• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDROLISIS ENZIMATIS TEPUNG TAPIOKA MENJADI MALTODEKSTRIN DENGAN SISTEM PEMANAS MICROWAVE - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) Bab I III Jepro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HIDROLISIS ENZIMATIS TEPUNG TAPIOKA MENJADI MALTODEKSTRIN DENGAN SISTEM PEMANAS MICROWAVE - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) Bab I III Jepro"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Maltodekstrin adalah salah satu jenis pati temodifikasi yang digunakan dalam berbagai industri, antara lain industri makanan, minuman, kimia dan farmasi (SNI 7599:2010). Sebagian besar kebutuhan maltodekstrin di Indonesia masih dipenuhi produk impor, diperkirakan nilai impor pati termodifikasi ke Indonesia tiap tahunnya mencapai US$ 150 juta (Prasetyo, 2007). Sebetulnya dengan potensi alam yang ada, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan produk dalam negeri, karena Indonesia memiliki banyak tanaman yang merupakan sumber pati.

Reaksi hidrolisa pati merupakan reaksi pemecahan pati menjadi struktur gula yang lebih sederhana. Reaksi hidrolisa berlangsung lambat sehingga untuk mempercepat reaksi perlu menggunakan katalisator. Pada hidrolisa pati, katalisator yang biasa dipakai adalah katalis asam dan katalis enzim (Sherman, 1962). Kelemahan hidrolisa pati dalam suasana asam yaitu dapat menghasilkan produk dengan rasa dan warna yang buruk karena asam memiliki sifat sangat reaktif dan proses pemurnian produk yang sulit. Sedangkan pada hidrolisa pati dengan menggunakan enzim memberi keuntungan antara lain produk lebih murni, biaya pemurnian yang lebih murah dan tanpa produk samping yang berbahaya.

(2)

2 dalam menghidrolisis pati adalah dengan memotong ikatan 1,4 α-glikosida, tapi tidak memotong ikatan 1,6-α glikosida (ebookpangan,2006)). Jenis ikatan polimer pada

amilosa lebih mudah dipotong oleh enzim α- amilase daripada jenis ikatan polimer pada amilopektin. Hal ini menyebabkan tepung tapioka cukup baik sebagai bahan baku pembuatan maltodekstrin (DE<20).

Pati alami (belum dimodifikasi) mempunyai beberapa kekurangan pada karakteristiknya yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam pemasakan (sehingga membutuhkan energi tinggi), pasta yang terbentuk keras dan tidak bening, selain itu sifatnya terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam. Dengan berbagai kekurangan tadi, maka dikembangkan berbagai modifikasi terhadap tepung tapioka yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar (industri) baik dalam skala nasional maupun internasional (ekspor). Industri pengguna pati menginginkan pati yang mempunyai kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan baik terhadap perlakuan mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi. Sifat-sifat penting lainnya yang diinginkan ada pada pati termodifikasi diantaranya adalah kecerahannya lebih tinggi (pati lebih putih), kekentalan lebih tinggi, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk lebih lembek, kekuatan regang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih rendah (Ebookpangan, 2006).

Selama ini proses hidrolisa pati menggunakan panas konveksi sebagai penyedia panas, namun pada kenyataannya panas konveksi memiliki beberapa kekurangan, antara lain waktu startup yang lama, distribusi panas yang kurang merata, dan pengawasan proses yang sulit.

(3)

3 berlangsung serentak dan seragam karena semua atom tereksitasi dan menghasilkan panas pada waktu yang bersamaan.

Penggunaan gelombang mikro dalam industri makanan telah banyak diterapkan. Hal ini disebabkan karena penggunaan gelombang mikro memberikan banyak keuntungan antara lain : waktu startup yang cepat, pemanasan yang lebih cepat, efisiensi energi dan biaya proses, pengawasan proses yang mudah dan tepat, pemanasan yang selektif dan mutu produk akhir yang lebih baik (Sumnu, 2001). Aplikasi penggunaan gelombang mikro telah digunakan pada berbagai proses makanan misalnya untuk mencairkan makanan beku, mengeringkan, membakar, mempertahankan panas, pasteurisasi dan sterilisasi (Palav et al, 2006). Penggunaan oven microwave sebagai pemanas pada proses gelatinisasi telah diteliti oleh Ndife et al (1998), Dimana mereka fokus meneliti hubungan konsentrasi air dengan laju gelatinisasi pada tepung jagung, tepung beras dan tepung gandum menggunakan pemanas mikrowave. Kunlan et al (2000) juga telah meneliti efek garam inorganik pada hidrolisa pati dengan katalisator asam menggunakan pemanas microwave, dimana penggunaan oven microwave mampu menghemat waktu sampai 100 kali bila dibandingkan menggunakan pemanas konvensional.

