ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP DOUBLE BONUS
PADA OPERASIONAL HALAL NETWORK HERBA PENAWAR
ALWAHIDA INDONESIA DI KECAMATAN KRIAN
KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh : Ita Nurmilasari NIM. C72213134
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) yang berjudul
‚Analisis Hukum Islam Terhadap Double Bonus Pada Operasional Halal Network
Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo‛ dengan rumusan masalah sebagai berikut; (1) Bagaimana praktik double bonus pada operasional halal network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo? (2) Bagaimana analisis hukum Islam
terhadap praktik double bonus pada operasional halal network Herba Penawar
Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo?
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara (interview) dan studi pustaka yang kemudian dianalisis dengan teknik
deskriptif dalam menjabarkan data tentang praktik double bonus pada operasional
halal network HPAI di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Selanjutnya data tersebut dianalisis dari perspektif hukum Islam dengan teknik kualitatif dalam pola pikir deduktif, yaitu dengan meletakkan norma hukum Islam sebagai rujukan dalam
menilai fakta-fakta khusus mengenai praktik double bonus pada operasional halal
network HPAI di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Praktik double bonus pada
operasional halal network HPAI di Kecamatan Krian terdapat agen aktif HPAI yang melakukan keagenan ganda dengan tujuan mendapatkan double bonus. Hal tersebut dilakukan dengan cara mendaftarkan keagenan lagi tetapi dengan menggunakan KTP dan nomor HP orang lain untuk mendapatkan Nomor ID keagenan lain. Dengan
begitu agen HPAI tersebut bisa mendapatkan double bonus yaitu Bonus Prestasi
Pribadi dan Bonus Prestasi Grup dari pembelanjaan yang dilakukannya setelah
diakumulasikan setiap bulannya. Menurut hukum Islam, praktik double bonus pada
operasional halal network HPAI di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo dapat
dilihat dari 2 aspek. Pertama, praktik peraturan larangan keagenan ganda terhadap
perolehan double bonus tidak sepenuhnya diterapkan, karena bertentangan dengan
asas amanah dan kemashlahatan. Kedua, jika dianalisis terhadap sah dan tidaknya
perolehan double bonus yang didapatkan, maka bonus tersebut tidak memenuhi
salah satu rukun dan syarat ju’a>lah yaitu ‘a>mil harus orang yang mampu
melaksanakan akad. Walaupun agen tersebut mampu melaksanakan pekerjaan, akan tetapi salah satu ID keagenan palsu yang didaftarkannya tidak melakukan pekerjaan apapun. Karena pada kenyataanya yang melakukan pekerjaan hanya satu agen saja tapi diatasnamakan ID keagenan lain yang dimilikinya.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 11
H. Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 21
F. Perbedaan Antara Akad Ju’a>lah dan Akad Ija>rah Atas
Pekerjaan ... 30
BAB III PRAKTIK DOUBLE BONUS PADA OPERASIONAL HALAL NETWORK HERBA PENAWAR ALWAHIDA INDONESIA (HPAI) DI KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO .... 37
A. Gambaran Umum tentang HPAI ... 37
7. Istilah-istilah Kepangkatan ... 46
B. Praktik Pendaftaran Keagenan dan Perolehan Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo... 48
1. Praktik Pendaftaran Keagenan ... 48
A. Praktik Double Bonus Pada Operasional Halal Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) Di Kecamatan
Krian Kabupaten Sidoarjo ... 64
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Double Bonus Pada Operasional Halal Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) Di Kecamatan Krian Kabupaten 68 1. Analisis Hukum Islam Terhadap Peraturan Larangan Keagenan Ganda tentang Praktik Double Bonus Pada Operasional Halal Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ... 68
2. Analisis Hukum Islam Terhadap Sah dan Tidaknya Double Bonus Pada Operasional Halal Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI)di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo ... 73
BAB V PENUTUP ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Bagan BPG ... 56
3.2 Bagan Penjelasan Generasi ... 57
3.3 Bagan Simulasi Jalur Kepangkatan ... 58
3.4 Bagan GED ... 59
3.5 Bagan DED ... 59
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan memiliki peranan
yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia dan
menggerakkan roda perekonomian dalam masyarakat. Bisnis selalu
berkaitan dengan membangun relasi dan kontrak antar individu ataupun
golongan yang berujung dengan adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak. Salah satu pola bisnis yang saat ini sangat marak dan berkembang
adalah bisnis dengan sistem Multi Level Marketing (MLM) yang
merupakan salah satu cabang dari direct selling (penjualan langsung)1.
Multi Level Marketing (MLM) adalah sebuah metode pemasaran
barang dan atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program
pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha
mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan
barang dan atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan di
dalam kelompoknya.2
1 Kuswara, Mengenal MLM Syariah dari Halal Haram, Kiat Berwirausaha, sampai dengan Pengelolaannya, (Depok: Qultum Media, 2005), 16.
2
Tidak bisa dipungkiri, bisnis Multi Level Marketing (MLM) cukup
berperan dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Bisnis ini
dapat diandalkan oleh masyarakat yang ingin mendapatkan penghasilan
tambahan sebagai usaha sampingan atau bahkan dijadikan sebagai
pekerjaan utamanya. Banyaknya penawaran bonus yang menggiurkan,
membuat banyak orang yang ikut bergabung untuk menjalankan bisnis
Multi Level Marketing (MLM). Apalagi dengan didukung oleh kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi yang sudah sangat maju membuat
bisnis Multi Level Marketing (MLM) ini berkembang sangat cepat dalam
pembentukan jaringannya.
Selain berkembangnya bisnis Multi Level Marketing (MLM) yang
sudah penulis jelaskan sebelumnya, dalam era globalisasi ini bisnis dengan
mengusung prinsip Syariah juga semakin berkembang pesat dan banyak
diminati oleh masyarakat. Berbagai macam bisnis di Indonesia berlabelkan
Syariah pun semakin sering kita temukan belakangan ini. Salah satunya
yaitu bisnis Multi Level Marketing (MLM) yang juga menggunakan prinsip
Syariah atau yang sering kita sebut dengan Halal Network. Dengan
berbisnis secara Syariah, mereka tidak hanya menjalankan bisnis yang halal
tetapi juga akan memperoleh keuntungan secara laba dan keberkahan dalam
3
Bisnis Multi Level Marketing (MLM) Syariah sangat prospektif dan
memiliki potensi besar untuk berkembang di masa depan. Hal ini
disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia adalah penganut agama
Islam. Apalagi semakin banyaknya perusahaan Multi Level Marketing
(MLM) Syariah yang banyak berkembang di Indonesia dan telah terdaftar
serta mendapatkan sertifikat DSN-MUI seperti TIENS, K-Link, UFO,
Nusantara Sukses Selalu, dan HPAI3 menjadikan bisnis tersebut sangat
efektif menarik masyarakat untuk ikut bergabung menjalankan bisnis Multi
Level Marketing (MLM) Syariah.
