• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN AN-NURIYAH SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOMUNIKASI ANTARBUDAYA SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN AN-NURIYAH SURABAYA."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S. I. Kom)

Oleh :

Nur Arina Manasikana NIM. B96212121

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN AN-NURIYAH SURABAYA

Kata kunci : Komunikasi Antarbudaya, Suku, Pondok Pesantren

Kehidupan antar budaya yang terjadi pada santri putri Pondok Pesantren An- nuriyah Surabaya terjadi hampir setiap hari, perbedaan suku pada mereka menimbulkan perbedaan pula dalam perilaku komunikasi. Dimana Santri yang berasal dari etnis Madura dan Minangkabau merupakan entis pendatang yang memberikan warna baru yang dibawa dari kebudayaan keseharian mereka.

Terdapat dua fokus penelitian yang dikaji dalam skripsi ini, yaitu Bagaimana prilaku komunikasi antarbudaya yang terjadi pada santri suku Jawa, Madura dan Minangkabau di pondok pesantren An-Nuriyah Surabaya dan Apa hambatan komunikasi antarbudaya pada santri suku Jawa, Madura dan Minangkabau di pondok pesantren An-Nuriyah Surabaya.

Mengungkap fokus penelitian tersebut secara menyeluruh dan mendalam, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif pendekatan deskriptif untuk mengartikan perilaku dan hambatan yang dipelajari. Data yang didapat kemudian dianalisis dan dikonfirmasikan dengan teori yang digunakan.

Dari data hasil penemuan ini ditemukan bahwa perilaku komunikasi antarbudaya pada santri putri pondok pesantren dalam berkomunikasi menggunakan bahasa verbal dan non verbal. Hambatan bahasa komunikasi antarbudaya menjadi penghalang utama dalam berinteraksi karena bahasa merupakan sarana utama terjadinya komunikasi.

(7)

HALAMAN JUDUL... i

3. Komunikasi Antarbudaya Santri Putri An Nuriyah Surabaya 48

a. Perilaku Komunikasi ... 48

b. Hambatan Komunikasi ... 50

B. Kajian Teoritik ... 53

(8)

A. Deskripsi Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian ... 63

1. Subyek Penelitian... 63

2. Obyek Penelitian ... 67

3. Lokasi Penelitia ... 67

a. Sejarah Pondok Pesantren ... 67

b. Visi- Misi Pondok Pesantren ... 72

c. Kegiatan Rutin Pondok Pesantren... 73

d. Jadwal Pengajian Pondok Pesantren ... 74

e. Struktur Pengurus Pondok Pesantren ... 76

B. Deskripsi Data Penelitian ... 77

1. Perilaku Komunikasi Antarbudaya Santri Putri ... 78

2. Hambatan Komunikasi Antarbudaya Santri Putri ... 88

BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN A. Temuan Hasil Penelitian ... 93

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori... 103

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 114

1. Perilaku Komunikasi antarbudaya pada Santri ... 114

2. Hambatan Komunikasi antarbudaya pada Santri ... 115

B. Rekomendasi ... 115

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)
(10)

Gambar 1.1 Ekspresi benci ... 97

Gambar 1.2 Bahagia ... 97

Gambar 1.3 Sedih ... 98

Gambar 1.4 Merangkul ... 99

Gambar 1.5 berjabatan tangan... 99

Gambar 1.6 ciika – cipiki ... 99

Gambar 1.7 minta tolong... 100

(11)
(12)

PENDAHULUAN

A. Latar Penelitian

Komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan

terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Hampir

setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain dan kebutuhan

ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk

mempersatukan manusia yang tanpa komunikasi maka akan terisolasi.1

Komunikasi adalah suatu interaksi, proses simbolik yang menghendaki

orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar

sesama melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku

orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. Komunikasi

adalah proses yang melibatkan seseorang untuk memakai tanda-tanda alamiah

yang universal atau simbol-simbol dari hasil konvensi manusia. Simbol-simbol

itu dalam bentuk verbal maupun non verbal yang secara sadar atau tidak sadar

digunakan demi tujuan menerangkan makna tertentu terhadap orang lain, juga

dapat mempengaruhi orang lain untuk berubah2. Komunikasi bisa diartikan

proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk

memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan

(verbal) ataupun tidak langsung (non verbal) melalui media.

1 Ahmad sihabudin, komunikasi antar budaya (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2011), hlm 14 2 Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 37.

(13)

Kehidupan sosial dalam bermasyarakat tentunya tidak selalu berjalan

lancar seperti yang diinginkan. Sering terjadi masalah-masalah sosial di sekitar

kita, banyak faktor yang dapat memicu terjadinya masalah sosial salah satunya

adalah perbedaan budaya. Setiap masyarakat pasti mempunyai budaya, adat

kebiasaan di mana antara budaya masyarakat yang satu dengan yang lain

terdapat perbedaan. Masalah-masalah sosial tersebut tentunya dapat berdampak

buruk pada tingkat kesejahteraan masyarakat karena hubungan sosial tidak

dapat berjalan dengan baik.

Masalah-masalah sosial selalu ada kaitanya dengan nilai budaya. Di

mana nilai itu biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan

manusia. Maka dapat dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan

aktifitas sosialnya selalu berdasarkan pedoman kepada nilai-nilai yang ada

dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai-nilai itu sangat banyak

mempengaruhi tindakan dan prilaku manusia, baik secara individual, kelompok

atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau

tidak patut.

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Kebudayaan juga

sebagai bantuan atau pertolongan yang besar bagi masalah-masalah dimasa

yang akan datang, karena kebudayaan adalah sebuah upaya untuk mengejar

kesempurnaan total dengan cara berusaha mengenal dan mengetahui tentang hal

baru tentang kebiasaan dan pandangan kita. 3Manusia belajar berpikir, merasa

(14)

mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Secara

formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

kepercayaan, nilai, sikap dan diwariskan dari generasi melalui usaha individu

dan kelompok.

Kehidupan di pondok pesantren tidak bisa lepas dari pola hubungan

sosial yang terjadi antara anggota-anggota masyarakat pesantren. Hubungan

sosial merupakan interaksi yang menyangkut individu dengan individu,

individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Interaksi

merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya sebuah hubungan antara

satu orang dengan orang lain.

Kehidupan antar budaya yang terjadi di Pondok Pesantren An-nuriyah

Surabaya terjadi hampir setiap hari, perbedaan suku pada mereka menimbulkan

perbedaan pula dalam perilaku komunikasi. Dimana Santri yang berasal dari

etnis Madura dan Jawa merupakan entis pendatang yang memberikan warna

baru yang dibawa dari kebudayaan keseharian mereka.

Beberapa factor yang menghambat komunikasi antar budaya di pondok

pesantren An-nuriyah adalah perbedaan bahasa, adat-istiadat maupun norma-

norma masing-masing. Dalam hal aktifitas keseharian, tentu saja masing-

masing melaksanakannya sesuai dengan nilai-nilai dan patokan-patokan yang

mencerminkan budayanya sendiri, keadaan tersebut terkadang berakhir dengan

(15)

Pondok pesantren An-Nuriyah Surabaya juga merupakan pondok

pesantren mahasiswi yang santri-santrinya berasal dari berbagai daerah di

Indonesia, di pondok pesantren An-Nuriyah juga terdapat berbagai kegiatan

yang bersifat sosial keagamaan seperti kajian Al-qur’an dan Iqra’ setiap

sesudah melaksanakan sholat subuh, asyar dan isya’, kegiatan walimah seperti

diba’an, haul disetiap tahunnya, peringatan Hari-hari Besar Islam, dan

anjangsana kerumah teman kamar dan lain-lain.

