• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN KESEHATAN PENGRAJIN KERAMIK MOZAIK DI DESA CAMPURDARAT KECAMATAN CAMPURDARAT KABUPATEN TULUNGAGUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERDAYAAN KESEHATAN PENGRAJIN KERAMIK MOZAIK DI DESA CAMPURDARAT KECAMATAN CAMPURDARAT KABUPATEN TULUNGAGUNG."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN KESEHATAN PENGRAJIN KERAMIK MOZAIK DI DESA CAMPURDARAT KECAMATAN CAMPURDARAT

KABUPATEN TULUNGAGUNG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh :

Muhammad Dikrul Hasan B02212007

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Muhammad Dikrul Hasan, NIM B02212007 (2016), PEMBERDAYAAN KESEHATAN PENGRAJIN KERAMIK MOZAIK DI DESA CAMPURDARAT KECAMATAN CAMPURDARAT KABUPATEN TULUNGAGUNG

Skripsi ini membahas tentang pemberdayaan kesehatan pengrajin keramik mozaik yang terjangkit penyakit sesak nafas dan paru-paru. Tujuan dari penelitian ini ialah adanya perubahan kesehatan para pekerja pemotong batu dan pengrajin mozaik sehingga terhindar dari ancaman sakit sesak nafas dan paru-paru yang diakibatkan oleh debu pemotongan batu.

Berangkat dari realitas problematika di atas metode penelitian yang

digunakan ialah metode PAR (Participatory Action Research.), PAR yang

digunakan dalam penelitian harus berdasarkan partisipasi dan aksi. Adapun proses pendekatan yang dilakukan peneliti ialah inkulturasi kepada masyarakat Campurdarat khususnya para pekerja pemotong batu dan pengrajin mozaik,

setelah komunikasi terjalin dengan baik maka diadakan FGD (Focus Group

Discution) untuk memecahkan masalah yang dialami oleh para pekerja pengrajin mozaik. Program aksi yang dilakukan dalam pemberdayaan kesehatan pengrajin mozaik ini ialah menumbuhkan kesadaran para pekerja pemotong batu dan pengrajin keramik mozaik dalam menghindari bahaya debu pemotongan batu dengan memberikan aksi pendidikan kritis bahaya debu bagi kesehatan serta dampaknya yang bekerjasama dengan perawat Winarsih dari puskesmas Campurdarat.

Melalui aksi pendidikan kritis ini menghasilkan peningkatan pengetahuan para pekerja pemotong batu dan pengrajin batu baik bapak-bapak dan ibuk-ibu serta munculnya kesadaran semua pekerja pemotong batu dan pengrajin mozaik atas bahaya debu pemotongan batu bagi kesehatan para pekerja. Hal ini ditandai dengan adanya para pekerja memakai alat pelindung diri (APD) disaat bekerja, ini semua menunjukkan bahwa adanya peningkatan pengetahuan para pekerja keramik mozaik dalam menjaga kesehatan mereka setelah mengikuti pendidikan kritis.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii

PENGESAHAN PENGUJI ………... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ……… iv

MOTTO ………... v

KATA PENGANTAR ……… vi

ABSTRAK ……….. viii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR BAGAN ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Realitas Problematik ……….. 1

B.Fokus Riset Pendampingan ……… 13

C.Tujuan Riset Pendampingan ………. 13

D.Manfaat Riset Pendampingan ……….. 13

E. Sistematika Pembahasan ……… 14

BAB II : KAJIAN TEORITIK A.Teori Pemberdayaan ……….. 16

B.Teori Pembelajaran ………..………. 21

C.Teori Perubahan Sosial ……….. 28

D.Dakwah dalam Perspektif Pemberdayaan …………. 29

BAB III : METODE DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN A.Metode Penelitian Pemberdayaan ………..… 34

B.Strategi Pemberdayaan …..……….………… 39

C.Subyek Dampingan ……….……….. 41

D.Analisis Stakeholder (Pihak-Pihak yang Terkait) … 41

E. Jenis dan Sumber Data ……….. 44

(8)

G.Teknik Validitas Data ………..…………. 47

H.Teknik Analisis Data ……… 48

BAB IV : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.Aspek Geografis ………..………. 50

B.Aspek Demografis ……… 52

C.Aspek Ekonomi ……… 54

D.Aspek Pendidikan ……… 57

E. Aspek Agama dan Kebudayaan ………. 59

F. Aspek Kesehatan ………. 64

BAB V : DINAMIKA PROSES PEMBERDAYAAN A.Proses Membangun Kepercayaan dengan Masyarakat 70

B.Mengurai Masalah Bersama Para Pekerja Pemotong Batu 76 BAB VI : DINAMIKA PROSES AKSI ……… 96

BAB VII : CATATAN SEBUAH REFLEKSI A. Refleksi ……… 107

BAB VIII : PENUTUP A. Kesimpulan ………. 113

B. Rekomendasi ……….. 116

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Realitas Problematik

Kondisi lingkungan dewasa ini ditengarai semakin mencemaskan. Di

banyak tempat, tanah semakin tidak produktif, bahkan sebagian tidak dapat

ditanami lagi. Air semakin tercemar dan tidak layak diminum. Udara pun

semakin terpolusi sehingga menyesakkan nafas.1 Sedikitnya ada dua faktor

penting yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan. Faktor yang pertama

adalah pesatnya peningkatan jumlah penduduk. Faktor yang kedua,

perkembangan industri. Perkembangan industri memang telah terbukti

mampu menjawab persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial, tetapi

ternyata harus dibayar mahal karena memiliki dampak negatif terhadap

kelestarian lingkungan. Pengembangan sebuah teknologi baru akan

bermanfaat hanya apabila manusia mau mempergunakannya. Secanggih

apapun sebuah teknologi menjadi tidak ada artinya selama manusia enggan

mempergunakannya. Dengan demikian, manfaat sebuah teknologi berkaitan

dengan perilaku manusia.

Industri di satu pihak membawa manfaat bagi kesejahteraan manusia,

di lain pihak dapat membawa bencana bagi kehidupan manusia dan makhluk

hidup. Pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya apabila tidak

1

(10)

2

ditanggulangi akan menurunkan kwalitas hidup manusia. Kualitas hidup

manusia yang menurun akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup

manusia. Dengan teknologi manusia menciptakan lingkungan urban

disamping itu manusia mencemarkan lingkungan alamiahnya padahal

sebagian besar makanan manusia diambil dari lingkungan alami tersebut.2

Allah dan Rasul-Nya memerintahkan dan mengamanahkan kepada kita semua

untuk mencintai dan menjaga lingkungan yang ada disekitar kita pada

khususnya dan lingkungan yang ada di dunia ini pada umumnya.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf [7] ayat

56 :































Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,

sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.3

Pada dasarnya tingkah laku manusia yang terwujud dalam suatu

kenyataan menggambarkan suatu keajegan yang berpola dan muncul secara

berkala sehingga dapat dipahami sebagai suatu fenomena yang tetap.

Fenomena bukan hanya tingkah laku itu sendiri yang diwujudkan oleh

individunya, akan tetapi juga pedoman yang mendasari munculnya tingkah

2

N. Daldjoeni, A. Suyitno, Pedesaan, Lingkungan dan Pembangunan (Bandung : PT Alumni, 2004) , Hal. 34

3

(11)

3

laku itu sendiri.4 Allah menjelaskan dalam QS. Ar-Ra’d [13] ayat 11 tentang

bagaimana usaha manusia untuk bisa mengubah keadaan atau kebiasaan yang

dihadapinya menjadi lebih baik itu dimulai dari diri sendiri atau pribadi

individu.























Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum

sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka

sendiri”5

Maksud dari kata keadaan berdasarkan penggalan ayat di atas yang

menyatakan Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum

sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri yakni kondisi kejiwaan atau sisi dalam mereka seperti mengubah kesyukuran

menjadi kekufuran, ketaatan menjadi kedurhakaan, iman menjadi

penyekutuan Allah, dan ketika itu Allah akan mengubah nikmat menjadi

bencana, hidayat menjadi kesesatan, kebahagiaan menjadi kesengsaraan dan

seterusnya6.

