ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN ATAS KESALAHAN
PRODUKSI DI WIRA KONVEKSI SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh:
Vanda Indarsita
NIM. C72213175
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya
v
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam dan Undang
-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen terhadap Pertanggungjawaban atas
Kesalahan Produksi di Wira Konveksi Sidoarjo‛ adalah hasil penelitian lapangan
untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana
analisis hukum Islam terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas kesalahan
produksi di Wira Konveksi Sidoarjo? dan 2) Bagaimana Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme
pertanggungjawaban atas kesalahan produksi di Wira Konveksi Sidoarjo?
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian lapangan dengan metode kualitatif,
sedangkan teknik yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis melalui metode berfikir
deduktif yang berawal dari pengetahuan bersifat umum dan bertitik tolak dengan
pengetahuan yang umum tersebut kita menilai suatu kejadian khusus dan dibahas
sesuai dengan hukum Islam.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pertama, secara hukum Islam akad
sala>m yang terjadi di Wira Konveksi diperbolehkan selama syarat-syarat dan
rukunnya terpenuhi. Namun terlepas dari itu tekadang terjadi kesalahan hasil
produksi menyebabkan konsumen merasa dirugikan. Maka sikap tanggung jawab
untuk memberikan komoensasi ganti rugi yang dilakukan oleh Wira Konveksi
merupakan salah satu bagian penting dalam kegiatan bermuamalah, sehingga
aktivitas bermuamalah seperti ini bisa menimbulkan rasa saling percaya ataupun
saling rid}a antar keduanya. Kedua, pihak Wira Konveksi sudah memenuhi
tanggung jawabnya sebagai pelaku usaha, sebagaimana tercantum dalam Pasal 19
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen
mengenai tanggung jawab pelaku usaha. Wira Konveksi bersedia bertanggung
jawab atas semua kesalahan atau kelalaian hasil produksinya, Wira Konveksi
memberikan ganti rugi perbaikan jika terdapat kesalahan atas pesanan konsumen.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C.
Rumusan Masalah ... 9
D.
Kajian Pustaka ... 9
E.
Tujuan Penelitian ... 11
G.
Definisi Operasional ... 13
H.
Metode Penelitian ... 14
I.
Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II TEORI JUAL BELI
SALA>M, IJA<RAH, KHIYAR DALAM HUKUM
ISLAM SERTA TINJUAN UMUM TENTANG UNDANG-UNDANG
PELINDUNGAN KONSUMEN ... 21
A.
Jual Beli Sala>m ... 21
1.
Pengertian ... 21
2.
Dasar Hukum ... 23
3.
Rukun dan Syarat ... 26
B.
Ija>rah ... 30
1.
Pengertian ... 30
2.
Dasar Hukum ... 30
3.
Rukun dan Syarat ... 32
C.
Khiya>r dalam Jual Beli ... 32
1.
Pengertian ... 32
2.
Dasar Hukum ... 33
D.
Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Pelaku Usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... 38
1.
Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen ... 38
2.
Pengertian Pelaku Usaha ... 39
3.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 40
4.
Definisi Industri Konveksi ... 42
BAB III DATA UMUM TENTANG WIRA KONVEKSI SIDOARJO ... 44
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44
1.
Gambaran umum Wira Konveksi ... 44
2.
Lokasi penelitian ... 44
3.
Sejarah berdirinya Wira Konveksi ... 46
4.
Struktur organisasi ... 47
5.
Produk-produk Wira Konveksi ... 48
B.
Mekanisme Pemesanan Barang di Wira Konveksi Sidoarjo ... 48
C.
Mekanisme Pertanggungjawaban atas Kesalahan Produksi di Wira
Konveksi Sidoarjo ... 55
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TERHADAP MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN ATAS
KESALAHAN PRODUKSI ... 64
A.
Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Pertanggungjawaban
atas Kesalahan Produksi di Wira Konveksi Sidoarjo ... 64
B.
Analisis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Terhadap Mekanisme Pertanggungjawaban atas Kesalahan
Produksi di Wira Konveksi Sidoarjo ... 74
BAB V PENUTUP ... 84
A.
Kesimpulan ... 84
B.
Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama Allah yang memberikan pedoman kepada umat
manusia, yang menjamin akan mendatangkan kebahagiaan hidup
perseorangan dan kelompok, jasmani dan rohani, material dan spiritual, serta
di dunia kini dan di akhirat kelak. Manusia dalam hidupnya menuntut
macam-macam kebutuhan, untuk mempertahankan hidupnya, manusia
memerlukan makan dan minum, juga tempat tinggal dan pakaian, usaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya itu sebagian besar dapat
dikategorikan dalam kegiatan ekonomi muamalah.
1Disadari bahwa manusia sebagai subjek hukum tidak mungkin hidup di
alam ini sendiri saja, tanpa berhubungan sama sekali dengan manusia
lainnya. Eksistensi manusia sebagai makhluk sosial sudah merupakan fitrah
yang ditetapkan Allah bagi mereka. Suatu hal yang paling mendasar dalam
memenuhi kebutuhan seorang manusia adalah adanya interaksi sosial dengan
manusia lain. Dalam kaitan dengan ini, Islam datang dengan dasar-dasar dan
prinsip-prinsip yang mengatur secara baik persoalan-persoalan muamalah
yang akan dilalui oleh setiap manusia dalam kehidupan sosial mereka.
