• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORUPSI DAN PREVENSINYA DALAM AL-QUR’AN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KORUPSI DAN PREVENSINYA DALAM AL-QUR’AN."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KORUPSI DAN PREVENSINYA DALAM AL-

QUR’AN

Skripsi:

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu al-Qur’an dan Hadis

Oleh: FAIZAL AYYUBI

NIM: E03211010

JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)

KORUPSI DAN PREVENSINYA DALAM AL-QUR

AN

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu al-Qur’an dan Hadis

Oleh :

FAIZAL AYYUBI NIM: E03211010

JURUSAN AL-

QUR’AN DAN

HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi oleh Faizal Ayyubi ini telah disetujui untuk diujikan

Surabaya, 6 Januari 2015 Pembimbing,

(4)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi oleh Faizal Ayyubi ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi

Surabaya, 2015 Mengesahkan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Dekan,

Dr. Muhid, M.Ag. NIP. 196310021993031002

Tim Penguji: Ketua,

Dr. Hj. Iffah M.Ag NIP. 196907132000032001

Sekretaris,

H. Budi Ichwayudi, M.Fil.I NIP. 197604162005011004

Penguji I,

Drs. H. Ach. Cholil Zuhdi M.Ag NIP.195009211988031001

Penguji II,

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : Faizal Ayyubi

Nim : E03211010

Jurusan : al-Qur’an dan Hadis

dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 17 Desember 2014 Saya yang menyatakan,

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas nikmat iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada tuntunan dan suri tauladan, Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, sehingga saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana Theologi Islam (S.Th.I) dari Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya. Judul skripsi ini adalah “Korupsi dan Prevensinya dalam al -Qur’an”.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu Dr. Hj. Iffah Muzammil, M.Ag, selaku pembimbing penulis yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama penyusunan skripsi hingga skripsi ini paripurna..

(7)

terhebat sejagad raya, yang selalu memberikan motivasi, nasihat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doanya. Semoga Allah merahmati dan mengasihi beliau berdua. amin, dan juga untuk kakak-kakakku yang kusayang, Chusnul Chotimah S.Pd.I, Miftakhul Huda S.Pd, dan Ahmad Mukhlisin S.Pd.I. semoga Allah memberkahi hidup mereka. Amin.

Ketiga, berjuta terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Hj. Sukartini, yang telah banyak memberikan motifasi dan nasihat, dukungan finansial, dan yang selama ini membiayai penulis kuliah dari awal hingga akhir di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Terima kasih penulis haturkan kepada KH. Maftuh Basthul Birri selaku guru al-Qur’an penulis saat nyantri di Pondok Pesantren Murottilil Qur’anil Karim Lirboyo, Kediri. Berkat kesabaran dan ke-istiqa>mah-an beliau dalam mendidik penulis selama tiga tahun sehingga penulis dapat mengkhatamkan musha>fahah al-Qur’an di hadapan beliau.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ustad Drs. H. Sholeh Wahid, selaku guru tafsir penulis di Bali, sekaligus sebagai sosok yang merekomendasikan penulis memilih Jurusan al-Qur’an dan Hadis di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Muhid M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.

(8)

3. Bapak Mutamakkin Billa Lc, M.Ag, selaku Kepala Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya.

4. Sahabat dan teman-teman tercinta di CRIS Foundation, yang telah memberi apresiasi dan semangat hari-hariku untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Semua pihak yang turut membantu meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan di sana-sini. Oleh karenanya, kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis nantikan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pihak yang peduli terhadap dunia Islam, pendidikan, dan Bangsa Indonesia.

Akhirnya, semoga segala amal baik yang diberikan semua pihak kepada penulis mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT. Jaza>kum allah khairan kathi>ran, Amin. wa Allah a’lam.

Surabaya, 8 Desember 2014

(9)

ABSTRAK

Faizal Ayyubi, Korupsi dan Prevensinya dalam al-Qur’an.

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana penafsiran term dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan tindakan korupsi? 2) Bagaimana upaya-upaya prevensi terhadap korupsi dari sisi tafsir al-Qur’an?.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penjelasan para mufassir mengenai makna term dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan tindakan korupsi dan mengethui upaya-upaya preventif yang qur’ani terhadap tindakan korupsi.

Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa hukum yang dibawa al-Qur’an selalu s}a>lih> li kulli zama>n wa maka>n. Maka, untuk memahami kandungan hukum dari al-Qur’an dilakukan istinba>t hukum melalui karya tafsir para ulama.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) dan menggunakan metode mawd}u>’i> (tematik), yaitu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan korupsi, kemudian membahasnya secara komprehensif dengan merujuk pada pendapat para ahli tafsir kenamaan. Upaya prevensi disarikan dari penafsiran al-Qur’an dengan melihat secara seksama terhadap semua faktor yang menyebabkan timbulnya korupsi serta semua hal-hal yang mendukung atau mempengaruhinya.

Data yang ditemukan menunjukkan bahwa ditemukannya enam term dalam al-Qur’an yang disinyalir oleh para mufassir memiliki kesamaan unsur dan karakteristik dengan tindakan korupsi, keenam term tersebut adalah: a) Dalw, yang berarti penyuapan, b) Ghulu>l yaitu pengkhianatan, penggelapan, c) H}ira>bah, yang berarti perampokan, d) Saraqah, yang berarti pencurian, e) Suh}t, yaitu penyuapan dan harta haram lainnya .

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelima term tersebut: Dalw, Ghulu>l, Saraqah dan Suh}t merupakan term-term dalam al-Qur’an yang mengindikasikan adanya term yang memiliki kesamaan karakter dan unsur dengan tindakan korupsi. Upaya-upaya prevensi korupsi yang disarikan dari al-Qur’an untuk mencegah timbulnya tindakan korupsi adalah, melalui: a) penanaman nilai-nilai moralitas, b) keteladanan pemimpin, c) penegakan hukum, d) pendidikan anti-korupsi dan e) penerapan sanksi moral dan sanksi sosial.

(10)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

ABSTRAK ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

MOTTO ... vii

DEDIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xvi

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Telaah Pustaka ... 9

G. Metode Penelitian... 11

H. Sistematika Pembahasan ... 15

(11)

B. Unsur-Unsur Korupsi ... 19

C. Sejarah Korupsi ... 22

D. Faktor Penyebab Korupsi ... 23

1. Lemahnya Keyakinan Beragama ... 23

2. Pemahaman Keagamaan yang Salah ... 25

3. Budaya yang Buruk ... 26

4. Penegakan Hukum yang Lemah ... 28

5. Gaya Hidup Konsumtif ... 30

6. Kurangnya Keteladanan Pimpinan ... 31

E. Dampak Korupsi ... 32

1. Dampak Korupsi Terhadap Masyarakat dan Individu ... 32

2. Dampak Korupsi Terhadap Generasi Muda ... 33

3. Dampak Korupsi Terhadap Politik... 34

4. Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi... 34

5. Dampak Korupsi Terhadap Birokrasi ... 35

Bab III Term-Term Indikator Korupsi dalam Al-Qur’an A. Dalw ... 36

1. Makkiyyah/Madaniyyah ... 36

2. Asba>b al-Nuzul ... 37

3. Muna>sabah ... 37

4. Tafsir Ayat ... 38

5. Perbandingan Dalw dengan Korupsi ... 40

(12)

1. Makkiyyah/Madaniyyah ... 41

2. Asba>b al-Nuzul ... 41

3. Muna>sabah ... 42

4. Tafsir Ayat ... 42

5. Perbandingan Ghulu>l dengan Korupsi ... 45

C. Saraqah ... 46

1. Makkiyyah/Madaniyyah ... 47

2. Asba>b al-Nuzul ... 47

3. Muna>sabah ... 47

4. Tafsir Ayat ... 48

5. Perbandingan Saraqah dengan Korupsi ... 50

D. Suh}t ... 51

1. Makkiyyah/Madaniyyah ... 52

2. Asba>b al-Nuzul ... 52

3. Muna>sabah ... 53

4. Tafsir Ayat ... 53

5. Perbandingan Suh}t dengan Korupsi ... 55

Bab IV Prevensi Korupsi dalam Al-Qur’an A. Pengertian Prevensi ... 57

B. Upaya-Upaya Prevensi ... 59

1. Penanaman Nilai-Nilai Moralitas ... 60

(13)

3. Penegakan Hukum ... 74 4. Pendidikan Anti-korupsi ... 77 5. Sanksi Moral dan Sanksi Sosial ... 80

Bab V Penutup

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi adalah suatu masalah yang pernah melanda kebanyakan negara di dunia, dan korupsi merebak baik di negara-negara industri maupun negara-negara berkembang. Di Indonesia, korupsi sudah memasuki seluruh bidang-bidang kehidupan sosial dan pemerintahan, serta sudah sangat mengakar dalam budaya hidup, perilaku dan cara berpikir. Sementara itu, hingga kini kemauan politik dan hukum yang serius dari pemerintah masih dirasa kurang maskimal dalam menumpasnya. Jaringan korupsi kelihatan benar-benar telah terajut di seluruh sektor kehidupan, sejak dari istana sampai pada tingkat kelurahan bahkan RT. Korupsi telah menjangkiti birokrasi dari atas hingga terbawah, lembaga perwakilan rakyat, lembaga militer, dunia usaha, perbankan, KPU, organisasi kemasyarakatan, dunia pendidikan, lembaga keagamaan, bahkan lembaga-lembaga yang bertugas memberantas korupsi, seperti kepolisian, kehakiman dan kejaksaan.1

Kenyataan ini sungguh semakin memperkecil harapan untuk dapat memberantas korupsi di negara berpenduduk mayoritas muslim ini. Ironis jika dihubungkan dengan konsep ajaran Islam yang dianut mayoritas bangsa

1Nurul Irfan, “Azyumardi Azra” dalam Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta:

(15)

2

Indonesia. Dalam banyak ayat dan hadis memang belum secara eksplisit disebutkan tentang jenis tindak pidana korupsi, namun berbagai istilah yang disebutkan al-Qur’an dan hadis Nabi sudah mengisyaratkan kejahatan korupsi.2

Di antara ayat al-Qur’an tentang larangan melakukan tindakan korupsi adalah agar tidak saling memakan harta sesama dengan cara batil. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah [2] ayat 188, Allah SWT berfirman:

















Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.3

Di samping itu, dalam hadis juga dilarang bahkan dinyatakan bahwa pemberi dan penerima suap mendapat kutukan Allah.

Dari Abdullah bin Umar, dia berkata: Rasulullah SAW mengutuk penyuap dan

yang diberi suap4

. Dalam sebuah hadis lain riwayat Imam Ah}mad disebutkan, Rasulullah SAW melaknat pelaku suap, yang menerima suap, dan perantara penyuapan. Hal yang sama diulangi dalam hadis riwayat Imam Ah}mad lain, yang akan dilaknat bukan hanya penyuap dan penerima suap, tetapi termasuk pihak yang menjadi

2Irfan, “Azyumardi Azra”..., xi. 3

Al-Qur’an dan Terjemahnya 2:188.

4Muhammad bin Isa> al-Tirmidhi>, al-Ja>mi’ al-S}ah}i>h} Sunan al-Tirmidhi

(Mesir: Must}afa

(16)

3

makelar atau penghubung antara keduanya ketika tindakan penyuapan ini berlangsung. Di samping rishwah yang dinyatakan terkutuk, dalam Islam juga disebutkan bahwa terdapat sebagian jenis hadiah yang tidak baik jika dilakukan atau diterima, yaitu hadiah yang diberikan kepada pejabat yang sedang bertugas dan mempunyai wewenang tertentu. Hal ini disebutkan dalam kasus Ibnu al-Latabiyyah yang bertugas memungut zakat di kawasan Bani Sulaim dan mengaku mendapatkan hadiah pribadi. Kasus ini tidak dibenarkan oleh Rasulullah SAW.5

Hal mendasar paling merugikan dalam tindakan korupsi adalah merampas hak-hak orang lain, bahkan, bisa jadi seluruh rakyat merasakan dampak buruk

5Hadis tersebut:

Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seorang laki-laki untuk mengelola zakat bani Sulaim yang sering dipanggil dengan nama Ibnu al-Latabiyyah, tatkala dia datang, dia menghitungnya dan berkata: "Ini adalah hartamu (zakat yang terkumpul) dan ini hadiah (yang diberikan kepada ku)." Spontan Rasulullah SAW berujar: "Kenapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu sampai hadiahmu datang kepadamu jika kamu jujur."Kemudian beliau berpidato di hadapan kami, memuja dan memuji Allah terus bersabda: "Amma ba‘d. Sesungguhnya saya mempekerjakan salah seorang diantara kalian untuk mengumpulkan zakat yang telah Allah kuasakan kepadaku, lantas ia datang dan

mengatakan: „ini hartamu dan ini hadiah yang diberikan kepadaku’, kenapa dia

tidak duduk-duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya sampai hadiahnya datang kepadanya? Demi Allah, tidaklah benar seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, selain ia menjumpai Allah pada hari kiamat dengan memikul hak itu, aku tahu salah seorang diantara kalian menjumpai Allah dengan memikul unta yang mendengus, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik." Kemudian beliau mengangkat tangannya hingga terlihat putih ketiaknya seraya mengatakan: "Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan apa yang kulihat dengan mataku dan kudengar dengan dua telingaku?". Muhammad bin Ismail

(17)

4

korupsi, sistem perekonomian pun menjadi sangat terganggu. Dan unsur fasad atau kerusakan yang ditimbulkannya bisa sangat meluas. Lebih jauh lagi, dalam ajaran Islam korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi, fasad terhadap kehidupan negara dan bermasyarakat, dapat dikategorikan termasuk berbuat kerusakan di muka bumi yang sangat dibenci Allah.6

Sementara itu, Transparency International Indonesia (TII) tahun 2010 menyebutkan Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim berada di peringkat ke-110 dari 178 jumlah negara yang disurvei dengan IPK 2,8 sama dengan tahun 2009. Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia menduduki posisi keempat dari 10 negara yang disurvei berdasarkan indeks persepsi korupsi.7

Ironis jika ada orang yang berpendapat bahwa korupsi hanya merupakan dosa kecil dan dianggap wajar terjadi, atau bahkan dinilai sangat wajar bila dilakukan kalangan pejabat atau mantan pejabat. Lebih naif lagi, pendapat semacam ini didukung kalangan agamawan dengan mengemukakan konsep kafarah al-dhunu>b, penebusan dosa atau sin laundering. Hasilnya, setelah sebagian koruptor diproses secara hukum atau terbebas dari bidikan hukum, mereka merasa aman dan tenang setelah “membayar”nya dengan banyak beribadah, seperti umrah atau membiayai orang lain untuk umrah, membantu kaum dhuafa, fakir miskin, anak yatim, membangun masjid dan bersedekah.8

6Irfan, Korupsi dalam..., x. 7

Ibid.

8

(18)

5

Tentu saja cara berpikir dan pemahaman agama seperti ini sangat keliru. Menganggap korupsi sebagai dosa kecil yang bisa mudah ditebus dengan sekedar beramal saleh, salat, umrah tidak dapat dibenarkan. Dengan menganggap enteng korupsi sebagai dosa kecil yang mudah diampuni Tuhan, justru menghambat proses pemberantasan korupsi di negeri ini. Harus ditekankan bahwa korupsi bukan dosa kecil, tetapi dosa besar karena jelas dampak negatifnya sangat besar terhadap seluruh rakyat, bangsa dan negara.9

Telah banyak langkah teoritis dan praktis yang dicanangkan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi di negeri ini. Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemberantasan tindakan korupsi masih menjadi prioritas dan agenda utama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa tahun terakhir ini semakin gemar melakukan pemantauan dan penangkapan terhadap para pejabat yang melakukan tindakan korupsi, hasilnya dapat dikatakan signifikan karena terbukti sudah banyak para pejabat negara yang divonis penjara.10

Maraknya kasus korupsi menstimulasi para ilmuwan dan para peneliti untuk mencermatinya. Studi dan riset mengenai perilaku korupsi dengan perspektif sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan hukum mungkin sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian yang mengkaji secara serius mengenai tindakan korupsi dalam perspektif al-Qur’an dapat dikatakan masih langka. Padahal, pendekatan seperti ini sangat menarik dan bermanfaat dalam upaya

(19)

6

memberikan kontribusi ilmiah sekaligus memperkaya khazanah pemikiran Islam dalam bidang tafsir al-Qur’an.

Di dalam al-Qur’an tidak ditemukan term yang secara spesifik menunjuk pada istilah korupsi, namun dapat ditemukan beberapa term di al-Qur’an yang mengacu kepada perilaku-perilaku yang memiliki kesamaan karakteristik dengan tindakan korupsi, seperti term ghulu>l yang terdapat pada surat A>li ‘Imra>n [3] ayat 161:









al-Mara>ghi> menafsirkan term tersebut sebagai al-akhdzu al-khafiyyah yaitu mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dalam hal ini yaitu mengambil harta orang lain demi memperkaya diri sendiri.11 Dan term suh}t yang terdapat pada surat al-Ma>idah [5] ayat 42:







.

Terkait term ini al-Tha’labi mengemukakan dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan al-suh}t di ayat itu adalah suap (rishwah),12 dan masih banyak term-term lainnya yang diduga memiliki kesamaan karakteristik dengan tindakan korupsi. Melalui penelitian ini penulis hendak mengkaji term-term yang diduga

11Ah}mad Must}afa al-Mara>ghi, Tafsi>r al-Mara>ghi>, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), Vol. 4 98.

12Abu Ish}a>q Ah}mad ibn Ibra>hi>m al-Tha‘labi>, al-Kashfu wa al-Baya>n fi Tafsi>r al-Qur’an

(20)

7

memiliki kesamaan karakteristik dengan tindakan korupsi secara tematik (mawd}u>‘i>), serta menyuguhkan beberapa tindakan prevensi (pencegahan) korupsi yang solutif yang disarikan dari ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan disiplin keilmuan tafsir dengan melibatkan beberapa pendapat ahli tafsir.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas ditemukan beberapa permasalahan yang teridentifikasi, di antaranya adalah:

1. Korupsi dalam Al-Qur’an.

2. Teknik/Modus Operandi Korupsi. 3. Tipologi Korupsi.

4. Penyebab Korupsi.

5. Dampak Korupsi bagi Kehidupan Sosial. 6. Hukuman Terhadap Pelaku Korupsi.

7. Upaya Preventif Terhadap Tindakan Korupsi. 8. Upaya Pemberantasan Korupsi.

(21)

8

C. Rumusan Masalah

Masalah-masalah pokok yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penafsiran tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan tindakan korupsi?

2. Bagaimanakah upaya prevensi korupsi menurut tafsir al-Qur’an?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui penjelasan para mufassir mengenai makna term dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan tindakan korupsi.

2. Untuk mengetahui upaya prevensi terhadap tindakan korupsi menurut tafsir al-Qur’an.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagaimana berikut:

1. Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khazanah keilmuan tafsir al-Qur’an dan memberikan manfaat bagi pengembangan penelitian yang sejenis.

(22)

9

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan seputar al-Qur’an, pemahaman kepada masyarakat dan para pengamat korupsi terhadap bahaya korupsi serta pengetahuan mengenai tindakan preventif yang qur’ani untuk mencegahnya. Diharapkan pula masyarakat dapat mengamalkan kandungan ayat-ayat al-Qur’an, meneladani perilaku yang baik, menghindari yang buruk dan turut berperan aktif mencegahnya, sehingga nantinya dapat membawa pengaruh positif pada perkembangan peradaban Islam, khususnya di Indonesia.

F. Telaah Pustaka

Telaah pustaka dalam penelitian ini bermaksud untuk memberi kesan keorisinilan penelitian. Namun, sejauh ini belum ditemukan karya-karya ilmiah yang membahas permasalahan serupa dalam bentuk skripsi. Beberapa dalam bentuk lain ditemukan sebagai berikut:

1. “Korupsi dalam Perspektif Al-Qur’an”. Makalah ditulis oleh Taufik Akbar mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga. Makalah tersebut dimuat dalam buku HMJ Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga yang berjudul

Al-Qur’an dan Isu-isu Aktual. Dalam makalah tersebut Taufik membahas

ayat-ayat yang diduga mirip dengan tindakan korupsi yang dilakukan sebagian masyarakat. Taufik juga tidak menyinggung upaya preventif yang spesifik yang berbasiskan al-Qur’an.

(23)

10

dengan menyesuaikan antara rumusan pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) di Indonesia dengan konsep fiqh jina>yah Islam dalam rangka pemberantasan korupsi.

3. “Hukuman mati bagi Koruptor”. Jurnal yang ditulis oleh M. Ulinnuha Khusnan, mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ( Jakarta. Dalam jurnal tersebut, Ulin meneliti tentang otoritas hukuman mati bagi koruptor, dengan cara mengaitkan makna-makna tersirat yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat (asba>b al-nuzu>l) al’Qur’an yang diduga mirip dengan tindakan korupsi.

Dari beberapa telaah pustaka yang ditemukan, penelitian ini memiliki beberapa sisi persamaan, namun juga memiliki sisi perbedaan dengan tiga karya tulis di atas, sehingga tidak mengganggu keorisinilan penelitian yang hendak diajukan. Adapun persamaan dengan tiga karya tulis di atas adalah dalam hal topik yang diangkat, yakni sama-sama mengangkat pembahasan seputar korupsi. Sementara, yang membedakan penelitian ini dengan tiga karya tulis di atas, di antaranya:

1. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan ilmu tafsir, sehingga banyak mengutip pendapat-pendapat mufassir. Berbeda dengan buku Korupsi dalam Pidana hukum Islam yang mana dalam buku tersebut penulis buku lebih menitik beratkan pembahasan melalui pendekatan hukum-hukum Islam (fiqh jina>yah)

(24)

11

mewabahnya kecenderungan masyarakat terhadap perilaku korupsi. Berbeda dengan makalah yang ditulis oleh Taufik Akbar dalam buku Al-Qur’an dan Isu-isu Aktual yang hanya memberikan arahan global dalam menyuguhkan tawaran langkah preventif non qur’ani terhadap tindakan korupsi.

3. Penelitian ini juga berbeda dengan jurnal “Hukuman mati bagi Koruptor”, yang ditulis oleh M. Ulinnuha Khusnan, mahasiswa IIQ Jakarta, dalam jurnal tersebut Ulin lebih memfokuskan perhatiannya terhadap analisis tekstual dan analisis kontekstual ayat tentang legalitas hukuman mati bagi koruptor dalam perspektif al-Qur’an.

G. Metodologi Penelitian

1. Model penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif yang dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang kerangka ideologis, epistemologis, dan asumsi-asumsi metodologis pendekatan terhadap kajian tafsir dengan menelusuri secara langsung pada literatur yang terkait.13

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini merupakan library research (penelitian kepustakaan) yaitu penelitian yang memanfaatkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Dengan cara mencari dan meneliti ayat yang dimaksud, kemudian mengolahnya dengan menggunakan keilmuan tafsir.14

13

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 2.

(25)

12

3. Metode penelitian

Dalam rangka untuk memperoleh wacana tentang pemaknaan ayat sebagai tindakan korupsi, dalam penelitian ini, ayat al-Qur’an dikaji dengan menggunakan metode mawd}u>‘i> (tematik), yaitu membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Hal-hal yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah menonjolkan tema, judul, atau topik pembahasan, sehingga metode ini dapat juga disebut dengan metode topikal.15

Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh mufassir. Antara lain sebagaimana diungkapkan oleh al-Farmawi:

a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya ayat mansu>khah, dan sebagainya.

b. Menelusuri latar belakang turun (asba>b al-nuzu>l) ayat-ayat yang telah dihimpun (kalau ada).

c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut, terutama kosakata yang menjadi pokok permasalahan di dalam ayat itu. Kemudian mengkajinya dari semua aspek yang berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, muna>saba>t, pemakaian kata ganti (d}ami>r), dan sebagainya.

d. Semua itu dikaji secara tuntas dan seksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu‘tabar,

15

(26)

13

serta didukung oleh fakta (kalau ada) dan argumen-argumen dari al-Qur’an, hadis atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan. Artinya, mufassir selalu menghindarkan diri dari pemikiran-pemikiran yang subjektif. Hal ini dilakukan agar al-Qur’an membicarakan suatu kasus tanpa intervensi dari pihak lain di luar al-Qur’an, termasuk penafsir sendiri.16

Seperti yang dikemukakan M. Quraish Shihab bahwa keistimewaan metode ini dapat membawa kepada pendapat al-Qur’an tentang berbagai problem hidup disertai dengan jawaban-jawabannya serta sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan imu pengetahuan dan masyarakat.17

4. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, yakni mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, buku, kitab, dan literatur lainnya. melalui metode dokumentasi akan dapat diperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian berdasarkan konsep dan kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya.18

5. Teknik Pengolahan data

Pada proses pengolahan data, penelitian ini menggunakan dua langkah, yaitu:

16

Baidan, Metodologi Penafsiran..., 152-153.

