• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPIRITUALITAS PEMUDA URBAN : PERAN MANAQIB SYEKH ABDUL QADIR AL-JILANI DI PONDOK PESANTREN AITAM NURUL KAROMAH TERHADAP PEMBENTUKAN SPIRITUALITAS PEMUDA KENDANGSARI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SPIRITUALITAS PEMUDA URBAN : PERAN MANAQIB SYEKH ABDUL QADIR AL-JILANI DI PONDOK PESANTREN AITAM NURUL KAROMAH TERHADAP PEMBENTUKAN SPIRITUALITAS PEMUDA KENDANGSARI SURABAYA."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SPIRITUALITAS PEMUDA URBAN

(Peran Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani di Pondok Pesantren Aitam

Nurul Karomah terhadap Pembentukan Spiritualitas Pemuda

Kendangsari Surabaya)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar S1 pada Program Studi Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Oleh :

Agung Dwi Aprilyanto

E 01211009

PRODI FILSAFAT AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)

SPIRITUALITAS PEMUDA URBAN

(Peran Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani di Pondok

Pesantren Aitam Nurul Karomah terhadap Pembentukan

Spiritualitas Pemuda Kendangsari Surabaya)

Skripsi: Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata satu (S-1) Ilmu Filsafat Agama

Oleh :

Agung Dwi Aprilyanto

E 01211009

PRODI FILSAFAT AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(3)

PERNYATAAN

KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini saya:

Nama

: Agung Dwi Aprilyanto

NIM : E01211009

Jurusan

: Filsafat Agama

Dengan

ini

menyatakan bahwa skripsi

ini

secara keseluruhan adalah hasil penelitan/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

AGTING DWI APRILYANTO

E01211009

(4)

PERSETUJUAN

PE MBI&g&TftIG

Skripsi oleh Agung Dwi Aprilyanto ini telah disetului u,rt,k diajukan.

Surabaya,30 Juli 2015

pembimbing,

n

tr -l

il' ^ '

i[l^^,*'t",

\"

Dis. H. Muldafi M.Ae

(5)

PENGESAHAN

SKRIPSI

skripsi olehAgung Dwi Aprilyanto telah dipertahankan di depan Tim penguji

Skripsi

Surabaya, 22 Agusfus 201 5 Mengesahkan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Dekan,

1993031002

Tim Penguji:

^Ketua,

[.;/t

,\|l

/

Drs. H. Muktafi M.Ag

NrP. 19600813 i99403 1003

Sekretaris,

H. Syaitulloh Yazid. Lc MA

NIP. 19791 020201503 I 001

Penguji I,

DR. Suhermanto Ja'far. M.Hum NrP. 1 96708201 99s03 1001

,?,.

(6)

ABSTRAK

Masalah yang diteliti dalam skripsi yang berjudul Spirtualitas Pemuda Urban (Peran Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani di Pondok Pesantren Aitam

Nurul Karomah terhadap Pembentukan Spiritualitas Pemuda Kendangsari

Surabaya) ini adalah (1) Apa yang dimaksud dengan pemuda urban; (2) Bagaimana peran Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani terhadap pembentukan spiritualitas pemuda Kendangsari Surabaya.

Berkenaan dengan itu dalam penelitian lapangan ini digunakan metode kualitatif adalah untuk memberikan deskriptif mengenai penjelasan pembentukan spiritualitas pemuda urban (Kendangsari) dengan adanya pengajian Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Pengajian manaqib tersebut rutin dilaksanakan oleh pondok pesantren Aitam Nurul Karomah yang bertempat di Kendangsari Gg IV/ 85 A Surabaya.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK . . . i

PERSETUJUAN PEMBIMBING . . . ii

LEMBAR PENGESAHAN . . . iii

PERNYATAAN KEASLIAN . . . . iv

MOTTO . . . .. . . v

DEDIKASI . . . .. . . vi

KATA PENGANTAR . . . vii

DAFTAR ISI . . . ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah . . . 1

B. Rumusan Masalah . . . 9

C. Alasan Memilih Judul . . . 10

D. Tujuan Penelitian . . . 10

E. Manfaat Penelitian . . . 10

F. Penegasan Istilah . . . 10

G. Penelitian Terdahulu . . . 12

H. Metode Penelitian . . . 15

1. Metode Pengumpulan Data . . . 16

2. Sumber Data . . . 18

3. Metode Analisis . . . 18

(8)

BAB II Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Spiritualitas

A. Pengertian Manaqib . . . . 21

1. Sejarah Timbulnya Manaqib di Indonesia . . . . . . . . 28

2. Manaqib dalam Islam . . . . . . . 33

B. Pengertian Spiritualitas . . . 36

C. Ciri-ciri Spiritualitas . . . 40

BAB III Pelaksanaan Studi dan Temuan Lapangan A. Pengajian Manaqib di Pondok Pesantren Aitam Nurul Karomah Surabaya . . . 42

1. Profil Singkat Pondok Pesantren Aitam Nurul Karomah . . . 45

a. Sejarah Singkat Pondok Pesantren . . . . . . 45

b. Visi, Misi, Tujuan dan Program Kegiatan . . . 52

2. Sejarah Pengajian Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani . . . 60

3. Waktu Pelaksanaan Pengajian Manaqib . . . 64

4. Teknis Pengajian Manaqib . . . 66

B. Spiritualitas Pemuda Urban . . . 68

1. Latar Belakang Munculnya Spiritual Masyarakat Urban . . . 68

2. Hakikat Spiritualitas Masyarakat Urban . . . 73

3. Spiritualitas Pemuda Urban Kendangsari Surabaya . . . 77

BAB IV Analisis A. Krisis Spiritual Pemuda Urban . . . 85

B. Pengaruh Pengajian Manaqib Terhadap Spiritualitas Pemuda Kendangsari . . . .. . . 94

(9)

A. Kesimpulan . . . 105 B. Saran . . . . 105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era modern ini, di mana hampir setiap orang telah menggunakan peralatan canggih dalam semua lini kehidupan. Era ini dinamakan „era digital’. Era digital

telah menghantarkan manusia pada suatu peradaban yang sangat tinggi, yaitu

peradaban “manusia digital”. Era digital dimulai sejak ditemukannya bilangan

biner, yaitu angka nol dan satu. Bilangan ini tak mengenal angka lain, kecuali nol

dan satu. Dengan sistem bilangan biner itulah teknologi digital itu diciptakan.

Selain teknologi, era modern juga menghasilkan berbagai macam produk ideologi antara lain materialisme, sosialisme dan hedonisme. Pertama materialisme, Ideologi materialisme dalam arti yang umum ialah aliran

kebendaan, aliran atau ideologi materialisme mempunyai bermacam-macam corak.1 Dalam lapangan metafisika, yang dimaksud dengan materialisme ialah

aliran yang menafsirkan wujud semesta ini dengan benda semata. Ini merupakan lawan dari spiritualisme. Dalam lapangan etika, yang dimaksud ialah pendapat

yang mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia hendaknya ditujukan untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan material, berupa kelezatan, uang, makanan, ketenaran, dan sebagainya.

Sementara dalam lapangan sejarah, yang dimaksud dengan kata-kata materilaisme ialah aliran atau ideologi yang mengatakan bahwa kebudayaan suatu

1

(11)

masyarakat serta kehidupan pikiran dan kesenian yang kesemuanya itu disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi. Kadang-kadang ideologi materialisme

disamakan dengan aliran naturalisme dalam bidang kepercayan, yaitu yang mengatakan bahwa hanya hal-hal yang terdapat pada alamlah yang menjadi objek

pengetahuan. Oleh karena aliran materialisme ini mendasarkan apa saja kepada hal yang bersifat materi, sehingga bisa dikatakan bahwa aliran ini menolak hal-hal yang bersifat immateri atau spiritualisme.

Kedua sosialisme, sosialisme jika dirunut dari perkembangan

pemahamannya berawal dari ide Karl Marx yang mencetuskan komunisme. Teori

komunisme, berawal dari empat ide: 1). Sekelumit kecil orang kaya hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja yang teramat banyak jumlahnya hidup dalam lingkaran sengsara, 2). Cara untuk merombak

ketidakadilan ini dengan cara menerapkan sistem sosialis, yaitu sebuah sistem dimana alat produksi dikuasi negara bukan oleh pribadi swasta, 3). Pada

umumnya, satu-satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis ini lewat revolusi kekerasan, 4). Untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai komunis dalam jangka waktu tertentu yang

memadai.