Perusahaan Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) adalah
perusahaan asal Malaysia yang berkembang di Indonesia dengan mengusung
sistem halal network atau yang biasa kita sebut dengan Multi Level
Marketing (MLM) Syariah dalam proses operasionalnya. Seperti
perusahaan yang menggunakan sistem Multi Level Marketing (MLM) pada
umumnya, perusahaan ini juga menerapkan sistem bonus yang
menitikberatkan pada kuantitas penjualan yang telah dicapai oleh para agen
atau member. Disamping itu bonus juga bisa didapatkan dari prestasi yang
telah dicapai karena telah menjadi pembimbing bagi anggota baru yang
bergabung menjadi membernya sampai member tersebut secara mandiri bisa
menjual banyak produk.
4
Dalam operasionalnya perusahaan Herba Penawar Alwahida Indonesia
(HPAI) menerapkan beberapa sistem bonus yang bisa didapatkan oleh para
agen tergantung pada prestasi yang telah dicapai. Bonus-bonus tersebut
dibagi menjadi 8 kategori, yaitu: Bonus Agenstok, Bonus Prestasi Pribadi
(BPP), Bonus Prestasi Group (BPG), Bonus Generasi Pangkat, Bonus
Gold-Diamon-Crown (GDC), Bonus Stabilitas Belanja (RSB), Royalti Kemajuan
Jaringan (RKJ), dan Royalti LED.
Karena banyaknya jenis bonus yang dapat diperoleh, maka dari itu
kecurangan terkadang bisa terjadi untuk menambahkan jumlah bonus yang
didapatkan sebagai member HPAI yaitu salah satunya menjadi agen ganda.
Agen ganda yang dimaksudkan disini yaitu seorang agen yang telah aktif
menjadi anggota dari HPAI akan tetapi agen tersebut mempunyai dua akun
dengan nama terdaftar yang berbeda dengan tujuan mendapatkan double
bonus. Dengan mendaftarkan KTP keluarga atau teman dan membuat surat
pernyataan untuk menggunakan akun bank atas nama agen yang
sebelumnya telah aktif menjadi anggota HPAI maka seseorang bisa menjadi
agen ganda. Dengan memakai akun bank yang sama maka perolehan bonus
juga akan menjadi dua kali lipat di rekening bank tersebut. Bonus yang
diperoleh dari pembelian untuk pribadi dan bonus prestasi yang didapatkan
5
agen baru tersebut untuk bisa secara mandiri menjual produk-produk dari
HPAI.
Berdasarkan dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang ‚Analisis Hukum
Islam Terhadap Double Bonus Pada Operasional Halal Network Herba
Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) Di Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo‛.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dimungkinkan dapat
muncul dalam penelitian ini, di antaranya yaitu:
a. Praktik Halal Network pada Herba Penawar Alwahida Indonesia
(HPAI) di Krian.
b. Pendaftaran Agen ganda yang dilakukan salah satu agen di Krian.
c. Pendapatan bonus yang diberikan kepada para agen.
d. Analisis Hukum Islam terhadap double bonus pada operasional Halal
Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan
6
2. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas dan hasil
penelitian ini dapat lebih terarah, maka penulis hanya mengkaji pada
masalah:
a) Praktik double bonus pada Operasional Halal Network Herba
Penawar Alwahidah Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo.
b) Analisis Hukum Islam terhadap double bonus pada operasional Halal
Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan
Krian Kabupaten Sidoarjo.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik double bonus pada operasional Halal Network Herba
Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo?
2. Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap double bonus pada
operasional Halal Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI)
7
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran tentang
topik yang diteliti oleh peneliti sebelumnya agar tidak terjadi pengulangan
atau duplikasi dari kajian peneliti atau yang telah ada.4
Setelah penulis melakukan penelusuran kajian pustaka, terdapat
beberapa skripsi yang terkait dengan judul penulis yaitu :
1. Skripsi yang ditulis oleh Beni Koiril Abdillah yang berjudul ‚Praktek
Sistem Bonus Dalam Perusahaan Herba Penawar Alwahida Indonesia
(HPAI)‛5. Skripsi ini membahas tentang penerapan bonus pada
perusahaan Herba Penawar Alwahida Indonesia kota Semarang belum
sepenuhnya memenuhi kriteria Ekonomi Islam, karena masih ada celah
dimana up-line bisa mendapat keuntungan bonus tanpa melakukan
kinerja kepemimpinan sebagai up-line dengan mengatasnamakan ridha.
Namun penerapan bonus pada perusahaan Herba Penawar Al-Wahida
Indonesia kota Semarang, telah memenuhi Fatwa Dewan Syariah
Nasional, No: 75/DSN-MUI/VII/2009, Tentang Pedoman Penjualan
Langsung Berjenjang Syariah (PLBS).
4 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknik Penulisan Skripsi, (Surabaya: Fakultas syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), 8.
5 Beni Khoiril Abdillah, Praktek Sistem Bonus Dalam Perusahaan Herba Penawar Alwahida
8
2. Skripsi yang ditulis oleh Bety Fadilah yang berjudul ‚Analisis Fatwa
DSN-MUI No: 75/DSN-MUI/VII/2009 Terhadap Sistem Operasional
Bisnis Multi Level Marketing (MLM) Kangzen Kenko Indonesia di
Surabaya‛.6 Skripsi ini membahas tentang sistem operasional Multi
Level Marketing (MLM) Kangzen Kenko Indonesia (KKI) di Surabaya
menggunakan sistem break away. Sistem ini mengembangkan
jaringannya mengutamakan kelebaran. Semakin banyak downline,
semakin besar bonus. Sistem ini memungkinkan downline untuk
melebihi upline-nya. Bonus member di awal karirnya kecil, maka
biasanya perusahaan seperti ini mengandalkan bonus perekrutan.