22
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial yang
dalam hidupnya harus melaksanakan kerjasama dan tolong-menolong sesuai
kedudukannya sebagai makhluk berkehormatan. Sebagaimana Firman Allah
dalam surah Almaidah ayat 2:
Artinya: Dan bertolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
sangat berat siksa-Nya. (QS. Almaidah: 2)
3Bisnis merupakan kegiatan muamalah yang pertama kali
menanggalkan etika, bisnis yang sehat adalah bisnis yang berlandaskan
etika. Oleh karena itu, pelaku bisnis muslim hendaknya memiliki kerangka
etika bisnis yang kuat, sehingga dapat mengantarkan aktivitas bisnis yang
nyaman dan berkah. Salah satu bentuk kegiatan muamalah adalah jual beli
barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria tertentu yang
disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.
Dalam kegiatan muamalah tersebut terdapat akad jual beli sala>m,
sala>m menurut Pasal 20 ayat 34 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yaitu
jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya
dilakukan bersamaan dengan pemesanan.
4Di dalam kegiatan muamalah ini
terdapat pemberian upah atau gaji kepada karyawan atau buruh atas apa
yang sudah dihasilkan dari jual beli yang sudah disepakati.
3
Secara etimologi kata
‚al
-
’
u
jrah‛
atau
‚al
-
’
a
jru‛
yang menurut bahasa
berarti
al-
‘
iwad{u (ganti atau upah), dengan bahasa lain suatu imbalan yang
diberikan sebagai upah atau ganti atas suatu perbuatan.
5Dalam kegiatan muamalah di atas berlaku juga hak khiya>r. Khiya>r
menurut Pasal 20 ayat 8 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yaitu hak pilih
bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual
beli yang dilakukan.
6Namun dalam permasalahan ini pihak konsumen
hampir tidak pernah membatalkan akad jual beli yang dilakukan, dan pihak
produsen bersedia menerima komplain dari konsumen yang merasa haknya
dirugikan, dan produsen segera mungkin melakukan pertanggungjawaban
atas kelalaian yang dilakukan pihak produsen.
Khiya>r dalam bahasa Arab berarti pilihan. Pembahasan khiya>r
dikemukakan para ulama fikih dalam permasalahan yang menyangkut
transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah
satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika
terjadi beberapa persoalan dalam transaksi yang dimaksud.
Diadakannya
khiya>r oleh syarak agar kedua belah pihak dapat
memikirkan lebih jauh kemaslahatan masing-masing dari akad jual belinya,
supaya tidak menyesal di kemudian hari, dan tidak merasa tertipu. Jadi, hak
khiya>r itu ditetapkan dalam Islam untuk menjamin kerelaan dan kepuasan
timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli (berakad).
75 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 422. 6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), 105.
4
Salah satu kegiatan bisnis yang mulai berkembang pesat dan banyak
diminati para pelaku usaha adalah bisnis konveksi, konveksi dalam industri
pakaian adalah tempat proses produksi kaos, jaket, kemeja dan lain
sebagainya yang hasilnya nanti bisa dimanfaatkan oleh manusia.
8Pada saat
ini industri konveksi cukup popular di Indonesia, salah satunya di kota
Sidoarjo (Wira Konveksi). Kepopuleran bisnis konveksi utamanya adalah
disebabkan karena dua hal. Pertama, karena produk yang dihasilkan oleh
industri konveksi, yaitu pakaian merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia, maka market untuk bisnis konveksi akan selalu ada. Pangsa pasar
yang jelas, membuat tidak sedikit orang yang berusaha memaksimalkan
potensi dari bisnis konveksi.
9Barang-barang produksi yang telah ada tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan manusia, khususnya pada masa modern sekarang ini
ketika produk-produk sudah berkembang pesat. Kebutuhan manusia terhadap
produk-produk itu juga meningkat, sehingga harus diciptakan produk-produk
baru untuk memenuhi kebutuhan dan selera mereka.
10Dalam kondisi ini,
pihak produsen dapat menciptakan kreasi dan inovasi produk-produk yang
sesuai dengan selera konsumen, sehingga menyebabkan industri bisnis
konveksi yang berdiri di kota Sidoarjo berusaha memberikan pelayanan yang
terbaik bagi konsumen (pemesan).