Ketiga hedonisme, hedonisme berasal dari bahasa Yunani hedone yang

berarti nikmat, kegembiraan, kesenangan, kepuasan (pleasure). Hedonisme menggambarkan berbagai macam pemikiran yang menjadikan “kesenangan” sebagi pusatnya. Hedonisme secara umum dapat disimpulkan bahwa “kesenangan

(12)

doktrin yang berpegang pada anggapan bahwasanya kebiasaan manusia itu dimotivasi oleh hasrat akan kesenangan atau kenikmatan dan menghindar dari

penderitaan. Hedonisme berangkat dari pendirian bahwa menurut kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan atau kesenangan.

Berangkat dari beberapa pengertian diatas, maka dikatakan bahwa paham materialisme menitikberatkan pada materi sebagai titik akhir orientasi kehidupan, paham sosialisme menitikberatkan pada ekonomi sebagai kapital, dan hedonisme

memfokuskan diri pada pencapaian kesenangan, yang merupakan gabungan dari perolehan materi pendukung secara keseluruhan. Dari sini telah jelas bahwa dunia

modern memang tidak menitikberatkan persoalan spiritualitas masyarakatanya, melainkan persoalan yang berkutat kepada hal kebahagiaan sesaat saja.

Dengan sistem pemikiran modern yang sedemikian rupa akan membentuk

sebuah paradigma masyarakat modern yang materialistis. Sehingga dengan paradigma yang seperti itu masyarakat modern dapat dikatakan kehilangan aspek

spiritualnya. Dengan demikian ketika manusia telah kehilangan aspek spiritualnya maka dapat dikatakan ia juga telah kehilangan jatidirinya. Hal ini karena kata “spiritual” menegaskan sifat dasar manusia, yaitu sebagai makhluk yang secara

mendasar dekat dengan Tuhannya, paling tidak selalu mencoba berjalan ke arah-Nya.2 oleh karena itu masyarakat modern merupakan masyarakat yang telah

kering akan spiritualnya hal itu tak terkecuali juga terjadi pada pemuda modern. Ini dikarenakan bahwa pemuda merupakan bagian dari anggota sebuah masyarakat.

2

(13)

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dunia di era modern telah sedemikian banyak membantu kemudahan-kemudahan bagi kehidupan umat

manusia. Teknologi-teknologi yang dicapainya telah membuka mata akan ketercukupan alam semesta bagi kebahagiaan yang ingin diraihnya. Namun,

modernisme telah menciptakan gaya baru bagi kehidupan manusia itu sendiri dalam mancapai kebahagiaan, dan pencapaiannya pun hanya berupa kebahagiaan yang semu.

Dalam istilah filsafat perenial, manusia hidup dipinggir lingkaran eksistensi, bukan pada pusat eksistensinya. Manusia mampu meraih kebercukupan material

yang kauntitatif mengagumkan, namun kehilangan pemenuhan akan kualitas dirinya sendiri. Pengetahuan yang dicapainya bergantung pada pengetahuan eksternal, yang tidak langsung berhubungan dengan dirinya sendiri, yang

menyebabkan hilangnya dimensi spiritual.

Kondisi masyarakat yang berada pada lingkaran eksistensi bukan pada pusat

eksitensinya, secara otomatis menimbulkan kegelisahan-kegelisahan yang berasal pada dirinya sendiri. Menurut Amin Syukur bahwa kegelisahan itu memiliki empat sebab yakni: 1). Karena takut kehilangan apa yang dimilikinya, 2).

Timbulnya rasa khawatir terhadap masa depan yang tidak disukai (trauma akibat imajinasi masa depan), 3). Rasa kecewa terhadap hasil kerja yang tidak mampu

memenuhi harapan dan kepuasaan, 4). Banyak melakukan pelanggaran dan dosa.3 Ungkapan senada juga disampaikan oleh Moh. Soleh yang dalam bukunya Agama Sebagi Terapi, mengatakan bahwa penyebab kegelisahan tersebut

3

(14)

dikarenakan beberapa faktor cara berpikir manusia modern yakni: 1). Kebutuhan hidup yang meningkat. Kebutuhan hidup manusia modern yang meningkat,

terutama kebutuhan yang berkaitan dengan materi, kekayaan, dan prestise, telah membuat manusia menghabiskan seluruh waktunya untuk mengejar kesenangan

di bidang tersebut, tanpa meluangkan waktu sedikitpun untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat spiritual. Semuanya ini menjadikan manusia seperti robot dan mesin-mesin mekanis, sehingga dirinya tergadaikan oleh kepentingan

duniwai. 2). Rasa individualitas dan egois. Meningkatnya kebutuhan hidup manyebabkan manusia terasing dan terlepas dari ikatan sosialnya. Manusia

modern lebih mementingkan dirinya sendiri dan ketergantungannya pada orang lain tidak terlepas dari untung dan rugi yang bersifat kebendaan. Akibatnya manusia modern merasa kesepian (alienasi) ditengah-tengah orang banyak. 3).

Persaingan gaya hidup. Kebutuhan yang meningkat membawa orang kepada hidup mementingkan dirinya sendiri, maka hal itu akan berakibat timbulnya

persaingan dalam hidup. 4). Keadaan yang tidak stabil. Kegelisahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat dapat pula mempengaruhi keadaan sosial, politik, dan ekonomi. Begitu pula keadaan sosial, politik dan ekonomi yang

tidak stabil dapat pula mempengaruhi ketentraman jiwa masyarakat.4

Akibat dari fenomena yang demikian, masyarakat modern sering

digolongkan sebagai the post industrial society, suatu masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuran materi sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang serba mekanis dan otomatis, bukannya semakin mendekati

4

(15)

kebahagiaan hidup, melainkan kian menghadapi rasa cemas justru akibat kemewahan hidup yang diraih. Mereka telah menjadi pemuja ilmu dan teknologi,

sehingga tanpa disadari integritas kemanusiaannya tereduksi, lalu terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas teknologi yang sangat tidak humanis.

Fenomena inilah yang terjadi pada para pemuda perkotaan. Hal ini dianggap representatif dari pemuda modern. Nuansa perkotaan yang kosmopolitan membuat masyarakatnya terlebih lagi para pemudanya akan berperilaku yang

mengarah kepada materialisme. Begitu besar pengaruh era modern terhadap tata kehidupan pemuda perkotaan. Kehidupannya dipenuhi dan disibukkan oleh

kesenangan sesat saja yang tentunya dengan berbasis materi.

Banyak fenomena yang terjadi pada para pemuda perkotaan, seperti “cangkruk”an yang di dalamnya disuguhi oleh minum-minuman keras, maraknya

free sex di antara para pelajar, tawuran antar pelajar dan masih banyak lagi. Jika

sistem berpikir para pemuda masih tetap mengarah kepada materialistik dan

hedonistik maka dapat dipastikan akan mengganggu kesuksesan masa depan mereka. Terlebih lagi kekeringan spiritual akan terjadi pada diri mereka.

Spiritualitas kembali menjadi masalah yang hangat setelah cukup lama

diabaikan. Bahkan, spiritualitas telah bangkit menjadi spirit baru bagi kehidupan masyarakat urban. Menurut Biyanto, kebangkitan spiritualitas di kota ini ditandai

(16)

meditasi, dan sejenisnya, serta banyaknya orang yang tinggal di perkotaan berbondong-bondong bergabung dengan kelompok thoriqah (perkumpulan sufi).5

Sisi spiritual pada diri manusia merupakan aspek yang sangat urgen karena disitulah letak jati diri manusia. Jika pemuda modern telah kekeringan

spiritualitasnya maka dapat dikatakan ia telah kehilangan jati dirinya. Maka tak jarang kita lihat di kota-kota besar terjadi fenomena keagamaan, mulai dari majelis dzikir, istighostah hingga adanya pengajian rutin yang diadakan oleh

lembaga pesantren. Fenomena keagamaan ini menurut peneliti sebagai upaya untuk memfasilitasi para masyarakat terlebih kepada para pemudanya untuk

kembali kepada fitrahnya sebagai manusia spiritual. Maka tak heran jika pada setiap acara yang berbau keagamaan sering terlihat antusiasme para jamaahnya.

