6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Teori
Proses perkembangan dalam keperawatan memerlukan
sebuah pengetahuan dan keterampilan untuk berbagai peran
professional dan tanggung jawab perawat. Salah satu peran
professional perawat yaitu advokasi. Dalam perannya sebagai
advokasi pasien, perawat juga melindungi pasien itu sendiri,
melindungi hak pasien, dan menyediakan pertolongan dalam
pernyataannya yang tegas tentang hak pasien jika hal itu
dibutuhkan. Dalam menjalankan perannya sebagai perawat
advokasi, perawat harus memperhatikan kepercayaan dan
kebudayaan pasien. Contohnya perawat dapat menyediakan
tambahan informasi untuk pasien saat pasien mencoba untuk
memutuskan menerima atau menolak sebuah tindakan
keperawatan, atau perawat dapat membantu dengan
berkomunikasi dengan keluarga pasien. Perawat dapat juga
mempertahankan hak pasien dalam sebuah jalur yang umum
dengan mengutarakan sebuah kebenaran pada pihak yang
berwenang atau bertindak saat terjadi konflik membahayakan
2.2. Hak-hak dan Kewajiban Pasien 2.1.1. Hak Pasien
Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam
pasal 31 dan 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, yaitu:
Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
a) Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban
pasien;
b) Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
c) Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional;
d) Memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
e) Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan
yang didapatkan;
f) Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah
g) Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai Surat Ijin
Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah
Sakit;
h) Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya;
i) Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
j) Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan
yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan
terhadap penyakit yang dideritanya;
k) Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
l) Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lainnya;
m) Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
n) Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
o) Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
p) Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang
tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
q) Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan melalui media
cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2.1.2. Kewajiban Pasien
Adapun kewajiban pasien pada pasal 31 Bab 4
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, yang berbunyi: 1). Setiap pasien mempunyai
kewajiban terhadap Rumah sakit atas pelayanan yang
diterimanya, 2)Ketentuan lebih lanjut mengenai
kewajiban pasien di atur dengan peraturan menteri.
2.3. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah seperangkat proses yang dengannya
kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami
Keberadaan ilusi-ilusi persepsi menunjukkan apa yang kita
serap (lewat organ-organ indra) tidak selalu sama dengan apa
yang kita mengerti (di dalam pikiran kita). Pikiran kita harus
memberikan data indrawi yang di milikinya dan memanipulasi
informasi tersebut untuk menciptakan representasi – representasi mental tentang objek-objek sifat-sifat maupun
hubungan-hubungan spesial lingkungannya. Persepsi
melibatkan kognisi tingkat tingggi dalam penginterpretasian
terhadap informasi sensorik. Kekonstanan persepsi muncul
ketika persepsi kita mengenai sebuah objek masih tetap sama
meskipun pencerapan proksimal kita tentang objek distal
berubah. Karateristik fisik dari objek distal mungkin tidak
berubah. Namun, karena kita bisa menghadapi secara efektif
dunia eksternal, maka sistem persepsi kita nampaknya memiliki
sejumlah mekanisme yang dapat menyesuaikan persepsi
dengan stimulus proksimal tersebut. Oleh karena itulah,
persepsi kita masih tetap konstan meskipun pencerapan
2.4. Tinjauan Penelitian
2.4.1. Advokasi perawat di Finlandia
Dalam penelitiannya di Finlandia Vaartio,
Leino-Kilpi, Suominen & Puukka (2008) tentang prosedur
manajemen nyeri, menemukan hasil bahwa advokasi
menempati tempat sebagai salah satu proses
keperawatan dalam hubungan pasien dengan perawat
melalui peran perawat mengidentifikasi dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan nyeri.
Namun, sebagian advokasi bergantung pada identifikasi
peran perawat sendiri: dalam konteks perawatan nyeri
tampaknya merupakan faktor penting dalam keputusan
untuk mendukung atau tidak. Dari penelitian tersebut
disimpulkan bahwa advokasi menjadi bagian yang
penting dalam proses keperawatan. Advokasi
merupakan bagian integral dari proses asuhan
keperawatan.