8 Konveksi Permata Semarang, ‚Konveksiansemarang.com‛,
http://konveksiansemarang.com/2015/05/19/pengertian-konveksi/ diakses pada27 Oktober 2016. 9Aziz Nurdin, ‚Awal Mula Bisnis Konveksi di Indonesia‛,
5
Diantara kewajiban-kewajiban bagi para pelaku usaha untuk menjamin
mutu produk-produk mereka agar tidak merugikan konsumen. Selain itu
dalam Undang-Undang ini juga diatur adanya Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) yang akan membantu para konsumen untuk menuntut
para pelaku usaha yang merugikan mereka, dan cara penuntutannya dibuat
sedemikian rupa sehingga lebih efektif dan efisien. Seiring dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen maka hak-hak konsumen sudah dapat diperjuangkan
dengan dasar hukum yang telah disahkan tersebut. Secara umum pun
kemudian dikenal adanya empat hak konsumen yang sifatnya universal,
yaitu:
1.
Hak untuk mendapatkan keamanan;
2.
Hak untuk mendapatkan informasi;
3.
Hak untuk memilih;
4.
Hak untuk didengar.
11Dari beberapa peraturan di atas bisa kita lihat yang paling penting
adalah masalah kerugian konsumen yang dilakukan pelaku usaha yang
mengabaikan hak-hak konsumen. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
kerugian yang dialami konsumen (pemesan) di Wira Konveksi sebagian
besar adalah terjadi akibat kelalaian atau kesalahan pihak produsen, misalnya
tidak tepatnya waktu penyelesaian pesanan sesuai perjanjian, kesalahan
produksi, cacat desain hingga informasi yang tidak memadai.
6
Di Wira Konveksi pesanan kain dan jahitan masih menggunakan akad
saling percaya, namun perjanjian hitam di atas putih juga dilakukan. Semua
kegiatan usahanya mulai produksi barang (pakaian) sesuai dengan pesanan,
tidak lupa pihak produsen menanyakan desain, menanyakan bentuk dan
segalanya secara rinci, agar nanti ketika barang yang sudah selesai
diproduksi tidak membuat pemesan kecewa
.
Jika dalam waktu satu periode terdapat pakaian terjadi kerusakan atau
tidak cocok dengan pesanan, Wira Konveksi akan bertanggung jawab untuk
memberikan ganti rugi. Untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi dan atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita konsumen yaitu dengan mengganti kerugian barang, atau mengganti
barang yang cacat atau sesuai dengan yang informasikan. Hal ini termasuk
dalam hal produsen terbuka atas ketidaknyamanan barang yang
diproduksinya kepada konsumen dan membuka pintu selebar-lebarnya dan
mengakui kesalahan jika benar-benar produsen yang melakukannya (terbuka
terhadap komplain).
12Adanya komplain dari konsumen memaksa pihak produsen atau pelaku
usaha melakukan tanggung jawab atas hasil produksiya. Dalam
Undang-Undang Perlidungan Konsumen sudah disebutkan mengenai tanggung jawab
pelaku usaha, terdapat dalam Pasal 19 sampai Pasal 27.
7
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian atau kesalahan dengan
persayaratan hubungan kontrak sama sekali tidak melindungi konsumen.
Karena konsumen tidak secara langsung berhubungan dengan produsen dan
menjadi salah satu hambatan bagi konsumen yang mengalami kerugian
untuk menuntut haknya. Sebaliknya, persyaratan hubungan kontrak
mempersempit tanggung jawab produsen, karena konsumen mempunyai
hubungan langsung dengan produsen. Padahal dalam keseharian justru
keadaan seperti ini sering terjadi, dan bahkan konsumen yang menjadi
korban lebih banyak orang yang bukan pembeli atau mempunyai hubungan
hukum secara langsung dengan produsen.
13Di sisi lain, konsumen juga belum menyadari akan hak yang diberikan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepada mereka. Sudah sangat
jelas, di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut
serangkaian hak yang menjadi milik konsumen telah diatur tegas. Hal ini
timbul akibat kurangnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, sehingga menyebabkan konsumen sudah
biasa dikondisikan untuk menjadi manusia yang patuh dan taat sehingga
produsen dapat dengan leluasa memanfaatkan kelemahan-kelemahan
konsumen.
Berangkat dari permasalahan di atas, penulis akan mengkaji masalah
dalam sebuah penelitian yang tertuang dalam bentuk skripsi dengan judul
‚Analisis Hukum Islam dan Un
dang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
8
Perlindungan Konsumen terhadap Pertanggungjawaban atas Kesalahan
Produksi di Wira Konveksi Sidoarjo‛
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang dapat
di Identifikasi sebagai berikut:
1.
Produksi pakaian (pesanan) cukup menjanjikan di Sidoarjo.
2.
Kesalahan produksi sering merugikan konsumen.
3.
Terdapat banyak komplain dari konsumen.
4.
Keterlambatan waktu penyelesaian sesuai perjanjian.
5.
Kesalahan atau kelalaian hasil produksi.
6.
Kurangnya informasi dan komunikasi antara produsen dan konsumen.
7.
Praktik kesalahan produksi ditinjau dari teori hukum Islam yang berupa
jual beli sala>m dan disertai hak khiya>r di dalamnya.
Dari beberapa masalah yang tercantum di atas masih bersifat umum,
sehingga diperlukan batasan-batasan masalah dalam pembahasannya supaya
lebih terarah pada ruang lingkupnya serta permasalahannya. Maka penulis
memberikan batasan pembahasan meliputi sebagai berikut:
1.