Komaruddin Hidayat mensinyalir adanya lima kecenderungan masyarakat

kota terhadap spiritualitas (tasawuf), yaitu: 1) pencarian makna hidup (searching for meaningful life), 2) untuk perdebatan intelektual dan peningkatan wawasan

(intellectual exercise and enrichment), 3) spiritualitas sebagai katarsis atau obat dari problem sosial (psychological escape), 4) sarana mengikuti trend dan perkembangan wacana (religious justification), 5) sikap eksploitasi agama untuk

keuntungan ekonomi (economy interest).6

Memang belum diperoleh kejelasan apakah munculnya kesadaran spiritual

pada masa kini dikarenakan ada kesadaran providensi (keilahian) ataukah karena motif lain. Namun menurut Ahmad Najib Burhani dalam sebuah tesisnya

5 Biyanto, “Tren Urban Sufism di Perkotaan” dalam

Urgensi Penggunaan Ilmu Sosial Dalam Studi Keislaman, (Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009), 113.

6

(17)

menyimpulkan bahwa warna yang paling mencolok dari masyarakat urban untuk menggeluti spiritualitas lebih karena spiritualitas sebagai katarsis atau obat dari

problem sosial.7 Dengan indikasi bahwa umumnya para masyarakat ataupun pemudanya mempunyai motif yakni ingin mengisi jiwa-jiwa yang gersang dengan

nilai-nilai spiritualitas. Selain itu jika seseorang telah mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual maka akan menumbuhkan semangat etos kerja.

Di kota Surabaya misalnya, sebagai kota metropolitan marak terjadi

fenomena keagamaan. mulai dari majelis dzikir hingga pengajian rutin. Sebut saja pengajian Manaqib yang diadakan rutin oleh Pondok Pesantren Aitam Nurul

Karomah tiap bulannya ini mampu menyedot animo pemuda Kendangsari untuk mengikutinya. Pondok pesantren ini terletak di kelurahan Kendangsari Surabaya yang mana tempat tersebut berdekatan dengan kawasan industri rungkut (SIER).

Maka tentunya mayoritas masyarakat dan pemudanya adalah bermata pencaharian sebagai karyawan pabrik. Umumnya mereka adalah para masyarakat Urban.

Pengajian Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani ini hadir di tengah-tengah problematika hidup masyarakat kota Surabaya untuk memberikan solusi (problem solving) kepada jamaah pada umumnya dan pemuda Kendangsari pada

khususnya. Fenomena ini dirasa menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan terdapatnya pemuda kota yang mengikuti pengajian Manaqib rutin tersebut,

dimana para pemuda itu sendiri terdiri dari berbagai lapisan yang tentunya termasuk dalam masyarakat industri.

7

(18)

Para pemuda tersebut dapat dikatakan sebagai pemuda urban. Seorang pemuda urban yang haus akan sifat spiritualitasnya sebagai fitrah kemanusiaan.

Pemuda urban yang menjadi objek penelitian ini adalah pemuda Kendangsari dimana yang dipandang oleh peneliti sebagai keunikan. Fenomena ini di pandang

unik karena umumnya para pemuda kota bersifat hedonis dan materialistis sebagaimana yang telah dijelaskan pada alenia sebelumnya. Namun di Kendangsari tak sedikit pemudanya yang mengikuti sebuah pengajian manaqib.

Terlebih lagi Pondok Pesantren Aitam Nurul Karomah ini relatif baru didirikan namun telah mampu menyedot animo para jamaahnya.

Pengajian Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani itu berkembang dengan pesat tak lepas dari sebuah sistem dan rangkaian acara yang ada di dalam pengajian itu sendiri. Oleh karena itu pondok pesantren Aitam Nurul Karomah

juga memiliki peranan dalam membentuk spiritualitas para pemuda urban Kendangsari. Menarik untuk dikaji karena hal itu terkait dengan peningkatan

spiritualitas jamaah yang mengikutinya. Sebuah sistem yang tidak baik maka tidak akan bisa mencapai kesuksesan. oleh karenanya maka bisa diduga bahwa

sistem dan rangkaian acara dalam pengajian tersebut bagus dan terstruktur.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang

akan dikaji dalam tulisan ini.

a. Apa yang dimaksud dengan pemuda urban?

b. Bagaimana peran Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani terhadap

(19)

C. Alasan Memilih Judul

Adapun dasar yang memotivasi penulis dalam mengangkat judul diatas

adalah sebagai berikut:

a. Umumnya pemuda urban hidup dengan nuansa yang hedonistik namun masih

ada beberapa pemuda yang mau untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual seperti pengajian Mana>qib Syekh Abdul Qadir al-Jilani.

b. Mana>qib Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang rutin diadakan di pondok Aitam

Nurul Karomah ini mempunyai peranan dalam membentuk spiritualitas para

pemuda urban jamaahnya.

D. Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan pengertian dari pemuda urban.

b. Mendeskripsikan pengaruh Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani terhadap spiritualitas pemuda Kendangsari.

E. Manfaat Penelitian

a. Mengetahui signifikansi perubahan spiritualitas pemuda Kendangsari yang telah mengikuti kegiatan pengajian Manaqib tersebut.

b. Menambah wawasan kepada masyarakat luas akan urgensi makna

spiritualitas.

F. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman terhadap pokok bahasan proposal skripsi yang berjudul “Spiritualitas Pemuda Urban (peran

(20)

terhadap pembentukan spiritualitas pemuda Kendangsari)”, maka kiranya perlu untuk dijelaskan apa yang dimaksud dengan judul tersebut. Pengertian dari

istilah-istilah yang terdapat pada judul tersebut sebagai berikut:

Spiritualitas : Kata “spiritualitas” merupakan bentuk kata kerja dari “spiritual”

yang berarti bagian-bagian yang imaterial; perasaan dan emosi-emosi religius dan estetik; kemampuan mental, intelektual, estetik, dan religius; nilai-nilai manusia yang non-material

seperti keindahan, kebaikan, cinta, kebenaran, dan kesucian.8 Dari kata dasar ini istilah spiritualitas memiliki konotasi yang

mengarah ke sesuatu di dunia luar ini atau mengimplikasikan bentuk disiplin religius tertentu.9

Pemuda : Seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang berumur

mulai 16 tahun hingga 30 tahun.10

Pemuda Urban : Pemuda yang mempunyai gaya hidup (life style) kota yang

cenderung rasionalis, materialis dan individualis. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan nilai-nilai dari zaman modern menjadi postmodern. Postmodern sendiri adalah zaman,

di mana kondisi masyarakat diatur oleh prinsip produksi dan reproduksi informasi, sehingga sektor jasa menjadi sangat

menentukan. Selain itu, masyarakat yang bekerja tidak lagi

8

Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 1034.

9

David Ray Griffin (ed.), Visi-visi Postmodern: Spiritualitas dan Masyarakat, terj. A. Gunawan Adminarto (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 15.

10

(21)

hanya demi memenuhi kebutuhan, melainkan juga demi memenuhi hasrat gaya hidup. Sedangkan ekonominya adalah

ekonomi hasrat (libidinal ekonomi) yang berkonsentrasi pada bagaimana memenuhi hasrat dan menciptakan hasrat-hasrat

baru, bukan lagi ekonomi produksi yang memikirkan bagaimana memproduksi barang secara efisien, murah dan cepat.11

Manaqib : Manaqib secara leksikal al-Manaqib berarti kebaikan sifat dan

sesuatu yang mengandung berkah. Dalam dunia tarekat, manaqib adalah catatan riwayat hidup Syekh tarekat yang memaparkan

kisah ajaib dan hagiografis (sanjungan) dengan menyertakan ikhtisar hikayat, legenda, kekeramatan, dan nasihatnya. Semuanya ditulis oleh pengikut tarekat yang dirangkum dari cerita para

murid, orang dekat, keluarga, dan sahabatnya.12

Jadi yang istilah yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah semangat

kejiwaan yang suci (spirit) seorang pemuda yang tinggal diperkotaan yang berumur antara 16 hingga 30 tahun. Dimana semangat spiritualitasnya tersebut terbentuk akibat dari adanya pengajian Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang

rutin dilaksanakan di kelurahan Kendangsari Surabaya.

G. Penelitian Terdahulu

Dalam sebuah penelitian tentunya seorang peneliti haruslah mengkaji objek

penelitiannya tersebut dengan membandingkan dengan penelitian terdahulu.

11

Donny Gahral Adian, Percik Filsafat Kontemporer (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), 66.