2.4.2. Advokasi di Rwanda
Dalam penelitian di Rwanda, Pavlish, Ho, &
Rounkle (2012) menghasilkan pembelajaran etnografi
mengenai hak manusia dengan memindahkan sebuah
populasi di Rwanda untuk memperdebatkan hukum yang
advokasi dalam hak manusia termasuk kepekaan,
partisipasi, perlindungan, sistem pemerintahan yang
baik, dan pertanggung jawaban. Dengan mengangkat
pendekatan pada hak- hak yang mendasar untuk
perawat advokasi memberikan kontribusi untuk agenda
kesehatan yang meliputi lebih dari hubungan sosial,
akses yang wajar dalam memberikan kesempatan, dan
gaya hidup sehat untuk semua orang.
2.4.3. Advokasi Perawat di Iran.
Dalam penelitian di Iran oleh Negarandeh,
Oskouie, Ahmadi, Nikravesh & Hallberg (2006)
menunjukkan bahwa perawat diidentifikasi tidak memiliki
kekuatan, membutuhkan dukungan, hukum kode etik
dan motivasi, komunikasi yang terbatas, advokasi yang
berisiko, ketidakcukupan waktu untuk berinteraksi
dengan pasien dan keluarga menjadi halangan untuk
advokasi. Adapun faktor-faktor yang memfasilitasi
perawat untuk bertindak sebagi advokat bagi pasien,
ditemukan juga bahwa ada hubungan perawat dan
pasien, yaitu mengenali kebutuhan pasien, perawat
bertanggung jawab, dokter sebagai rekan kerja, serta
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat
2.4.4. Advokasi Perawat di Arlington
Dalam penelitian di Arlington Hanks 2010 yang
hasilnya memberikan tanggapan untuk menjelaskan
pentingnya peran advokasi keperawatan khusus dan
menyediakan persiapan informasi awal untuk tindakan
advokasi dan dukungan kerja menurut laporan perawat.
Kesimpulannya data yang dihasilkan memberikan dasar
untuk memeriksa dukungan dari lingkungan kerja untuk
advokasi keperawatan lebih lanjut atas tindakan
advokasi perawat, dan menjelaskan bagaimana perawat
advokasi mengikuti keinginan pasien mengenai
perawatannya. Selain itu, hasilnya dapat digunakan
dalam pendidikan, meningkatkan keterampilan advokasi,
dan inisiatif keselamatan. (Hanks, 2010)
2.4.5. Advokasi Perawat di Canada
Dalam penelitian di Canada oleh Thrasher (2002)
ditunjukkan bahwa penalaran filosofis dan teori
keperawatan harus digunakan untuk memvalidasi dan
mengarahkan praktek langsung. Jika perawatan diri dan
kesejahteraan yang diinginkan sebagai tujuan, maka
tujuan filosofis dari praktisi perawat harus menjadi
perlindungan dan promosi kesehatan terhadap
Praktisi perawat dapat membantu mengarahkan
kesehatan di masa depan dan perubahan dalam profesi
keperawatan.
2.4.6. Advokasi Perawat Di USA
Dari hasil penelitian Bu & Jezewski di USA
(2007), sebuah teori mid - range dari advokasi pasien
muncul selama proses mensintesis dan menganalisis
literatur advokasi. Tiga inti atribut dari konsep advokasi
pasien diidentifikasi: (1) menjaga otonomi pasien, (2)
bertindak atas nama pasien, dan (3) memperjuangkan
keadilan sosial dalam penyediaan kesehatan. Mereka
menggambarkan peran perawat advokasi pasien baik
ditingkat macro dan microsocial. Anteseden advokasi
pasien terjadi baik ditingkat makro dan mikro-sosial dan
panggilan untuk peran advokasi perawat dalam sistem
kesehatan. Konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku
perawat advokasi tidak hanya positif dapat
mempengaruhi pasien, tetapi juga dapat menimbulkan
konsekuensi negatif bagi perawat yang mengambil