Hukum Islam terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas kesalahan
produksi di Wira Konveksi Sidoarjo.
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas kesalahan produksi di
9
C.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
analisis
hukum
Islam
terhadap
mekanisme
pertanggungjawaban atas kesalahan produksi di Wira Konveksi
Sidoarjo?
2.
Bagaimana analisis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas
kesalahan produksi di Wira Konveksi Sidoarjo?
D.
Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini pengulangan atau
duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.
14Dalam penelusuran awal sampai saat ini penulis belum menemukan
penelitian atau tulisan yang secara spesifik mengkaji sebagaimana penulisan
skripsi ini yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam
dan Undang-Undang Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan
Konsumen
terhadap
Pertanggungjawaban atas Kesalahan Produ
ksi di Wira Konveksi Sidoarjo‛.
Diantaranya karya ilmiah yang mengkaji tentang perlindungan
konsumen adalah:
1.
Penelitian yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam dan Undang
-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Usaha
Jasa
Laundry
di Kalijaten Taman Sidoarjo‛, has
il penelitian
10
menyimpulkan bahwa praktik usaha jasa laundry di Kalijaten Taman
Sidoarjo kebanyakan kerugian yang dialami konsumen akibat proses
produksi yang dilakukan pelaku usaha jasa
laundry. Dan hal ini tidak
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dan hukum Islam terkait pemberian
ujroh
yang diberikan konsumen kepada pelaku usaha.
152.
Peneliti
an yang berjudul ‚Analisis t
erhadap Kerugian Konsumen
Pengguna Jasa Layanan Paket Full Service BB PT. XL Di Tinjau Hukum
Islam Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen‛, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
pelaku usaha wajib bertanggung jawab terhadap kerugian yang
dialami konsumen akibat keterbatasan kualitas dan jaringan yang
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan sesuai dengan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan dalam Islam
pelaku usaha belum memenuhi asas dalam akad.
163.
Penelitian yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam dan Undang
-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap
Pengelolaan Jasa Parkir di Perusahaan ISS (International Service
System
)‛, hasil penelitian ini menghasilkan penemuan yaitu
kenyataan yang didapat melalui wawancara dengan pengguna jasa
15Riski Dwi Puspita Ningrum, ‚Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Usaha Jasa Laundry di Kalijaten Taman
Sidoarjo‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).
11
parkir bahwa pencantuman aturan-aturan parkir (klausula baku) yang
sulit dilihat oleh pengguna jasa parkir mengakibatkan pengguna jasa
parkir lebih banyak terpaksa menerima aturan-aturan parkir di
perusahaan ISS Surabaya.
174.
Penelitian yang berjudul ‚Analisi
s Hukum Islam dan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen terhadap
Pembulatan Timbangan Pada Jasa
Laundry
di Kaey Laundry‛,
menyimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dan tidak
melanggar karena sama-sama rela.
18Dari beberapa penelitian terdahulu yang disebutkan di atas,
ditemukan beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa konsumen
merasa dirugikan atas praktik usaha dan klausula baku yang ada di
kehidupan masyarakat.
Jadi sejauh pengamatan penulis belum menemukan karya tulis yang
membahas tentang analisis hukum Islam dan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas
kesalahan produksi dari pesanan konsumen di industri konveksi.
E.
Tujuan Penelitian
Adapun penulis meneliti dan membahas masalah ini dengan tujuan
sebagai berikut:
17 Siti Alima Elvi, ‚Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Pengelolaan Jasa Parkir di Perusahaan ISS (International Service System)" (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).
18 Tri Wahyuni Bashirah, ‚Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Pembulatan Timbangan Pada Jasa Laundry di Kaey
12
1.
Untuk
menganalisis
hukum
Islam
terhadap
mekanisme
pertanggungjawaban atas kesalahan produksi di Wira Konveksi Sidoarjo.
2.
Untuk menganalisis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas
kesalahan produksi di Wira Konveksi Sidoarjo.
F.
Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi lembaga yang
terkait dengan Perlindungan Konsumen, bagi pelaku usaha dan bagi
konsumen itu sendiri. Secara lebih terinci kegunaan penulisan ini adalah:
1.
Kegunaan teoritis
Karya tulis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengemban ilmu hukum, khususnya hukum Perlindungan Konsumen
dan Hukum Islam.
2.
Kegunaan praktis
a.
Bagi konsumen konveksi, penulisan ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran konsumen agar bersikap kritis terhadap
pelaku usaha konveksi yang melakukan penyimpangan. Selain itu juga
agar konsumen, dengan pemahaman demikian tidak hanya sekedar
mengetahui akan hak-hak dan kewajiban dalam penegakan
Perlindungan Konsumen, akan tetapi ikut serta melaksanakannya.
b.
Bagi pelaku usaha konveksi, penulisan ini juga diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen
13
G.
Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul ‚
Analisis Hukum Islam Dan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap
Pertanggungjawaban atas Kesalahan Produksi di Wira Konveksi Sidoarjo‛.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian dalam
judul proposal ini, maka penulis tegaskan beberapa istilah-istilah sebagai
berikut:
1.
Hukum Islam
: Segala aturan atau ketentuan yang
bersumber dari Alquran, hadis, dan
pendapat ulama khususnya berkaitan
dengan sala>m dan khiya>r.
2. Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
: Segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk mewujudkan
keseimbangan perlindungan konsumen,
pelindungan kepentingan konsumen dan
pelaku
usaha
agar
tercipta
perekonomian yang sehat.
3.
Kesalahan Produksi
: Kesalahan produksi pakaian yang
dihasilkan dalam proses pemesanan
tidak
sesuai
dengan
keinginan
konsumen.
14
memberikan
jawaban
atas
segala
kesalahan atau kerugian yang dialami
konsumen.
H.
Metode Penelitian
Agar penulisan skripsi dapat tersusun dengan benar, penulis perlu
menggunakan metode penulisan skripsi sebagai berikut:
1.
Data yang dikumpulkan
a.
Data tentang mekanisme pemesanan di Wira Konveksi Sidoarjo.
b.
Data tentang pemilihan bahan di Wira Konveksi Sidoarjo.
c.
Data tentang kepuasan konsumen di Wira Konveksi Sidoarjo.
d.
Data tentang ketentuan-ketentuan hukum Islam dan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen terhadap tanggung jawab produsen kepada
konsumen atas mekanisme pertanggungjawaban atas kesalahan
produksi di Wira Konveksi Sidoarjo.
2.
Sumber data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain.
19Adapun sumber data yang digunakan yaitu sebagai berikut:
a.
Sumber primer
Data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung
15
pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.
20Dalam penelitian
ini data dikumpulkan dari 9 orang, yakni:
1)
Wiwik selaku pemilik usaha Wira Konveksi.
2)
5 orang karyawan di Wira Konveksi yakni, Yani, Nanik, Roisa,
Masulah, dan Asfiyah.
3)
3 orang konsumen atau pemesan di Wira Konveksi yakni,
Khotib, Lia, dan Rofiq.
b.
Sumber sekunder
Data yang diperoleh dari pihak lain
,
tidak langsung diperoleh
oleh peneliti dari subjek penelitiannya
21data tersebut meliputi:
1)
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 2001.
2)
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 2014.
3)
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, 2013.
4)
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, 2015.
5)
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuh, 1985.
6)
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, 2013.
7)
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, 2011.
3.
Teknik pengumpulan data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa
teknik untuk mengumpulkan data, antara lain sebagai berikut:
16
1)
Wawancara
Wawancara yaitu suatu kegiatan dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan pada para responden.
22Antara lain dengan 9
orang responden yakni 1 pemilik usaha Wira Konveksi, 5 karyawan
dan 3 konsumen yang memesan di Wira Konveksi. Dengan ini
penulis menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur yakni
dengan cara pertanyaan yang diajukan bersifat fleksibel tetapi tidak
menyimpang dari tujuan wawancara yang ditetapkan.
2)
Observasi
Teknik mengumpulkan data yang selanjutnya yaitu melalui
observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis
untuk kemudian dilakukan pencatatan.
23Kegiatan yang dilakukan
penulis melalui penglihatan dan pendengaran secara langsung dan
dapat dilakukan dengan kuesioner, rekaman gambar dan rekaman
suara di tempat Wira Konveksi.
3)
Dokumentasi
Teknik mengumpulkan data yang terakhir yaitu melalui
dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui
dokumen atau catatan, seperti arsip-arsip yang ada di Wira
22 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004).
17
Konveksi seperti nota pemesanan atau hal lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian.
244.
Teknik pengolah data
Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data yakni:
1)
Editing, yaitu: kegiatan memeriksa instrumen penelitian. Teknik ini
digunakan untuk meneliti kembali data-data yang diperoleh dari hasil
penelitian yag sudah dilakukan penulis di lokasi penelitian yaitu di
Wira Konveksi Sidoarjo. Termasuk memeriksa kuesioner survei yang
sudah terisi dengan cara penulis melakukan wawancara langsung
kepada konsumen di Wira Konveksi, karyawan Wira Konveksi
sampai pemilik Wira Konveksi.
2)
Organizing, yaitu: menyusun dan mensistematika data tentang proses
awal pemesanan sampai proses komlpain di Wira Konveksi, serta
sampai proses pertanggungjawaban jika terjadi kesalahan atau
kelalaian yang dilakukan.
253)
Analizing, yaitu: melakulan tahapan analisis terhadap data-data yang
telah disusun dengan cara memahami data yang sudah diapatkan
melalui proses penelitian yang dilakukan di Wira Konveksi Sidoarjo
agar dapat ditarik kesimpulan.
24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), 146.
18
5.
Teknik analisis data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan beberapa metode,
antara sebagai berikut:
1)
Deskriptif, yaitu untuk menggambarkan fakta secara sistematis,
faktual dan cermat. Bertujuan untuk menguraikan laporan secara
teratur dan obyektif untuk mengetahui gambaran secara jelas dan
faktual terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas kesalahan
produksi di Wira Konveksi Sidoarjo.