Berdasarkan beberapa keuntungan penggunaan gelombang mikro sebagai pemanas, maka kami mencoba melakukan penelitian hidrolisis enzimatis tepung tapioka menjadi maltodekstrin dengan enzim α-amilase sebagai katalisator dan oven

microwave sebagai pemanas. 1.2. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, proses hidrolisa pati dilakukan secara enzimatis menggunakan enzim α-amylase. Bahan baku yang dipakai yaitu tepung tapioka merk

(4)

4 1.3. Perumusan Masalah

Maltodekstrin merupakan produk hasil hidrolisa tepung tapioka dengan menggunakan enzim α- amilase sebagai bio katalis. Reaksi hidrolisa pati berlangsung

pada fase cair irreversibel endothermis. Penggunaan microwave sebagai sumber energi diharapkan dapat menghemat waktu dekstrinisasi.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Karakterisasi tepung tapioka merk ”Rose Brand” sebagai bahan baku. 2. Karakterisasi oven microwave sebagai sumber energi.

3. Menentukan kondisi operasi (konsentrasi, waktu radiasi dan power microwave) yang relatif baik pada dekstrinisasi pati secara enzimatis menggunakan pemanas microwave.

4. Menentukan perbandingan waktu reaksi hidrolisa dengan menggunakan microwave terhadap waktu reaksi hidrolisa menggunakan pemanas konvensional. 1.5. Manfaat Penelitian

Dengan berhasilnya penelitian ini, diharapkan mendapatkan beberapa manfaat, diantaranya :

1. Dapat meningkatkan teknologi pembuatan maltodekstrin melalui proses hidrolisa pati secara enzimatis.

(5)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pati

Karbohidrat atau sakarida adalah segolongan besar senyawa organik yang tersusun hanya dari atom karbon, hidrogen dan oksigen. Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana tersusun dari satu molekul gula sederhana. Pada umumnya karbohidrat yang terdapat di alam merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta bercabang (Wikipedia bahasa Indonesia, 2009).

Karbohidrat menurut ukuran molekulnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.

2.1.1. Monosakarida

Monosakarida merupakan karbohidrat yang mempunyai molekul paling sederhana dibandingkan dengan molekul karbohidrat lain. Molekul karbohidrat ini tidak dapat dihidrolisis dan merupakan suatu persenyawaan netral dan mudah larut dalam air, sukar larut dalam alkohol dan tidak larut dalam eter (Winarno, 1995). Gula monosakarida yang umumnya terdapat dalam pangan mengandung 6 atom karbon yang mempunyai rumus atom C6H12O6. Tiga senyawa gula yang paling penting

dalam monosakarida ialah : a) Glukosa

(6)

6 Gambar 2.1 Struktur Glukosa

b) Fruktosa

Fruktosa merupakan suatu karbon heksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri (Riawan, 1998). Fruktosa ini didapatkan bersama-sama dengan glukosa dalam berbagai bentuk buah-buahan dan madu (Winarno, 1995). c) Galaktosa

Galaktosa jarang terdapat di alam bebas. Pada umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu (Fessenden, 1995). Gula ini secara kimiawi mirip glukosa. Didalam makanan senyawa ini tidak terdapat seperti apa adanya tetapi dapat menghasilkan laktosa jika sebuah sakarida dipecah dalam pencernaan (winarno, 1995).

2.1.2. Disakarida

Gula disakarida mempunyai rumus umum C12H22O11. Senyawa-senyawa ini

terbentuk jika dua molekul monosakarida bergabung dengan melepas satu molekul air.

a) Sukrosa

Senyawa ini adalah senyawa yang dikenal sehari-hari dalam rumah tangga sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam tumbuhan, sayuran dan buah-buahan, seperti tebu yang mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar.

b) Laktosa

(7)

7 didapatkan hanya pada susu.

c) Maltosa

Molekul maltosa dibentuk dari hasil kondensasi dua molekul glukosa.

Semua gula berasa manis tetapi tingkatan rasa manisnya tidak sama. Rasa manis berbagai macam gula dapat dibandingkan dengan menggunakan skala nilai dimana rasa manis sukrosa dianggap seratus. Tabel 2.1 menunjukkan kemanisan relatif bermacam-macam gula.

Tabel 2.1 Kemanisan relatif beberapa jenis gula JENIS GULA KEMANISAN RELATIF

Fruktosa 173

Gula invert 130

Sukrosa 100

Glukosa 74

Maltosa 32

Galaktosa 32

Laktosa 16

(Winarno, 1995)

2.1.3. Polisakarida

Polisakarida adalah polimer hasil kondensasi monosakarida dan tersusun dari banyak molekul monosakarida yang berikatan satu sama lain, dengan melepaskan sebuah molekul air untuk setiap ikatan yang terbentuk. Senyawa ini mempunyai rumus umum (C6H10O5)n, dimana n adalah bilangan yang besar. Polisakarida

terpenting sebagai sumber karbohidrat yang tersebar luas di alam dan banyak terdapat pada tanaman adalah pati. Pati penting dalam industri-industri pangan, tekstil, lem, kertas, permen, dan lain-lain.