Berdasarkan pengamatan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang komunikasi antar santri di pondok pesantren putri An-nuriyah

Surabaya. Dengan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan

judul sebagai berikut:

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA SANTRI PONDOK

PESANTREN PUTRI AN-NURIYAH SURABAYA.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan fenomena di lapangan seperti yang sudah dijelaskan di atas

maka peneliti menentukan fokus penelitian berdasarkan hal yang dipandang

dominan dalam fenomena masalah di lapangan:

1. Bagaimana perilaku komunikasi antar budaya yang terjadi pada santri putri

di pondok pesantren An nuriyah Surabaya?

2. Apa saja hambatan komunikasi antar budaya pada santri pondok pesantren

(16)

1. Untuk mendeskripsikan dan memahami komunikasi yang terjadi antar santri

putri yang ada di Pondok Pesantren An nuriyah Surabaya.

2. Mendeskripsikan hambatan komunikasi antar santri putri yang ada di

Pondok Pesantren An-nuriyah Surabaya.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis Penelitian :

Pengajuan Proposal ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya dan untuk

mengembangkan pengetahuan pemikiran yang bermanfaat dibidang ilmu

komunikasi antar budaya.

2. Manfaat Praktis Penelitian :

a. Bagi program studi.

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan yang telah ada untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi

khususnya dalam mengadakan penelitian masalah Multikultural dan

(17)

b. Bagi Institusi terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi santri

An-nuriyah dan masyarakat pada umumnya dalam melakukan

Kehidupan antar budaya. Dan juga dapat menambah informasi dan

refrensi yang kelak bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

1

Nama peneliti Moh. Rokhanidin

Jenis karya Skripsi

Komunikasi Antar Budaya

dalam Bertetangga Masyarakat

Rumah Susun Penjaringan

Surabaya

Tahun penelitian 2012

Metode penelitian Kualitatif

Hasil temuan penelitian Lingkup kehidupan bertetangga

beda budaya di rumah susun

penjaringan Surabaya meliputi

interaksi sehari-hari yang

dilakukan oleh masyarakan

rumah susun dengan tetangga

mereka, dimana mereka saling

berbincang untuk yang laki-laki

biasanya berkumpul dan

berbincang saat di warung kopi,

(18)

bakti, sedangkan yang ibu-ibu

biasanya bertemu saat

berangkat belanja, saat ngobrol

sore hari di waktu senggang,

saat pertemuan ibu-ibu PKK.

Tujuan penelitian Mendeskripsikan Komunikasi

Antar Budaya dalam

Bertetangga Masyarakat

Rumah Susun Penjaringan

Surabaya

Perbedaan Dalam penelitian Moh.

Rokhanidin subyek yang diteliti

adalah Komunikasi Antar

Budaya dalam Bertetangga

Masyarakat Rumah Susun

Penjaringan Surabaya

sedangkan peneliti disini

mengkaji masalah yang lebih

fokus yakni komunikasi antar

budaya etnis Jawa dan Madura

dipondok pesantren putri

Wonocolo Surabaya.

2 Jenis karya Skripsi

Komunikasi Antar Budaya

Umat Beda Agama Di RT 04

RW 03 kelurahan Jemur

Wonosari Surabaya

(19)

Metode penelitian Kualitatif

Hasil Temuan Penelitian Kerukunan antar umat beda

agama dikalangan masyarakat

jemur wonosari RT 04 RW 03

berjalan lancar karena latar

belakang dan sejarah

kemajemukan agama

Tujuan Penelitian a. Memahami proses

komunikasi antar budaya

pada umat beda agama di

Di RT 04 RW 03 kelurahan

Jemur Wonosari Surabaya

b. Mamahami factor-faktor

yang mendukung proses

komunikasi antar budaya

Di RT 04 RW 03 kelurahan

Jemur Wonosari Surabaya

c. Mamahami faktor-faktor

yang menghambat proses

komunikasi antar budaya di

RT 04 RW 03 Kelurahan

Jemur Wonosari Surabaya

Perbedaan Dalam penelitian Siti Zainab

subyek yang diteliti adalah

Komunikasi Antar Budaya dari

segi perbedaan agama

sedangkan peneliti disini

(20)

antar budaya dari segi perbedaan

etnis Jawa dan Madura.

Tabel 1.1 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

F. Definisi Konsep

1. Komunikasi.

Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah

komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin yaitu

communication, yang bermakna bersama-sama4 atau sama maknanya atau

pengertian bersama, dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap,

prilaku, penerima dan melaksanakan apa yang diinginkan komunikator.5

Para ahli mendefisinikan komunikasi menurut sudut pandang

mereka masing-masing.6 Sarah Trenholm dan Arthur Jensen (1996:4)

mendefinisikan komunikasi demikian : “ A procces by which a source

transmits a massage to a receiver through some channel.” (Komunikasi

adalah suatu proses di mana sumber mentransmisikan pesan kepada

penerima melalui beragam saluran). Hoveland (1948: 371) mendefinisikan

komunikasi demikian : The procces by which an individual (the

communicator) transmit stimuli (usually verbal symbols) to modify, the

behavior of other individuals.(komunikasi adalah proses dimana individu

4 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Grafindo Anggota, 2008), hlm. 5 5

AW, Widjaja, Komunikasi dan hubungan masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm 9 6

(21)

mentransmisikan stimulus untuk mengubah prilaku individu yang lain).

Menurut Harold D. Lasswel cara yang baik untuk menggambarkan

komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan berikut: who says what in

which channel to whom with what effect? ( siapa mengatakan apa dengan

saluran apa kepada siapa dan efek bagaimana?).

Komunikasi adalah proses yang melibatkan seseorang untuk

memakai tanda-tanda alamiah yang universal atau simbol-simbol dari hasil

konvensi manusia. Simbol-simbol itu dalam bentuk verbal maupun non

verbal yang secara sadar atau tidak sadar digunakan demi tujuan

menerangkan makna tertentu terhadap orang lain, juga dapat mempengaruhi

orang lain untuk berubah7. Komunikasi bisa diartikan proses penyampaian

pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah

sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (verbal) ataupun tidak

langsung (non verbal) melalui media.