2)
Verifikatif, yaitu untuk menilai fakta yang terjadi apakah sesuai
dengan ketentuan hukum Islam. Data tersebut dinilai dari segi sesuai
atau tidaknya tanggung jawab pelaku usaha ditinjau dari hukum
Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang kemudian
dianalisis untuk menilai dan membuktikan kebenaran dari data
tersebut apakah diterima atau tidak.
I.
Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini,
maka penulis akan menguraikan pembahasan ini ke dalam beberapa bab,
tiap-tiap bab dibagi beberapa subbab. Sistematika pembahasannya adalah
sebagai berikut:
bab I merupakan Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, tinjauan
pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode
19
data, te knik pengumpulan data, teknik pengelolaan data, teknik analisis data
lalu dirangkai dengan sistematika pembahasan.
bab II merupakan landasan teori, yang berisikan tentang teori
sala>m,
teori
ijara>h, hak khiya>r dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Dalam
hal ini memuat pengertian
sala>m, dasar hukum sala>m, rukun dan syarat
salam, pengertia ijara>h, dasar hukum ijara>h, rukun dan syarat ijara>h,
pengertian
khiya>r, dasar hukum khiya>r, dan macam-macam khiya>r. Serta
latar belakang dibentuknya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, tujuan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pengertian pelaku usaha,
tanggung jawab pelaku usaha, dan definisi industri konveksi.
bab III dalam bab ini merupakan penyajian data yang memuat tentang
sejarah berdirinya industri konveksi, gambaran umum lokasi penelitian,
struktur organisasi, Produk-produk dan pendistribusian di Wira Konveksi,
hak dan kewajiban konsumen yang ada di Wira Konveksi serta hak dan
kewajiban dari pihak Wira Konveksi sebagai pelaku usaha dan mekanisme
pemesana barang sampai mekanisme pertanggungjawaban atas kesalahan
produksi di Wira Konveksi Sidoarjo.
bab IV bab ini membahas tentang uraian analisis hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
terhadap mekanisme pertanggungjawaban atas kesalahan produksi di Wira
20
bab V merupakan penutup yang mana pada akhir pembahasan ini
BAB II
TEORI JUAL BELI SALA>M, IJARA>H, DAN HAK KHIYA>R
DALAM HUKUM ISLAM SERTA TINJAUAN UMUM TENTANG
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
A.
Jual Beli Sala>m
1.
Pengertian
Jual beli dalam istilah Arab dikenal dengan bay
’
, yaitu:
ِءْيَشِب ِءْيَش ُةَلَ باَقُم
Menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
1Istilah lain dari kata al-bay
’
adalah at-tija>rah, al-muba>dalah,
dan
al-shir>a
’
dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian
lawannya yaitu al-shir>a
’
. Dengan demikian kata al-bay
’
berarti kata ‚jual‛
dan sekaligus juga berarti kata ‚beli‛.
2Adapun makna bay
’
(jual beli) menurut istilah ada beberapa definisi
dan yang paling bagus adalah definisi yang disebutkan oleh Shaykh
Al-Qalyu>bi> dalam
Ha>syiyah-
nya bahwa: ‚Akad saling mengganti dengan
harta yang berakibat kepada kepemilikan terhadap satu benda atau
manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan untuk bertakarub
kepada Allah‛.
31Suqiyah Musafa’ah, et al., Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam I, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), 57.
2
22
Dilihat dari segi objeknnya, terdapat jual beli pesanan (bay
’ as
-sala>m) yang akan dibahas lebih lanjut. Jual beli melalui pesanan atau
sala>m yaitu dengan menyebutkan barang dengan sifat-sifatnya dengan
kriteria tertentu dalam tanggungan dengan pembayaran yang
disegerakan.
4Mazhab
Safi’i
dan Hanbali mendefinisikannya dengan:
ُ َو
َع ْق
ٌد
َع َل
َم ى
ْو ُص
ْو
ٍف
ِب
ِذ م
ٍة
ُم َؤ
ج
ٍل
ِب َث
َم ٍن
َم ْق
ُ ب ْو
ٍض
َِب
ْج ِل
ِس
ْا
َعل ْق
ِد
Akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan
membayar harganya lebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian dalam suatu majlis akad.
5Secara bahasa,
sala>m (
ملس
) adalah
al-
i’tha’
َ
ءاطعإا
ُ
dan
at-taslif
(
فيلستلا
). Keduanya bermakna pemberian. Ungkapan
aslama ath|-th|auba lil
al-khayyath bermakna: dia telah menyerahkan baju kepada penjahit.
Sedangkan secara istilah syariat, akad
sala>m sering didefinisikan oleh
para fuqaha secara umumnya menjadi: jual beli barang yang disebutkan
sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan
saat itu juga.