Pati tersusun oleh dua macam polimer, yaitu : polimer rantai lurus (amilosa) dan polimer bercabang (amilopektin).

(8)

air, dengan berat mol

olekul berkisar antara 10.000 – 50.000, amilo it glukosa yang satu sama lainnya dihubungk lalui atom C-l dan C-4.

adalah fraksi yang tidak dapat larut dalam air, ida. Disamping sebagian besar adalah ikatan 1-a kimi1-a terbukti b1-ahw1-a 1-amilopektin merup utama memiliki rantai samping dan begitu p

mbar 2.2 struktur molekul amilosa dan amilopek

au umbi tumbuh-tumbuhan, pati (C6H10O5)n m

t dalam bentuk butir-butir atau granula yan rbau dan berasa.

k larut dalam air, namun bila suspensi pati dipa encapai suhu tertentu (suhu gelatinasi). Peman ekul-molekul air menjadi lebih kuat dari pada i dalam granula, sehingga air dapat masuk ke kan mengembang. Granula pati dapat pecah se ndisi semula. Perubahan sifat inilah yang

is pati yang berasal dari ubi yaitu tepung tapio

8 g disebut gelatinasi

(9)

9 mempunyai kelebihan antara lain: mudah didapat, harga relatif murah dibanding jenis pati yang lain, kandungan karbohidrat tepung tapioka cukup tinggi. Tabel 2.2 menunjukkan kandungan tepung tapioka.

Tabel 2.2. Kandungan zat makanan dalam 100 gram tepung tapioka

Zat makanan Tepung Tapioka

Kalori (kal) 363

Protein (gr) 1,1

Lemak (gr) 0,5

Karbohidrat (gr) 88,2

Zat kapur (mg) 84

Phospor (mg) 125

Zat besi (mg) 1,0

Vitamin A (S.I) 0

Thiamine (mg) 0,4

Vitamin C (mg) 0

(Lingga,1992)

Tepung tapioka adalah tepung yang dibuat dari umbi ubi kayu (singkong), melalui penepungan dengan mengindahkan ketentuan – ketentuan keamanan pangan. Tepung tapioka harus sesuai dengan syarat mutu yaitu bebas dari serangga dan benda asing, kadar pati minimal 75% (b/b), kadar abu maksimal 1,5%, kadar air maksimal 12% (b/b), berwarna putih, bau dan rasa khas singkong, kehalusan (lolos ayakan 80 mesh) minimal 90%, serat kasar maksimal 4% (SNI 01-2997-1996).

2.2. Hidrolisis pati secara enzimatis.

(10)

10 dapat dipakai adalah HC1, H2S04 dan enzim. Enzim adalah zat organik yang

dihasilkan oleh sel hidup baik tanaman, hewan maupun mikroorganisme. Karakteristik penting dari reaksi dengan katalisator adalah jumlah katalis yang dipakai tidak mempunyai hubungan stoikiometri dengan bahan yang direaksikan. Effisiensi katalis dapat diukur dari banyaknya mol substrat yang diubah per mol katalis per satuan waktu. Effisiensi enzim sangat besar, satu bagian enzim amilase dapat menghidrolisis 20.000 bagian pati dan membentuk 10.000 bagian maltosa (Sherman, 1962).

Reaksi hidrolisa pati berlangsung menurut persamaan :

(C6H10O5)n + n (H2O) n (C6H12O6) ………...(2.1)

Pati Glukosa

(Tjokroadikoesoemo, 1993) Enzim yang dipakai sebagai katalisator umumnya berasal dari mikrooganisme, yaitu alpha amilase dan glukoamilase (amiloglukosidase).

(11)

11 Tepung tapioka

35% dalam air dingin pH 6.5

40 ppm Ca2+ Slurry

α- amilase 0,5 liter/ton tepung

Tahap gelatinisasi 105oC, 5 menit

Gelatin

95oC, 2 jam Tahap liquifaksi

slurry liquifaksi

Glukoamilase 0,3 liter/ton tepung

Tahap sakarifikasi 60oC, 72 jam pH 4.5 Glukosa

Gambar 2.3 Skema hidrolisis enzimatis tepung tapioka

(Chaplin, 2004) Untuk memecah amilosa dan amilopektin menjadi komponen gula-gula yang lebih sederhana diperlukan hasil kerja beberapa macam enzim. Secara garis besar proses hidrolisa pati terbagi dalam dua tahapan, yaitu ;

1. Tahapan pemecahan molekul-molekul pati menjadi dekstrin, disebut dekstrinisasi atau gelatinisasi. Dalam tahap ini yang berperan adalah enzim alpha amilase. Alpha amilase ini hanya mampu memecah amilosa dan amilopektin pada ikatan 1-4 saja, sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah dekstrin.