2. Budaya.

Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, hirarki, agama, waktu, peranan,

hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang

diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha

individual dan kelompok.8 Kebudayaan adalah keseluruhan keseluruhan

7

Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 37. 8

(22)

system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi

kebutuhanya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan

masyarakat.9

3. Komunikasi Antar Budaya.

Komunikasi antar budaya adalah sumber dan penerimanya berasal

dari budaya yang berbeda. Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen

pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesanya adalah anggota

suatu buadaya lainya.10 Proses komunikasi antar budaya merupakan

interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan beberapa

orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.11

4. Santri Pondok Pesantren Putri An_Nuriyah Surabaya.

Menurut pandangan Nurcholis Madjid, kata santri dapat dilihat dari

dua pendapat. Pertama, santri berasal dari kata “sastri” yang berarti melek

huruf. disisi lain Zamkhasyari Dhofier berpendapat bahwa dalam bahasa

india santri diartikan sebagai orang yang tahu buku-buku suci agama hindu,

atau seorang sarjana ahli kitab suci agama. Atau secara umum dapat

diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu

pengetahuan. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri

sesungguhnya berasal dari bahasa jawa, yaitu dari kata “cantrik” berarti

seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru itu pergi

9 Sudikin et.al., Pengantar Ilmu Budaya (Surabaya: Insan Cendekia, 2003), hlm. 5

10 Dedy Mulyana, Jalaluddin Rahmat, komunikasi Antar Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),hlm. 20.

(23)

untuk menetap.12 Jadi santri dapat diartikan sebagai seseorang yang belajar

agama islam di pondok pesantren yang mana pesantren merupakan lembaga

pendidikan islam yang bersifat tradisional untuk mendalami ilu

tentangagama islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian.

Dalam penelitian ini santri merupakan Mahasiswi yang mendalami ilmu

agama yang tinggal dipondok pesantren An_Nuriyah Surabaya.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama

islam, tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar dan pusat

pengembangan jamaah (masyarakat) yang diselenggarakan dalam kesatuan

tempat pemukiman dengan masjid sebagai pusat pendidikan dan penyiaran

agama islam.13

Pondok pesantren putri An-Nuriyah Surabaya merupakan pondok

pesantren Mahasiswi yang santri-santrinya berasal dari berbagai daerah di

Indonesia, di pondok ini juga terdapat berbagai kegiatan yang bersifat sosial

keagamaan seperti kajian Al-qur’an dan Iqra’ setiap sesudah melaksanakan

sholat subuh, asyar dan isya’, kegiatan walimah seperti diba’an, haul

disetiap tahunnya, peringatan Hari-hari Besar Islam, dan anjangsana

kerumah teman kamar dan lain-lain.

12

Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Cet; Ii: Jakarta: Paramadina, 999), hlm. 19

13

(24)

G. Kerangka Pikir Penelitian.

Dalam kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebuah alur atau

ilustrasi dalam kerangka pikir penelitian. Bahasa komunikasi merupakan pola

ucapan manusia, sistem yang mengatur bagaimana orang berbicara dan

mendengarkan dalam proses komunikasi. Dalam komunikasi terdapat bahasa

verbal dan non verbal yang mana bahasa verbal merupakan bahasa atau

komunikasi yang dilakukan secara langsung seperti lisan maupun tulisan,

sedangkan non verbal secara tidak langsung, misalkan menggunakan gerak

isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek

seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara

berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya

(25)

Suku Jawa

Suku

Minangkabau

Suku Madura

Komunikasi Antar

Budaya

Komunikasi Verbal

Komunikasi Non

Verbal

(26)

Berdasarkan bagan di atas, terjadi proses komunikasi antar budaya pada

santri dari Suku Jawa, Madura dan Minagkabau, dari proses komunikasi antar

budaya masing-masing individu santri menggunakan bahasa verbal dan non

verbal, komunikasi yang terjadi yakni interaksi-interaksi antara santri-santri

yang berbeda budaya, dalam proses komunikasi tersebut terdapat hambatan

komunikasi.

H. Metode penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.

Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris.14 Dalam

penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif adalah pengumpulan data

berupa teks, kata-kata, simbol dan gambar. Selain itu, semua yang

dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah

diteliti.15 Dengan demikian laporan penelitian akan berisi data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari hasil pengamatan.

Alasan peneliti menggunakan metode ini adalah karena penelitian

kualitatif lebih banyak mementingkan proses daripada hasil.16 Begitu juga

dalam penelitian ini dimana peneliti melakukan penelitian komunikasi antar

budaya dalam kehidupan pesantren, peneliti mengamatinya dalam pola dan

14 Masyhuri, Zainudin, metodologi penelitian (Bandung: PT Refika Aditama, 2008) hlm 13.

15 Kaelan, metode penelitian kualitatif (Yogyakarta: Paradigma, 2012) hlm 12

16 Nusa putra, metode penelitian kualitatif pendidikan (Jakarta: Raja grafindo persada, 2012)hlm

(27)

prilaku kehidupannya, kemudian menjelaskan tentang sikap yang diteliti.

Dengan kata lain, peranan proses penelitian kualitatif ini sangat cocok

digunakan dalam penelitian ini.

a. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian.

Subyek dalam penelitian ini adalah santri pondok pesantren An-

Nuriyah Surabaya yang beretnis Jawa, Madura dan Minangkabau

dengan jumlah informan enam santri, tiga berasal dari suku jawa dan

dua berasal dari suku Madura dan satu berasal dari Suku Minangkabau.

Obyeknya adalah ilmu komunikasi terkait proses komunikasi antar

budaya pada santri pondok pesantren An-Nuriyah Surabaya dan Lokasi

Penelitian dilakukan di pondok pesantren An-nuriyah Wonocolo Utara

gang V/18 Surabaya karena santri dipondok tersebut tidak hanya berasal

dari Suku Jawa dan Madura saja melainkan ada yang berasal dari Suku

Minangkabau .

b. Jenis dan Sumber Data.

Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yakni:

1) Data Primer yaitudata inti dari penelitian ini adalah tentang focus

penelitian.

2) Data Sekundar yaitu data pelengkap atau penunjang data primer

yang berupa pola kehidupan santri dan jumlah santri. Sedangkan

sumber datanya dari orang-orang yang dijadikan sebagai informan

(28)

seputar focus penelitian dan merupakan representasi tarhadap realita

atau fenomena social.17 Dalam penelitian ini informanya adalah

santri yang beretnis Jawa, Madura dan Minangkabau.

c. Tahap-tahap Penelitian.

Dalam penelitian ini ada tiga tahapan yang dilalui oleh peneliti:

1) Tahap Pra-lapangan.

Ada enam tahap kegiatan18 yang dilakukan oleh peneliti yakni:

a) menyusun rancangan penelitian.

b) memilih lapangan penelitian, dalam memilih lapangan

penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melihat fenomena pada

santri yang ada di pondok pesantren putri Wonocolo Surabaya

yakni tentang komunikasi antar budaya yang ada di dalamnya

kemudian peneliti menyesuaikan antara kenyataan yang ada di

lapangan dengan teori-teori yang substantif, dan karena peneliti

melihat adanya kesesuaian tersebut maka peneliti memilih

pondok pesantren putri An-nuriyah sebagai lapangan

penelitian.

c) Mengurus Perizinan, setelah peneliti menentukan lapangan

penelitian, peneliti meminta izin penelitian di pondok pesantren

An-nuriyah kepada pihak yang berwenang memberikan izin

(29)

pelaksanaan penelitian yakni kepada pengasuh pondok

pesantren.

d) menjajaki dan menilai lapangan, dalam tahap ini peneliti

melakukannya dengan masuk kedalam pesantren untuk

mengetahui situasi dan kondisi tempat penelitian dilakukan.

e) memilih dan memanfaatkan informan, pada tahap ini peneliti

memilih dan memanfaatkan informan santri yang berasal dari

Suku Jawa, Madura dan Minangkabau yang sesuai dengan

judul yang diangkat.

f) menyiapkan perlengkapan penelitian, selain perlengkapan fisik

peneliti juga menyiapkan segala macam perlengkapan

penelitian yang diperlukan seperti alat tulis dan alat perekam

selain itu peneliti juga mempersiapkan jadwal penelitian serta

biaya yang diperlukan selama penelitian.