6Pengertian lain mengenai
sala>m yaitu penjualan sesuatu yang akan
datang dengan imbalan sesuatu yang sekarang, atau menjual sesuatu yang
dijelaskan sifatnya dalm tanggungan. Maksudnya, modal diberikan di
awal dan menunda barang hingga tenggat waktu tertentu. Atau dengan
4
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2012) 118. 5 Ibid, 143.
23
kata lain, menyerahkan barang tukaran saat ini dengan imbalan barang
yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan hingga jarak waktu tertentu.
7Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
sala>m adalah jasa
pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya
dilakukan bersamaan dengan pemesan barang.
8Karena pada
sala>m pembayaran harga barang dilakukan di muka
sebelum barang diserahkan kepada pembeli, maka sala>m adalah suatu jasa
pre-paid purchase of goods. Dengan cara harga barang dibayar di muka
pada waktu kontrak dibuat tetapi penyerahan barang dilakukan beberapa
waktu kemudian.
92.
Dasar hukum
Landasan syariah transaksi
bay
’
as-sala>m terdapat dalam Alquran,
Hadis dan ijmak:
a.
Alquran
Firman Allah dalam Q.S. Albaqarah (2): 282;
7 Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatu>hu>, Abdul Hayyie al-Kattani, V, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 240.
8 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 ayat 34.
24
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak
mampu
mengimlakkan,
maka
hendaklah
walinya
25
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
10Firman Allah dalam Q.S. Almaidah: 1;
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut
yang dikehendaki-Nya.
11b.
Hadis
َع ِن
ْبا
ِن
َع ب
ِسا
–
َر
ِض
َي
ُﷲا
َع
ْ ُه
َم ا
–
َق
َلا
َق :
ِد َم
َا ل
يِِ
لسو يلع ﷲا ىلص
م
َا ْل
َم ِد
ْ ي َ َة
َو ,
ُ َو
ُي ْس
ِل ُف
ْو َن
ِف
َا
ثل
َم
ِرا
سلا
َ َة
َو
سلا
َ َ ت
ِْي
َ ف ,
َق
َلا
َمُ :
ْن
َأ ْس
َل
َف
ِف
ََْ
ٍر
ِف ْل ُي
ْس ِل
ْف
ِف
َُ ْي
ٍل
َم ْع ُل
ْو ٍم
َو ,
َو ْز
ٍن
َم ْع ُل
ْو ٍم
ِإ ,
َل
َأ
َج
ٍل
َم ْع ُل
ْو ٍم
ُم ,َ
ت َف
ٌق
َع َل ْي
ِ.
:ْيِراَخُبْلِلَو
َم ْن
َأ
ْس َل
َف
ِف
َش
ْي ٍء
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke
Madinah dan penduduknya biasa meminjamkan buahnya untuk masa
setahun
dan dua tahun. Lalu beliau bersabda: ‚
Barangsiapa
meminjamkan buah maka hendaknya ia meminjamkannya dalam
takaran, timbangan, dan masa tertentu. ‚Muttafaq Alaihi. Menurut
riwayat Bukhari: ‚Barang
siapa meminjamkan sesuatu.‛
12c.
Ijmak
Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijmak) atas kebolehan jual
beli dengan cara sala>m. Di samping itu, cara tersebut juga diperlukan
oleh masyarakat.
1310Department Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 2004), 97. 11Department Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 2004), 213. 12
26
3.
Rukun dan syarat
Sebagaimana jual beli, dalam akad sala>m harus terpenuhi rukun dan
syaratnya. Adapun rukun sala>m menurut jumhur ulama ada tiga yaitu:
a)
‘aqidaini
(dua orang yang melakukan transaksi), yaitu orang yang
memesan dan orang yang menerima pesanan;
b)
objek transaksi, yaitu harga dan barang yang dipesan;
c)
akad (s{i>ghat).
Adapun syarat-syarat dalam sala>m sebagai berikut:
a)
uangnya dibayar di tempat akad, berati pembayaran dilakukan
terlebih dahulu;
b)
barangnya menjadi utang bagi penjual;
c)
barangnya dapat diberikan sesuai waktu yang dijanjikan. Berarti pada
waktu dijanjikan barang itu harus sudah ada;
d)
barang tersebut hendaklah jelas ukurannya, takarannya, ataupun
bilangnya, menurut kebiasaan cara menjual barang semacam itu;
e)
diketahui dan disebutkan sifat-sifat dan macam barangnya dengan
jelas, agar tidak ada keraguan yang akan mengakibatkan perselisihan
antara kedua belah pihak. Dengan sifat itu berarti harga dan kemauan
orang pada barang tersebut dapat berbeda;
f)
disebutkan tempat menerimanya.
14Dalam Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual
beli sala>m, bahwa:
27
1)
Ketentuan tentang Pembayaran
a)
Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
b)
Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
c)
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
2)
Ketentuan tentang Barang
a)
Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
b)
Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c)
Penyerahannya dilakukan kemudian.
d)
Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
e)
Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f)
Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
3)
Ketentuan tentang sala>m Paralel
Dibolehkan melakukan sala>m paralel dengan syarat:
a)
Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan
b)
Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
4)
Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya
a)
Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya
dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
b)
Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
28
c)
Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurangan harga (diskon).
d)
Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu
yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang
sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.
e)
Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak
rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
-
Membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya;
-
Menunggu sampai barang tersedia.