(12)

12 mampu memutuskan ikatan 1-6 sehingga diperoleh hasil akhir glukosa.

2.3. Dekstrin

Dekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisa pati berwarna putih

hingga kuning (SII, 1985). Pati akan mengalami proses pemutusan rantai oleh enzim

atau asam selama pemanasan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Ada

beberapa tingkatan dalam reaksi hidrolisis tersebut, yaitu molekul pati mula-mula

pecah menjadi unit rantai glukosa yang lebih pendek (6-10 molekul) yang disebut

dekstrin. Dekstrin kemudian pecah menjadi maltosa yang selanjutnya dipecah lagi

menjadi unit terkecil glukosa (Somaatmadja, 1970) dalam ebookpangan.

Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula

oleh panas, asam atau enzim. Nama lain dekstrin adalah artificial gum, starch gum,

tapioca, vegetable gum. Dekstrin mempunyai rumus kimia (C6H1005)n dan memiliki

struktur serta karakteristik intermediate antara pati dan dextrosa.

Dekstrin merupakan hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna. Proses ini juga

melibatkan alkali dan oksidator. Pengurangan panjang rantai tersebut akan

menyebabkan perubahan sifat dimana pati yang tidak mudah larut dalam air diubah

menjadi dekstrin yang mudah larut. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau

dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut mempermudah

penggunaan dekstrin apabila digunakan dalam konsentrasi yang cukup tinggi

(Lineback dan Inlett,1982) dalam ebookpangan.

(13)

13 Dekstrin putih dihasilkan dengan pemanasan suhu sedang (79-121°C),

menggunakan katalis asam seperti HCl atau asam asetat dengan karakteristik produk

berwama putih hingga krem. Dekstrin kuning dihasilkan dengan pemanasan suhu

tinggi (149-190oC) menggunakan katalis asam dengan karakteristik produk berwarna

krem hingga kuning kecoklatan. Dekstrin kuning hasil pemanasan kering (tanpa air)

seperti penyangraian dan pemanggangan akan menyebabkan dekstrin terpolimerasi membentuk senyawa coklat yang disebut pirodekstrin (Gaman dan Sherington, 1981)

dalam ebookpangan.

Berdasarkan reaksi warnanya dengan yodium, dekstrin dapat diklasifikasikan atas amilodekstrin, eritrodekstrin dan akrodekstrin. Pada tahap awal hidrolisa, akan

dihasilkan amilodekstrin yang masih memberikan warna biru bila direaksikan dengan

yodium. Bila hidrolisa dilanjutkan akan dihasilkan eritrodekstrin yang akan

memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan yodium. Sedangkan

pada tahap akhir hidrolisa, akan dihasilkan akrodekstrin yang tidak memberikan

warna bila direaksikan dengan yodium (Ebookpangan, 2006).

2.4 Maltodekstrin

Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE

kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H1005)nH20)] (Anonim,

2008). Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida, dan

dekstrin (Deman, 1993).

Maltodekstrin biasanya dideskripsikan oleh DE (Dextrose Equivalent).

Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, sedangkan

maltodekstrin dengan DE tinggi cenderung menyerap air (higroskopis). Maltodekstrin

pada dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari

campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah

(14)

14 kecil oligosakarida berantai panjang. Nilai DE maltodekstrin berkisar antara 3 - 20

(Blancard, 1995).

Maltodekstrin merupakan produk dari modifikasi pati salah satunya singkong

(tapioka). Maltodektrin sangat banyak aplikasinya, seperti halnya pati maltodekstrin

merupakan bahan pengental sekaligus dapat sebagai emulsifier. Kelebihan

maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah melarut pada air dingin. Aplikasinya penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman susu bubuk,

minunan berenergi (energen) dan minuman prebiotik (Anonim, 2008).

2.5 Enzim Amilase

Amilase merupakan enzim yang memecah pati atau glikogen dimana senyawa ini banyak terdapat dalam hasil tanaman dan hewan. Amilase dapat dibedakan menjadi 3 golongan enzim :

• α- Amilase yaitu enzim yang memecah pati secara acak dari tengah atau bagian dalam molekul.

• β- Amilase yaitu enzim yang memecah unit-unit gula dari molekul pati. • Glukoamilase yaitu Enzim yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula

non pereduksi substrat.

Dalam penelitian ini, digunakan enzim α-amilase. Enzim α-amilase adalah salah satu enzim pemecah pati, Enzim α-amilase menghidrolisis ikatan alpha 1,4 glikosida

baik pada amilosa maupun amilopektin secara acak. Karena pengaruh aktifitasnya, pati terputus-putus menjadi dekstrin dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa. Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin tersebut dapat dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, dan ikatan lain yang lebih panjang.

(15)

15 Kerja α- amilase pada molekul amilopektin akan menghasilkan glukosa dan oligosakarida (Winarno, 1983).

Enzim α-amilase yang diperoleh dari mikroba umumnya stabil pada pH 5,5 -8,0

dan suhu optimumnya bervariasi bergantung pada sumber enzim tersebut.

Penggunaan α-amilase dalam proses hidrolisa pati sering juga disebut likuifikasi, karena adanya penurunan viskositas dengan cepat, dan kecepatannya dapat bervariasi untuk berbagai substrat.

Enzim α-amilase dapat diisolasi dari berbagai sumber mikroorganisme seperti Aspergilus oryzae, Aspergilus niger, Bacillus substilis, Endomycopsis fibuligira, dan

sebagainya. Khusus α-amilase dari Bacillus substilis, merupakan sumber terpenting dalam proses likuifikasi di industri, karena α-amilase dari mikroorganisme ini mampu

bereaksi pada temperatur yang tinggi diatas temperatur gelatinisasi dari granula pati. Dalam hidrolisa pati, α-amilase menghasilkan dekstrin yang merupakan substrat

untuk tahap selanjutnya, yaitu bagi enzim glukoamilase sehingga dengan mudah enzim ini mengkatalisis hidrolisa untuk menghasilkan glukosa.

2.6 Karakterisasi Enzim

2.6.1 Pengaruh suhu dan waktu

Pengaruh suhu pada reaksi enzimatik merupakan suatu fenomena yang kompleks, dimana pada umumnya semakin tinggi suhu, laju reaksi kimia baik yang dikatalisis maupun tidak dikatalisis oleh enzim akan semakin meningkat. Sampai batas tertentu kenaikan suhu akan mempercepat reaksi enzimatik, Tetapi pada suhu yang lebih tinggi protein enzim akan terdenaturasi sehingga aktivitasnya menurun. (Winarno,1983).

(16)

16 2.6.2 Pengaruh pH

Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam dan basanya terutama pada gugus terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan pH lingkungan dapat menyebabkan perubahan aktivitas enzim (Winarno, 1983)

Enzim memiliki pH optimum tertentu yaitu pH dimana enzim mempunyai aktivitas maksimum. pH optimum pada tahap gelatinisasi dan liquifikasi menggunakan enzim α-amilase adalah 5,3 - 6,5 (Chaplin, 2004).

2.6.3. Pengaruh konsentrasi substrat

Penambahan konsentrasi substrat hingga level tertentu dapat menurunkan laju reaksi. Hal ini terjadi karena substrat akhirnya menjadi inhibitor pada enzim, dimana begitu banyaknya substrat menyebabkan terjadinya persaingan antar substrat untuk menempati sisi aktif enzim. Sehingga tidak ada substrat yang dapat menempatinya dan reaksi tidak terjadi atau dapat terjadi namun membutuhkan waktu yang lama(Husnil, 2009).

2.7 Gelombang Mikro

Gelombang mikro merupakan salah satu gelombang radio dengan frekwensi tinggi dengan rentang 300-300000 MHertz (Wujie,2003). Gelombang mikro selain dapat digunakan sebagai media pembawa informasi pada radar dan alat telekomunikasi lainnya, gelombang mikro dapat digunakan sebagai sumber tenaga untuk memanaskan dan mengeringkan suatu bahan, dan mengkatalisis reaksi kimia dalam pembuatan bahan industri dan pertanian (Liu et al, 2005). Teknik penggunaan gelombang mikro secara luas telah dikembangkan di industri pangan dan kimia (Ayappa et al. 1991). Gelombang mikro memiliki potensi dapat menurunkan kadar air yang terdapat di dalam bahan dengan menggunakan waktu yang lebih singkat serta dapat meningkatkan kualitas bahan kering (Tomasik et al, 1999).

(17)

17 yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol. Dalam sebagian besar kasus, kedua fenomena tersebut berjalan secara simultan. Konduksi ionik mengacu pada migrasi elektrophoretik ion dalam pengaruh perubahan medan listrik. Resistansi yang ditimbulkan oleh larutan terhadap proses migrasi ion menghasilkan friksi yang akan memanaskan larutan. ( Husnil, 2009).

Hanya bahan-bahan yang menyerap gelombang mikro yang dapat dipanaskan. Salah satu mekanisme pemanasan oleh gelombang mikro dan paling sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada alat ini adalah Dipolar polarisation. Pada mekanisme ini panas terbentuk pada molekul polar. Saat terekspos di medan elektromagnet yang berosilasi dengan frekuensi tertentu, molekul polar cenderung berusaha mengikuti medan tersebut dan bergabung di dalamnya. Namun keberadaan gaya intermolekular menyebabkan molekul polar tidak dapat mengikuti medan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergerakan partikel yang acak dan menghasilkan panas.