Sistem ini yang kemudian diadopsi oleh KKI dalam menjalankan
operasi bisnis MLM. KKI tidak menutup kemungkinan bahwa downline
akan berpenghasilan lebih besar daripada upline yang telah
mensponsorinya. Sedangkan pada analisis fatwa DSN MUI dapat
ditarik kesimpulan bahwa dikaitkan dengan 12 poin persyaratan MLM
yang tidak sesuai hanya excessive mark up dikarenakan kelebihan harga
yang terjadi tidak menjadi masalah karena setiap perusahaan berhak
mematok harga produk sesuai dengan bahan dan kegunaan dari produk
tersebut sedangkan yang sesuai dengan fatwa DSN MUI Nomor
6 Bety Fadilah, Analisis Fatwa DSN-MUI No: 75/DSN-MUI/VII/2009 Terhadap Sistem
9
75/DSN-MUI/VII/2009, adalah KKI memenuhi 11 dari poin indikator
fatwa DSN-MUI.
3. Skripsi yang ditulis oleh Nurman Najib yang berjudul ‚Pelaksanaan
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Umrah/Haji Plus PT.
Arminareka Perdana Cabang Surabaya (Prespektif Fatwa DSN-MUI
No: 75/DSN-MUI/VII/2009 Tentang Penjualan Langsung Berjenjang
Syariah) 7. Skripsi ini membahas tentang sistem Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah (PLBS) yang dipraktekkan oleh PT. Arminareka
Perdana cabang Surabaya tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
fatwa DSN-MUI No: 75/DSN-MUI/VII/2009. Ini terlihat bahwa dalam
akad yang digunakan yaitu: jual-beli (bai’), jua’la>h, ija>rah dan waka>lah
bil ujra>h, dan produk yang dijual adalah riil berupa jasa layanan
umrah/haji plus, pembagian bonus yang diberikan berdasarkan hasil
kerja para member, tidak ada eksploitasi secara sepihak, perekrutan
anggota baru dimaksudkan untuk memperluas jaringan, dan anggota
yang telah merekrut anggota baru maka harus memberikan training
berkaitan dengan sistem kerja di PT. Arminareka Perdana cabang
Surabaya.
7 Nurman Najib, Pelaksanaan Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Umrah/Haji Plus PT.
10
Dalam berbagai sumber yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
judul skripsi yang penulis bahas kali ini memiliki pokok permasalahan yang
berbeda dengan beberapa judul yang telah diuraikan di atas. Penulis
bermaksud meneliti praktik perolehan double bonus yang didapatkan
dengan menjadi agen ganda oleh seorang agen yang telah aktif menjadi
anggota di HPAI. Oleh karena itu penulis mencoba mengkaji permasalahan
tersebut dengan judul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Double Bonus pada
Operasional Halal Network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo‛.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui praktik double bonus pada operasional halal
network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan
Krian Kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui analisis Hukum Islam terhadap double bonus pada
operasional halal network Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI)
11
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian di atas, diharapkan dapat berguna baik secara teoritis
maupun praktis.
1. Secara Teoritis
Hasil dari penelitian ini dimaksudkan dapat dijadikan bahan ilmu
pengetahuan untuk menyusun hipotesis bagi penelitian berikutnya,
khususnya yang berkaitan dengan halal network atau yang biasa kita
sebut dengan Multi Level Marketing (MLM) Syariah.
2. Secara Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk dijadikan
pedoman hukum agar tidak terjadi penyimpangan terhadap peraturan
yang berlaku dalam hukum Islam pada penerapan operasional double
bonus di HPAI. Penulis juga mengharapkan penelitian ini sebagai
sumbangsih ilmu pengetahuan terhadap perusahaan HPAI untuk
menjadi perusahaan berbasis syariah yang lebih baik lagi.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah-istilah yang
terkandung dalam penelitian yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam
12
Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo‛ maka
perlu dijelaskan makna dari setiap istilah tersebut yakni sebagai berikut :
1. Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui
dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.8 Hukum
Islam yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu fiqh yang berkaitan
dengan ju’a>lah.
2. Double Bonus adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan
tertentu sebanyak dua kali lipat atas pencapaian hasil yang ditentukan
dari suatu pekerjaan yang belum pasti dapat dilaksanakan atau
dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.9 Double bonus yang
dimaksudkan penulis dalam penelitian ini yaitu bonus yang didapatkan
oleh agen aktif HPAI dari Bonus Prestasi Pribadi (BPP) dan Bonus
Prestasi Group (BPG) atau yang biasa disebut dengan bonus
kepemimpinan atas pembelian produk yang dilakukan oleh downline.
Bonus tersebut didapatkan dengan menjadi agen ganda yaitu seorang
agen yang telah aktif menjadi anggota HPAI akan tetapi agen tersebut
mempunyai dua akun dengan nama terdaftar yang berbeda. Akun
pertama dengan atas nama pribadi sebagai upline dan akun kedua atas
8 Tim Penyusun MKD, Studi Hukum Islam, (Surabaya: Uin Sunan Ampel Press, 2013), 44. 9 Muhamad Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT
13
nama orang lain untuk dijadikan downline. Akan tetapi akun downline
tersebut hanya sebatas atas nama saja dan yang menggunakan akun
downline tersebut yaitu pihak upline itu sendiri.
3. Operasional Halal Network adalah pedoman dalam melakukan suatu
kegiatan10 usaha Multi Level Marketing (MLM) yang didasarkan pada
prinsip-prinsip Syariah.11 Dalam penelitian ini penulis akan membahas
operasional halal network yang ada di perusahaan H{PAI. Dari
pendaftaran menjadi agen, perolehan bonus, serta produk-produk yang
dijual apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
4. HPAI adalah sebuah perusahaan halal network di Indonesia yang fokus
pada produk-produk herbal12 yang menjual produk obat-obatan herbal,
makanan dan minuman kesehatan, serta produk kosmetik dan
perawatan diri yang terjamin halalnya dengan dibuktikan dimilikinya
sertifikat DSN-MUI No. 002.36.01/DSN-MUI/IV/2015.
H. Metode Penelitian
Penelitian yang akan penulis laksanakan merupakan penelitian
lapangan (field research) dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang bertujuan untuk
10 www.kaskus.co.id/pengertian-operasional diakses pada 25 Februari 2017.
11 Kuswara, Mengenal MLM Syariah dari Halal Haram, Kiat Berwirausaha, sampai dengan Pengelolaannya…, 86.
14
menghasilkan data deskriptif yang berasal dari kata-kata lisan, dari
orang-orang, atau perilaku mereka yang diamati.13
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu agen Herba Penawar
Alwahida Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
2. Data yang dikumpulkan
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka dalam
penelitian ini data yang dikumpulkan yaitu data mengenai operasional
pada salah satu agen HPAI di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
sebagai berikut :
a. Data mengenai cara pendaftaran untuk menjadi anggota atau agen
HPAI.
b. Data mengenai perolehan bonus dengan bergabung menjadi agen
aktif di HPAI.
c. Data mengenai peraturan keagenan HPAI.
3. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field research) yang memfokuskan pada kasus
terjadi di lapangan dengan tahap merujuk pada konsep-konsep yang ada
seperti sumber dari kepustakaan maupun dari subyek penelitian sebagai
15
bahan data pendukung. Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer adalah jenis data yang diperoleh langsung dari
sumber asli14 dengan cara seperti wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Data ini diperoleh peneliti dari hasil wawancara dan
terjun ke lapangan dengan para pihak yang terlibat dalam kegiatan
halal network atau Multi Level Marketing (MLM) Syariah HPAI.
Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini
yaitu salah satu agen yang melakukan praktik menjadi agen ganda
HPAI, stokis halalmart, dan produk-produk HPAI di Kecamatan
Krian Kabupaten Sidoarjo.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh orang yang telah melakukan penelitian dari sumber-sumber
yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan-laporan
terdahulu.15 Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data
sekunder adalah literatur dan situs di internet yang berkenaan
dengan penelitian yang dilakukan untuk melengkapi dan
14 Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),
103.
16
memperkuat serta memberikan penjelasan mengenai
sumber-sumber data primer.16 Sumber data yang digunakan di antaranya
yaitu:
1) Al-Qur’an dan Al-Hadist
2) Wahbah Az-Zuhaili, Terjemahan Fiqih Islam Wa Adillatuhu
3) Kuswara, Mengenal MLM Syariah dari Halal Haram , Kiat
Berwirausaha, sampai dengan Pengelolaannya
4) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah
5) Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat
6) Abu Azzam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer
7) Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam
8) Panduan Sukses Herba Penawar Alwahida Indonesia
9) Fatwa DSN-MUI No: 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang akad
ju’a>lah
10) Beberapa bahan pustaka lain yang berhubungan atau
mendeskripsikan landasan teori.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam usaha untuk memperoleh data serta keterangan yang
diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
pengumpulan data sebagai berikut:
16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
17
a. Observasi
Teknik observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil
suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan
penelitian.17 Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara
sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan
gejala-gejala psikis untuk dilakukan pencatatan.18 Penggunaan teknik ini
dilakukan untuk melihat langsung proses operasional halal network
yang ada di salah satu agen HPAI di Krian.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui percakapan atau dialog tanya-jawab oleh peneliti
dan subyek penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
relevan yang dibutuhkan dalam penelitian.19 Metode ini digunakan
untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.20 Dalam
penelitian ini penulis mewawancarai salah satu agen HPAI yang
menjadi agen ganda di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, agen
stokis halalmart Krian, dan agen yang telah menjabat sebagai
Executive Director di Surabaya.
17 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif…, 247.
18 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 62. 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), 155.
18
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
melihat atau mencatat suatu laporan yang tersedia bisa berbentuk
tulisan atau gambar sebagai pelengkap data penelitian.21 Dalam
teknik ini, peneliti mendapatkan data-data yang berupa dokumentasi
seperti foto produk dan stokis halalmart HPAI, buku peraturan
keagenan HPAI, dan dokumen-dokumen lainnya sebagai
kelengkapan penelitian ini.
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah seluruh data terkumpul maka dilakukan analisis data
secara kualitatif dengan tahapan sebagai berikut :
a. Editting, merupakan salah satu upaya untuk memeriksa kelengkapan
data yang dikumpulkan. Teknik ini digunakan untuk meneliti
kembali data-data yang diperoleh.22 Penulis memperoleh data dari
salah satu agen aktif HPAI di Krian yang diperlukan untuk meneliti
masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini.
b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam
penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
21 Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), 94.
22 Soeratno, Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UUP AMP YKPM,
19
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.23 Dalam
hal ini penulis menyusun sekaligus mensistematiskan data-data yang
diperoleh dari salah satu agen aktif HPAI di Krian dalam rangka
untuk memaparkan apa yang telah dirancang sebelumnya, sehingga
siap dianalisis lebih lanjut.
c. Analyzing, yaitu dengan menganalisis data yang telah diperoleh dari
penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta
yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari
rumusan masalah.24 Dalam hal ini adalah data yang diperoleh dari
salah satu agen aktif HPAI di Krian, Al-Qur’an, Hadist, dan fiqh
yang berkaitan dengan ju’a@lah.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan suatu proses penelaahan data
secara mendalam. Menurut Lexy J. Moleong proses analisis dapat
dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber,
yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumentasi pibadi, dokumentasi resmi, gambar, dan foto.25
Setelah data yang terkumpul lengkap, maka penulis menganalisis data
ini dengan menggunakan metode sebagai berikut :
23 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 136.
24 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfa Beta, 2008),
Cet Ke 7, 246.
20
a. Deskriptif Analisis, yaitu suatu analisis penelitian yang
dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang
bersifat faktual secara sistematis dan akurat.26 Penggunaan metode
ini memfokuskan penulis untuk menganalisis seluruh data tentang
perolehan double bonus pada operasional halal network yang ada di
salah satu agen HPAI di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
sehingga bisa ditarik kesimpulan.
b. Pola pikir yang digunakan adalah pola deduktif. Pola pikir deduktif
ialah pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang berkaitan dengan
permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan fakta-fakta yang
bersifat khusus.27Dengan menggunakan pola pikir deduktif dalam
penelitian tersebut, sehingga peneliti menganalisis data yang
diambil dari ketentuan hukum Islam yang bersifat umum yaitu fiqh
yang berkaitan dengan ju’a@lah kemudian ditarik kesimpulan untuk
mendapatkan data yang bersifat khusus tentang tentang praktik
double bonus terhadap operasional halal network yang ada pada
salah satu agen HPAI di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
21
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memperoleh gambaran sederhana dan
menyeluruh terhadap penelitian ini, maka penulis membuat sistematika
yang bertujuan untuk mempermudah pembahasan. Sistematika pembahasan
penulisan penelitian ini tersusun atas lima bab yang masing-masing bab
berisi pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi tentang landasan teori yang membahas tentang
Ju’a@lah dan meliputi beberapa pembahasan yaitu pengertian, dasar hukum,
rukun dan syarat, pembatalan ju’a@lah, Fatwa DSN-MUI No:
62/DSN-MUI/XII/2007 tentang akad ju’a>lah, dan asas-asas akad.
Bab ketiga membahas tentang gambaran umum perusahaan HPAI,
Visi dan Misi perusahaan, praktek pendaftaran keagenan, dan perolehan
bonus yang bisa didapatkan oleh agen HPAI.
Bab keempat membahas tentang penjelasan Analisis Hukum Islam
Terhadap Double Bonus pada Operasional Halal Network Herba Penawar
22
Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang memuat
jawaban dari rumusan masalah dan juga saran dari peneliti terkait dengan
BAB II
KAJIAN TEORI JU’A>LAH DALAM FIQH MUAMALAH
DAN ASAS-ASAS AKAD
A. Pengertian Ju’a>lah
Secara etimologis, al-ju’lu berarti upah. Adapun secara terminologis
akad ju’a>lah atau ju’liyah dapat diartikan sebagai sesuatu yang disiapkan
untuk diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan
tertentu, atau juga diartikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada
seseorang karena telah melakukan pekerjaan tertentu. Dan menurut para ahli
hukum, akad ju’a>lah dapat dinamakan janji memberikan bonus, komisi, atau
upah tertentu.1
Menurut Abd. Rahman al-Jaziri, yang dimaksud ju’a>lah (pemberian
upah) adalah pemberian seseorang atau menyebutkan hadiah dalam jumlah
tertentu kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus, diketahui atau
tidak diketahui.2
Sedangkan di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No:
62/DSN-MUI/XII/2007 menjelaskan bahwa ju’a>lah adalah janji atau komitmen
(iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh/ ju’l) tertentu atas
pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.3
1 Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, juz 5, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2007), 432. 2 Abd. Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqhu ‘ala@ al-Madha@hib al-Arba’ah, vol.3, (Beirut: Da@r al-Fikr,
t.tp), 326.
24
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat dipahami
bahwa ju’a>lah merupakan suatu imbalan (reward) yang diberikan kepada
seseorang atas pencapaian hasil telah melakukan pekerjaan tertentu.
B. Dasar Hukum Ju’a>lah
Jumhur Ulama sepakat bahwa hukum ju’a>lah adalah mubah. Hal ini
didasari karena ju’a>lah diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut
beberapa dasar hukum yang berkaitan dengan ju’a>lah :
1. Al-Qur’an
Artinya: Penyeru-penyeru itu berkata : ‚Kami kehilangan alat takar, dan
siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya‛. (QS. Yu>suf [12]
: 72)4
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Sygma Examedia
Nu’man telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Abu Bisyir dari Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa’id radliallahu ‘anhu berkata; ada
rombongan beberapa orang dari sahabat Nabi SAW yang bepergian dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu perkampungan Arab penduduk setempat mereka meminta agar bersedia menerima mereka sebagai tamu penduduk tersebut namun penduduk menolak. Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang lalu diusahakan segala sesuatu untuk menyembuhkannya
namun belum berhasil. Lalu dintara mereka ada yang berkata : ‚Wahai
rombongan, sesungguhnya kepala suku kami telah digigit binatang dan kami telah mengusahakan pengobatannya namun belum berhasil, apakah
ada diantara kalian yang dapat menyembuhkannya?‛ Maka berkata,
seorang dari rombongan: ‚Ya, demi Allah aku akan mengobati namun
demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidak berkenan maka aku tidak akan menjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan
membaca Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin (QS. Al-Fatihah) seakan
penyakit lepas dari ikatan tali padahal dia pergi tidak membawa obat
apapun. Dia berkata : ‚Maka mereka membayar upah yang telah mereka
26
kambing itu!‛ Maka orang yang mengobati berkata : ‚Jangan kalian
bagikan hingga kita temui Nabi SAW lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau dan kita tunggu apa yang akan beliau
perintahkan kepada kita‛. Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah
SAW lalu mereka menceritakan peristiwa tersebut. Beliau berkata :
‚Kamu tahu darimana kalau Al-Fatihah itu bisa sebagai ruqyah (obat)?‛
Kemudian Beliau melanjutkan : ‚Kalian telah melakukan perbuatan
yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan
masukkanlah aku sebagai orang yang menerima upah tersebut‛. 5
C. Rukun dan Syarat Ju’a>lah
Di antara rukun dan syarat ju’a>lah (pemberian upah) adalah sebagai
berikut:6
1. Rukun ju’a>lah
a. Ja>’il (orang yang memberi upah)
b. ‘A>mil (orang yang melaksanakan akad)
c. Pekerjaan yang dilakukan
d. Upah atau hadiah (reward/ ’iwadh/ ju’l)
e. Sighah
2. Syarat ju’a>lah
a. Orang yang menjanjikan memberikan upah (Ja>’il)
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, seorang ja>’il (orang
yang menjanjikan upah) itu harus baligh, cakap hukum, berakal, dan
bijaksana. Maka tidak sah akad seorang ja>’il yang masih kecil, gila,
dan yang dilarang membelanjakan hartanya karena bodoh atau idiot.
5Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih Bukhari, (Riyadh: Baitul Afkar, 1998),
877.
27
Dan dalam pelaksanaannya, orang yang menjanjikan upah tersebut
boleh orang yang memberikan pekerjaan itu sendiri atau orang lain.7
b. Orang yang melaksanakan akad (‘A>mil)
Adapun ‘a>mil jika sudah ditentukan pihak yang akan
melakukannya, maka disyaratkan baginya kemampuan untuk
melakukan pekerjaan, sehingga tidak sah ‘a>mil yang tidak mampu
melakukan pekerjaan, seperti anak kecil yang tidak mampu bekerja
karena tidak ada manfaatnya.
c. Pekerjaan yang akan dilaksanakan
Pekerjaan tersebut telah selesai dilakukan dan tidak bertentangan
dengan syariat Islam.
d. Upah
Upah dalam akad ju’a>lah harus jelas dan haruslah harta yang
diketahui. Jumlah yang akan diterimakan kepada orang yang
melakukan pekerjaan tersebut sesuai dengan transaksi yang telah
ditentukan.8 Jika upah itu tidak diketahui, maka akadnya menjadi batal
disebabkan imbalan yang belum jelas.
e. Sighah
Sighah ini berisi izin untuk melaksanakan dengan permintaan
yang jelas, menyebutkan imbalan yang jelas dan adanya komitmen
untuk memenuhinya.
7 Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, juz 5…, 435.
8 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
28
Apabila seorang pelaksana akad (‘a>mil) memulai pekerjaan
ju’a>lah tanpa izin dari pemberi upah (ja>’il), atau ia memberi izin
kepada seseorang tapi yang mengerjakannya orang lain, maka orang itu
(‘a>mil) tidak berhak mendapatkan apa-apa. Hal itu karena pada kondisi
pertama orang itu bekerja dengan sukarela; dan pada kondisi kedua
orang itu tidak melakukan apa-apa. Tidak disyaratkan bagi ja>’il harus
seorang pemilik barang dalam ju’a>lah, sehingga dibolehkan bagi selain
pemilik barang untuk memberikan upah dan orang yang dapat
memenuhi dari akad ju’a>lah tersebut berhak menerima upah tersebut.9
D. Pengupahan dalam Ju’a>lah
Dalam melaksanakan pekerjaan dan besarnya pengupahan, seseorang
itu ditentukan melalui standard kompetensi yang dimilikinya, yaitu sebagai
berikut :10
1. Kompetensi teknis, yaitu pekerjaan yang bersifat keterampilan teknis.
Contoh: pekerjaan yang berkaitan dengan mekanik perbengkelan,
pekerjaan di proyek-proyek yang bersifat fisik, dan pekerjaan di bidang
industri mekanik lainnya.
2. Kompetensi sosial, yaitu pekerjaan yang bersifat hubungan
kemanusiaan. Contoh: pemasaran, hubungan kemasyarakatan, dan
sebagainya.
9 Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh…, 432.
10 Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014),
29
3. Kompetensi manajerial, yaitu pekerjaan yang bersifat pendataan dan
pengaturan usaha. Contoh: manajer, sumber daya manusia, manajer
produksi, manajer keuangan, dan sebagainya.
4. Kompetensi intelektual, yaitu tenaga di bidang perencanaan. Contoh:
konsultan, guru, dosen, dan sebagainya.
Penjelasan tentang jenis pekerjaan adalah penting dan diperlukan
ketika merekrut tenaga kerja, sehingga tidak terjadi kesalahan dan
pertentangan atau konflik industrial. Tentang batasan waktu sangat
tergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam perjanjian.
Mengenai kriteria rekrutmen tenaga kerja dijelaskan dalam Al-Qur’an
sebagai berikut:
Artinya : Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‚Ya bapakku ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhanya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya‛. (QS. Al-Qasas [28] : 26)11
E. Pembatalan Ju’a>lah
Ulama yang membolehkan akad ju’a>lah bersepakat bahwa akad ini
adalah akad yang tidak mengikat, berbeda dengan akad ija>rah. Oleh karena
itu, dibolehkan bagi ja>’il dan ‘a>mil membatalkan akad ju’a>lah ini. Akan
tetapi, para ulama tersebut berbeda pendapat tentang waktu dibolehkannya
pembatalan itu. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa boleh membatalkan
akad ju’a>lah sebelum pekerjaannya dimulai. Menurut mereka, akad ini
30
mengikat atas ja>’il, bukan ‘a>mil, dengan dimulainya pekerjaan itu. Adapun
bagi ‘a>mil yang akan diberikan upah, akad ini tidak mengikatnya dengan
sesuatu apapun, baik sebelum bekerja atau sesudahnya, maupun setelah
dimulai pekerjaan.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa boleh
membatalkan akad ju’a>lah kapan saja sesuai dengan keinginan ja>’il dan
‘a>mil. Jika yang membatalkan akad adalah ja>’il atau ‘a>mil sebelum
dimulainya pekerjaan yang diminta, atau yang membatalkannya adalah ‘a>mil
sesudah pekerjaannya dimulai, maka ‘a>mil tidak berhak mendapatkan
apapun dalam dua keadaan tersebut. Hal itu karena pada keadaan pertama
dia belum mengerjakan apapun, dan pada keadaan yang kedua belum
tercapai maksud ja>’il dalam akad itu. Menurut ulama Syafi’iyah adapun jika
ja>’il membatalkannya setelah pekerjaan itu dimulai, maka dia wajib
memberikan upah pada ‘a>mil sesuai dengan pekerjaannya.12
F. Perbedaan Antara Akad Ju’a>lah dan Akad Ija>rah Atas Pekerjaan
Akad Ju’a>lah berbeda dengan akad Ija>rah, perbedaan ini dapat dilihat dari
empat hal, yaitu:
1. Ja>’il tidak mendapatkan manfaat akad Ju’a>lah kecuali jika pekerjaannya
telah diselesaikan semuanya, seperti mengembalikan binatang yang
hilang dan menyembuhkan orang sakit. Sedangkan dalam akad Ija>rah,
12 Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, juz 5 (Damaskus: Dar al-Fikr, 2007), 437-
31
penyewa dapat mengambil manfaatnya sesuai dengan pekerjaan yang
telah diselesaikan oleh buruh atau orang upahan. Dengan kata lain,
manfaat dalam Ju’a>lah tidak bisa didapatkan kecuali jika pekerjaannya
telah selesai dilakukan, sedangkan manfaat dalam Ija>rah bisa didapatkan
oleh penyewa dengan sebagian pekerjaan yang telah dilakukan. Oleh
karena itu ‘A>mil dalam akad Ju’a>lah tidak berhak mendapatkan upah
kecuali setelah pekerjaannya telah selesai dilakukan. Sedangkan buruh
dalam akad Ija>rah yang telah melakukan sebagian pekerjaannya, maka
dia berhak mendapatkan upah sebesar pekerjaan yang telah
dikerjakannya.
2. Akad Ju’a>lah dibolehkan meskipun terdapat pekerjaan dan waktu yang
belum jelas. Berbeda halnya dengan Ija>rah, pekerjaan dan waktu dalam
akad Ija>rah harus sudah diketahui. Apabila waktu dalam Ija>rah sudah
ditentukan, maka buruh wajib mengerjakan dalam waktu yang
ditentukan tersebut dan tidak boleh melebihinya. Sedangkan dalam akad
Ju’a>lah, pekerjaan tersebut bisa diselesaikan tanpa terikat dengan waktu.
3. Dalam akad Ju’a>lah tidak boleh mensyaratkan mendahulukan upah,
berbeda halnya dengan akad Ija>rah yang memperbolehkan memberikan
upah meskipun pekerjaan belum selesai dilakukan.13
32
G. Asas-asas Akad Ju’a>lah
1. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyah at-Ta’aqud)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip
hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis
apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam
syariat, dan memasukkan klausula apa saja ke dalam akad yang
dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat
makan harta sesama dengan jalan yang bathil.14
Adanya asas kebebasan berakad dalam hukum Islam didasarkan
pada firman Allah surah al-Ma>idah sebagai berikut:
(perjanjian-perjanjian)‛ [QS. Al-Ma>idah (5) : 1].15
2. Asas Kesepakatan (Mabda’ ar-Radha’iyyah)
Asas kesepakatan atau konsensualisme adalah terciptanya suatu
perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para pihak.16
Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan maka lahirlah akad,
walaupun akad tersebut belum dilaksanakan pada saat itu.
Dalam hukum Islam asas kesepakatan ini dirumuskan sebagai
berikut:
14 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012),
15.
33
Kaidah Hukum Islam : ‚ Pada asasnya akad itu adalah kesepakatan para
pihak dan akibat hukumnya adalah apa yang mereka tetapkan atas diri
mereka melalui janji‛.
3. Asas Kemashlahatan (Tidak Memberatkan)
Asas kemashlahatan dimaksudkan bahwa akad yang dibuat oleh
para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemashlahatan bagi mereka dan
tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan
memberatkan (masyaqqah).
Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi suatu perubahan keadaan
yang tidak diketahui sebelumnya serta membawa kerugian yang fatal
bagi pihak bersangkutan sehingga memberatkannya, maka kewajibannya
dapat diubah dan disesuaikan kepada batas yang masuk akal.
4. Asas Amanah
Asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah
beritikad baik dalam transaksi dengan pihak lainnya, dan tidak
dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya.
Dalam kehidupan masa kini banyak objek transaksi yang dihasilkan oleh
satu pihak melalui suatu keahlian dan profesionalisme yang tinggi
sehingga ketika ditransaksikan, pihak lain yang menjadi mitra transaksi
tidak benar-benar mengetahui informasi yang sebenarnya. Oleh karena
itu, dalam hukum perjanjian Islam dituntut adanya sikap amanah untuk
memberikan informasi yang sejujurnya kepada sesama mitra.17
34
H. Fatwa DSN-MUI No: 62/DSN-MUI/XII/2007
Salah satu bentuk pelayanan jasa, baik dalam sektor keuangan, bisnis
maupun sektor lainnya, yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah
pelayanan jasa yang pembayaran imbalannya (reward/’iwadh/ju’l)
bergantung pada pencapaian hasil (natijah) yang telah ditentukan. Agar
pelaksanaan pelayanan jasa tersebut sesuai dengan prinsip syariah, Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan
fatwa tentang akad ju’a>lah sebagai dasar transaksi untuk dijadikan pedoman.
Penetapan Fatwa DSN-MUI No: 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang akad
ju’a>lah tersebut didasarkan pada beberapa ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist
sebagai berikut:
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 279
orang lain.‛ (QS. Al-Baqarah [2]: 279).18
Qur’an Surat An-Nisa ayat 29
‚Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku sukarela di antaramu…‛ (QS. An-Nisa [4]: 29)19
35
Hadist Nabi
)ةريره يبأ نع سم هاور( انم سي ف انَشغ نم
‚Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.‛
(Hadist Nabi Riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah)20
Dalam Fatwa No : 75/DSN-MUI/VII/2009 tentang Pedoman PLBS
(Penjualan Langsung Berjenjang Syariah) telah dijelaskan beberapa
ketentuan yaitu:
1. Ketentuan Umum21
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :
a. Ju’a>lah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan
imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
b. Ja>’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas
pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan.
c. Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan ju’a>lah.
2. Ketentuan Akad
Pelaksanaan akad ju’a>lah wajib memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
a. Pihak Ja>’il harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan
(muthlaq al-tasharruf) untuk melakukan akad;
20 Al-Imam Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, (Riyadh:
Baitul Afkar, 1998), 55.
36
b. Objek Ju’a>lah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih) harus berupa pekerjaan
yang tidak dilarang oleh syariah, serta tidak menimbulkan akibat yang
dilarang;
c. Hasil pekerjaan (natijah) sebagaimana dimaksud harus jelas dan
diketahui oleh para pihak pada saat penawaran;
d. Imbalan Ju’a>lah (reward/’iwadh/ju’l) harus ditentukan besarannya oleh
Ja>’il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; dan
e. Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka (sebelum
pelaksanaan objek Ju’a>lah);
3. Ketentuan Hukum22
a. Imbalan Ju’a>lah hanya berhak diterima oleh pihak maj’ullah apabila
hasil dari pekerjaan tersebut terpenuhi;
b. Pihak Ja>’il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya jika pihak
maj’ullah menyelesaikan (memenuhi) prestasi (hasil pekerjaan/natijah)
yang ditawarkan.
BAB III
PRAKTIK DOUBLE BONUS PADA OPERASIONAL HALAL NETWORK HERBA PENAWAR ALWAHIDA INDONESIA (HPAI) DI KECAMATAN
KRIAN KABUPATEN SIDOARJO
A. Gambaran Umum tentang Herba Penawar Alwahida Indonesia (HPAI)
1. Profil Perusahaan
PT Herba Penawar Alwahida Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai
HPAI, merupakan salah satu perusahaan Bisnis Halal Network di Indonesia
yang fokus pada produk-produk herbal. HPAI, sesuai dengan akta pendirian
Perusahaan, secara resmi didirikan pada tanggal 19 Maret 2012.1 Konsep
halal network yang diterapkan dalam perusahaan HPAI ini yaitu segala
produk yang dijual dan transaksinya telah berdasarkan pinsip-prinsip syariah
dan telah dibuktikan dengan dimilikinya kelengkapan perizinan sertifikat
DSN-MUI No. 002.36.01/DSN-MUI/IV/2015.2
HPAI dibangun dari perjuangan panjang yang bertujuan menjayakan
produk-produk halal dan berkualitas berazaskan Thibbunnabawi3, serta
dalam rangka membumikan, memajukan, dan mengaktualisasikan ekonomi
Islam di Indonesia melalui enterpreneurship. Pendirian HPAI diprakarsai
1 Wihdah Ummah (Executive Director), Wawancara, Surabaya, 1 Mei 2017.
2 PT. Herba Penawar Alwahida Indonesia, Buku Panduan Sukses HNI-HPAI, (Jakarta: 2015), 35. 3Thibunnabawi adalah segala sesuatu yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih
38
oleh 18 orang muslim yang merupakan para pakar bisnis sekaligus pakar
herbal yaitu:4
a. H. Agung Yulianto, SE.Ak, M.Kom
b. H. Rofik Hananto, SE
c. Supriyono
d. Muhammad Iwan
e. Ust. H. Muslim M. Yatim, Lc
f. Erwin Chandra Kelana, ST
g. Zulchaidir B. Firly Ramly, S.Si
h. Helmi Herdianto
i. Wisnu Wijaya Adi Putra, ST
j. Sudarmadi
k. Amin Sugiharto, SE
l. Ir. Rudi Yanto
m. Anton Slamet, ST
n. Barjana, S.Ag
o. Bagus Hernowo
p. Adi Suprapto, SE
q. Syafruddin, S.Pd
r. Ari Maryadi
39
2. Pimpinan
a. Dewan Syariah
DR. H. Mawardi Muhammad Saleh, MA
Prof. Drs. H. M. Nahar Nahrawi, SH, MM (BPH DSN-MUI)
Dr. H. Endy M. Astiwara, MA, AAAIJ, FIIS (BPH DSN-MUI)
b. Dewan Komisaris
H. Muslim M. Yatim, Lc (Komisaris Utama)
Erwin Chandra Kelana, ST (Komisaris)
c. Dewan Direksi
H. Agung Yulianto, SE, Ak. M.Kom (Direktur Utama)
H. Rofik Hananto, SE (Direktur)
Supriyono, ST (Direktur)
3. Motto
Referensi utama produk halal dunia.