5)
Pembatalan kontrak
Pada dasarnya pembatalan
sala>m boleh dilakukan, selama
tidak merugikan kedua belah pihak.
6)
Perselisihan
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
15Di dalam Islam adanya anjuran perdamaian dilihat dalam
ketentuan Alquran:
29
Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman
itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah
antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu
Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang Berlaku adil.
16Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 101 s/d
Pasal 103, bahwa syarat sala>m sebagai berikut:
a.
Kualitas dan kuantitas barang sudah jelas. Kuantitas barang
dapat diukur dengan takaran, atau timbangan, dan/ atau
meteran.
b.
Spesifikasi barang yang dipesan harus diketahui secara
sempurna oleh para pihak.
c.
Barang yang dijual, waktu, dan tempat penyerahan
dinyatakan dengan jelas.
d.
Pembayaran barang dapat dilakukan pada waktu dan tempat
yang disepakati.
1716 Department Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 2004), 1033.
30
B.
Ijarah
1.
Pengertian
Al-ija>rah (
ةراجلا
) artinya upah, sewa, jasa atau imbalan, salah satu
bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah sewa menyewa kontrak,
menjual jasa, dan lain-lain.
18Pengertian lain, ijarah dari
ujrah yang
berarti upah. Yaitu memberi upah kepada seseorang setelah mengerjakan
pekerjaan tertentu atau sampai waktu yang tertentu.
19sama dengan
menjual manfaat.
20Ijarah adalah transaksi atas suatu manfaat yang mubah atas suatu
barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam
waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan
upah yang diketahui pula.
21Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
222.
Dasar hukum
Dasar diperbolehkannya akad ijarah,
a)
Firman Allah dalam Q.S. Attalaq (65): 6;
18 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi..., 227.
19Moh. Rifa’i, et al., Terjamah Khulashah Kifayatul Akhyar, (Semarang: CV. Toha Putra, 1990) 224.
20T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Mu’amalah, (Jakarta: Bulan Bintang,2002), 97.
31
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang
hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga
mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala
sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan
maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya.
23b)
Hadis
َح
د َ ث
َ
ُم ا
ْو َس
ْب ى
ِن
ِإ
َْْ
ِعا
ْي َل
َح
د َ ث
َ
َو ا
ِ ْي
ُب
َح
د َ ث
َ
ِا ا
ْب ُن
َط
ُوا
ُس
َع ْن
َأ ِب
ْي ِ
َع ْن
ِا ْب
ِن
َع َب
ٍسا
َر ِض
َي ا
ُﷲ
َع
ْ ُه
َم
َاق ا
َل
ِا :
ْح َت
َج
َم
لا
يِِ
َص ل
ا ى
ُﷲ
َع َل
ْي ِ
َو َس
ل َم
َو َأ
ْع
َمَاجِحا ىَط
اورُ َُرْجَأ
َيراخبلا
Artinya:
Diceritakan oleh Musa bin Isma’il dari Wuhaib dari Ibnu
Thowus dari Ayahnya Thowus Dari Ibn ‘
Abbas ra berkata:
Rasulullah pernah berbekam lalu beliau memberikan upah
kepada tukang bekam itu. (H.R. Bukhari).
24c)
Ijtihad
Para ulama fikih tidak membolehkan ijarah terhadap nilai tukar
uang karena menyewakan itu menghabiskan materinya. Sedangkan
23 Department Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 2004), 1119.
24
32
dalam ijarah yang dituju hanyalah manfaat dari suatu benda. Selain itu
menyewakan uang berarti adanya kelebihan pada barang ribawi yang
cenderung kepada riba yang jelas diharamkan.
3.
Rukun dan syarat
Sebagai sebuah transaksi umum, ijarah baru dianggap sah apabila
telah memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun ijarah ada empat:
a.
S{igha>t (lafal ijab dan kabul).
b.
Muta‘
a>qidayn (dua pihak yang melakukan transaksi), yaitu orang yang
menyewakan dan orang yang menyewa.
c.
Ma‘
qu>d
‘alay
h (manfaat yang ditransaksikan).
d.
Upah. Upah adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh penyewa sebagai
kompensasi dari manfaat yang ia dapatkan.
Syarat-syarat yang berlaku pada ijarah sebagai berikut:
a.
Ijarah dilakukan oleh orang yang mempunyai hak tasaruf
(membelanjakan harta). Syarat ini berlaku bagi semua jenis muamalah.
b.
Manfaat dapat diketahui, seperti menempati rumah, melayani
seseorang, mengajarkan suatu ilmu, dan lain sebagainya.
c.
Diketahui upahnya.
d.
Manfaat dalam ijarah adalah mubah, tidak sah manfaat yang haram.
25C.
Khiya>r dalam Jual Beli
1.
Pengertian
Pengertian khiya>r menurut sebagian fukaha adalah: