pada tanggal 5

Meskipun secara kinerja operasional Ikea unggul dibandingkan dengan gerai lainnya, Hero tidak bisa membuka gerai tersebut sesuai dengan keinginan perseroan.. Hero