Menurut sudut pandang sosiologi, kerja tidak hanya dilihat sebagai

aktifitas fisik, tetapi lebih dari itu adalah aktifitas sosial yang di dalamnya

terdapat hubungan sosial yang teroganisir dalam beberapa macam sistem.

Sistem hubungan kerja yang melekat dalam kehidupan masyarakat

modern-industrial lebih kompleks dibandingkan dengan masyarakat

4

Bambang Rudito, Melia Famiola, Social Mapping, (Yogyakarta: Rekayasa Sains, 2001) Hal. 1

5

Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahnya, Hal 252

6

(12)

4

agraris. Sistem hubungan kerja tersebut dibangun di atas dua hal, yaitu: (1)

pilihan strategi yang dilembagakan pemberi kerja untuk mengontrol pekerja

(buruh), dan (2) pilihan respon yang dibangun oleh buruh dalam

mengakomodasi kontrol tersebut, baik di dalam proses produksi maupun

dalam masyarakat.7

Objek kajian dalam pendampingan ini adalah pengrajin keramik

mozaik di Desa Campurdarat. Desa Campurdarat merupakan salah satu desa

yang terletak di Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung Jawa

Timur. Desa Campurdarat ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat

Tulungagung khususnya dan masyarakat luar Tulungagung pada umumnya,

karena Desa Campurdarat sudah banyak dikenal dengan hasil seni lokalnya

yaitu keramik marmer dan kerajinan keramik mozaik atau yang lebih sering

dikatan keramik mosek oleh orang-orang Tulungagung. Mozaik adalah salah

satu kerajinan tangan yang terbuat dari pecahan batu alam, batu fosil, batu

kali yang kemudian dirangkai menjadi bentuk yang bermacam-macam.

Kerajinan keramik mozaik ini bisa dijadikan salah satu hiasan rumah yang

sangat indah karena detail yang dirangkai begitu rapi, eksotis dan sangat

menarik, oleh karena itu keramik mozaik ini sangat banyak diburu oleh

masyarakat yang cinta akan keindahan batu alam, batu kali dan batu fosil.

Adapun produk keramik mozaik yang dihasilkan dari Desa Campurdarat ini

7

(13)

5

sangat bervariasi diantaranya keramik mozaik jarjari (panjang-panjang),

mozaik koin (bundar-bundar), mozaik lima-lima (kotak-kotak).8

Pengrajin mozaik yang ada di Desa Campurdarat ini bisa dikatakan

lumayan banyak yaitu ada 20 lebih pengrajin. Adapun cara pengerjaannya ada

yang dilakukan di rumah masing-masing dan ada juga yang dikerjakan di

tempat pemotongan batu. Setelah semua selesai baru dikumpulkan kepada

satu juragan yang mempunyai produksi keramik mozaik tersebut. Dalam

sehari warga bisa membuat kerajinan keramik mozaik sebanyak 3 meter dan

satu meter keramik mozaik mendapatkan upah sebesar 7.500-8.000,

meskipun tidak begitu banyak upah yang diterima warga Campurdarat dari

hasil membuat keramik mozaik tersebut, akan tetapi warga sangat semangat

dan antusias menjalankan pekerjaan tersebut. Jika dibandingkan dengan harga

penjualan keramik mozaik yang mahal dan juga sudah menembus pasar

internasional yakni sudah di ekspor ke Negara Jerman, Singapura, Malaysia,

maka semestinya upah yang diberikan kepada warga Campurdarat harus

sesuai dengan harga yang begitu mahal dipasaran international. Membuat

keramik mozaik dari batu alam, batu kali, batu fosil ini tidak semudah apa

yang dibayangkan, akan tetapi sangat sulit dan butuh ketelitian dalam

merangkai desain keramik mozaik yang indah, serta membutuhkan waktu

yang lumayan lama9.

8

Hasil wawancara dengan Widyanto selaku penyuplay kardus mozaik pada tanggal 1 Februari 2016

9

(14)

6

Warga Campurdarat memulai aktifitasnya merangkai batu alam, batu

kali, batu fosil menjadi keramik mozaik yang indah ini pukul 09.00- 15.00

WIB. Banyak warga yang mengalami luka pada tangannya karena tergores

batu yang akan dirangkainya apabila kurang berhati-hati, karena batu yang

akan dirangkai menjadi keramik mozaik tidak semua berbentuk halus, banyak

yang masih kasar dan tajam. Oleh karena itu sangat dibutuhkan ketelitian dan

keseriusan dalam mengerjakan keramik mozaik tersebut. Pekerjaan

merangkai batu kali, batu fosil, batu alam menjadi mozaik ini dilakukan oleh

bapak-bapak dan ibu-ibu rumah tangga Desa Campurdarat, dimana pekerjaan

ini adalah menjadi pekerjaan andalan para warga desa tersebut10.

Pembuatan kerajinan mozaik ini dirasa bisa membantu masyarakat

Campurdarat dalam hal perekonomian warga, walaupun hasilnya tidak begitu

sesuai dengan yang diharapkan oleh kebanyakan warga. Di satu sisi,

kerajinan mozaik ini sangat bagus karena mempunyai nilai seni yang tinggi

dan indah, akan tetapi di sisi yang lain ada banyak keluhan yang diutarakan

oleh masyarakat sekitar, diantaranya yaitu tentang serpihan debu di tempat

pabrik pemotongan bongkahan batu yang besar sebelum diproses menjadi

keramik mozaik. Dimana jarak tempat pemotongan batu besar tersebut

dengan tempat pemukiman warga Campurdarat tidak begitu jauh, sehingga

banyak debu dari pemotongan batu tersebut yang beterbangan sampai

rumah-rumah warga, dimana debu tersebut sangat mengganggu warga dalam

beraktifitas. Bukan hanya itu saja banyak rumah yang menjadi kotor akibat

10

(15)

7

debu tersebut, bahkan banyak juga tanaman warga yang rusak akibat setiap

harinya terkena serpihan debu dari pemotongan batu besar tersebut.

Bukan hanya warga sekitar Campurdarat saja yang merasakan

serpihan debu tersebut, akan tetapi warga luar Desa Campurdarat yang

melintas di jalan Desa itu sering mengeluhkan adanya debu tersebut, karena

lokasi pabrik pemotongan batu besar tersebut terletak di pinggir jalan Desa

Campurdarat menuju ke Desa Wates. Sebenarnya banyak warga yang faham

atas bahaya debu tersebut bagi kelangsungan hidupnya apabila setiap hari

dihirup, terutama bagi para pekerja pemotong batu besar yang rata-rata

dikerjakan oleh bapak-bapak. Disaat bekerja, mereka sama sekali tidak

menghiraukan tentang keamanan dan kesehatan bagi dirinya, yang mana

mereka tidak menggunakan masker, kacamata dan sarung tangan untuk

melindungi anggota tubuhnya, dengan keadaan yang apa adanya, mereka

memotong batu besar dengan mesin potong yang sangat membahayakan

keselamatan mereka jika tidak menggunakan alat-alat pengaman.

Undang-undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(UU Ketenagakerjaan) mengatur tentang kesehatan kerja satu paragraf

dengan keselamatan kerja. Pengaturan dalam Pasal 86 dan 87 UU

ketenagakerjaan antara lain ditentukan sebagai berikut:

1. Setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh

(16)

8

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja atau buruh guna mewujudkan

produktifitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan

kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.11

Undang-undang di atas sudah sangat jelas bagi para pemilik usaha

untuk memberikan perlindungan bagi karyawan atau pekerja yaitu

memberikan keselamatan disaat bekerja dan kesehatan para pekerja. Akan

tetapi undang-undang tersebut belum bisa diaplikasikan oleh para pemilik

pengrajin mozaik yang ada di Campurdarat, hanya sebagian yang bisa

mengaplikasikan undang-undang tersebut. Kesehatan dan keselamatan

kerja bagi para pekerja perlu diperhatikan oleh pengusaha karena

kesehatan tersebut adalah hak semua orang.

Undang-undang No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan

Bab I pasal 2 disebutkan, yang dimaksud kesehatan dalam undang-undang

ini ialah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan

social, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan

kematian.12

Desa Campurdarat terdapat 6 dusun di dalamnya, diantaranya

Dusun Campurjanggrang, Campurdarat, Ngingas, Kauman, Gombang,

Campurkuntul. Di setiap dusun terdapat para pengrajin batu, akan tetapi

yang paling banyak terdapat di Dusun Campurjanggrang. Kurang lebih ada

11

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/189. pada tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.40

12

(17)

9

7 pengusaha marmer dan mozaik, diantaranya usaha milik pak Yatno, pak

Samsuri, pak Pri, pak Sahid, pak Abimanyu, pak jodo, pak Sumiran, pak

yono. Tempat produksi terletak di Dusun Campurjanggrang dan saling

bersebelahan antara tempat pengusaha satu dengan pengusaha yang

lainnya. Rata-rata mereka memperkerjakan lebih dari 10 karyawan

laki-laki dan perempuan, bapak-bapak lebih banyak mengerjakan pemotongan

batu dan gaji perharinya ialah 45.000-50.000 rupiah, dan ibu-ibu yang

merangkai batu setelah dipotong menjadi keramik mozaik.13

Pekerja yang terjangkit penyakit pernafasan atau sesak ada 8 orang,

dan ada juga yang sampai menderita penyakit paru-paru dan ahirnya

meninggal ada 2 orang yaitu Syafi’i (49 tahun) dan Imam Buhori (38

tahun). Bermula dari terkena debu akan bisa mengakibatkan berbagai

penyakit seperti sesak nafas, Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),

ISPA, sampai dengan sakit paru-paru. Menurut data dinas kesehatan

Kabupaten Tulungagung, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau

pneumonia masih menjadi penyebab utama kematian di Tulungagung.

Selama tahun 2015, angka kematian pada pasien dengan pneumonia

atipikal atau infeksi paru-paru dengan barbagai penyebab terdaftar

sebanyak 51 orang.14

Penyakit paru-paru banyak disebabkan oleh beberapa sebab.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit obtrusi jalan

nafas karena bronkitis kronik atau emfisema. Obtruksi tersebut umumnya

13

Hasil wawancara dengan yatno selaku pengusaha keramik mozaik pada tanggal 15 Maret 2016

14

(18)

10

bersifat progesif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat

reversible. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-batuk hamper setiap

hari disertai dengan pengeluaran dahak sekurang-kurangnyatiga bulan

berturut-turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama dua tahun.

Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal

disertai kerusakan dinding alveolus. Etiologi atau faktor-faktor yang

menyebabkan timbulnya PPOK adalah:

1). Kebiasaan merokok

2). Polusi udara

3). Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja

4). Riwayat infeksi saluran nafas

5). Bersifat genetik yaitu defisiensi antitrypsin15

Untuk upaya pencegahan (preventif) bisa dilakukan dengan cara

promosi kesehatan yaitu meningkatkan upaya peran kesehatan perorangan

dan masyarakatsecara optimal, mengurangi penyebabnya serta

meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat. Perlindungan

khusus, dalam mencegah terjadinya penyakit tersebut dengan cara

perbaikan status gizi individu. Diagnosis dini dan pengobatan segera

sangat perlu dilakukan dengan rutin ke puskesmas atau yang lain serta

mencegah kebiasaan merokok. Tindakan kuratif yang bisa dilakukan ialah

dengan teratur periksa ke rumah sakit dan mengkonsumsi obat yang sudah

15

(19)

11

dianjurkan oleh dokter ahli, minum air putih untuk pemberian cairan yang

cukup akan mengencerkan sekret.

Kesehatan para pekerja pemotong batu dan pengrajin mozaik

semakin menurun, Itu semua dikarenakan tidak tersedianya alat pelindung

diri (APD) pekerja, belum adanya jaminan kesehatan dan keselamatan

kerja bagi semua para pekerja, serta kurangnya kepedulian pengusaha

terhadap kesehatan para pekerja sehingga para pekerja hampir setiap hari

menghirup debu yang tidak baik bagi kesehatan mereka. Disamping itu,

para pekerja juga mengungkapkan kalau selama ini belum mengerti

tentang bahaya debu bagi kesehatan, belum pernah ada pendidikan kritis

tentang bahaya debu pemotongan batu bagi kesehatan warga, serta belum

ada yang memfasilitasi kegiatan pendidikan kritis tentang bahaya debu

bagi kesehatan mereka.16

Merekapun hanya diam dengan keadaan seperti ini. Setelah peneliti

konfirmasi ke Puskesmas Campurdarat dan mempertanyakan apakah

sudah pernah dari pihak Puskesmas melakukan pendidikan kritis tentang

bahaya debu pemotongan batu bagi kesehatan, ibu Winarsih (48 tahun)

selaku perawat puskesmas Campurdarat menjelaskan bahwa memang ada

wacana untuk melakukan pendidikan kritis itu, akan tetapi sampai

sekarang belum terlaksana.17 Ini sungguh sangat disayangkan bagi semua

warga Campurdarat.

16

Hasil wawancara dengan Imam selaku pemotong batu pada tanggal 11 Maret 2016

17

(20)

12

Melihat keadaan yang demikian, warga hanya bisa diam dan tidak

ada perlawanan ataupun pengaduan terhadap pabrik pemotongan batu

tersebut, karena masyarakat sekitar pabrik tersebut setiap hari raya idul

fitri diberikan tunjangan dan parcel sebagai pengganti atas gangguan

serpihan debu yang mengganggu warga sekitar. Lebih anehnya lagi

masyarakat lebih memilih hadiah ataupun tunjangan tersebut dan berlaku

diam atas gangguan, dibandingkan dengan nilai kesehatan dirinya. Paulo

Fraire menggambarkan kebudayaan bisu sebagai kondisi kultural

sekelompok masyarakat yang ciri utamanya adalah ketidakberdayaan dan

ketakutan umum untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan sendiri.

Sehingga diam nyaris dianggap sesuatu yang sakral, sesuatu yang sopan

dan harus ditaati.18

Keadaan seperti ini sangat ironis dengan keberhasilan pabrik

keramik mozaik yang bisa tembus pasar international atau mengekspor

produk keramik mozaik sampai ke luar negri, akan tetapi para pekerja

pemotong batu dan warga sekitar tidak dihiraukan kesehatannya dan

keselamatan atas bahaya yang diakibatkan oleh pabrik pemotongan batu

tersebut. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengkaji dan terlibat aktif dalam

proses pemberdayaan yang berjudul “PENDAMPINGAN KESEHATAN

PENGRAJIN KERAMIK MOZAIK DI DESA CAMPURDARAT

KECAMATAN CAMPURDARAT KABUPATEN

TULUNGAGUNG”.

18

(21)

13

B. Fokus Riset Pendampingan

Fokus pendampingan yang akan dilakukan peneliti adalah bagaimana

menumbuhkan kesadaran tentang kesehatan dan keselamatan kerja dari

bahaya debu pemotongan batu bagi para pengrajin dan pekerja pemotongan

batu di Desa Campurdarat Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung.

C. Tujuan Riset Pendampingan

Tujuan riset pendampingan ini adalah adanya perubahan kesehatan

para pengrajin mozaik dan pekerja pemotong batu sehingga terhindar dari

ancaman sakit paru-paru yang diakibatkan oleh debu pemotongan batu di

Desa Campurdarat Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung.

D. Manfaat Riset Pendampingan

1. Secara Teoritis

a. Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya

hasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pemeberdayaan

masyarakat

b. Sebagai pengembangan studi ilmu tentang pengembangan masyarakat

di Fakultas Dakwah dan Ilmu komunikasi Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam (PMI)

(22)

14

a. Menjadi bahan evaluasi bagi lembaga atau instansi terkait, khususnya

dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja

pemotong batu dan pengrajin keramik mozaik Desa Campurdarat.

b. Dapat menambah wawasan pengetahuan dan sebagai sumbangan

informasi bagi yang berminat mengadakan penelitian yang lebih jauh

tentang meningkatkan keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja

pemotong batu dan pengrajin keramik mozaik Desa Campurdarat.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dan tidak keluar dari pokok pembahasan,

berikut peneliti akan menjelaskan sistematika pembahasan yang terdiri dari :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti mencoba menjelaskan gambaran

umum tentang arah pendampingan, sehingga diketahui

arah latar belakang pendampingan, fokus pendampingan,

tujuan pendampingan, dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORITIK

Pada bab ini peneliti ingin menyajikan tentang teori

pemberdayaan, teori pembelajaran, teori perubahan sosial

dan dakwah dalam perspektif pemberdayaan

BAB III : METODOLOGI DAN STRATEGI PENDAMPINGAN

Peneliti menyajikan konsep pengertian PAR

(23)

15

aksi dalam PAR, dan analisis stakeholder yang mana

adalah menjelaskan metodologi yang digunakan dalam

penelitian.

BAB IV : GAMBARAN UMUM DESA CAMPURDARAT

Dalam bab ini peneliti menyajikan secara mendalam

tentang aspek geografis Desa Campurdarat, aspek

demografis, aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek

agama dan kebudayaan, aspek kesehatan

BAB V : DINAMIKA PROSES PENDAMPINGAN

Dalam bab ini peneliti menyajikan sebuah data lapangan

apa yang menjadi masalah dan problem bagi masyarakat

pengrajin mozaik di Desa Campurdarat.

BAB VI : DINAMIKA PROSES AKSI

Dalam bab ini peneliti bekerjasama dengan instansi dinas

kesehatan atau Puskesmas Campurdarat untuk melakukan

pendidikan kritis tentang bahaya debu pemotongan batu.

BAB VII : REFLEKSI

Yakni peneliti menyajikan efektifitas program atau aksi

yang selama ini berjalan dan bagaimana kelanjutan dari

sebuah program tersebut.

BAB VIII : PENUTUP

(24)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Teori Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai

kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan kemampuan kita untuk

membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dengan

keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa

kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol.1 Pemberdayaan

merupakan upaya untuk membangun kemampuan masyarakat dengan

mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran masyarakat akan

potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi itu

menjadi tindakan nyata.

Dalam hal lain pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses yang

ditunjukkan untuk membantu klien memperoleh daya khusus untuk

mengambil keputusan dalam menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang

terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan diri dan

sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan

1

(25)

17

kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki,

antara lain transfer daya lingkungannya2.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya

kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau

kemampuan dalam :

1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

(freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukaan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan

2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat

meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan

jasa-jasa yang mereka perlukan.

3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang

mempengaruhi mereka.

Terdapat tiga jenis keberdayaan atas power (kuasa) yang

sesungguhnya dimiliki oleh setiap individu maupun kelompok. Kuasa atau

keberdyaan itu diantaranya adalah 1) keberdayaan/power/kuasa tas milik, 2)

keberdayaan/power/kuasa atas kelola, 3) kekuatan/power/kuasa atas manfaat.

Keberdayaan tersebut dalam kehidupan sosial sehari-hari terwujud dalam

bentuk “asset masyarakat”. Bisa berupa asset ekonomi, asset sosial, asset

lingkungan atau sumber daya alam, asset budaya, (ilmu pengetahuan dan

teknologi), asset politik, asset sumber daya manusia dan asset spiritual

lainnya. Asset-asset masyarakat tersebut berkaitan langsung dengan

2

(26)

18

kehidupan sehari-hari seperti masalah pangan, energi, air bersih, kesehatan,

pendidikan, lingkungan hidup, moral dan etika, serta aspek kehidupan

lainnya3.

Masyarakat atau sekelompok masyarakat dikatakan lemah dan tidak

berdaya bila mereka tidak memiliki tiga power/kuasa sama sekali asset yang

seharusnya mereka kuasai, atau mereka miliki, atau mereka kelola dan

mereka manfaatkan untuk dirinya. Ketidakberdayaan ini karena adanya pihak

lain yang menguasai, mengelola, memiliki dan memanfaatkan untuk

kepentingan lain, sehingga dengan demikian semakin hari kuasa mereka

semakin hilang, karena diambil atau dirampas kelompok sosial yang lain. Hal

inilah disebut sebagai proses pelemahan, atau proses ketidakberdayaan yang

terjadi pada masyarakat4.

Oleh karena itu untuk menciptakan kuasa masyarakat atas milik,

kelola dan manfaat asset mereka harus dilakukan pemberdayaan. Jadi

pemberdayaan adalah suatu proses menciptakan masyarakat untuk mampu

dan memiliki kuasa atas miliknya, kelola atas miliknya dan memanfaatkan

miliknya untuk sebesar-besarnya demi kesejahteraan mereka. Jadi secara

garis besar pemberdayaan merupakan proses menciptakan masyarakat, baik

individu maupun secara kelompok, untuk mampu secara mandiri mengatasi

segala persoalan yang dihadapinya, dan berkuasa atas segala aspek yang

terkait dengan kehidupannya, baik dari aspek sosial, ekonomi, politik,

lingkungan dan budaya mereka.

3

Agus afandi, dkk, Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013) Hal 136

4

(27)

19

Menurut Kieffer, pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang

meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi

partisipatif. Parson juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang

merujuk pada :

1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan

individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan

sosial yang lebih besar.

2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri,

berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial yang dimulai

dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian

melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut

untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang

masih menekan5

Pemberdayaan sangatlah penting dilakukan bagi semua masyarakat,

khususnya bagi masyarakat yang tertindas atas hak-hak dasarnya. Dengan

adanya pemberdayaan, maka masyarakat akan mempunyai kemampuan atau

kekuasaan atas dirinya untuk mewujudkan kehidupan yang adil bagi dirinya.

Seperti halnya para pekerja pemotong batu dan pengrajin mozaik yang ada di

Campurdarat, selama ini mereka hanya bekerja sesuai dengan keinginan

majikannya, dimana setiap harinya mereka memotong batu yang besar,

setelah itu mereka merangkai batu yang sudah di potong menjadi kerajinan

5

(28)

20

yang sangat indah yakni keramik mozaik, akan tetapi pekerjaan itu tidaklah

mudah dikerjakan karena setiap harinya mereka harus berjibaku dengan debu

hasil pemotongan batu tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) dimana

akan fatal akibatnya bagi kesehatan mereka apabila tidak memperhatikan

bahaya debu serpihan pemotongan batu tersebut.

Kesehatan para pekerja pemotong batu dan pengrajin mozaik serta

masyarakat semestinya lebih diperhatikan, karena setiap manusia berhak

untuk hidup dan memiliki kesehatan kenyataannya tidak semua orang

memperoleh atau mampu memiliki derajat kesehatan yang optimal karena

berbagai masalah, sepeti kesehatan lingkungan yang buruk, sosial ekonomi

yang rendah, yang menyebabkan tidak terpenuhinyakebutuhan-kebutuhan

primer untuk hidup dalam memenuhi kebutuhan gizi, pemeliharaan

kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya.

Undang-undang No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan

Bab I pasal 2 disebutkan, yang dimaksud kesehatan dalam undang-undang ini

ialah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan social, dan

bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kematian. Apa

yang disebutkan di dalam undang-undang tersebut adalah sesuai dengan

definisi kesehatan dari WHO yang berbunyi Health is a state of complete

(29)

21

mempunyai hak untuk hidup sehat.6 Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan

seni dalam mencegah penyakit, memperpanjang hidup manusiadan

mempertinggi derajat kesehatan serta efisiensi melalui usaha-usaha

masyarakat yang terorganisir untuk menciptakan lingkungan hidup yang

sehat, memberantas penyakit menular, pendidikan dalam soal-soal kebersihan

perorangan. Itu semua dilakukan karena setiap warga Negara mempunyai hak

untuk hidup sehat dan berumur panjang.7

Tujuan kesehatan masyarakat adalah baik dalam bidang promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitative adalah agar setiap warga Negara dapat

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya baik fisik,

mental, social, serta diharapkan berumur panjang.8 Nyata sekali usaha

kesehatan masyarakat mempunyai ruang lingkup yang luas, yakni meliputi

semua kegiatan atau usaha yang ditujukan untuk melindungi dan

mempertinggi nilai kesehatan masyarakat dan dikerjakan secara terorganisir

dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif di dalam

menyelenggarakan usaha-usaha kesehatan tersebut.

B. Teori Pembelajaran

Dalam mewujudkan masyarakat yang sadar dan sehat akan dirinya

diperlukan adanya dorongan dari dirinya sendiri. Dorongan merupakan

kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan.

6

Dra. Endyah Murniati, S. Psi, M.B.A, Aku Tahu Tentang Cara Hidup Sehat 1, (Surabaya: Duta Graha Pustaka, 2008) Hal 11

7

Ibid, Hal 12

8

(30)

22

Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan

harapan atau pencapaian tujuan.9 Dorongan tersebut bisa terjadi setelah

individu mau belajar dalam memahami masalah atau untuk sekedar

menambah ilmu.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital

dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Belajar dirasakan sebagai

suatu kebutuhan yang vital karena makin pesatnya kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan pada

segenap aspek kehidupan manusia. Tanpa belajar, manusia akan mengalami

kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Demikian belajar

menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi sepanjang usia manusia sejak

lahir hingga ahir hayatnya.10

Melihat realita yang ada yang dialami oleh para pekerja pemotong

batu pengrajin mozaik dan masyarakat sekitar pembuatan keramik mozaik,

salah satu alternatif bagi mereka adalah memberikan pendidikan kritis tentang

kesehatan, dimana selama ini mereka hanya diam dengan keadaan yang

mereka alami yakni setiap harinya berjibaku dengan debu pemotongan batu.

Pekerja pemotong batu dan pengrajin keramik mozaik selama ini

hanya pasrah dengan keadaan yang mereka alami, yakni bekerja tidak

menggunakan alat pelindung diri karena tidak disediakan oleh pengusaha, dan

hampir setiap hari menghirup udara yang kurang bagus yaitu debu dari

9

Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : PT Rineka Cipta 1999) Hal. 25

10

(31)

23

pemotongan batu. Freire menjelaskan proses tersebut dengan analisis

kesadaran atau pandangan hidup masyarakat terhadap diri mereka sendiri

yang digolongkan menjadi 3 tipologi kesadaran11, yaitu :

1. Kesadaran magis (magical consciousness). Adalah sebuah keadaan

dimana seorang manusia tidak mampu memahami realitas di sekitarnya

sekaligus dirinya sendiri. Bahkan dalam menghadapi kehidupan

sehari-harinya ia lebih percaya pada kekuatan takdir yang telah menentukan dan

melihat kebenaran sebagai dogma (fatalis). Semua adalah kehendak

Tuhan. Dalam kesadaran magis, orang lebih mengarahkan penyebab

masalah dan ketidakberdayaan dengan faktor-faktor di luar manusia, baik

natural maupun supranatural. Mereka sadar mereka melakukan sesuatu

tetapi tidak mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mengubahnya.

Akibatnya, bukannya melawan atau mengubah realitas di mana mereka

hidup, mereka justru menyesuaikan diri dengan realitas yang ada.

Individu meyakini bahwa kebodohan adalah sesuatu yang sudah melekat

pada dirinya.

2. Kesadaran naif (naivalconsciousness). Keadaaan yang dikategorikan

dalam kesadaran ini adalah lebih melihat aspek manusia sebagai akar

permasalahan masyarakat. Adalah keadaan dimana seseorang mulai

mengerti akan adanya permasalahan namun kurang bisa menganalisa

persoalan-persoalan sosial tersebut secara sistematis. Apabila dikaitkan

11

(32)

24

dengan pendidikan, maka pendidikan dalam konteks ini tidak pernah

mempertanyakan keabsahan sebuah sistem dan struktur yang salah.

3. Kesadaran kritis (critical consciouness). Adalah sebuah keadaan dimana

seseorang mampu berpikir dan mengidentifikasi bahwa masalah yang

dihadapi harus ditelaah secara lebih dalam, bukan berfokus kepada

individu-individu penindas yang menyimpang, tetapi kepada sistem yang

menindas. Paradigma kritis dalam perubahan sosial memberikan ruang

bagi masyarakat untuk mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam

sistem dan struktur yang ada kemudian mampu melakukan analisis

bagaiman sistem dan struktur itu bekerja serta bagaimana

mentransformasikannya

Kesadaran kritis dalam hal ini sangatlah diperlukan bagi para pekerja

pemotong batu dan pengrajin mozaik untuk bisa keluar dari keadaan yang

menindas mereka selama ini. Oleh karena itu masyarakat haruslah

mempunyai kesadaran kritis dengan keadaan yang dihadapinya, yakni

kesadaran lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah.12

Teori sosial kritis berpandangan bahwa dominasi bersifat struktural, yakni

kehidupan masyarakat sehari-hari dipengaruhi oleh institusi sosial yang lebih

besar. Teori sosial kritis mengungkap struktur ini untuk membantu

masyarakat dalam memahami akar global dan rasional penindasan yang

mereka alami.13 Cita-cita akan keadilan sosial mustahil dapat dicapai tanpa

12

Ibid, Hal. 32

13

(33)

25

melibatkan kesadaran mereka yang tertindas untuk terlibat dalam aksi refleksi

kritis.14

Pemikiran kritis yakni dimana masyarakat dapat melihat diri mereka

sendiri serta situasi sosial yang menekan kehidupan mereka. Salah satu

program yang tepat untuk bisa mengurai itu semua ialah dengan program

pendidikan kritis tentang kesehatan, dimana pendidikan ini di dalamnya

terdapat dialog antara para pengrajin mozaik, pemotong batu, pengusaha,

peneliti dan dari dinas kesehatan terkait yakni Puskesmas untuk menjawab

masalah yang dialami oleh para pekerja setiap harinya. Masalah tersebut

harus datang dari masyarakat bukan dari peneliti. Begitu mendesaknya

masalah yang harus segera dipecahkan sehingga kalau tidak ada jalan

keluarnya, maka hal tersebut akan semakin menyiksa kehidupan mereka.

Secara sederhana pendidikan memberikan arti sebagai suatu proses

perubahan perilaku dari yang tidak tahu menjadi tahu. Proses ini dapat

ditempuh melalui pendidikan formal dan non formal, karena jalur pendidikan

secara umum tidak mengenal deskriminasi terhadap siapapun. Pendidikan

dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya,

pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun

orang lain selama ia hidup. Pendidikan dimulai dari bayi sampai dewasa dan

berlanjut sampai mati, yang memerlukan berbagai metode dan

sumber-sumber belajar15.

14

Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Hal. 94

15

(34)

26

Pendidikan orang dewasa atau lebih dikenal dengan pendekatan

andragogi merupakan pendekatan yang menempatkan peserta belajar sebagai

orang dewasa. Dibalik pengertian ini, Knowles mendefinisikan andragogi

secara terminologis bahwa andragogy is the art and science of helping adult

learn (andragogi adalah seni dan ilmu membantu orang dewasa untuk

belajar). Tampak jelas Knowles menghargai independensi sekaligus

kapabilitas orang dewasa untuk belajar, sehingga posisi pendidik dalam

andragogi hanya sekedar membantu atau memfasilitasi mereka belajar. Laird

mendefinisikan andragogi sebagai ilmu tentang orang dewasa belajar.

Sedangkan menurut M. Saleh Marzuki yang dikutip oleh Rosidin menilai

andragogi sebagai proses bantuan terhadap orang dewasa agar dapat belajar

secara maksimal. Maka kesimpulannya andragogi adalah seni dan ilmu

tentang bagaimana membantu orang dewasa belajar. Adapun wujud

bantuannya pasti berbeda dengan anak, karena karakteristik yang berbeda

antara keduanya16.

Murid sebagai orang dewasa diasumsikan memiliki kemampuan aktif

untuk merencanakan arah, memilih bahan dan materi yang dianggap

bermanfaat, memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan

menyimpulkan serta mampu mengambil manfaat pendidikan. Fungsi guru

adalah sebagai fasilitator, dan bukan menggurui. Oleh karena itu relasi antara

guru dan murid bersifat multicommunication17.

16

Rosidin, Konsep Andragogi dalam Al-Qur’an (Sentuhan Islami pada Teori dan Praktik Pendidikan Orang Dewasa) (Malang : Litera Ulul Albab, 2013) Hal. 21

17

(35)

27

Pada metode pendidikan orang dewasa dikenal satu model daur

belajar yang menggunakan prinsip pendekatan partisipatif. Yakni

menggunakan pengalaman dan pengetahuan partisipan itu sendiri untuk

diproses dalam mendorong transformasi pemahaman baru yang akan

membawa hasil perubahan pengetahuan dan sikap dari partisipan itu sendiri.

Pada kenyataannya metode seperti itu justru yang menimbulkan nuansa lain

dalam belajar sekaligus merupakan tantangan bagi pelatih, pemandu atau

fasilitator yang ingin mendorong semangat belajar partisipannya. Fasilitator

harus mampu mendesain model belajar yang sama sekali berbeda dengan

biasanya yang selalu dianggap lazim, jika ingin berperan sebagai faktor

pendorong terjadinya perubahan18.

Dalam perspektif kritis, pendidikan harus mampu menciptakan ruang

untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk

transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah

“memanusiakan” kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena

sistem dan struktur yang tidak adil. Menurut Freire, dengan aktif bertindak

dan berpikir sebagai pelaku, dengan terlibat langsung dalam permasalahan

yang nyata, dan dalam suasana yang dialogis, maka pendidikan kaum

tertindas dapat menumbuhkan kesadaran yang menjauhkan seseorang dari

“rasa takut akan kemerdekaan”19

.

Pembebasan dan pemanusiaan manusia, hanya bisa dilakukan dalam

artian jika seseorang memang benar-benar telah menyadari realitas dirinya

18

Ibid Hal. 50

19

(36)

28

sendiri dan dunia sekitarnya. Jadi sangatlah mustahil memahamkan seseorang

bahwa ia harus mampu memahami realitas dirinya dan dunia sekitarnya

sebelum dirinya sendiri benar-benar sadar bahwa kemampuan itu adalah

fitrah kemanusiaan serta pemahaman itu sendiri adalah penting dan memang

mungkin baginya.

Maka proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari

proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak

boleh berhenti, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas,

dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif” sampai ke

tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran

tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran” (the consice of the

consciouness).20

C. Teori Perubahan Sosial

Menurut Roy Bhaskar yang dikutip oleh Agus Salim, perubahan sosial

biasanya terjadi secara wajar, gradual, bertahap, serta tidak pernah terjadi

secara radikal atau revolusioner, proses perubahan sosial meliputi proses

reproduction dan proses transformation. Proses reproduction yaitu proses

mengulang-ulang, menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai

warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya, dalam hal ini meliputi

bentuk warisan budaya yang kita miliki. Transformation merupakan suatu

proses masa depan yang menjadi ancangan perilaku manusia, yang sebetulnya

20

(37)

29

dasar perilaku strukturalnya telah tertanam pada masa sekarang dan masa

lalu. Proses transformation adalah suatu proses penciptaan hal baru yang

dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berubah adalah aspek

budaya yang sifatnya material sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit

sekali diadakan perubahan. 21

Tranformasi sosial diperlukan dalam masyarakat untuk adanya suatu

perubahan. Adanya tranformasi juga sering dikaitkan dengan perubahan

sosial. Begitu pula yang terjadi di masyarakat. Hal ini dilakukan agar tujuan

yang diinginkan bersama tercapai, setiap masyarakat pasti mempunyai

impian-impian yang diinginkan untuk kehidupan ke depannya karena

bayangan masa depan akan mengarahkan jalannya perubahan dalam

masyarakat. Adanya impian tersebut mengakibatkan masyarakat mengerti apa

yang mereka inginkan dan mereka butuhkan.

D. Dakwah dalam Perspektif Pemberdayaan

Islam adalah agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk

senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat

Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah. Untuk

gerakan dakwah dituntut secara maksimal agar mampu melakukan dakwah bi

al-hal (dalam bentuk nyata). Dalam melakukan dakwah bi al-hal pendekatan pemberdayaan masyarakat dapat dijadikan salah satu pilihan tepat dalam

pendampingan ini. Pemberdayaan mempunyai filososfi dasar sebagai suatu

21

(38)

30

cara mengubah masyarakat dari yang tidak mampu menjadi berdaya, baik

secara ekonomi, sosial, kesehatan maupun budaya.

Dakwah pemberdayaan masyarakat dalam hal ini prinsip-prinsip yang

harus terpenuhi diantaranya:

1. Prinsip kebutuhan, artinya program dakwah harus didasarkan atas dan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini tidak

hanya dipahami sebagai kebutuhan fisik material, tetapi juga non material.

2. Prinsip partisipatif, prinsip ini penekanannya pada keterlibatan masyarakat

secara aktif dalam proses dakwah, mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pergerakan, penilaian dan pengembangannya.

3. Prinsip keterpaduan, mencerminkan adanya upaya untuk memadukan

seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat.

4. Prinsip berkelanjutan, prinsip ini menekankan bahwa dakwah itu harus

berkelanjutan yang tidak dibatasi waktu.

5. Prinsip kemampuan sendiri, menegaskan bahwa kegiatan dakwah

pemberdayaan masyarakat disusun dan dilaksanakan berdasarkan

kemampuan dan sumber-sumber (potensi) yang dimiliki masyarakat.

Keterlibatan pihak lain baik perorangan atau kelompok hanyalah bersifat

sementara yang berfungsi sebagai fasilitator dan transformasi nilai Islam.22

Ditinjau dari segi bahasa, dakwah berarti panggilan, seruan, atau

ajakan23. Sedangkan dakwah tersebut berasal dari kata bahasa arab da’a yad’u

22

http://binainsanikebumen.blogspot.co.id. Diakses pukul 20:40 WIB tanggal 20 Mei 2016

23

(39)

31

yang bentuk masdarnya adalah da’watan. Ditinjau dari segi istilah, banyak

dijumpai pendapat tentang definisi dakwah antara lain :

1. Syaikh Ali Mahfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin sebagaimana

yang dikutip oleh Prof. Dr. Moh. Ali Aziz24

لجأا لجاعلا ة اعسب ا فيل كنملا نع نلا ف عملاب مأا لا ي لا لع سانلا ّثح

“Menyeru manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyeru mereka untuk berbuat kebajikan dan mencegah mereka dari perbuatan mungkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat”

2. Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa “Dakwah Islam sebagai

upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar

sesuai dengan perintah Tuhan untuk keselamatan di dunia dan akhirat25.

3. Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa “Dakwah adalah mengajak umat

manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah

dan Rasul-Nya26.

4. Prof. Dr. Hamka, “dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu

pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak

pada aktivitas yang memerintah amar ma’ruf nahi munkar”27

.

5. Syaikh Abdul Ba’alawi mengatakan bahwa “dakwah adalah mengajak

membimbing dan memimpin orang yang belum mengerti atau sesat

jalannya dari agama yang benar untuk dialihkan ke jalan ketaatan kepada

24

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta : Prenanda Media Group, 2009) Hal. 11

25

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta : Rajawali Press, 2012) Hal. 1

26

Ibid Hal. 2

27

(40)

32

Allah menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka berbuat buruk

agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat”28

.

Dari beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli tersebut, maka

pengertian dakwah dapat disimpulkan bahwa panggilan Allah untuk

menyerukan kebaikan di jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat,

seruan itu diwajibkan kepada setiap muslim baik laki-laki maupun

perempuan.

Di era modern saat ini, dakwah tidak hanya dibatasi sebagai ceramah

atau khutbah (dakwah billisan) melainkan kegiatan nyata yang dapat

meningkatkan harkat dan martabat kehidupan (dakwah bilhaal). Karena

dakwah dengan metode ceramah saja dirasa sekarang kurang begitu kondusif

tanpa diiringi dengan tindakan yang dapat meningkatkan kehidupan sejahtera.

Model-model pengembangan masyarakat dan pemberdayaan

masyarakat sangatlah penting karena melihat akan realita yang menimpa umat

islam saat ini. Secara etimologi pengembangan adalah membina dan

meningkatkan kwalitas. Secara terminologi pengembangan masyarakat Islam

adalah mentranformasikan dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam

kehidupan keluarga (usroh). Kelompok sosial (jama’ah), dan masyarakat

(ummah). Dengan demikian pengembangan masyarakat Islam merupakan model empiris pengembangan perilaku individu dan kolektif dalam dimensi

amal soleh, dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh

masyarakat. Sasaran individu yakni individu muslim, dengan orientasi

28

(41)

33

sumber daya manusia. Sasaran komunal adalah kelompok atau komunitas

muslim dengan orientasi pengembangan sistem masyarakat. Sasaran

institutional adalah organisasi Islam dan pranata sosial kehidupan dengan

orientasi pengembangan kwalitas dan islamitas kelembagaan29.

29

(42)

BAB III

METODE DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN

A. Metode Penelitian Pemberdayaan

Penelitian ini menggunakan metode PAR (Participatory Action

Research). Adapun pengertian riset aksi menurut Corey adalah proses dimana kelompok sosial berusaha melakukan studi masalah mereka secara ilmiah

dalam rangka mengarahkan, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan

tindakan mereka.

Definisi Participatory Action Research (PAR) menurut Yoland

Wadworth, PAR adalah istilah yang menyangkut seperangkat asumsi yang

mendasari paradigma baru ilmu pengetahuan tradisional atau kuno.

Asumsi-asumsi baru tersebut menggarisbawahi arti pentingnya proses sosial dan

kolektif dalam mencapai kesimpulan mengenai “apa kasus yang sedang

terjadi” dan “apa implikasi perubahannya” yang dipandang berguna oleh

orang-orang yang berada pada situasi problematis, dalam mengantarkan untuk

melakukan penelitian awal.1

Pada dasarnya PAR merupakan penelitian yang melibatkan secara

aktif semua pihak-pihak yang relevan dalam mengkaji tindakan yang sedang

berlangsung dalam rangka melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang

lebih baik. Untuk itu harus ada refleksi kritis terhadap sejarah, politik,

ekonomi, geografis, dan konteks lain yang terkait. Yang mendasari PAR

1

(43)

35

adalah kebutuhan peneliti untuk mendapatkan perubahan kesehatan para

pekerja pengrajin mozaik. PAR memiliki tiga kata yang selalu berhubungan

satu sama lain, yaitu partisipasi, riset dan aksi. Semua riset harus

diimplementasikan dalam aksi. Riset mempunyai akibat-akibat yang

ditimbulkan. Segala sesuatu berubah sebagai akibat dari riset.

Dalam pemberdayaan kesehatan pengrajin keramik mozaik di

Campurdarat, peneliti menggunakan metode PAR karena metode ini sangat

relevan dengan keadaan yang dialami oleh para pekerja pemotong batu dan

pengrajin keramik mozaik untuk bisa ikut terlibat secara langsung untuk

mendapatkan perubahan yang baik yaitu perubahan kesehatan yang dialami

oleh para pekerja dari sakit pernafasan dan juga paru-paru. Semua perubahan

akan terjadi apabila ada partisipasi aktif dari semua elemen yang terlibat, baik

para pekerja pemotong batu dan pengrajin mozaik, para pemilik usaha

kerajinan keramik mozaik, aparat pemerintah desa, masyarakat dan juga dari

intansi kesehatan desa yaitu Puskesmas Campurdarat.

Riset sangat dibutuhkan dalam pemberdayaan kesehatan para

pengrajin mozaik ini, dengan adanya riset dapat memudahkan peneliti untuk

bisa menlakukan langkah-langkah atau aksi-aksi yang sesuai dengan apa yang

dibutuhkan oleh masyarakat dan untuk melancarkan sebuah aksi tidak akan

lepas dari peran aktif dari semua pihak untuk merefleksikan semua yang telah

di rencanakan pada aksi tersebut.

Adapun tahap-tahap PAR yang menjadi landasan dalam cara kerja

(44)

36

datang dari rakyat. Lebih hematnya dapat dirancang dengan suatu daur gerakan

sosial sebagai berikut2:

1. Pemetaan Awal (Preleminary Mapping)

Pemetaan awal sebagai alat untuk memahami realitas problem dan

relasi sosial yang terjadi. Dengan demikian akan memudahkan masuk

dalam komunitas baik melalui key people (kunci masyarakat) maupun

komunitas akar rumput yang sudah terbangun, seperti kelompok

keagamaan, kelompok kebudayaan, maupun kelompok ekonomi. Dalam

hal ini pemetaan awal yang dilakukan peneliti adalah memahami

karakteristik pengrajin keramik mozaik yaitu keadaan bapak-bapak dan

ibu-ibu pengrajin keramik mozaik, karena merekalah yang lebih

mengetahui keadaan diri mereka.

2. Membangun Hubungan Kemanusiaan

Peneliti melakukan inkulturasi dan membangun kepercayaan (trust

building) dengan para pengrajin keramik mozaik sehingga terjalin hubungan yang setara dan saling mendukung. Peneliti dan para pengrajin

keramik mozaik bisa menyatu menjadi sebuah simbiosis mutualisme untuk

melakukan riset, belajar memahami masalahnya, dan memecahkan

persoalan secara bersama-sama (partisipatif).

2

(45)

37

3. Penentuan Agenda Riset

Bersama warga, peneliti mengagendakan program melalui teknik

Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk memahami persoalan para pengrajin keramik mozaik yang selanjutnya menjadi alat perubahan sosial.

4. Pemetaan Partisipatif (Participatory Mapping)

Bersama warga melakukan pemetaan wilayah, maupun persoalan

yang dialami para pengrajin keramik mozaik. Dalam hal ini, peneliti

bersama warga melakuakan pemetaan di Desa Campurdarat.

5. Merumuskan Masalah Kemanusiaan

Warga merumuskan masalah mendasar hajat hidup kemanusiaan

yang dialaminya. Seperti persoalan pangan, papan, kesehatan, pendidikan,

energi, lingkungan hidup, dan persoalan utama kemanusiaan lainnya.

Dalam hal ini peneliti bersama warga serta beberapa pengrajin mozaik

merumuskan permasalahan yang mendasar dialami oleh para pengrajin

mozaik.