12

(22)

Dengan mengkaji penelitian terdahulu maka diharapakan peneliti dapat mengetahui bahwasanya objek yang menjadi sasaran peneliti merupakan sebuah

objek yang dahulunya telah banyak mengkaji. Dengan banyaknya peneliti terdahulu dengan mengkaji objek yang sama maka haruslah peneliti mengambil

sisi-sisi lain yang mana belum terdeskripsikan oleh peneliti terdahulu. Selain itu kajian terdahulu dapat juga sebagai referensi dan pondasi awal dalam sebuah penelitian.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Maimunah dalam skripsinya yang berjudul Realisasi Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Hubungannya Dengan Kehidupan Sosial Keagamaan di Pondok Pesantren

Al-Qadiri Jember (1994) menjelaskan tentang sejarah timbul dan berkembangnya Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani serta realisasinya

dalam kehidupan sosial di pondok pesantren Al-Qadiri di Jember. Di dalam skripsi ini juga, Siti Maimunah menjelaskan tentang adanya keterkaitan erat

antara para jamaah Manaqib dengan pondok pesantren Al-Qadiri yakni pada aspek sosialnya.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Kholilah ini dengan judul, Syekh Abdul

Qadir Al-Jilani (Studi Pemikiran Historis Hagiografi dan Pemikiran

Sufistik),(2012) secara garis besar menjelaskan tentang sejarah hidup Syekh

Abdul Qadir al-Jilani serta pemikiran sufitiknya. Peneliti menjelaskan bahwa Syekh Abdul Qadir adalah seorang sufi besar yang memiliki banyak

(23)

karena nasabnya bersambung kepada Rasulullah baik dari pihak ayah maupun ibu.

3. Selanjutnya penelitian lain terkait dengan Syekh Abdul Qadir al-Jilani juga di lakukan oleh Muhammad Ainur Rokhim dengan judul Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Prespektif al-Quran (2010). Penelitian skripsi

ini berfokus pada masalah Manaqib dalam persepktif Alquran serta pemaknaan dan kontekstualisasi al-Quran tentang kisah-kisah orang shalih

tetrdahulu dengan mengkorelasikan pada Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jilani. Hal ini sejalan dengan perintah al-Quran untuk selalu meneladani

kisah-kisah orang sholeh sebagaimana meneladani kisah yang terdapat di dalam kitab Manaqib.

4. Penelitian lain juga di lakukan oleh Ary Ginanjar Agustian, namun hal ini

terkait dengan pembetukan spiritualitas. Diantaranya buku, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (2001) yang

menjelaskan tentang rahasia sukses dalam membangun kecerdasan emosi dan spiritual yang berdasarkan atau terispirasi dari rukun iman dan rukun islam. Bahwasannya, Rukun Iman dan Rukun Islam bukan hanya sebuah

ajaran ritual belaka, tetapi mempunyai makna yang sangat penting dalam membangun kecerdasan emosi dan spiritual dengan menggunakan Asmaul

Husna.

5. Kemudian penelitian terkait tentang spiritualitas dilakukan Muhammad Yayan Zubaidus Zaman, Makna istighatsah rahmatan lil-alami>n dalam

(24)

mahasiswa al Jihad Surabaya (2012), Memaparkan makna istighatsah pengajian Rahmatan lil alamin di pondok pesantren mahasiswa al Jihad

dalam meningkatkan spiritualitas jamaahnya. Berdasarkan temuannya, pengajian ini sangat bermakna bagi mereka terutama dalam meningkatkan

spiritualitas mereka, yang awalnya mereka jarang dzikir (mengingat) Allah, bisa lebih sering mengingat Allah; yang awalnya jarang shodaqoh, lebih suka shodaqoh.

Dari beberapa penelitian terdahulu nampaknya masih belum ada yang

membahas tentang spesifik peranan Mana>qib Syekh Abdul Qadir al-Jilani terhadap pembentukan spiritualitas pemuda urban. Sehingga dari problem tersebut

menarik peneliti untuk melakukan pendalaman lebih jauh terkait peran Mana>qib

yang diadakan oleh pondok pesantren Aitam Nurul Karomah terkait dengan pembentukan spiritualitas pemuda urban Kendangsari Surabaya.

H. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang dimaksud oleh peneliti. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan dalam penelitian ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh (holistic).13

Studi ini merupakan penelitian lapangan yang berasal dari informasi dari

informan yang aktif dalam pengajian Mana>qib Syekh Abdul Qadir al-Jilani di

13

(25)

pondok pesantren Aitam Nurul Karomah tersebut. Jenis penelitian ini sering pula disebut dengan natural inquiry (penelitian alamiah), adalah tradisi tertentu dalam

ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan dalam kawasannya sendiri. Oleh karena itu hasil dari penelitian tersebut berupa

data deskriptif dari obyek maupun perilaku yang dapat diamati.

Natural deskriptif merupakan ciri khas atau karakter dari penelitian kualitatif. Sifat natural pada penelitian ini menyajikan data dengan latar alamiah

atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan karena ontologi alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak

dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.

Sementara penggunaan kata deskriptif dalam penelitian ini yaitu karena dalam sebuah penelitian ini tergolong penelitian non experimental. Penelitian

deskriptif yang dimaksud disini bertujuan untuk memperoleh suatu gejala dan sifat situasi pada penyelidikan dilakukan. Dalam hal ini peneliti tidak ikut campur

pada setiap kegiatan yang dilakukan di lapangan penelitian.14 a. Metode Pengumpulan Data

Menurut Poham yang dikutip Andi Prastowo, Teknik pengumpulan data

adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan informasi atau fakta-fakta dilapangan.15 Sesuai dengan jenis penelitian ini data diperoleh dengan

beberapa cara yakni: 1). Observasi, 2). Wawancara mendalam (indepth interview), 3). Dokumentasi.

14

Ibid., 54.

15

(26)

Observasi merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,

tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.16 Dalam hal ini peneliti mengambil teknik observasi partisipatif

pasif. Artinya peneliti datang ke tempat kegiatan yang diamati akan tetapi tidak ikut di dalam kegiatan tersebut.17

Selanjutnya peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam. Teknik ini

digunakan dengan alasan untuk menggali informasi yang mungkin terlewatkan bahkan tidak diketahui oleh peneliti terkait dengan obyek

penelitian. Dalam aplikasinya wawancara dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur.18 Wawancara terstruktur dilakukan melalui perumusan terlebih dahulu khususnya mengenai pertanyaan-pertanyaan yang akan

diajukan terkait dengan fokus penelitian. Sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan percakapan demi percakapan mengalir tanpa ada

susunan khusus dan bersifat luwes.

Dan yang terakhir peneliti menggunakan teknik dokumentasi. Dokumentasi merupakan cara pengumpulan informasi dari dokumen. Dokumen itu sendiri

terdiri dari peninggalan tertulis, arsip-arsip, buku, foto atau gambar, video dll yang memiliki kaitan dengan obyek penelitian. Sugiyono mengartikan

dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu.19 Dalam hal ini

16

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2012), 165.

17

Ibid.,170.

18

Ibid., 176.

19

(27)

pengertian catatan yang penulis dimaksud adalah segala sesuatu yang terekam baik dalam media cetak maupun media elektronik lainnya.

b. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian lapangan yang terdiri dari dua jenis sumber, yakni sumber primer dan sumber

sekunder. Adapun sumber primer adalah hasil wawancara dengan para

pemuda yang mengikuti manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang berada di

kawasan pondok pesantren Aitam Nurul Karomah Surabaya. Sedangkan sumber sekunder sebagai pelengkap antara lain:

1. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, karya Abu Bakar Aceh.

2. Sufisme Kota: Berpikir Jernih Menemukan Spiritual Positif, karya Ahmad Najib Burhani.

3. Visi-Visi Postmodern: Spiritualitas dan Masyarakat, karya David Ray Griffin.

4. Kuliah Akhlak Tasawuf, karya Mahjuddin. c. Metode Analisis

Analisis merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelolah, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.20

20

(28)

Dari rumusan tersebut dapatlah ditarik maksud dari analisis data yakni organizing pada tahap awalnya. Data yang terhimpun tidaklah sedikit yaitu

catatan lapangan, tanggapan peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, artikel, buku dsb. Pengorganisasian atau pengelolahan data tersebut bertujuan

menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.21 Pada dasarnya inti dari analisis terletak pada tiga proses yang berkaitan, yaitu: mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya dan

melihat bagaimana konsep-konsep lainnya yang muncul.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisa kualitatif. Hal ini

dilakukan untuk menggambarkan obyek penelitian sehingga dapat menjawab rumusan-rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. analisa data kualitatif yang penulis gunakan untuk memberikan laporan deskriptif tentang

obyek penelitian yang meliputi gambaran umum mengenai peran manaqib di pondok pesantren Aitam Nurul Karomah Surabaya terhapat pembentukan

spiritualitas pemuda urban Kendangsari Surabaya.

Dengan mengumpulkan data, membaca, memahami kemudian membuat reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Selanjutnya adalah menyusun

dalam satuan-satuan bab secara holistik. Tahap akhir dari analisis ini adalah mengadakan pemeriksaan kembali keabsahan data. Setelah selesai tahap ini,

lalu dimulai tahap penafsiran (interpretasi) data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan metode tertentu.

21

(29)

I. Sistematika Pembahasan

Di dalam proposal ini peneliti membuat sistematika pembahasan

diantaranya sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, penegasan istilah, kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : Mana>qib Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Spiritualitas. di dalam

bab ini akan dijelaskan dari pengertian manaqib, sejarah hidup Syekh Abdul Qadir al-Jilani, sejarah timbulnya mana>qib di

Indonesia, mana>qib dalam Islam. Selain itu pada bab ini juga menjelaskan tentang pengertian spiritualitas serta cirri-ciri

spiritualitas.

BAB III : Di dalam bab ini menjelaskan tentang deskripsi pondok pesantren

Aitam Nurul Karomah Surabaya, kegiatan rutin Mana>qib dan

spiritualitas pemuda urban. Dalam hal ini yang menjadi fokus masalah adalah pemuda urban Kendangsari Surabaya.

BAB IV : Analisa tentang peranan Mana>qib Syekh Abdul Qadir al-Jilani di pondok pesantren Aitam Nurul Karomah terhadap pembentukan

spiritualitas pemuda Urban Kendangsari Surabaya.

BAB V : Merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan

(30)

BAB II

Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dan Spiritualitas

A. Pengartian Manaqib

Pengertian Mana>qib menurut bahasa adalah kisah kekeramatan para wali.1

Sementara menurut istilah, manaqib adalah cerita-cerita mengenai kekeramatan

para wali yang biasanya dapat didengar pada juru kunci makam, pada keluarga dan muridnya, atau dibaca dalam sejarah-sejarah hidupnya.2

Manaqib secara leksikal al-mana>qib berarti kebaikan sifat dan sesuatu

yang mengandung berkah. Dalam dunia tarekat, mana>qib adalah catatan riwayat hidup Syekh tarekat yang memaparkan kisah ajaib dan hagiografis (sanjungan)

dengan menyertakan ikhtisar hikayat, legenda, kekeramatan, dan nasihatnya. Semuanya ditulis oleh pengikut tarekat yang dirangkum dari cerita para murid,

orang dekat, keluarga, dan sahabatnya.

Yang dimaksud dengan Mana>qib secara istilah adalah membaca kisah

tentang orang-orang sholeh, seperti kisah Nabi atau auliya’ (para kekasih Allah).

Dalam tradisinya, kisah-kisah tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa yang sangat indah dengan susunan kalimatnya yang benar-benar indah.

Untuk lebih jelasnya lagi Mana>qib adalah sesuatu yang diketahui dan dikenal pada diri seseorang berupa perilaku dan perbuatan yang terpuji disisi

Allah SWT, sifat-sifat yang manis lagi menarik, pembawaan dan etika yang baik

1

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 533.

2

(31)

lagi indah, suci lagi luhur, kesempurnaan-kesempurnaan yang tinggi lagi agung, serta karomah-karomah yang agung di sisi Allah SWT.3

Manaqib tentang Syekh Abdul Qadir al-Jilani cukup banyak, antara lain sebagai berikut. 1) Bahjat al-Asrar, yang ditulis oleh asy-Syattanawi (w. 713 H/

1313 M), merupakan biografi tertua dan terbaik tentang Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang penuh dengan kisah keajaiban sang wali dan menjadi rujukan penulis berikutnya. 2) Khulasah al-Mafakhir, yang ditulis oleh al-Yafi’i (w. 768 H/ 1367

M) sebagai apologinya tentang Syekh Abdul Qadir, memuat 200 kisah legenda tentang kesalehan tokohnya dan sekitar 40 kisah mistik lainnya. Naskah ini di

dalam bahasa Jawa dikenal sebagai hikayah Abdul Qadir al-Jilani yang hanya memuat 100 kisah, termasuk dalam 79 tembang. 3) Khalaid Jawahir karya al-Tadifi. Penyusunannya bersifat historis yang dimulai dari pembahasan kehidupan,

keturunan dan lingkungan wali dan kisah ilustratif. 4) Natijah at-Tahqiq oleh Abdullah Muhammad ad-Dilai (w. 1136 H/ 1724 M) memuat deskripsi kehidupan

Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan ucapannya yang menunjukkan. Kebesaran sang wali. 5) an-Nur al-Burhani fi Tarjamah al-Lujaini ad-Dani fi Manaqib Sayyid Abdul Qadir Jilani oleh Abu Luthfi Hakim Muslih bin Abdurahman

al-Maraqi, memuat legenda dan kisah ajaib Syekh Abdul Qadir al-Jilani. 6) Lubab

al-Ma’ani fi Tarjamah lujain ad-Dani fi Manaqib Sayyidi asy Syekh Abdul Qadir

oleh Abu Muhammad Salih Mustamir al-Hajian al-Juwani memuat kisah kehidupan dan kekeramatan Syekh Abdul Qadir al-Jilani.4

3

Achmad Asrori al-Ishaqi, Apakah Manaqib itu? (Surabaya: al-Wava, 2010), 9. 4

(32)

Kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani telah dikaji secara luas oleh para sarjana muslim dan Barat, seperti: az-Zahabi, Ibnu Hajar al-Asqolani,

Poerbatjaraka, Walther Braune, Snouck Hurgronje, dan Drewes. Manakib Syekh Abdul Qadir menjelaskan bahwa Syekh Abdul Qadir al-Jilani masih keturunan

Nabi Muhammad SAW melalui putrinya Fatimah. Ibunya bernama Fatimah binti Syekh Abdullah as-Sauma’i, seorang tokoh yang terkenal dan dimuliakan karena perbuatan kebajikannya. Dijelaskan pula di samping seorang tokoh sufi, wali,

pendiri tarekat, Abdul Qadir al-Jilani juga dikenal sebagai Muhyiddin (yang menghidupkan agama kembali). Syekh Abdul Qadir menguasai berbagai macam

ilmu, seperti tafsir, hadis, fikih, ushul, nahwu dan sharaf.5

Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang nama lengkapnya Abu Muhammad Abdul Qadir Jilani bin Abi Sholih Janki Dausat bin Abdillah bin Yahya bin

Muhammad bin Daud bin Musa ats-Tsani bin Abdillah ats-Tsani bin Musa al-Jun bin Abdillah al-Mahdi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bi Ali bin Abi Tholib

adalah seorang guru sufi yang sempurna dan waspada serta arif, yang telah sampai pada cita-citanya, mempunyai kedudukan tinggi lagi mulia, pendirian yang kuat dan ketetapan yang mantab, berbudi pekerti yang luhur dan kesempurnaan yang

megah, dan juga seorang wali yang dekat dengan Allah SWT.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani adalah seorang yang mempunyai hubungan

darah atau garis keturunan langsung bersambung sampai Rasulullah. Beliau dilahirkan pada hari Senin saat terbitnya fajar pada tanggal 1 Ramdhan 470 H atau

5

(33)

1077M.6 di desa Jailan (bisa juga disebut Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil).7 Nama desa itu kemudian dinisbatkan kepada nama akhir beliau yakni al-Jailani ataupun

al-Jilani. Letak desa ini berada di kota terpencil yakni Tabaristan yang kini masuk wilayah Iran. Sedangkan untuk tahun kelahiran beliau yakni tahun 470 H.8 Ini

berdasarkan ucapan beliau kepada putranya (Abdul Razaq) bahwa beliau berusia 18 tahun ketika tiba di Baghdad, bertepatan dengan wafatnya ulama terkemuka yakni al-Tamimi pada tahun 488 H.9

Keistimewaan Syekh Abdul Qadiral-Jilani Nampak sejak beliau baru lahir, tepatnya pada tanggal 1 Ramadhan. Hal ini dikarenakan sejak masih bayi ia ikut

puasa dengan tidak menetek kepada ibunya pada siang hari. Ini berdasarkan penuturan Sayyidah Fatimah (ibunda Syekh Abdul Qadir al-Jilani). Dalam kisah ini, sang ibu menuturkan: “Semenjak aku melahirkan anakku, ia tidak pernah

menetek disiang bulan Ramadhan.” Dan pernah suatu ketika, lantaran hari

berawan mendung, orang-orang bingung karena tidak bisa melihat matahari guna

menetukan telah masuknya waktu berbuka puasa. Mereka menanyakan pada Sayyidah Fatimah akan perihal ini, karena mereka tahu bahwasanya bayi dari Sayyidah Fatimah tidak pernah menetek di siang bulan Ramadhan. Dan ketika itu

pula mereka mendapatkan jawaban, bahwasannya sang bayi (Abdul Qadir kecil)

6

Zainur Rofiq al-Shadiqi, Biografi Syekh Abdul Qadir al-Jilani (Jombang: Darul Hikmah, 2011), 41.