Selain enam tahap tersebut ditambah dengan satu

pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan

dengan cara menerima seluruh nilai dan norma yang ada pada

(30)

3) Tahap Pekerjaan Lapangan.

Dalam tahapan ini ada tiga tahap yang dilalui oleh peneliti

yakni :

a) memahami latar penelitian dan persiapan diri, pada tahap ini

peneliti terlebih dahulu memahami latar penelitian yang

dilakukan di pondok pesantren putri Wnocolo Surabya serta

mempersiapkan diri secara fisik dan mental.

b) memasuki lapangan, sebelum memasuki lapangan penelitian

peneliti sudah terlebih dahulu menjalin keakraban hubungan

dengan para santri agar subyek bersedia memberikan semua

informasi yang diperlukan peneliti.

c) Berperan-serta sambil mengumpulkan data, pada tahap ini

peneliti mencatat semua data yang sudah didapat dari para

informan.

d. Tahap Analisis Data

Setelah semua data diperoleh dari penelitian maka tahap

selanjutnya peneliti menganalisis data tersebut dengan cara memilah-

milahnya, mengklasifikasikan dan berpikir agar data itu mempunyai

makna, mencari dan menemukan dan pola hubungan-hubungan serta

membuat temuan-temuan umum.

e. Teknik Pengumpulan Data

(31)

1) Data Primer.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumulan data yang lazim

digunakan dalam penelitian kualitatif, dan yang kerap digunakan

dalam penelitian etnografis. Teknik yang lazim digunakan untuk

pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah :

a) Wawancara.

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara kualitatif

atau yang juga dikenal sebagai wawancara mendalam. Berbeda

dengan wawancara formal yang biasanya sangat terstruktur dan

relatif terbatas atau tertutup. Wawancara bertujuan menggali

fokus penelitian secara mendalam, karena itu dilakukan secara

berkelanjutan, dan pada partisipan tertentu mungkin dilakukan

berulang-ulang.

b) Pengamatan.

Dalam penelitian kualitatif, pengamatan dilakukan dengan

beragam jenis pengamatan yaitu pengamatan biasa atau berjarak,

pengamatan terlibat.

Dalam proses penelitian, para peneliti akan menentukan

kapan waktunya melakukan pengamatan untuk menggali fokus

(32)

c) Analisis dokumen.

Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam

atas fokus penelitian, para peneliti akan mengumpulkan

sejumlah dokumen seperti silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran dan berbagai dokumen yang terkait lainnya.

Dokumen-dokumen itu dianalisis untuk memperdalam dan

memperinci temuan penelitian.19

2) Data sekunder.

Pengumpulan data jenis ini dilakukan dengan menelusuri

bahan bacaan berupa jurnal-jurnal, buku, internet dan berbagai

hasil penelitian terkait komunikasi antar budaya.

f. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data

dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan

analisis terhadap jawaban yang diwawancari. Bila jawaban yang

diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuasskan, maka

peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu,

sampai diperoleh data yang dianggap kredibel.20

19 Putra Nusa, metode penelitian kualitatif pendidikan hlm. 225-226

(33)

1) Data reduction (reduksi data).

proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan lapangan. Proses reduksi berlangsung

secara terus-menerus selama penelitian berlangsung.

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang

memerlukan kecerdasan dan keluasan dalam wawasan tinggi.21

2) Data display (penyajian data).

Penyajian data yaitu penyusunan sekumpulan informasi

menjadi pernyataan yang memungkinkan penarikan kesimpulan.

Data disajikan dalam bentuk teks naratif yang merupakan jawaban

terhadap pertanyaan penelitian yang dianalisis dalam bentuk

komponen-komponen sebagaimana yang ditemukan dalam

penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan

dalam uraian singkat , bagan, hubungan antar kategori dan

sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah difahami.22

21 Ibid,,,,247

(34)

3). Conclusion Drawin (verification).

Verifikasi/ Menarik kesimpulan yaitu mencari arti dari data-

data yang dikumpulkan, menyimpulkan dan menverifikasi data yang

ada. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab

rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga

tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan

rumusan massalah dalam penelitian kualitatifmasih bersifat

sementara dan akan berkembng setelah penelitian berada

dilapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat

berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih

remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas,

dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.23

g. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.

Untuk mendapatkan kevalidan data dalam penelitian ini,

penulis menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data sebagai

berikut:

1) Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan

penelitian yakni di pondok pesantren An-nuriyah Surabaya sampai

pengumpulan data tercapai. Perpanjangan keikutsertaan peniliti ini

(35)

akan memungkinkan peningkatan derajat data yang dikumpulkan

kepercayaan karena akan banyak mempelajari kebudayaan, dapat

menguji ketidakbenaran informasi, dan membangun kepercayaan

subjek.

2) Keajekan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi

dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang

konstan atau tentative. Keajekan pengamatan ini bertujuan

menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat

relevan pada santri pondok pesanten An-Nuriyah Surabaya sebagai

subjek yang diteliti.

3) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang sudah

didapat, disini peneliti menggunakan teori sebagai pembandingya.

I. Sistematika Pembahasan.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai sistematika

pembahasan dalam skripsi ini penulis membagi menjadi 5 bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Memuat bahasan tentang Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu, Definisi

Konsep, Kerangka Pikir Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika

(36)

BAB II : KAJIAN TEORITIS

Dalam bab ini peneliti menyajikan dua poin yang menyangkut

pembahasan. Poin pertama adalah kajian pustaka dan poin ke dua adalah kajian

teori.

BAB III : PENYAJIAN DATA

Penyajian data dalam bab ini mencakup deskripsi suyek, obyek dan lokasi

penelitian serta deskripsi data penelitian.

BAB IV : ANALISIS DATA

Analisis data dalam bab ini membahas tentang temuan penelitian dan

konfirmasi temuan dengan teori.

BAB V : PENUTUP

Pada bagian bab ini diakhiri dengan penutup yang berisi kesimpulan dari

(37)

KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka.

1. Komunikasi Antar Budaya.

a. Pengertian Komunikasi.

Komunikasi merupakan salah satu istilah populer dalam

kehidupan manusia. Jika manusia normal maka merupakan makhluk

sosial yang selalu membangun interaksi antar sesamannya, maka

komunikasi adalah sarana utamanya. Banyak alasan kenapa manusia

berkomunikasi. Thomas M. Scheidel mengatakan, orang

berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung

identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang

disekitarnya dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa,

berfikir, atau berperilaku sebagaimana yang diinginkan. Namun

tujuan utama komunikasi sejatinya adalah untuk mengendalikan

fisik dan sikologis.24

Secara kodrati manusia senantiasa terlibat dalam

komunikasi. Manusia paling sedikit terdiri dari dua orang yang

saling berhubungan satu sama lainnya, karena berhubungan

menimbulkan interaksi sosial. Terjadinya interaksi sosial

24

Edi Santoso, Teori Kounikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), Hlm. 3

(38)

disebabkan interkomunikasi. Komunikasi adalah suatu interaksi,

proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur

lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama melalui

pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku

orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.25

Pengertian komunikasi secara luas komunikasi adalah setiap

bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang

ditanggapi oleh orang lain. Setiap tingkah laku mengungkapkan

pesan tertentu, sehingga juga merupakan bentuk komunikasi.