6. Menyusun Strategi Gerakan

Warga menyusun strategi gerakan untuk memecahkan problem

kemanusiaan yang telah dirumuskan. Menentukan langkah sistematik

pihak yang terlibat (Stakeholders), dan merumuskan kemungkinan

keberhasilan dan kegagalan program yang direncanakan serta mencari

jalan keluar apabila terdapat kendala yang menghalangi keberhasilan

(46)

38

7. Pengorganisasian Masyarakat

Warga didampingi peneliti pranata-pranata sosial. Baik dalam

bentuk kelompok-kelompok kerja, maupun lembaga-lembaga masyarakat

secara nyata bergerak memecahkan problem sosial secara simultan.

Demikian pula membentuk jaringan-jaringan antar kelompok kerja dengan

lembaga-lembaga lain yang terkait dengan program aksi.

8. Melancarkan Aksi Perubahan

Aksi memecahkan problem dilakukan secara simultan dan

partisipatif. Program pemecahan persoalan sosial bukan sekedar untuk

menyelesaikan persoalan itu sendiri, tetapi merupakan proses

pembelajaran para pengrajin mozaik, sehingga terbangun pranata baru

dalam komunitas dan sekaligus memunculkan community organizer

(pengorganisir dari masyarakat) dan ahirnya akan muncul local leader

(pemimpin lokal) yang menjadi pelaku dan pemimpin perubahan.

9. Membangun pusat-pusat belajar masyarakat

Pusat-pusat belajar dibangun atas dasar kebutuhan

kelompok-kelompok komunitas yang sudah bergerak melakukan aksi perubahan

pusat belajar merupakan media komunikasi, riset, diskusi, dan segala

aspek untuk merencanakan, mengorganisir dan memecahkan problem

sosial.

10.Refleksi (Teorisasi Perubahan Sosial)

Peneliti bersama warga merumuskan teoritisasi perubahan sosial,

(47)

39

Refleksi teoritis dirumuskan secara bersama, sehingga menjadi sebuah

teori akademik yang dapat dipresentasikan ke khalayak publik sebagai

pertanggungjawaban. Dalam hal ini, peneliti masih dalam perencanaan

sehingga dalam merefleksikan hasil dari program tersebut belum ada.

11.Meluaskan Skala Gerakan dan Dukungan

Keberhasilan program PAR tidak hanya diukur dari hasil kegiatan

selama proses, tetapi juga diukur dari tingkat keberlanjutan program

(sustainability) yang sudah berjalan dan munculnya pengorganisir masyarakat serta pemimpin lokal yang melanjutkan program untuk

melakukan aksi perubahan. Oleh sebab itu, bersama warga peneliti

memperluas skala gerakan dan kegiatan. Dalam hal ini, peneliti harus

melibatkan local leader yang berperan dalam proses perubahan sosial

dengan demikian masyarakat akan bisa belajar sendiri, melakukan riset,

dan memecahkan problem sosialnya secara merata mandiri.

B. Strategi Pemberdayaan

Proses riset pendampingan dengan menggunakan metode PAR perlu

adanya strategi pendampingan yang harus dilakukan. Strategi pendampingan

ini merupakan proses yang dilakukan sebagai pendekatan sehingga proses

riset, pembelajaran dan pemecahan teknis dari problem sosial komunitas

(48)

40

masyarakat. Strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan di lapangan,

diantaranya ialah3:

1. Mengetahui Kondisi Masyarakat (To Know)

Tahapan pertama ini merupakan proses inkulturasi atau membaur

dengan masyarakat. Peneliti melakukan observasi dan membaur dengan

masyarakat Desa Campurdarat agar mengetahui kondisi masyarakat,

rutinitas masyarakat dan hal-hal yang berhubungan dengan

kegiatan-kegiatan yang ada di dalam masyarakat Campurdarat.

2. Memahami Masyarakat (To Understand)

To understand merupakan tahapan yang bertujuan untuk memahami persoalan utama komunitas. Langkah-langkah yang ditempuh

untuk memahami masalah masyarakat dengan melalui Focus Group

Discusion (FGD).

Peneliti mulai melakukan diskusi bersama masyarakat untuk

memahami permasalahan yang sedang terjadi. Pemahaman itu

semata-mata hanya untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat tentang kondisi

atau masalah yang terjadi dalam masyarakat Desa Campurdarat .

3. Merencanakan Dengan Masyarakat (To Plan)

Tahapan To Plan bisa disebut dengan tahapan untuk merencanakan

aksi pemecahan masalah. Setelah melakukan tahapan FGD dengan

masyarakat, pendamping dan masyarakat melakukan perencanaan program

3

(49)

41

untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat

Desa Campurdarat.

4. Melakukan Aksi (To Action)

To Action adalah melakukan aksi untuk memecahkan masalah yang ada pada masyarakat. Peneliti melaukan aksi program yang sudah

direncanakan dengan masyarakat. Peneliti melakukan aksi ini tidak

terlepas dengan peran aparat Desa Campurdarat dan local leader agar

program ini bisa berkelanjutan lagi untuk masyarakat Campurdarat.

C. Subyek Dampingan

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah di Dusun

Campurjanggrang Desa Campurdarat Kecamatan Campurdarat Kabupaten

Tulungagung Jawa Timur. Peneliti dalam hal ini memfokuskan

pendampingan pada para pengrajin mozaik dan pekerja pemotong batu yang

ada di Dusun Campurjanggrang, yang mana mereka selama ini hanya bisa

diam dengan keadaan yang dialami, yakni berjibaku dengan debu

pemotongan batu besar dan sangat beresiko bagi kesehatan dan keselamatan

mereka tanpa disediakan alat pelindung diri (APD) oleh pemilik usaha

keramik mozaik.

D. Analisis Stakeholder (Pihak-Pihak yang Terkait)

(50)

42

peneliti melakukan pemberdayaan. Informan sendiri adalah pihak yang dapat

memberikan informasi-informasi tentang gejala-gejala yang terlihat dan

diartikan sesuai dengan kebudayaan yang mereka punyai. Informan dibagi

menjadi dua yaitu informan kunci dan informan biasa, informan kunci adalah

seseorang pembicara asli yang mempunyai status sebagai orang yang

memiliki pengetahuan luas tentang daerahnya, kebiasaan penduduknya, dan

juga dianggap sebagai tokoh oleh penduduk di daerah tersebut. Sedangkan

informan biasa adalah penduduk setempat sebagai pelaku dari kebiasaan di

daerah yang bersangkutan dan dikategorikan berdasarkan status yang

diperolehnya seperti pengkategorian jenis kelamin, usia, pekerjaan dan

sebagainya4.

Riset pendampingan ini akan sangat mudah dan lancar apabila di

dalamnya terdapat peran stakeholders (pihak-pihak yang terkait) yang selalu

aktif membantu, pihak-pihak yang terkait dalam hal ini di antaranya:

1. Perangkat Desa Campurdarat

Peran dari perangkat

Gambar

  Gambar 4.1 Peta Desa Campurdarat
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan Pasal 25 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 18 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa, pedoman penyusunan

Berdasarkan Hasil Evaluasi Penawaran Pekerjaan Jasa Penyediaan E.O (Event Organizer) Pelaksanaan POPPROV XIV Kaltim, maka kami Pokja 18 Unit Layanan Pengadaan Pemerintah

Melalui diskusi internal yang telah dilakukan, maka dapat terlihat sebuah alur permasalahan yang muncul, tetapi ketika perusahaan masih kurang mengerti terkait

Namun ada juga beberapa informan jemaat di GKPI Padang Bulan yang cukup keberatan dengan gaya busana jemaat yang termasuk busana terbuka di gereja dengan alasan tidak sopan dan

Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan sebagai jaminan pengembalian utang bagi nasabah pembiayaan bermasalah hasilnya tidak signifikan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah bagaimana model persediaan barang yang mengalami deteriorating

Pokja Pusat Survei Geologi pada ULP Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses kegiatan belajar yang melibatkan berbagai komponen, yaitu guru, siswa, tujuan, materi, strategi