17

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2013), 180.

18

(27)

14

a. Editing, yaitu memeriksa kembali secara cermat data-data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevansi, dan keragamannya.

b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematikakan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah.19

6. Teknik analisis data

Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek penelitian dengan menggunakan analisis isi, yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolahnya dengan tujuan menangkap pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan dengan melibatkan beberapa pendapat para mufassir.20

7. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber yaitu primer dan sekunder:

Sumber-sumber primer yang akan digunakan di antaranya adalah: a. Al-Qur’an dan terjemahnya

b. Tafsir al- Mara>ghi >karya Ahmad Must}afa al-Mara>ghi c. Al-Ja>mi’ li Ah}ka>mi al-Qur’a>n karya Al-Qurt}ubi>

19Idris, Makna Tabdzir..., 15. 20

(28)

15

d. Tafsir al- Mishbah, Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an karya M. Quraish Shihab

Sedangkan sumber sekunder sebagai rujukan pelengkap bagi penelitian ini, antara lain:

1. Tafsir al-Kashsha>fkarya al-Zamakhsha>ri

2. Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karya Abi> al-Fida>’ Isma>‘i>l bin ‘Umar bin Kathi>r al-Qurshiyy al-Dimashqi

3. Al-Kashfu wa al-Baya>n fi> Tafsir> al-Qur’a>ni al-Kari>m karya al-Tha’labi

H. Sistematika Pembahasan

Penulis menyusun sistematika pembahasan dalam skripsi ini menjadi lima bab, yakni sebagai berikut :

Bab I berisi pendahuluan yang meliputi; latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, lalu kemudian dilanjutkan dengan sistematika pembahasan.

Bab II menjelaskan definisi korupsi dan unsur-unsurnya, sejarah korupsi, penyebab korupsi dan dampak yang diakibatkannya.

Bab III berisi pemaparan tentang penafsiran ulama mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan perilaku korupsi.

Bab IV merupakan analisa terhadap upaya prevensi korupsi dalam tafsir al-Qur’an.

(29)

16

BAB II

DEFINISI, UNSUR, SEJARAH, FAKTOR DAN DAMPAK KORUPSI

A. Definisi Korupsi

Istilah korupsi berasal dari satu kata bahasa latin, yakni corruption atau corruptus yang kemudian disalin dalam bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi corruptie (korruptie). Asumsi kuat menyatakan bahwa dari bahasa Belanda inilah kata tersebut turun ke dalam Bahasa Indonesia, yaitu korupsi.1 Secara etimologi korupsi berarti kebusukan, kebejatan, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang menghina atau memfitnah. Robert Klitgaard mendefinisikan kata korupsi secara terminologi, yaitu “corruption is the abuse of public power for private benefit” (penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi).2

Andi Hamzah, dalam kamus hukumnya mendefinisikan korupsi sebagai suatu perbuatan buruk, busuk, bejat, suka disuap, perbuatan yang menghina atau memfitnah, menyimpang dari kesucian dan tidak bermoral.3 Sedangkan menurut J.C.T Simorangkir dalam kamus hukumnya memberikan pengertian bahwa korup berarti busuk, palsu, suap, buruk, rusak, suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara, menerima uang

1

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan Internasional (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 4.

2

Robert Klitgaard dkk, Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, terj. Hermoyo (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), 3.

3

(30)

17

dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Korupsi juga berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau mengguanakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah.4

Di dunia internasional pengertian korupsi berdasarkan Black Law Dictionary, yaitu:

Corruption an act done with an intent to give some advantage inconsistence with official duty and the rights of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the rights of others.5

Sedangkan menurut perspektif hukum di Indonesia, definisi korupsi secara gamblang dijelaskan dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya dijelaskan bahwa korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum. Ada 13 pasal dalam UU tersebut yang menjelaskan bentuk-bentuk pidana korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, ada 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi yangdapat dikenakan sanksi hukum. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (1) Suap-menyuap, (2) Penggelapan dalam jabatan, (3) Pemerasan, (4) Perbuatan curang, (5) Benturan kepentingan dalam

4

J.C.T Simorangkir, Kamus Hukum (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), 89.

5

(31)

18

pengadaan, dan (6) Gratifikasi.6

Dalam bahasa Arab, salah satu istilah korupsi juga disebut sebagai rishwah yang berarti penyuapan. Rishwah juga diartikan sebagai uang suap. Selain dinilai sebagai tindakan merusak dan khianat, korupsi juga disebut fasad (ifsa>d) dan ghulul.7

Dari uraian mengenai pengertian korupsi di atas, dapat diketahui bahwa arti dan kandungan makna korupsi sangat luas, tergantung dari bidang perspektif yang dilakukan. Dari semua arti, baik yang secara etimologis maupun terminologis, korupsi mempunyai arti yang semuanya mengarah kepada keburukan, kecurangan, kezaliman, yang akibatnya akan merusak dan menghancurkan tata kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan bahkan negara pun bisa bangkrut disebabkan korupsi.

Istilah korupsi ini telah menjadi sebuah istilah yang sangat akrab di telinga masyarakat, baik dalam kehidupan sebagai umat, sebagai bangsa maupun sebagai negara. Bahkan saking akrabnya istilah ini, pekerjaan korupsi sudah menjadi suatu yang lumrah dan biasa dalam perilaku sehari-hari, akibatnya, yang melakukan korupsi dianggap biasa-biasa saja apalagi uang yang dikorupsi itu disumbangkan untuk kepentingan sosial, baik sosial keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Padahal telah diketahui dan disadari bahwa yang menyebabkan keterpurukan bangsa dan negara ini ke jurang kehancuran adalah disebabkan praktik korupsi

6

M. Syamsa Ardisasmita, Definisi Korupsi Menurut Perspektif Hukum dan E-Announcement untuk Tata Kelola Pemerintahan yang lebih Terbuka, Transparan dan Akuntabel (Jakarta,: KPK, 2006), 4.

7

(32)

19

yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi, baik secara perorangan maupun secara berjamaah. Masyarakatpun tidak pernah menolak sumbangan orang untuk kegiatan sosial yang bersumber dari korupsi.

B. Unsur-Unsur Korupsi

Mengacu kepada berbagai pengertian dari korupsi yang telah dikemukakan di atas, untuk menemukan unsur-unsur yang ada dalam tindakan korupsi, khususnya di Indonesia, perlu mencermati dan meneliti korupsi dari tinjauan yuridis, yaitu dari rumusan-rumusan pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dapat diketahui bahwa unsur-unsur korupsi sangat banyak dan beragam tergantung pada rumusan pasal demi pasal, mulai pasal 2 sampai dengan pasal 13 UU PTPK. Berikut beberapa unsur-unsur korupsi yang dapat ditarik dari rumusan pasal-pasal 2 sampai dengan 13 UU PTPK tersebut, di antaranya:

1. Memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, dan memperkaya korporasi. Memperkaya artinya menjadikan lebih kaya, yaitu suatu perbuatan yang menjadikan bertambahnya kekayaan. Menurut Andi Hamzah, menjadikan orang yang belum kaya menjadi kaya atau orang yang sudah kaya bertambah kaya.8

2. Penyalahgunaan kewenangan, penyalahgunaan kesempatan dan penyalahgunaan sarana. Pada umumnya, kesempatan ini diperoleh atau

8

(33)

20

didapat sebagai akibat adanya kekosongan atau kelemahan dari ketentuan-ketentuan tentang tata kerja tersebut atau kesengajaan menafsirkan secara salah terhadap ketentuan-ketentuan tersebut.9

3. Penyuapan. Yaitu perbuatan dengan memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya.10

4. Penggelapan. Yaitu menguasai secara melawan hukum suatu benda yang seluruh atau sebagiannya adalah kepunyaan orang lain, yang ada padanya bukan karena kejahatan.11

5. Gratifikasi. Adanya pemberian kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pemberian tersebut berhubungan dengan jabatan dari pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas dari pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian tersebut.12

6. Pungutan di luar kewajiban. Yaitu memberikan pekerjaan atau menyerahkan barang kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang padahal diketahui bahwa kewajiban tersebut sebenarnya tidak ada. 13

9

R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 39.

10

Adami Chawazi, Hukum Pidana Materiil..., 58.

11

R. Wiyono, Pembahasan Undang..., 69.

12

Ibid., 110.

13

(34)

21

C. Sejarah Korupsi

Sejarah korupsi bermula sejak awal kehidupan manusia bermasyarakat, yakni pada tahap tatkala organisasi kemasyarakatan yang rumit mulai muncul. Manusia direpotkan oleh gejala korupsi paling tidak selama beberapa ribu tahun. Catatan kuno mengenai masalah ini menunjuk pada penyuapan terhadap para hakim, dan tingkah laku para pejabat pemerintah. Dalam sejarah Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani dan Romawi kuno, korupsi seringkali muncul ke permukaan sebagai masalah. Hammurabi dari Babilonia yang naik tahta sekitar tahun 1200 Sebelum Masehi memerintahkan kepada seorang gubernur provinsi untuk menyelidiki satu perkara penyuapan.14 Shamash, seorang raja Assiria sekitar tahun 200 Sebelum Masehi (SM), menjatuhkan pidana kepada seorang hakim yang menerima uang suap.15 Hukum Hammurabi mengancam beberapa bentuk korupsi tertentu yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah dengan hukuman mati. Samuel, seorang nabi terkenal yang disebut di dalam injil yang hidup pada abad ke-11 Sebelum Masehi (SM), seorang hakim agama masyarakat Israil tatkala menantang untuk diselidiki secara mendalam atas perbuatannya, mengatakan, antara lain, “Dari tangan siapa saya meneria uang suap yang akan membuat mata saya buta?”16

.

Di nusantara, perilaku korupsi telah ada sejak masa kerajaan dengan praktek upetinya. Selain catatan sejarah di atas, tindak perilaku korupsi juga dapat ditemukan dalam bagian sejarah Islam yang kelam. Selain pada masa Nabi,

14

G.R Driver, J.C Miles, The Babylonian Laws (London: Oxford University Press, 1952), Vol. 1, 62.

15

Ibid., 69.

16S. Sziksai, “Samuel” dalam The Interpreter’s Dictionary of The Bible

(35)

22

sejarah juga mencatat bahwa ketika Sayyidina ‘Umar bin al-Khat}t}a>b menjadi khalifah, beliau memerintah salah seorang sahabat yang bernama Maslamah agar mengawasi harta kekayaan yang dimiliki para pejabat pemerintah.17 Salah satu tindakan hukum yag dilakukan Maslamah atas instruksi ‘Umar adalah dengan membagi harta kekayaan sahabat setelah bersangkutan telah selesai melaksanakan jabatannya, yaitu separuh dikembalikan pada negara dan separuhnya diambil oleh sahabat yang bersangkutan. Sedangkan apabila sahabat yang menjadi pejabat tersebut teridentifikasi melakukan tindak pidana korupsi, maka semua harta kekayaannya dikembalikan kepada negara.18

D. Faktor Penyebab Korupsi

Semakin merajalelanya dan meratanya korupsi di seluruh sendi kehidupan, faktor penyebabnya juga beragam dan mengait antara penyebab yang satu dengan penyebab yang lain dan merupakan lingkaran setan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya serta sulit untuk dicari penyebab mana yang memicu terlebih dahulu. Beberapa penyebab yang dominan sebagai pencetus tindakan korupsi yang akhirnya menjadi berkelanjutan tiada henti, sehingga membudaya. Dari hasil penelitian, pengamatan, analisis dan evaluasi para pakar yang cukup lama, dapat dijelaskan di bawah ini beberapa faktor tersebut, antara lain:

17Jala>l al-di>n al- Suyu>t}i>,Ta>ri>kh al-Khulafa>’

(Beirut: Dar Ibn Hazm, 2003), 132.

18

(36)

23

1. Lemahnya Keyakinan Beragama

Lemahnya keyakinan agama merupakan salah satu faktor penyebab korupsi. Di Indonesia, fakta menunjukkan bahwa penduduk Indonesia adalah para penganut agama. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya pelaku-pelaku korupsi itu adalah orang yang memiliki dan meyakini agama, dan mayoritas di antaranya adalah beragama Islam. Atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya pelaku tindak pidana korupsi itu adalah penganut agama Islam. Akan tetapi yang membuat heran adalah adanya beberapa orang yang rajin melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya, namun praktek korupsinya tetap berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan ajaran agama tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sekaligus tidak mendalami makna yang terkandung dalam ibadah itu. Akibatnya, ibadah yang dilaksanakan baru sebatas ibadah ritual seremonial, belum menjalankan ibadah secara hakiki sebagai ritual dan aktual.19 Padahal, jika seseorang dapat memahami kandungan ajaran salat dalam agama Islam dengan benar, akan dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar termasuk di dalamnya mencegah perbuatan korupsi. Allah SWT berfirman:







Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab (Al-Qur’an) dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar

19

(37)

24

(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.20

M. Quraish Shihab menuturkan bahwa shalat adalah salah satu cara untuk memperoleh potensi keterhindaran dari keburukan. Salat yang dimaksud adalah pelaksanaan salat yang sempurna sesuai dengan syarat rukunnya, khushu>‘ serta menghayati arti dan tujuan hakiki dari ibadah tersebut. Jika demikian, orang yang salat dapat terhindar dari segala macam potensi atau bisikan buruk yang mengundang dia melakukan tindakan yang keji dan munkar.21

2. Pemahaman Keagamaan yang Salah

Pemahaman keagamaan yang salah yang dimaksudkan di sini adalah adanya satu pemahaman bahwa setiap berbuat satu kebaikan akan diberikan pahalanya tujuh ratus kali lipat pada satu pihak, sebagaimana tercermin dalam Firman Allah SWT:



















Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.22

20

Al-Qur’an dan Terjemahnya, 29:45.

21

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 10, 95.

22

(38)

25

dan adanya pemahaman bahwa berbuat satu kejahatan akan diberikan satu ganjaran/balasan pada pihak yang lain. Kedua pemahaman ini digabungkan menjadi satu dalam hal kejahatan. Akibatnya seseorang berpikir bahwa kalau ia melakukan korupsi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) akan diberikan dosa sebanyak seratus juta dosa, untuk itu maka ia berpikir alangkah baiknya uang yang dikorupsi itu disedekahkan sebanyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan akan mendapatkan pahala sebanyak 700.000.000 (tujuh ratus juta) kebaikan. Dan masih untung sebanyak 600.000.000 (enam ratus juta) kebaikan. Padahal ia tidak sadar bahwa uang yang disedekahkan itu harus bersumber dari yang halal, bukan dari yang haram. Sebagaimana sabda Rasululullah SAW:

Tidak diterima salat tanpa bersuci dan sedekah dari ghulu>l.23

Hal ini menunjukkan bahwa adanya pemahaman yang keliru tentang pahala dan dosa yang dipahami oleh seseorang, akibatnya seseorang rajin korupsi dan rajin pula memberikan infa>q/s}adaqah.24

3. Budaya yang Buruk

Budaya atau kultur organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat kepada anggota-anggota organisasi tersebut, terutama pada kebiasaannya, cara pandangnya, dan sikapnya dalam menghadapi suatu

23

Imam Ab>i H}usain Muslim, Sahih Muslim, (Riyad: Dar al-Salam, t.t), Vol. 1, 204.

24

(39)

26

keadaan. Apabila budaya ini tidak ditangani dengan baik, maka sejumlah anggota organisasi mungkin akan melakukan berbagai bentuk perbuatan yang tidak baik, yang lama-lama akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan tersebut akan menular ke anggota yang lain dan kemudian perbuatan tersebut akan dianggap sebagai kultur atau budaya di lingkungan yang bersangkutan. Misalnya, di suatu bagian dari suatu organisasi akan dapat muncul budaya uang pelicin, “amplop”, hadiah, jual beli temuan, dan lain-lain yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi organisasi.25

Budaya ini secara perlahan-lahan dibentuk menjadi budaya yang diarahkan untuk menunjang misi negatif tersebut. Dengan membentuk kubu, diciptakan situasi di mana orang yang tidak sesuai dengan budaya tersebut akan disingkirkan atau dikucilkan dengan berbagai cara negatif pula. Salah satu sarana yang biasa dipakai untuk membentuk dan menjaga budaya tersebut adalah dengan cara membangun budaya/kultur organisasi yang resmi dengan kode etik atau aturan perilaku yang secara resmi diberlakukan pada organisasi.26

Allah SWT secara tegas memerintahkan saling bantu-membantu dalam hal kebaikan dan melarang perilaku konspirasi dalam hal berbuat dosa, firman-Nya:









25

Surachmin, Strategi dan TeknikKorupsi (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 96.

26

(40)

27

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah

kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.27

Di lingkungan organisasi Pemerintah, telah dianut budaya atau tingkah laku yang dipertahankan secara terus-menerus dan dianggap sebagai suatu kebenaran. Dalam perencanaan selalu melakukan mark up (penggelembungan) biaya atau mengalokasikan biaya/kebutuhan tidak sesuai dengan harga yang wajar dan kebutuhan yang riil, dengan alasan, pada waktu pelaksanaan dikhawatirkan akan terjadi kenaikan harga, walaupun sudah ada standar yang ditetapkan. Dalam pelaksanaan anggaran yang dialokasikan tersebut diupayakan untuk dihabiskan dengan berbagai cara.

Penilaian keberhasilan cenderung dilihat dari besarnya realisasi anggaran bukan dari realisasi tolak ukur fisik atau kinerja yang dicapai. Apabila terjadi sisa anggaran cenderung digunakan dan dihabiskan untuk hal-hal yang secara riil tidak dibutuhkan. Masukan-masukan dari pegawai yang kritis untuk perbaikan mengenai pengelolaan anggaran atau dugaan korupsi dianggap sebagai musuh dan harus dikesampingkan atau dikucilkan, sangat alergi atau menolak adanya whistle blower dari kalangan institusi sendiri kalau perlu diambil kebijakan untuk mengucilkan atau memusnahkan whistle blower

27

(41)

28

tersebut, atau menjadikannya sebagai kambing hitam untuk diproses secara hukum.28

4. Penegakan Hukum yang Lemah

Apabila dilihat dari sisi peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk pemberantasan tindak pidana korupsi sebetulnya sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, peraturan perundang-undangan di bidang tindak pidana korupsi sudah cukup memadai, walaupun masih ada beberapa kelemahan di era Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tersebut, seperti rumusan delik yang hanya bersifat materil, ketentuan sanksi pidana yang hanya menetapkan batas maksimum tidak ada batas minimum, subjek hukum terbatas pada subjek hukum perorangan sedangkan korporasi hukum subjek hukum, masih mempertahankan sistem pembuktian negative wettelhijhe beginnal atau mengedepankan asas praduga tak bersalah. Kelemahan-kelemahan ini selalu dijadikan alasan kalangan penegak hukum mulai dari auditor, kepolisian, kejaksaan, dan para hakim serta pengacara dengan alasan sulitnya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini tela ditutup atau diperbaiki dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.29

Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi mencakup beberapa aspek. Pertama, bisa tidak adanya tindakan hukum sama

28

Surachmin, Strategi dan Teknik..., 108.

29

(42)

29

sekali terhadap pelaku korupsi dikarenakan pelaku adalah atasan dari penegak hukum atau bawahan dari penegak hukum yang menjadi penyokong utama (main supplier) yang membiayai operasional kegiatan penegak hukum, atau si penegak hukum telah menerima bagian dari hasil korupsi pelaku atau pelaku adalah kolega dari pimpinan instansi penegak hukum. Kedua, tindakan ada tetapi penanganan diulur-ulur dan sanksi diperingan. Ketiga, tidak dilakukan pemindahan sama sekali, karena pelaku mendapat beking dari jajaran tertentu atau tindak pidana korupsinya bermotifkan kepentingan untuk kelompok tertentu atau partai tertentu.30

Hal ini tentu merupakan sebuah pelanggaran dan perilaku yang tidak baik, bahkan dapat dikatakan menodai keadilan dan kewibawaan hukum di mata masyarakat. Allah SWT berfirman:

















Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.31

30

Surachmin, Strategi dan Teknik..., 108

31

(43)

30

Pada ayat tersebut Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan dengan yang sebenar-benarnya, meskipun itu harus menindak ibu bapak dan kaum kerabat sendiri. Jangan sampai manusia menyimpang dari melakukan tindakan pengadilan dikarenakan hawa nafsunya.

5. Gaya Hidup Konsumtif

Gaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar mendorong pegawai untuk dapat memiliki mobil mewah, rumah mewah, menyekolahkan anak di luar negeri, pakaian yang mahal, hiburan yang mahal, dan sebagainya. Misalnya, gaya hidup yang populer berupa main golf akan mendorong seseorang akan mendorong seorang pegawai untuk mau menyediakan sarana untuk melakukan hobi tersebut. Apabila pegawai tersebut memang bukan pegawai yang tingkatannya cocok dengan hobi tersebut, sedangkan dirinya ingin bergaya hidup seperti itu sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sarananya dengan cara-cara yang legal, maka mendorong dirinya untuk melakukan berbagai hal, termasuk korupsi agar hobinya dapat terlaksana. Hal ini menjadikan pegawai yang walaupun sudah mendapatkan gaji yang layak akan berusaha menambah penghasilannya untuk memenuhi tuntutan gaya hidup tersebut.32

Gaya hidup yang konsumtif tersebut akan menjadikan penghasilan yang rendah semakin tidak mencukupi. Hal tersebut juga akan mendorong

32

(44)

31

seseorang melakukan korupsi bilamana kesempatan untuk melakukannya ada.33

6. Kurangnya Keteladanan Pimpinan

Dalam organisasi, baik yang formal maupun non formal, pimpinannya akan menjadi panutan dari setiap anggota atau orang yang berafiliasi pada organisasi tersebut. Dengan karakteristik organisasi seperti itu, apapun yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan ditiru oleh para anggota organisasi walaupun dalam intensitas yang berbeda-beda. Apabila pimpinannya mencontohkan gaya hidup yang bersih dengan tingkat kehidupan ekonomi yang wajar, maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung untuk bergaya hidup yang sama. Demikian pula sebaliknya, apabila pimpinan organisasi gaya hidupnya berlebihan, maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung untuk mengikuti gaya hidup yang berlebihan. Apabila tidak mampu menopang biaya hidup yang berlebihan tersebut, maka akan berusaha untuk melakukan berbagai hal, termasuk melakukan korupsi.34

E. Dampak Korupsi

Korupsi berdampak sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi dan individu. Dampak korupsi bagi kehidupan diibaratkan kanker dalam darah, sehingga si empunya badan harus selalu

33

Ibid.

34

(45)

32

melakukan “cuci darah” terus menerus jika ingin dapat terus hidup. Secara

aksiomatik, akibat korupsi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dampak Korupsi Terhadap Masyarakat dan Individu

Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan selfishness. Tidak akan ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus. Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestise, kekuasaan dan lain-lain.35

Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemuliaan dalam masyarakat. Theobald menyatakan bahwa korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism. Chandra Muzaffar menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berfikir tentang dirinya sendiri semata-mata. Jika suasana iklim masyarakat telah tercipta demikian itu, maka

35

Zainal Abidin, Korupsi dan Solusi Analisis Perspektif Islam,

(46)

33

keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.36

2. Dampak Korupsi Terhadap Generasi Muda

Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa atau bahkan menganggap sebagai budayanya, sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab. Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa tersebut.37

3. Dampak Korupsi Terhadap Politik

Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka. Praktek korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan

36

Zainal Abidin, Korupsi dan Solusi Analisis Perspektif Islam,

https://www.Academia.edu/6329095/Korupsi_dan_Solusi_Analisis_Perspektif_Islam (Rabu, 19 November 2014, 06.34)

37

(47)

34

kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat. Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang pernah terjadi di Indonesia.38

4. Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi

Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu proyek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan proyek, nepotis

Gambar

Tabel perbandingan antara dalw dengan unsur korupsi
Tabel perbandingan antara unsur ghulu>l dengan unsur korupsi
Tabel perbandingan antara saraqah dengan unsur korupsi
Tabel  perbandingan antara unsur suht} dengan korupsi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang bersifat kepustakaan, misalnya

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan(library research), Pengumpulan datanya menggunakan metode ijmali yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jeni library research (penelitian kepustakaan) dengan teknik analisi deskriptif kualitatif, dengan cara

Penelitian ini tergolongan library research (penelitian kepustakaan), kemudian data diolah dan dianalisis dengan mengunakan metode tah}li>li>. Hasil penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Tafsir Tematik dan jenis penelitian kepustakaan (library research). Sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber

Dalam hal ini, Penulis menerapkan metode bersifat library research (penelitian kepustakaan). Selain itu, penulis juga menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

1) Menjadikan petunjuk al-Qur‟an bersifat parsial. Al-Qur‟an merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang

Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan Library Research yaitu penelitian dengan mengumpulkan data- data yang memiliki