Sedangkan komunikasi secara sempit merupakan pesan yang

dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan

maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Dalam

setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan

lambang-lambang yang memiliki makna tertentu, lambang-lambang

tersebut bisa bersifat verbal maupun kata-kata,atau bersifat

nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh.26

Jadi komunikasi bisa di artikan sebagai proses penyampaian pesan

oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah

sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun

tidak langsung (melalui media).

25

Lukiati Komala, Ilmu Komunikasi Perspektif, Proses, Dan Konteks (Padjajaran: Widya, 2009), hlm. 73.

26

(39)

b. Pengertian Budaya.

Pengertian dari kebudayaan, yaitu yang berasal dari kata

sansekerta Buddhayah sebagai bentuk dari buddhi, yang berarti budi

atau akal. Bahasa inggrisnya adalah Culture yang berasal dari kata

latin Colere, yang berarti mengolah, mengerjakan atau sebagai

segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam. Dalam

ensiklopedia umum, budaya diartikan sebagai keseluruahan warisan

social yang dapat dipandang sebagai hasil karya yang tersusun

menurut tata tertib teratur, biasanya terdiri daripada kebendaan,

kemahiran tehnik, pikiran dan gagasan, kebiasaan dan nilai-nilai

tertentu, organisasi social tertentu, dan sebagainya.27

Koentjaraningrat memberikan definisi budaya sebagai

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan

belajar.28

Sedangkan menurut Samovar kebudayaan adalah “suatu

teladan bagi kehidupan”, kebudayaan mengkondisikan manusia

secara tidak sadar menuju cara-cara khusus bertingkah laku dan

berkomunikasi.29

27

Tasmuji et.al. IAD-ISD-IBD (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hlm. 152.

28

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 90

(40)

c. Pengertian komunikasi Antar Budaya.

Charley H. Dood mengungkapkan komunikasi antarbudaya

meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang

mewakili pribadi, antar pribadi atau kelompok dengan tekanan pada

perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi prilaku

komunikasi para peserta.30 Samovar dan Porter juga menyatakan

bahwa komunikasi antarbudaya terjadi diantara produsen pesan dan

penerima pesan yang latar belakang kebudayaanya berbeda. Andrea

L. Rich dan Dennis M. Ogawa menyatakan bahwa komunikasi antar

budaya adalah komunikasi antar orang-orang yang berbeda

kebudayaanya, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras dan kelas

social. Menurut Young Yung Kim komunikasi antarbudaya

menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana pesertanya

masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda

terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya, baik

secara langsung atau tidak langsung.

d. Hubungan komunikasi dan budaya.

Dua konsep utama yang mewarnai komunikasi antarbudaya

yaitu konsep kebudayaan dan konsep komunikasi. Hubungan antara

keduanya sangat kompleks. Budaya mempengaruhi komunikasi dan

(41)

pada gilirannya komunikasi turut menentukan, menciptakan dan

memelihara realitas budaya, dengan kata lain budaya dan

komunikasi ibarat dua sisi mata uang yan tidak terpisah dan saling

mempengaruhi satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan

siapa bicara dengan siapa, tentang dan bagaimana komunikasi

berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang

menyandi pesan.31

e. Fungsi komunikasi antarbudaya

Fungsi komunikasi antarbudaya dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang

ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari

seseorang individu.

a) Menyatakan identitas sosial

Dalam proses komunikasi antar budaya terdapat

beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan

untuk menyatakan identitas social. Perilaku itu dinyatakan

melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan non

verbal. Dari perilaku bahasa itulah dapat diketahui identitas

diri maupun social, misalnya dapat diketahui asal-usul

agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.

(42)

b) Menyatakan integrasi social

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima

kesatuan dan persatuan antarpribadi, antar kelompok namun

tetap mengakui perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur.

Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan

perbedaan budaya antar komunikan dan komunikator maka

integrase social merupakan tujuan utama komunikasi.

c) Menambah pengetahuan

Komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya dapat

menambah wawasan dan pengetahuan bersama karena saling

mempelajari budaya masing-masing. Sehingga kita tidak

hanya mengetahui satu budaya melainkan dapat mengetahui

budaya lain.

d) Melepaskan diri atau jalan keluar

Berkomunikasi dengan orang lain terkadang kita

melepas diri atas masalah yang kita hadapi. Pilihan

komunikasi seperti itu berfungsi menciptakan hubungan

yang komplementer dan simetris.

2) Fungsi Sosial

a) Pengawasan

Praktek komunikasi antarbudaya diantara

(43)

berfungsi saling mengawasi.

Fungsi ini biasanya kebanyakan digunakan oleh

media massa dalam menyebar luaskan peristiwa yang terjadi

disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah

konteks budaya yang berbeda.

b) Menjembatani

Fungsi menjembatani itu dapat mengkontrol melalui

pesan-pesan yang mereka tukarkan, keduanya saling

menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga

menghasilkan makna yang sama.

c) Sosialisasi nilai.

Fungsi sosialisasi merupakan untuk mengajarkan dan

memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat

kepada masyarakat lain.

d) Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses

komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-

hula dan “Hawaian” ditaman kota. Hiburan tersebut

(44)

f. Unsur dan system kebudayaan

Tiap kebudayaan mempunyai ciri khas masing-masing yang

membedakan antara yang satu dengan yang lainya adalah ciri khas

tersebut kemudian digolongkan menjadi unsur-unsur kebudayaan.

Harris dan Morran (1979) mengajukan sepuluh klasifikasi

umum sebagai model sederhana untuk menilai dan menganalisis

suatu kebudayaan secara sistematik.32

1) Komunikasi dan budaya

2) Pakaian dan penampilan

3) Makanan dan cara makan

4) Konsep dan kesadaran tentang waktu

5) Pemberian imbalan dan pengakuan

6) Hubungan-hubungan

7) Nilai-nilai dan norma-norma

8) Konsep kesadaran diri dan jarak ruang

9) Proses mental belajar

10) Keyakinan (kepercayaan) dan sikap.

Pendididkan, bahasa, interaksi, dan konteks langsung

lingkungan sejak lahir mempengaruhi seseorang individu.

Prilaku manusia pada pokoknya merupakan hasil dari proses

belajarnya. Kebudayaan menegaskan nilai-nilai dasar tentang

32

(45)

kehidupan. Apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang harus

dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan.33 Sepanjang

hidupnya orang mempelajari aturan-aturan kebudayaanya.

Bahkan tidak sedikit yang dilakukan diluar kesadaranya agar ia

dapat diterima dan tidak dikucilkan alam lingkunganya. Karena

sebagian terbesar waktu hidupnya dihabiskan untuk

kebudayaan, tidaklah mengherankan jika kebudayaan itu

digunakan sebagai ukuran untuk penilaian.34

g. Komunikasi Antarbudaya yang Efektif.

Seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan

keberhasilan pada tingakat ketercapaian tujuan komunikasi , yakni

sejauh mana para partisipan memberikan makna yang sama atas

pesan yang dipertukarkan. Kata Gudykunts, jika dua orang atau

lebih berkomunkasi antarbudaya secara efektif maka mereka akan

berurusan dengan satu atau lebih pesan yang ditukar (dikirim dan

diterima) mereka harus bisa memberikan makana yang sama atas

pesan. Singkat kata komunikasi yang efektif adalah komunikasi

yang dihasilkan oleh kemampuan para partisipan komunikasi

lantaran mereka berhasil menekan sekecil mungkin kesalah

pahaman.35

33 Ibid hlm. 287 34 Ibid hlm288

(46)

Lebih lanjut Schramm mengemukakan, komunikasi

antarbudaya yang benar-benar efektif harus memperhatikan empat

syarat, yaitu:36

1) Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia.

2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan

sebagaimana yang kita kehendaki.

3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak

berbeda dari cara kita bertindak.

4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar

menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain.

Yang paling penting sebagai hasil komunikasi adalah

kebersamaan dalam makna itu. Bukan sekedar hanya

komunikatornya, isi pesanya, media atau saluranya. Maka, agar

maksud komunikasi dipahami dan diterima serta dilaksankan

bersama, harus dimungkinkan adanya peran serta untuk

mempertukarkan dan merundingkan makna diantara semua

pihak dan unsur dalam komunikasi yang pada akhinya akan

menghasilkan keselarasan dan keserasian.

(47)

h. Hambatan komunikasi antarbudaya.

1) Hambatan semantik atau hambatan bahasa.

Hambatan bahasa menjadi penghalang utama karena bahasa

merupakan sarana utama terjadinya komunikasi. Gagasan,

pikiran, dan perasaan dapat diketahui maksudnya ketika

disampaikan lewat bahasa. Bahasa biasanya dibagi menjadi dua

sifat, yaitu bahasa verbal dan bahasa non verbal. Bahasa

menjembatani antar individu dikaji secara kontekstual. Fokus

kajian bahasa selalu dihubungkan dengan perbedaan budaya

(kelas, ras, etnik, norma, nilai, agama).37

Cara manusia menggunakan bahasa sebagai media

komunikasi sangat bermacam-macam antara suatu budaya

dengan budaya lain, bahkan dalam satu budaya sekalipun. Salah

satu aspek penting yang berpengaruh dalam komunikasi adalah

pemakaian bahasa non verbal.

2) Sikap Etnosentresme.

Konsep ini mewakili suatu pengertian bahwa setiap

kelompok etnik atau ras mempunyai semangat dan iodeologi

untuk menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior dari pada

kelompok etnis atau ras yang lain. Akibat ideologi ini maka

(48)

setiap entik atau ras akan memiliki sikap etnosentrisme atau

rasisme yang tinggi.38 Sikap etnosentresme dan rasisme itu

berbentuk prasangka, streotip, diskriminasi dan jarak sosial

terhadap kelompok lain.

Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan

berat dalam kegiatan komunikasi, karaena orang yang

berprasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan

menentang komunikator yang melancarkan komunikasi. Dalam

prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas

dasar syakwasngka, tanpa menggunakan pikiran dan pandangan

kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, sekali prasangka itu

sudah mencekam, orang tidak akan dapat berpikir objektif, dan

segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai negatif.39

Stereotip. “ Stereotip adalah pandangan umum dari suatu

kelompok masyarakat lain. Pandangan umum ini biasanya

bersifat negatif. Stereotip biasanya merupakan refrensi pertama

(penilaian umum) ketika seseorang atau kelompok melihat orang

atau kelompok lain”40

Diskriminasi diartikan sebagai tindakan yang berbeda dan

kurang bersahabat dari kelompok dominan atau para anggotanya

38 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam…hlm. 15

39 Alo, LIliweri, Prasangka&Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural (Yogyakarta: PT LKiS, 2005), hlm. 199.

40

(49)

terhadap kelompok subordinasinya dalam artian ras atau etnis.41

Diskriminasi mengarah pada tindakan nyata, tindakan

diskriminasi biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki

sikap prasangka yang sangat kuat akibat tekakan tertentu,

misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasaan atau hukum.

Menurut Zastrow diskriminasi merupakan faktor yang merusak

kerjasama antarmanusia atau komunikasi diantara para peserta

komunikasi.42

Jarak sosial merupakan aspek lain dari prasangka sosial yang

menunjukkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain

terhadap orang lain dalam hubungan yang terjadi diantara

mereka. Jarak sosial merupakan perasaan untuk memisahkan

seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat

penerimaan tertentu.43

i. Komunikasi Verbal dan Nonverbal.

Dalam kebanyakan kegiatan komunikasi yang berlangsung,

hampir selalu melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal dan

non verbal secara bersama-sama. Bahasa non verbal menjadi

komplemen atau pelengkap bahasa verbal. Selain itu lambang non

verbal juga dapat berfungsi kontradiktif, pengulangan, bahkan

41 Alo, LIliweri, Prasangka&Konflik Komunikasi hlm. 21 42 Ibid hlm…218

(50)

pengganti ungkapan-ungkapan verbal, misalnya ketika seseorang

mengucapkan terima kasih (bahasa verbal) maka biasanya orang

tersebut akan melengkapinya dengan tersenyum (bahasa non

verbal), seseorang mengatakan iya atau setuju dengan pesan yang

diterima dari orang lain biasanya disertai dengan anggukan kepala

(bahasa non verbal). Dua komunikasi tersebut merupakan contoh

bahwa bahasa verbal dan non verbal bekerja bersama-sama dalam

menciptakan makna suatu prilaku komunikasi.

2. Santri putri pondok pesantren An-nuriyah Surabaya

a. Pola komunikasi di pesantren

1) Pola komunikasi internal (kedalam)

Pola komunikasi ini di bagi menjadi dua yaitu:

a) Komunikasi vertical.

Pola komunikasi yang diterapkan ini adalah

komunikasi dari pimpinan pondok pesantren atau bu nyai

kepada bawahan atau santrinya dan dari bawah atau santri

kepada pimpinan atau bu nyai secara timbal balik. Dalam

komunikasi vertikal, pimpinan/bu nyai memberikan

instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi,

penjelasan-penjelasan, dan lain-lain kepada bawahannya

atau santrinya, maka dari itu bawahannya/santrinya

(51)

pertanyaan - pertanyaan dan sebagainya kepada pimpinan/bu

nyai.

Komunikasi dua arah secara timbal balik tersebut

sangat penting sekali, karena jika hanya satu arah saja dari

pimpinan kepada bawahan (kiai kepada santri), roda

organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Komunikasi

vertikal dapat dilakukan secara lansung antara pimpinan/kiai

tertinggi dengan seluruh santrinya. Komunikasi vertikal

yang lancar, terbuka dan saling mengisi merupakan

pencerminan kepemimpinan yang demokratis, yakni jenis

kepemimpinan yang paling baik diantara jenis-jenis

kepemimpinan lainnya. Karena komunikasi menyangkut

masalah hubungan manusia dengan manusia.

b) Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara

mendatar, antara ustazah dengan ustazah lain, sampai

jajaran kebawahnya (pengurus/pengasuh), dan sebaliknya.

Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya lebih

formal, komunikasi horizontal sering kali berlansung tidak

formal. Mereka berkomunikasi satu sama lain bukan pada

waktu mereka sedang belajar, melainkan pada saat istirahat,

(52)

seperti ini, desus-desus cepat sekali menyebar dan menjalar.