Daya input pada oven gelombang mikro mempengaruhi amplitudo gelombang. Semakin besar daya yang digunakan untuk membangkitkan gelombang mikro maka semakin besar medan listrik yang dihasilkan (Bansal, 1997). Jika kekuatan medan listrik semakin besar maka amplitudo gelombang mikro yang dibangkitkan juga semakin besar. Kecepatan rotasi molekul polar memiliki hubungan yang linear terhadap amplitudo gelombang mikro. Semakin besar amplitudo maka semakin cepat molekul polar berotasi, sehingga semakin cepat pula panas terbentuk.

Penggunaan microwave sebagai pengering pada tepung maizena, ternyata membutuhkan energi yang lebih sedikit dibanding bila menggunakan pengering biasa. (Velu et al, 2005).

Penggunaan microwave sebagai pengering pada pasta (misalnya: makaroni) akan lebih efisien dalam hal penyediaan tempat dan dapat menghemat 61%-78% waktu pengeringan. (Altan et al, 2005).

(18)

18 sebagai pengering ternyata merupakan pilihan yang paling baik guna menjaga indeks kualitas kentang (Bondaruk et al, 2006).

Pada suspensi 30% (tepung jagung dan tepung gandum) yang dipanaskan dengan microwave, menunjukkan adanya perubahan struktur sifat fisik dan kimia nya. Radiasi microwave mengurangi daya larut dan memecah kristal tepung, sehingga menyebabkan gelatinisasi. Pemanasan dengan microwave ternyata tidak hanya mempengaruhi bentuk dan struktur tepung, namun juga mempengaruhi konsentrasi amilosa dan amilopektin (Lewandowicza et al, 1999). Proses gelatinisasi pada tepung lebih sempurna bila menggunakan pemanas microwave dibanding bila menggunakan pemanas biasa (rice cooker) (Marsono et al, 1993).

Bila dibandingkan dengan pemanas konvensional, laju reaksi hidrolisa pati lebih cepat 100 kali bila menggunakan radiasi microwave (Kunlan et al, 2000). Pada suspensi 10% tepung tapioka yang dihidrolisa secara asam (0.5 M HCl) dengan pemanas microwave hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk terhidrolisa sempurna (Yu et al,1996).

2.7.1. Cara kerja oven microwave

Sejak pertama kali dipasarkan, tahun 1954, hingga saat ini oven gelombang mikro telah mengalami berbagai modifikasi demi mendapatkan disain sistem yang terbaik. Namun demikian, struktur penyusun semua sistem oven gelombang mikro pada dasarnya hampir sama (Husnil, 2009). Gambar berikut menampilkan bagian-bagian dari oven gelombang mikro tipikal yang banyak digunakan di rumah tangga.

(19)

19 Magnetron adalah “nyawa” dari oven gelombang mikro. Alat inilah yang mengubah medan listrik dari sumber menjadi gelombang mikro. Secara umum magnetron tersusun atas bagian-bagian berikut ini:

1. Anoda/lempengan: silinder besi yang bekerja dengan katoda untuk mengontrol pergerakan energi gelombang mikro.

2. Katoda/Filamen: Saat dilalui arus listrik, filament memancarkan elektron yang berpindah dari katoda ke anoda.

3. Antena: Ujung sensor yang berfungsi untuk memandu energi yang dipancarkan dari magnetron.

4. Magnetic Field: Dihasilkan dari magnet kuat yang berada di ujung magnetron untuk menghasilkan medan magnet yang paralel dengan katoda.

Proses pembangkitan gelombang mikro bermula ketika arus listrik mengalir menuju katoda/filamen. Panas yang dihasilkan dari arus listrik meningkatkan aktivitas molekular yang kemudian akan memancarkan elektron di ruang antara katoda dan anoda. Katoda dan elektron bermuatan negatif, sedangkan anoda bermuatan positif. Elektron akan bergerak menjauhi katoda menuju anoda dengan kecepatan tinggi. Hal ini kemudian akan menaikkan temperatur di ruang antara anoda-katoda sehingga semakin meningkatkan aktivitas molekular. Dalam perjalanan menuju anoda, elektron harus melalui medan magnet yang justru menghalangi elektron dari tujuannya. Hantaman gaya dari muatan listrik bersamaan dengan medan magnet membuat elektron bergerak memutar hingga akhirnya mencapai anoda. Gerakan memutar inilah yang kemudian menghasilkan gelombang mikro.

2.7.2. Perpindahan energi gelombang mikro

(20)

20 Tabel 2.3. Properti berbagai gelombang dan ikatan kimia

Jenis Radiasi Frekuensi (GHz)

Energi Quantum (eV)

Tipe Ikatan Energi ikatan (eV) Tabel diatas menunjukkan bahwa energi kuantum yang dimiliki oleh radiasi gelombang mikro yaitu sebesar 1.6x10-3 eV ternyata tidak cukup untuk memutuskan bahkan ikatan hidrogen yang memiliki energi sebesar 0.04 eV (Husnil, 2009). Namun demikian, yang menjadi penentu dalam fungsinya untuk mempercepat reaksi atau memecah struktur bukanlah energi kuantum melainkan interaksi antara molekul dengan gelombang serta panas yang dihasilkannya. Efek dari interaksi tersebut bergantung pada kemampuan bahan menyerap gelombang mikro dan mengubahnya menjadi panas. Dalam banyak kasus, panas yang terbentuk diyakini akan mempermudah transformasi kimia. Respon bahan terhadap radiasi gelombang mikro dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Bahan yang transparan terhadap gelombang mikro, contohnya sulfur, (2) Bahan yang memantulkan gelombang mikro, contohnya tembaga, dan (3) Bahan yang menyerap gelombang mikro, contohnya air (Husnil, 2009).

(21)

Effective loss tangent

loss factor yaitu faktor fisik yang secara kual

lombang mikro akan kehilangan energi saa Cristina et al, 2006). Perbandingan antara ked e loss tangent yang dalam persamaan matema

...

effective relative loss factor dan ε’ adalah kons

2.6. Properti dielektrik tepung gandum pada 2 microwave 2,45 GHz (Cristina et al, 2006)

r merupakan besaran tak berdimensi yang

bstrat mengisi volume ruang oven. Persamaan

...

substrat yang diberi perlakuan paparan gelomb ity atau ruangan tempat paparan gelombang m

21 dipengaruhi oleh dua untuk menyerap dan konstanta dielektrik. ualitatif menunjukkan saat melewati bahan edua besaran tersebut matis dapat dituliskan

...(2.2)

onstanta dielektrik.

2000 watt oven

ang menggambarkan an untuk filling factor

...(2.3)

(22)

22 Ruangan oven memiliki volume 20 L sedangkan untuk menentukan volume substrat perlu dilakukan pendekatan berdasarkan massa dan densitas tepung tapioka. Jika diasumsikan densitas rata-rata tepung tapioka adalah 600 kg/m3 (www.simetric.co.uk, 2008) dan massa tepung tapioka yang digunakan adalah 30 gram, maka volume substrat adalah sebesar 0.05 L.

Q-factor

Nilai Q-factor dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Q

o =

1

...(2.4)

Electric Field Strength

Kekuatan medan listrik oven gelombang mikro bergantung pada daya operasi oven. Persamaan untuk menghitung besaran ini adalah sebagai berikut

2 $%.! "# #' / ...(2.5)

Dimana,

P = Daya yang digunakan

)

o = 8.85 x 10 -12 F/m * = 3.14

f = frekuensi gelombang mikro (Hz)

Power dissipated

Energi yang terdisipasi dari bahan dielektrik dapat dihitung menggunakan persamaan berikut,

(23)

23 BAB III

METODE PENILITIAN

3.1. Bahan dan Alat Yang Digunakan

3.1.1. Bahan – Bahan Yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tapioka merk “ROSE BRAND", enzim α-amilase diperoleh dari Laboratorium Bahan Makanan Teknik Kimia UNDIP, CaCl2.2H2O diperoleh dari Laboratorium Teknik Kimia 1

UNDIP, air demin diperoleh dari Laboratorium Proses Teknik Kimia UNDIP, HCl p.a. diperoleh dari Laboratorium Teknik Kimia 1 UNDIP, NaOH p.a. diperoleh dari Laboratorium Teknik Kimia 1 UNDIP, glukosa anhidrit diperoleh dari Laboratorium Teknik Kimia 1 UNDIP, indikator methylen blue diperoleh dari Laboratorium Teknik Kimia 1 UNDIP, larutan fehling A dan B diperoleh dari LAboratorium Teknik Kimia 1 UNDIP.

3.1.2. Alat – Alat Yang Digunakan

Oven Mikrowave merk Sanyo output power 700 watt frekuensi 2450Mhz, botol kaca merk schot 140oC, kompor listrik, labu leher tiga, Motor pengaduk, Oven, Heater, Autoclave, Water bath.

3.1.3. Gambar Alat

(24)

24 Gambar 3.2. Rangkaian alat hidrolisa secara konvensional.

3.2. Tahapan Penelitian

3.2.1. Analisa Bahan Baku

Analisa bahan bertujuan untuk mengetahui kelayakan tepung tapioka merk Rose Brand sebagai bahan baku pembuatan maltodekstrin. Karakterisasi bahan baku meliputi analisa kadar air, analisa kadar abu, analisa kadar lemak, analisa kadar protein dan analisa kadar karbohidrat (AOAC, 1998).

3.2.2. Karakterisasi Oven Microwave

Energi disipasi merupakan energi yang dihasilkan akibat interaksi gelombang mikro terhadap substrat. Karakterisasi oven microwave dilakukan untuk mengetahui seberapa besar energi disipasi yang terbentuk dalam tiap waktu penyinaran microwave pada berbagai power microwave. Karakterisasi oven microwave meliputi analisa perpindahan energi gelombang mikro menggunakan persamaan ”industrial microwave heating” (metaxas dan meredith, 1993).

3.2.3. Penentuan Kondisi Operasi Yang Relatif Baik

Percobaan dilakukan pada variabel tetap meliputi : pH (6-6,5) kebutuhan CaCl2 (40

ppm), konsentrasi enzim α-amilase (0,5-0,6 liter/ton tepung kering). Sedangkan untuk

(25)

25 Perlakuan tiap konsentrasi ditampilkan pada tabel 3.1.

(26)

26 Kebutuhan berat tepung tapioka, volume enzim dan CaCl2.2H2O pada berbagai

konsentrasi ditunjukan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kebutuhan Berbagai Bahan dalam Prosedur Percobaan No. Konsentrasi

Pati (%)

Berat tepung (gr)

Volume air (ml)

Volume enzim (ml)

CaCl2.2H2O

(mgr)

1 20 29,41 100 0,147 6,45

2 25 39,68 100 0,198 6,89

3 30 51,72 100 0,259 7,40

4 35 66,04 100 0,330 8,01

5 40 83,33 100 0,417 8,7

3.2.4. Membandingkan Waktu Dekstrinisasi Menggunakan Microwave Dengan Waktu

Dekstrinisasi Menggunakan Pemanas Konvensional

(27)

27

(28)

28 3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Proses Pembuatan Slurry

Tepung tapioka ditimbang kemudian dilarutkan kedalam 100 ml aquades sesuai dengan suspensi yang diinginkan. pH diatur 6-6,5 mengunakan 0,5N HCl. Kemudian ditambah enzim alpha amilase & CaCl2 sesuai dengan takaran

tiap suspensi.

3.3.2. Proses Dekstrinisasi

Slurry yang telah dibuat, dimasukkan kedalam botol kaca, kemudian ditutup rapat, lalu dimasukkan kedalam microwave. Power microwave diatur sesuai dengan power yang dinginkan. Dilakukan proses dekstrinisasi sesuai waktu yang ditentukan.

3.3.3. Analisa Produk

Produk hasil dekstrinisasi ditambahkan 0,5N HCl sampai pH 3,7-4, didiamkan selama 30 menit untuk inaktivasi enzim, kemudian dinetralkan dengan 0,5N NaOH sampai pH 7, dan dianalisa menggunakan metode Fehling Test (Woodman, 1941).

3.4. Interpretasi Data

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Glukosa
Tabel 2.1 Kemanisan relatif beberapa jenis gula JENIS GULA KEMANISAN RELATIF
Tabel 2.2. Kandungan zat makanan dalam 100 gram tepung tapioka
Gambar 2.3 Skema hidrolisis enzimatis tepung tapioka (Chaplin, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hidrolisis umbi iles-iles dan singkong dengan perbandingan bahan baku : air 1:4 menunjukan bahwa kadar glukosa dipengaruhi oleh lamanya waktu hidrolisa, dimana

Selain itu, proses pengurangan kadar air juga dilakukan pada saat pengolahan produk snack bars dengan pemanggangan sehingga air yang terkandung dalam bahan pangan

Hipotesis penelitian ini adalah penggunaan tepung daun mengkudu (Morinda cirifolia) dalam pakan dapat menurunkan konsumsi pakan, menurunkan konversi, dan meningkatkan hen

Hasil pengamatan potensi mengembang menunjukkan bahwa penambahan bahan pencampur gypsum atau arang dapat menurunkan angka potensi mengembang tanah lempung ekspansif,

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi Sungai Bogowonto untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di wilayah sungai tersebut adalah

Kesimpulan dari penelitian yaitu bahwa perlakuan level ragi tempe dan lama pemerarrlan dapat meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan kadar tanin pada brji sorghum.

Minyak atsiri dapat menurunkan kadar lemak darah disertai peningkatan nafsu makan yang diharapkan dapat menghasilkan itik yang berproduksi tinggi dengan kandungan lemak yang

Tepung pati dan serat koro pedang masih memiliki kandungan protein namun dalam kadar yang rendah, sehingga dapat digunakan untuk bahan baku biskuit..