7

Ibid,. 40.

8

Anding Mujahidin, Syekh Abdul Qadir al-Jilani (Jakarta: Zaman, 2011), 16.

9

(34)

sudah menetek. Hal ini menunjukkan telah masuk waktu berbuka puasa.10 Fenmomena tersebut dianggap sebagai karomah dari Syekh Abdul Qadir al-Jilani

yang diperolehnya sejak kecil.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani bukanlah sosok yang mudah putus asa

ataupun selalu berpangku tangan. Namun beliau merupakan sosok yang mempunyai semangat belajar dan rasa keingintahuan yang menggebu-gebu. Akhirnya, beliau mempunyai tekad yang bulat untuk memenuhi segala

keinginannya tersebut. Hal ini terjadi ketika beliau mengetahui bahwasanya menuntut ilmu adalah wajib hukumnya. Maka beliau pun memutuskan untuk

menimba ilmu di Baghdad pada tahun 488 H. usia beliau ketika itu sekitar 18 tahun.11

Periode Syekh Abdul Qadir al-Jilani selama 37 tahun menetap di Baghdad,

tepatnya pada periode lima Khalifah dari pemerintahan dinasti Abbasiyyah. Pertama kali masuk di Baghdad kunci kekhalifahan dipegang oleh al-Mustadhir

Biamrillah, lalu Abul Abbas (w. 512H) setelah itu kursi kekhalfahan diduduki oleh al-Mustarsyid , lalu ar-Rasyid, kemudian al-Muqtafi Liamrilah dan selanjutnya kursi kekhalifahan diduduki oleh al-Mustanjid Billah. Pada periode

itulah kehidupan Syekh Abdul Qadir disibukkan denga berbagai aktivitas rohani seperti penyucian jiwa. Hingga tahun 512H, yakni pada usia yang ke 51 tahun tak

pernah memikirkan pernikahan. Bahkan menurutnya hal itu merupakan penghambat dalam upaya aktivitas penyucian rohani atau jiwa. Namun demikian

10

Zainur Rofiq al-Shadiqi, Biografi Syekh Abdul Qadir al-Jilani (Jombang: Darul Hikmah, 2011), 42-43.

11

(35)

Syekh Abdul Qadir al-Jilani tak sampai meninggalkan sunnah rasul tersebut.

Sehingga pada usia lanjutpun menikah dan memiliki empat istri. Dari keempat istrinya itulah melahirkan empat puluh sembilan anak.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani memperoleh ilmu yang cukup banyak di Baghdad berkat ketulusan dan kesungguhannya. Beliau belajar ilmu fiqh kepada

ulama besar dizamannya, misalnya Abdul Wafa bin Agil Muhammad bin Hasan al-Baqilani, Abul Hasan Muhammad bin al-Qadhi, Abul Khattab al-Kalawazani. Belajar ilmu sastra kapada Abu Zakariyah al-Tirbrizi dan belajar ilmu thoriqoh

atau tasawuf kepada Abul Khoir Hammad bin Muslim ad-Dabbas hingga memperoleh ijabah tinggi dari al-Qadli Abu Said al-Muhkrami.

Selama belajar di Baghdad Syekh Abdul Qadir al-Jilani selalu hidup dalam keadaan prihatin dan menahan derita dengan tabah. Berkat kejujuran dan keikhlasannya, sehingga ia cepat menerima dan menguasai ilmu dari para

gurunya. Dan ia telah berhasil menyusun tiga buah kitab yang diberi judul; Futuhul Ghaib, Fathurrabbani, Qosyidiyah al-Ghausiyah.

Disamping seorang ahli hukum dan sastrawan, beliau juga dikenal sebagai tokoh yang kharismatik, yaitu tokoh spiritual muslim yang mempunyai pengaruh besar baik pada masanya hingga saat ini. Hal ini terbukti dengan tunduknya

seorang khalifah pada masanya, pujian tokoh pada masanya hingga masa sesudahnya, penamaan lembaga tarekat yang dinisbahkan kepada namanya, serta

(36)

SAW, kedalaman spiritual dan karomah yang dimilikinya, serta kepercayaan masyarakat terhadap berkah yang bisa diperolehnya.

Syekh Abdul Qadir al-Jilani juga sebagai orang yang tekun dalam berdakwah, bermujahadah dan mengajar orang-orang. Tugas-tugasnya ini beliau laksanakan hingga menjelang wafat. beliau wafat pada tanggal 10 Rabi’ul Akhir

tahun 561 H/ 1168 M. dalam usia 91 tahun. Beliau di makamkan di Bab al-Azaj, Baghdad. 12Maka cita-cita luhur Syekh Abdul Qadir al-Jilani setelah wafatnya ini

diteruskan oleh para muridnya yang senantiasa setia terhadap dakwah Islamiyyah. Mereka terdiri dari para ilmuwan dakwah dan ilmuwan-ilmuwan yang ahli dalam

bidang pengajaran. Peran mereka dalam pemeliharaan ajaran-ajaran Islam sangat besar sekali, seperti hidupnya kembali api keimanan, agitasi dalam tugas berdakwah dan berjihad. Bersaman dengan itu semua telah tumbuh pula

manusia-manusia yang berpotensi tinggi untuk menyebarkan Islam ke negeri-negeri yang belum pernah terjamah oleh para tentara Islam atau yang belum pernah bernaung

dibawah hukum Islam. Oleh karena itu maka tersebarlah Islam kebagian benua Afrika, Indonesia, Jazirah Hindia bagian dalam, Cina dan Hinduistan.

Komunitas sufi memandang Syekh Abdul Qadir al-Jilani sebagai Shulto>ni

al-Auliya>’ (Raja para wali), sedangkan di Barat dikenal sebagai Sulthan of The

Saints (Raja orang-orang suci). Nama beliau akan tetap selalu harum sepanjang

zaman karena ilmunya, amaliyahnya, dan karomah-karomahnya.13 Sehingga tidaklah mengherankan jika seantero dunia Islam, tanpa terkecuali Indonesia

12

Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Jangan Abaikan Syariat: Adab-AdabPerjalan Spiritual, terj. Tatang Wahyudin, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2007), 50.

13

(37)

beredar ajaran-ajaran beliau yang tertuang dalam manqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang berisi biografi, karomah-karomah dan ajaran-ajaran beliau. Dan mana>qib beliau ini sering dibaca oleh kalangan muslim, khususnya lagi oleh para

penganut jamaah tarekat Qadiriyyah.

Dari beberapa uraian diatas, dapatlah disumpulkan bahwa; Syekh Abdul

Qadir al-Jilani adalah seorang diantara sederatan orang-orang yang berpengaruh dalam dunia Islam. Beliau adalah seorang mujahid yang paling tidak menyukai dan menolak kehidupan mewah sehingga melupakan Allah dn perkara lain yang

tidak ada didalam ajaran Islam. Dan beliau benar-benar seorang ulama besar yang sudah tak asing lagi bagi dunia tasawuf khususnya dan dunia Islam pada umunya.

Jadi sudah selayaknya pribadi yang besar ini dicintai dan bahkan kebesarannya itu diceritakan baik lewat lisan maupun tulisan-tulisan yang tersusun rapi dengan maksud agar dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk umat Islam.

a. Sejarah Timbulnya Mana>qib di Indonesia

Sejarah timbulnya mana>qib di Indonesia erat sekali kaitannya dengan

sejarah tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia. Sebab ajaran-ajaran tasawuf inilah timbul berbagai macam amalan dalam Islam, seperti thoriqoh yang

kemudian berkembang menjadi amalan yang lain seperti halnya manaqib. Dalam kajian sejarah dijelaskan bahwa sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup

mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayarandan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai

(38)

sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang menjadi

daerah lintasan antara Cina dan India.14 Umumnya daerah yang ada di pesisir pulau Jawa dan Sumatra pada abad ke-1 dan ke-7 M menjadi

pelabuhan-pelabuhan penting yang sering disinggahi oleh para pedagang.

Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad

1H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur tengah. Menurut J.C. van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan sejak 674

M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatra, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal.

Masuknya Islam melalui India ini menurut sebagian pengamat

mengakibatkan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia ini bukan Islam yang murni dari pusatnya yakni Timur Tengah, tetapi Islam yang sudah banyak di

pengaruhi paham mistik, sehingga banyak kejanggalan dalam

pelaksanaannya. Selain itu, dikatakan bahwa Islam yang berlaku di Indonesia ini tidak sepenuhnya selaras dengan apa yang digariskan Al-Quran dan

Sunnah sebab Islam yang datang kepada masyarakat Indonesia itu bukan Islam yang langsung dari sumbernya, tetapi berdasarkan kitab-kitab fiqih dan

teologi yang telah ada semenjak abad ketiga hijriah.15

14

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Perss, 2011), 191.

15

(39)

Berbeda pendapat dengan di atas, S.M.N. al-Attas berpendapat bahwa pada tahap pertama Islam di Indonesia yang menonjol adalah aspek

hukumnya bukan aspek mistik karena ia melihat bahwa kecenderungan penafsiran Al-Quran secara mistik itu baru terjadi antara tahun 1400-1700

M.16

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, menurut kenyataan nilai-nilai tradisional Hindu-Budha telah banyak mempengaruhi substansi pelaksanaan

hukum Islam di Indonesia. Snouck Hourgronye dalam tulisannya De Islam in Nederlandsch Indie yang kemudian dikutip oleh Syamsul Wahidin dan

Abdurahman17 mengemukakan pengamatannya bahwa agama Islam yang diterima oleh masyarakat Indonesia itu sebelumnya sudah mengalami proses penyesuaian dengan agama Hindu sehingga dengan mudah dapat

menyelaraskan dirinya dengan agama Hindu campuran yang ada di Jawa dan Sumatera. Dengan demikian, tampak bahwa Islam di Indonesia lebih banyak

menonjol aspek mistik daripada aspek hukum sebagai corak aslinya.

Ini dapat dimaklumi mengingat peranan mistik dari masa pra-Islam dan dari ajaran Hindu-Budha sangat besar pengaruhnya sebelum datangnya Islam.

Namun justru dengan warna Islam yang sudah bercampur dengan mistik inilah yang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia waktu itu

sehingga dapat cepat tersebar agama Islam. Semua ini semua merupakan sebuah strategi yang dilancarakan oleh para pendakwah Islam.

16

Ibid., 292.

17

(40)

Nama lain dari ajaran mistik yang dibawa oleh para pedagang yang juga sebagai pendakwah Islam yakni tasawuf. Di dalam Islam, tasawuf merupakan

salah satu dari dimensi ajaran Islam yakni esoteris. Ini merupakan dimensi Islam yang bergerak pada ranah ruhaniah. Para sufi (pelaku tasawuf) dalam

dakwahnya tentu akan lebih menonjolkan aspek ruhani daripada aspek lahiriyah (noramtif). Para sufi yang berdagang hingga singgah di Indonesia, kemudian juga mendakwahkan Islam tentunya muatan nilai-nilai dakwahnya

bersifat sufistik atau mistik.

Berbeda dengan masuknya Islam ke negara-negara di bagian dunia lainnya

yakni dengan kekuatan militer, masuknya Islam ke Indonesia itu dengan cara damai disertai dengan jiwa toleransi dan saling menghargai antara penyebar dan pemeluk agama baru dengan penganut-penganut agama lain

(Hindu-Budha).18

Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya ajaran

Islam di negeri ini. Ketika para pedagang-pedagang muslim mengislamkan orang-orang Indonesia, tidak hanya dengan menggunakan pendekatan bisnis akan tetapi juga menggunakan pendekatan tasawuf.19 Karena tasawuf

mempunyai sifat spesifik yang sudah diterima oleh masyarakat yang bukan Islam kepada lingkungannya dan memang terbukti bahwa tersebarnya ajaran

Islam di seluruh Indonesia oleh sebagian besar jasa para sufi baik yang tergabung dalam thoriqoh maupun yang lepas dari thoriqoh.

18

Roeslan Abdulgani, Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Antar Kota, 1983), 26-27.

19

(41)

Tokoh-tokoh yang menyebarkan Islam itu dalam setiap dakwahnya selalu mengikut sertakan paham-paham tasawufnya sebagaimana para sufi, seperti

Hamzah Fansuri, Abdurrauf Singkel, Nuruddin ar-Raniri, Samsuddin Sumatrani sangat berjasa dalam perkembangan Islam di Sumatera. Dan di

Jawa tersebarnya Islam dipimpin oleh para wali sembilan yang juga tergolong sebagai sufi. para wali sembilan tersebut sering diistilahkan dengan wali songo. Para wali songo sangat ahli dalam menentukan taktik dan stretegi

ketika menyebarkan dakwahnya. Pendekatan tasawuf yang dipilih oleh wali songo sebagai sarana untuk mengislamkan masyarakat Jawa. Hal itu

dilakukan karena diketahui bahwa penduduk Jawa tersebut dilatarbelakangi oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha yang inti ajarannya adalah kehidupan mistik. Kesamaan dimensi mistik inilah yang kemudian

menjadikan perjalanan dakwa Islam oleh para wali songo ini dapat berjalan lancar. Dan memang kenyataannya demikian akhirnya para wali

memperkenalkan ajaran Islam pada masyarakat yang beragama Hindu dan Budha, maka mereka banyak yang tertarik untuk menganutnya. Meskipun ketika itu mereka mengamalkan ajaran Islam masih sering di campurbaurkan

dengan ajaran yang pernah mereka anut sebelumnya.20

Para ulama Jawa mendapatkan sebutan wali songo karena dianggap

sebagai penyebar agama Islam terpenting. Mereka giat sekali menyiarkan Islam dan mengajarkann pokok-pokok ajaran Islam. Para ulama ini mempunyai keistimewaan yang lebih tinggi dibanding mereka yang masih

20

(42)

memeluk agama lain. Keistimewaan tersebut terletak pada pada segi kekeramatan. Kekeramatan ulama merupakan hal yang istimewa bagi

masyarakat, disamping itu juga mempunyai kekuatan batin yang lebih, mempunyai ilmu yang tinggi, terlebih lagi dalam menyiarkan Islam selalu

menggabungkan dengan kehidupan kerohanian di dalam Islam.

Demikian halnya dengan timbulnya manaqib yang sudah menjadi tradisi yang terus berkembang ditengah-tengah masyarakat Islam di Indonesia,

terutama di Jawa tidak lepas dari peranan ulama atau wali yang menyebarkan Islam. Dalam permulaan awal penyebaran Islam terutama di Jawa para ulama

Islam yang dipimpin oleh wali songo telah mengajarkan kepada masyarakat Islam tentang ilmu thoroqoh, mana>qib dan amalan-amalan lain yang selaras

dengan itu. Praktek-praktek tersebut ternyata berjalan dan berkembang terus sampai sekarang bahkan oleh masyarakat Islam hal itu dijadikan sebagai

sarana dakwah Islamiyyah.21

Dari perkembangan sejarah penyebaran agama Islam ini maka wajar sekali

pada masa itu juga berkembang pesat amalan-amalan tersebut. sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa timbulnya manaqib di Indonesia ini adalah sejak para ulama Islam yang dipimpin oleh para sufi mengajarkan

Islam di Indonesia.

b. Mana>qib Dalam Islam

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa mana>qib adalah cerita-cerita mengenai kekeramatan para wali yang biasanya dapat

21

(43)

didengar melalui juru kunci makam, pada keluarga dan muridnya, atau dibaca dalam sejarah-sejarah hidupnya.

Sejak zaman dahulu, baik dimasa sebelum Nabi Muhammad SAW lahir maupun sesudah wafatnya, manaqib sudah ada dan diterangkan di dalam

Al-Quran. Seperti dapat dilihat bahwa dalam Al-Quran telah diceritakan dengan jelas adanya mana>qib Maryam, mana>qib Dzulqarnain, mana>qib Ashabul

Kahfi dan lain-lain. Demikian pula setelah Nabi wafat ada mana>qib Abu

Bakar, mana>qib Umar bin Khattab, mana>qib Ali bin Abi Thalib, mana>qib

Hamzah, mana>qib Abi Sa’id, mana>qib at-Tijani, mana>qib Syekh Abdul

Qadir al-Jilani dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi:



Artinya: “dan Sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum

kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara

mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.”22









Artinya: “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah

kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini

22

(44)

telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi

orang-orang yang beriman.”23





Artinya: “Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka

berfikir.”24

Dari ayat-ayat diatas mengandung pengertian bahwa, sejarah para nabi dan

para auliya’ banyak pula yang tidak disebutkan di dalam Al-Quran. Ini secara

tidak langsung kita dianjurkan oleh Allah untuk mencari atau meneliti

sejarah-sejarah tersebut, baik dari Hadist Nabi maupun yang bersumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Tujuan daripada penyelenggaraan aktivitas mana>qib adalah untuk mencintai dan menghormati keluarga dan keturunan Nabi SAW, mencintai

para orang sholeh dan auliya’, mencari berkah dan sya>fa’at dari Syekh Abdul

Qadir al-Jilani, bertawassul dengan Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan melaksanakan nadzar karena Allah semata bukan karena maksiat.

Tradisi membaca Mana>qib tersebut biasanya dilakukan oleh masyarakat yang berfaham teologi Ahlussunah wal Jama’ah, khususnya kaum Nahdliyin

(NU) dan biasanya dibaca ketika ada hajatan khusus, seperti majelis tahlil,

lamaran, akad nikah, walimat al-‘arusy, walimat al-hamli (7 bulan masa

kehamilan), walimat al-tazmiyah (pemberian nama dan potong rambut), haul

23

QS. Hud: 120

24

(45)

(satu tahun meninggalnya seseorang), dan juga termasuk miladiyyah (ulang tahun kelahiran) seseorang atau bahkan sebuah institusi (pondok pesantren).

Kalau berfikir secara jernih dan objektif, mau mengambil pelajaran dan berfikir panjang, niscaya kita akan mendapatkan sesuatu yang banyak, besar

dan agung yang tercakup dan terkandung di dalam Al-Quran, yakni cerita-cerita para nabi dan rasul, umat-umat yang telah lalu baik umat yang beriman, taat, sholeh, kafir, syirik, munafik, menentang atau yang melakukan

dosa-dosa besar.

B. Pengertian spiritualitas

Spiritual berasal dari kata spirit yang berasal dari bahasa latin yaitu spiritus yang berarti nafas. Dalam istilah modern mengacu pada energi batin yang

non jasmani meliputi emosi dan karakter. Dalam kamus psikologi spirit adalah

suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan munurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga,

semangat, vitalitas energi disposisi, moral atau motivasi.25

Spiritualitas dalam makna yang luas, merupakan hal yang berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran abadi yang berhubungan

dengan tujuan hidup manusia. Salah satu aspek menjadi spiritual adalah memiliki arah dan tujuan hidup, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan

dan kekuatan kehendak dari seseorang, mencapai hubungan lebih dekat dengan Tuhan. dengan kata lain spiritualitas memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu.

25

(46)

Menurut Ary Ginanjar Agustian spiritualitas adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui

langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berperinsip

“hanya karena Allah”.26

Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Spiritualitas merupakan hubungan personal seseorang terhadap sosok

transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, peikiran dan pengharapannyaterhadap yang Mutlak. Spiritualitas juga

mencakup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Spiritualitas dalam arti sempit berhubungan dengan jiwa, hati, ruh, yaitu

kemampuan jiwa seseorang dalam memahami sesuatu. Merujuk spiritualitas sebagai cara individu memahami keberadaan maupun pengalaman yang terjadi

pada dirinya.

Spiritualitas sering dikaitkan dengan agama, namun agama dan spiritualitas memiliki perbedaan. Agama sering dikarakteristikan sebagai institusi,

kepercayaan individu dan praktek, sementara spiritualitas sering diasosiasikan denga keterhubungan atau perasaan di dalam hati dengan Tuhan.

Spritualitas adalah kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri, suatu kesadarran yang menghubungkan manusia

26

(47)

langsung dengan Tuhan atau apapun yang dinamakan sebagai keberadaan manusia.

Spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Spiritualitas lebih merupakan sebentuk pengalaman psikis yyang

meninggalkan kesan dan makna mendalam. Sementara pada anak-anak, hakikat spiritualitas tercermin dalam kreativitas tak terbatas imajinasi luas, serta pendekatan terhadap kehidupan yang terbuka dan gembira.

Maslow mendefinisikan spiritualitas sebagai sebuah tahapan aktualisaasi diri seseorang, yang mana seseorang berlimpah dengan kreativitas, intuisi,

keceriaan, sukacita, kasih, kedamaian, toleransi, kerendahan hati serta memiliki tujuan hidup yang jelas. Menurut Maslow, pengalaman spiritual adalah puncak tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia serta merupakan peneguhan dari

keberadaannya sebagai makhluk spiritual. Pengalaman spiritual merupakan kebutuhan tertinggi manusia. Bahkan Maslow menyatakan bahwa pengalaman

spiritual telah melewati hierrarki kebutuhan manusia.

Berdasarkan berbagai definisi dari penjelasan di atas, peneliti berkesimpulan bahwa spiritualitas adalah kesadaran manusia dan akan adanya

keterhubungan antara manusia dengan Tuhan atau sesuatu yang dipersepsikan sebagai sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme,

(48)

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa yang dimaksud spiritualitas adalah perembangan akal budi unuk memikirkan hal-hal di luar alam materi yang

bersifat ketuhanan yang memancarkan energi batin untuk memotivasi lahirnya ibadah dan moral.

Orang yang memiliki spiritualitas tinggi adalah orang yang mampu memaknai setiap peristiwa dan masalah bahkan penderitaan hidup yang dialaminya dengan memberi makna yang positif. Kemudian disandarkan pada

kekuatan nirbatas (Tuhan ) tersebut dalam kehidupan. Pemaknaan yang demikian tersebut, akan mampu membangkitkan jiwanya da melakukan tindakan positif

yang lebih baik. Sehingga spiritualitas secara langsung atau tidak lengsung berhubungan dengan kemampuan manusia untuk mentransendensikan diri.

Transendensi merupakan kualitas tertinggi dari kehiudpan spiritual yang

membawa manusia mengatasi masa kini, mengatasi rasa suka dan duka, bahkan megatasi diri kita pada saat ini. Bahkan membawa manusia melampaui

batas-batas pengetahuan dan pengalaman manusia dlam konteks yang lebih luas dan tidak terbatas dalam diri kita maupun di luar diri manusia.27

Nilai-nilai spiritualias yang umum, antara lain kebenaran, kejujuran,

kesederhanaan, kepedulian,

Gambar

Tabel 2. Komposisi tabel berdasarkan mata pencahariaan
Tabel 3. Jumlah jamaah pengajian Mana>qib berdasarkan usia

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa, (1) Dzikir Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani dibentuk pada tahun 1970 oleh Kyai Ahmad Muzakki Syah bersama dengan Kyai

Dengan demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dari hasil observasi dan wawancara tentang peran pondok pesantren Bumi Karomah Al-Qodariyyah Kecamatan Way

Berdasarkan hasil penelitian studi komparasi tentang pendidikan multikultural yang dilakukan di MAN 3 Sleman dan Pondok Pesantren Nurul Ummah, dapat disimpulkan bahwa

Dari sini, misi pendidikan yang diterapkan pesantren ini sangat erat kaitannya dengan konsep Islam Nusantara yang dicetuskan oleh kalangan Nahdlatul Ulama, yakni Islam

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah: 1) Bagaimana proses pengajian 

Sistem pengajian ilmu hisab di Pondok Pesantren Nurul Huda selalu berubah pada setiap waktunya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, diantara sistem yang

Hasil penelitian menunjukkan, Pondok Pesantren Nurul Huda berdiri pada tahun 1965 yang diusulkan oleh Abdul Karim melalui kesepakatan warga sekitar, Struktur kurikulum Pondok Pesantren

Berdasarkan Hasil penelitian dan pembahasan, maka diketahui bahwa Pertama, Pelaksanaan Manakib Syekh Abdul Qodir Al Jailani di Pesantren Salafiyah Sentot Alibasya di Kota Bengkulu