Dalam komunikasi horizontal dapat dibagi menjadi dua

jenis, yakni:

1. Komunikasi personal.

Komunikasi personal ialah komunikasi antara dua

orang dan dapat berlangsung dengan dua cara yaitu :

a. Komunikasi tatap muka

Komunikasi personal tatap muka

berlangsung secara dialogis dengan menatap

sehingga terjadi kontak pribadi antara bu nyai

pengurus atau pengasuh dengan santrinya. Seperti

yang biasa kita ketahui bahwa kehidupan di dalam

pondok pesantren kebanyakan baik dalam sikap

maupun perilaku adalah sebisa mungkin selalu sesuai

dengan Al-Quran dan Hadist. Di pondok pesantren

juga seharusnya tidak jauh dengan keadaan yang

demikian. Adanya komunikasi personal antara

pengasuh, pengurus dan santri, bagaimana sikap

santri terhadap pengasuh dan keluarga ndalem, sikap

santri terhadap para pengurus atau ustadz ustadzah

(53)

dan ngawulo (tunduk) terhadap guru dan

keturunannya.

Hal ini menunjukkan bahwa tutur kata dan

perilaku para santri memang diatur sedemikian rupa

seperti yang diungkap dalam kitab Ta’limul

Muta’alim tersebut. Antara santri dan pengasuh

terdapat sekat atau batasan dalam hal bertutur kata,

perilaku, cara duduk dan berjalan dan lain

sebagainya. Dan apabila tidak ada sikap ngawulo

atau ngabdi kepada guru maka boleh jadi ilmu yang

sudah diperoleh dari guru tersebut tidak akan

manfaat.

Komunikasi personal sangat berpengaruh

pada kehidupan mereka sehari-hari, baik antara

pengasuh dan santri, pengasuh dan pengurus,

pengurus dan santri juga antara santri dan santri.

Karena aktifitas komunikasi seperti ini lebih cepat

berjalan dengan efektif dan terjadi secara lansung.

b. Komunikasi bermedia.

komunikasi personal bermedia adalah

komunikasi yang menggunakan alat komunikasi, di

(54)

mengandalkan komunikasi secara face to face

saja,tetapi sudah menggunakan alat komunikasi yang

modern, karena cara berkomunikasi pada era ini

sudah lebih instan dan mudah maka dari itulah

Pondok Pesantren juga menggunakan alat sebagai

sarana komunikasi seperti telepon atau computer

(leptop) dalam berkomunikasi.

2. komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan

kelompok orang, dalam situasi tatap muka. Kelompok ini

bisa kecil dapat juga besar, dalam komunikasi kelompok

ini Pondok pesantren juga tidak terlepas dari komunikasi

kelompok, karena Pondok pesantren bisa dikatakan

sebuah unit atau kelompok yang selalu membutuhkan

komunikasi sebagai penjalinnya dengan orang-orang

didalam Pondok pesantren maupun diluar Pondok

pesantren. Dalam pola komunikasi internal (ke dalam)

Pondok pesantren, komunikasi antara pimpinan Pondok

Pesantren untuk meningkatkan hubungan emosional

yang terjadi antara Santri, Ustaz-ustaz dan Pimpinan

Ponpes seperti yang dijelaskan diatas bahwa dalam

(55)

horizontal yang melatar belakangi terjadinya komunikasi

yang efektif antara Santri, pengasuh, Ustaz-ustaz dan

Pimpinan Pondok Pesantren, sehingga pengetahuan

santri pada masyarakat baik di bidang ilmu Agama dan

ilmu umum lainnya dengan kata lain (pembinaan diri

sendiri) tentang Tauhid yang sesungguhnya berdasarkan

Al-Qur’an dan As-sunnah, sehingga ketika keluar dari

Pondok Pesantren dan terjun di masyarakat umum dapat

diandalkan dalam memainkan peran sebagai santri dalam

menanamkan ilmu agama dan pengetahuan umum yang

baik benar dan di tengah masyarakat, baik yang bersifat

formal maupun non formal.

2) Komunikasi eksternal (ke luar)

Pola komunikasi eksternal Pondok pesantren yaitu

membentuk forum-forum Mudzakarah atau pengajian untuk

tingkat dewasa dalam meningkatkan pengetahuan ilmu agama.

Tempat pengajian untuk tingkat dewasa ini dilakukan di rumah-

rumah sekitar atau di dalam pondok. Dalam forum mudzakarah

ini suasana pengajiannya sangat bagus sekali dan bisa dikatakan

komunikatif karena terjadi interaksi komunikasi secara lansung

antara komunikan dengan komunikator atau ustaz dengan

(56)

berkomunikasi, tetapi di sini terjadi tanya jawab, memberikan

komentar dan pendapat dalam menyampaikan pesan-pesan

tentang kajian Islam

c. Kehidupan dipesantren

Pola kehidupan sehari-hari pesantren sebagai proses

dialektika dan interaksi antara Kyai dengan santri, santri dengan

santri, serta dengan masyarakat di lingkungan sekitar memberikan

sikap hidup baru. Dialektika itu diterima sebagai keniscayaan,

utamanya karena kepercayaan penuh kepada pesantren yang dapat

memberikan keteladanan tentang bagaimana hidup sesuai dengan

norma agama. Sikap hidup yang berkembang di pesantren yang

dicontohkan Kyai kemudian berpengaruh kepada santri dan

masyarakat di lingkungan pesantren.44 Pola kehidupan pesantren

yang juga terkadang berbeda dengan lingkungan masyarakat sekitar

akhirnya juga memberikan subkultural baru yang berkembang. Dari

lingkungan yang berbeda ini dapat diciptakan semacam cara

kehidupan yang memiliki sifat dan cirri sendir, dimulai dari jadwal

kegiatan yang memang keluar dari kebiasaan rutin masyarakat.45

Pesantren telah memberikan corak kehidupan yang unik dan

beda dibandingkan dengan kehidupan yang bekembang dalam

(57)

lingkungan masyarakat di sekitarnya. Terkadang pesantren juga

berpengaruh cukup signifikan membentuk pola kehidupan dalam

masyarakat. Apa yang menjadi ciri spesifik pesantren kemudian

diikuti masyarakat sekitarnnya. Pola kehidupan yang demikian itu

memberikan kategori subkultural pesantren dalam lingkungan

kebudayaan masyarakat yang lebih luas.46

d. Konflik dipesantren.

Konflik akan selalu mewarnai semua pengalaman manusia

dapat terjadi bahkan dalam diri seseorang yang biasa disebut

sebagai konflik intra-personal (intrapersonal conflict). Lebih-lebih

konflik dapat terjadi di dalam (within) banyak orang atau satuan

sosial, baik berupa konflik intra-personal dan intra-kelompok atau

bahkan lebih besar berupa konflik intra-nasional. Dari sini dapat

dipahami bahwa konflik tidak lain merupakan keadaan pertentangan

antara dorongan-dorongan yang berlawanan, yang ada sekaligus

bersama-sama dalam diri seseorang. Dalam bentuk lain, konflik

dapat diartikan sebagai suatu benturan, atau ketidak setujuan, suatu

konfrontasi, pertentangan, pertengkaran, dan lain-lain yang dapat

terjadi secara perorangan atau kelompok.47

46 Ibid hlm 30

(58)

e. Daerah asal santri dipesantren

Komunikasi antar daerah terjadi ketika dua atau lebih orang

dengan latar belakang budaya yang berbeda. Proses ini jarang

berjalan dengan lancar dan tanpa masalah. Dalam kebanyakan

situasi, para pelaku komunikasi antar budaya tidak menggunakan

bahasa yang sama, tetapi bahasa berbeda yang dapat dipelajari dan

difahami, khususnya komunikasi non verbal yang sangat rumit dan

biasanya proses ini secara spontan. Pentingnya komunikasi antar

daerah dikarenakan interaksi sosial keseharian kita adalah sesuatu

yang tidak dapat ditolak.

Para santri yang menimba ilmu di pondok pesantren An-

Nuriyah tidak berasal dari Suku Jawa saja melainkan dari berbagai

macam Suku di Indonesia yaitu Suku Minangkabau dan Suku

Madura. Jumlah santri yang berasal dari suku Jawa sebanyak 235

santri, dari suku Minangkabau sebanyak 1 santri dan dari suku

Madura sebanyak 44 santri.

Setiap daerah asal santri mempunyai budaya dan adat

kebiasaan yang berbeda, setiap santri pasti merasa aneh dengan

kehidupan budaya yang baru dengan tinggal di pondok pesantren.

Setiap santri pasti memiliki pemikiran yang berbeda, jika seorang

santri berbuat salah maka tidak perlu bertengkar siapa yang benar

(59)

masalah ini kebanyakan timbul dari perbedaan budaya untuk

memecah kesalah fahaman maka santri harus mengenal adat

kebiasaan daerah lain.

3. Komunikasi antarbudaya santri putri pondok pesantren An-

nuriyah Surabaya.

a. Perilaku komunikasi.

Perilaku komunikasi merupakan suatu tindakan atau

respon seseorang dalam lingkungan dan situasi komunikasinya.

Perilaku komunikasi dapat diamati melalui kebiasaan komunikasi

seseorang, sehingga perilaku komunikasi seseorang akan menjadi

kebiasaan pelakunya. Definisi perilaku komunikasi tidak akan

lepas dari pengertian perilaku dan komunikasi.

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan yaitu

perilaku atau kebiasaan seseorang umumnya dimotivasi oleh

keinginan untuk mendapatkan sesuatu dan untuk memperoleh

tujuan tertentu. Hasil dari perilaku komunikasi tersebut yang

mengharuskan seseorang tersebut untuk mendapat titik temu

tindakannya. Perilaku komunikasi akan menampilkan teknik dan

keterampilan dari seseorang untuk mencapai tujuan komunikasinya,

dalam hal ini dapat diterapkan pada seseorang yang mengatur

teknik komunikasinya baik secara verbal maupun secara non verbal.

(60)

berbagai sudut pandang yang ada dalam lingkungan kita sehari-hari.

Mulai dari fenomena-fenomena yang ada di sekeliling kita hingga

segala apapun yang ada dalam aspek kehidupan kita seperti halnya

tinggal dipondok pesantren.

Setiap perilaku manusia mempunyai potensi komunikasi,

namun tidak berarti semua perilaku adalah komunikasi, komunikasi

terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau

perilakunya sendiri. Kebiasaan merupakan aspek prilaku manusia

yang menetap berlangsung secara otomatis tidak direncanakan.

Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda berdasarkan

kebudayaanya masing-masing dalam menanggapi stimulus tertentu.

Kebiasaan ini juga akan mempengaruhi prilaku manusia termasuk

prilaku komunikasi.

Secara kodrati manusa senantiasa terlibat dalam komunikasi.

Manusia paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling

berhubungan satu sama lainnya, begitu juga yang terlihat didalam

lingkungan pondok pesantren putri An nuriyah.

Dalam kegiatan sehari-hari, terutama dalam praktik

komunikasi multikulturalisme para santri berjalan hampir setiap saat

karena setiap hari mereka bertemu dan tinggal dalam satu atap. Hasil

pengamatan yang diperoleh peneliti di lapangan, bahwa prilaku

(61)

nuriyah Surabaya sangat beragam mulai dari bahasa verbal dan non

verbal.

b. Hambatan komunikasi

Suatu proses komunikasi memang sering kali tidak dapat

berjalan dengan mulus karena adanya gangguan atau hambatan.

Tiadanya kesadaran dari salah satu pihak partisipan merupakan satu

hambatan. Gangguan atau hambatan lain, misalnya daya

pendengaran salah satu partisipan yang kurang baik, suara bising

atau juga kemampuan pengguna bahasa yang kurang. Proses

komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam

pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain,komunikasi

adalah proses membuat sebuah pesan bagi komunikator dan

komunikan.48

Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam

komunikasi antar budaya (intercultural communication) mempunyai

bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air.

Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang

diatas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline).

Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada

dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk

48

(62)

perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit

untuk dilihat atau diperhatikan.

Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi

(perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes), filosofi bisnis

(business philosophy), aturan (rules),jaringan (networks), nilai

(values), dan grup cabang (subcultures group). Sedangkan terdapat

9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada

diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini

lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak

yang berbentuk fisik. Hambatan-hambatan tersebut adalah

1) Fisik (Physical)

Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan

waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.

2) Budaya(Cultural).

Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga

perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang

lainnya.

3) Persepsi(Perceptual).

Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang

memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal.

Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan

(63)

4) Motivasi(Motivational).

Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi

dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang

menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah

pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi

sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.

5) Pengalaman(Experiantial).

Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap

individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga

setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang

berbeda-beda dalam melihat sesuatu.

6) Emosi(Emotional).

Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari

pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka

hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit

untuk dilalui.

7) Bahasa (Linguistic).

Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila

pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver)

menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata

Gambar

Table 1.1 Kajian Terdahulu.............................................................................
Gambar 1.8 sungkeman...................................................................................
Tabel 1.1 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Gambar 1.2 Bahagia
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini diperoleh bahwa kriteria harga merupakan kriteria paling penting dalam pemilihan jasa ekspedisi, dibandingkan dengan kriteria responsivitas, pengalaman,

Keutamaan pelaksanaan pemanfaatan lahan dengan pola diversifikasi usahatani dan ternak sapi adalah : Pola usahatani terpadu dapat diterapkan kepada masyarakat yang

Since most metals cannot withstand temperatures above about 600°C, the reheat cycle is often used to prevent liquid droplet formation: the steam passing through the turbine

dari barang butki memori volatile yang terdapat pada hardware pelaku , dari beberapa skenario difokuskan untuk perangkat komputer dan mobile, serta melalui tahapan

Ketentuan transaksi derivatif suku bunga sbg komitmen BI utk mendorong pengembangan transaksi derivatif yang menggunakan referensi IndONIA (dhi overnight index swap ) guna

Para pengabdi membahas permasalahan pengelolaan keuangan pada para pelaku usaha mikro dan mendapatkan kesimpulan bahwa rata – rata para pelaku usaha mikro tidak

a. Data Hasil Pretes Self Regulated Learning Peserta DJJ MatematikaMTs. Skala Sikap peserta DJJ Matematika untuk SRL pada permulaan proses pembelajaran dari 80 item

Bidang PBB & BPHTB Bidang Pajak Daerah & Pendapatan Lain- lain Subbag Umum & Kepegawaian Bidang Anggaran UPT Bidang Akuntansi & Perbendaharaan Seksi