4. Visi
Menjadi referensi utama produk halal berkualitas.
5. Misi
Menjadi perusahaan jaringan pemasaran papan atas kebanggaan Ummat.
Menjadi wadah perjuangan penyediaan Produk Halal bagi ummat Islam.
Menghasilkan pengusaha-pengusaha muslim yang dapat dibanggakan,
40
6. 5 PILAR (P.A.S.T.I)5
Lima pilar perusahaan, yaitu Produk, Agenstok, Support System,
Teknologi, dan Integritas Manajemen (PASTI), telah berhasil terkonstruksi
dengan kokoh. Lima Pilar ini, insya Allah, siap menopang berdirinya
bangunan megah, tinggi dan kokoh, yaitu HPAI.
a. Produk
HPAI fokus pada kualitas produk, yang berlandaskan alamiah,
ilmiah dan ilahiah. Produk HPAI yang dijual adalah produk kualitas
terbaik. Standar kualitas produk HPAI dibuktikan dengan produk-produk
yang memiliki kelengkapan perizinan dan sertifikat halal MUI.
HPAI sebagai perusahaan Bisnis Halal Network fokus pada bisnis
produk-produk herbal yang terdiri dari produk-produk obat, suplemen,
minuman kesehatan, dan kosmetik. Masing-masing jenis produk tersebut
memiliki khasiat, dan manfaat yang tidak perlu diragukan lagi karena
telah dibuktikan langsung oleh Agen HPAI.
Dalam hal produk, HPAI tidak hanya bermaksud profit oriented,
namun juga memiliki tujuan-tujuan mulia yaitu;
1) Halal Berkualitas
41
Dalam hal penyediaan produk-produk herbal, HPAI tidak
menjual produk melainkan produk tersebut adalah terjamin halal, dan
memiliki kualitas terbaik.
2) Kesehatan
HPAI ikut serta meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia
dengan produk-produk obat herbal, dan suplemen yang berkualitas,
serta aman dikonsumsi. Produk herbal HPAI dapat berfungsi dua,
yaitu sebagai obat, dan suplemen. Produk herbal dapat menjadi
perantara kesembuhan pasien dengan dosis yang tepat, dan produk
herbal dapat membantu menjaga dan meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat dengan cara konsumsi teratur sesuai dosis.
3) Tepat Guna SDA
HPAI ikut serta dalam memanfaatkan sumber daya alam flora
dan fauna Indonesia yang sangat kaya dengan cara yang tepat, dan
adil. Pengelolaan sumber-sumber daya alam tersebut tentu
pemanfaatannya kembali lagi kepada masyarakat Indonesia.
4) Ekonomi Nasional
HPAI dalam hal produk, ikut serta menyumbang pembangunan
ekonomi nasional dengan menggandeng para pengusaha kecil
menengah untuk menjadi partner dalam hal produksi herbal
42
sistem produksi, sehingga kualitas setiap produk HPAI dapat
terpantau langsung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu agen stokis yang ada
di Krian menjelaskan bahwa:6
‚HPAI dalam pemasarannya menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, jadi setiap tahun pasti keluar produk-produk baru. Berharap dengan semakin banyaknya jenis produk yang dikembangkan HPAI bisa memenuhi segala kebutuhan masyarakat dan yang paling penting bisa berhijrah dari produk non muslim, produk yang tidak halal ke produk muslim, halal dan berkualitas.‛
Eva Nadzifah salah satu Agen Stokis di Krian yang menjual
produk-produk HPAI menjelaskan ada 3 jenis produk-produk yang dijual oleh beliau,
diantaranya:
1) Produk obat-obatan herbal yang terdiri dari Andrographis Centella,
Bilberry, Carnocap, Deep Squa, Diabextrac, Gamat Kapsul,
Ginextrac, Habbatussauda HPAI, Harumi, Langsingin, Laurik,
Magafit, Kapsul Mengkudu, Minyak Herba Sinergi, Mustika Dara,
N-Green, Pegagan HS, Procumin Rich Vit E, Procumin Propolis, Siena
(Jati Cina), Spirulina, Truson.
2) Produk makanan dan minuman kesehatan yang terdiri dari Etta Goat
Milk, Extra Food, Health Coffe HPAI, Janna Tea Cool, Janna Tea Hot,
Kopi 7 Elemen, Madu Asli Multiflora, Madu Asli Premium, Madu
Sapu Jagat, Minyak Zaitun, Sari Kurma Healthy Dates, Stimfibre.
43
3) Produk kosmetik dan perawatan diri yang terdiri dari Beauty Care
Set, Beauty Day Cream, Beauty Night Cream, Body Wash, Fcial
Wash, Deep Beauty, Hibis, Pasta Gigi Herbal HPAI, Sabun Kolagen,
Sabun Madu Transparan, dan Sabun Propolis Transparan.
b. Agenstok
Agenstok HPAI merupakan jalur distribusi ritel dari produk-produk
HPAI. Rangkaian jalur distribusi tersebut secara berurutan dari yang
terbesar, yaitu: Business Center (BC), Pusat Agency (PA), Pusat Stokis
Daerah (PSD), dan Stokis yang tersebar hampir di seluruh propinsi di
wilayah Indonesia bahkan dapat dikembangkan ke luar negeri.
c. Support System
Manajemen HPAI bersama CELLS (Cooperation of Executive
Loyal Leaders = Perhimpunan Kesatuan & Kerjasama Para Leader Setia
& Agen HPAI) telah menciptakan Support System HPAI yang baku,
mudah dan praktis untuk mendukung dan memudahkan para agen HPAI
dalam mengembangkan bisnis Halal Network HPAI. HPAI bersama
dengan CELLS berinvestasi membangun sistem dalam rangka suksesi
Marketing Plan, kami menyebutnya sebagai Support System. HPAI
Support System adalah metode, konsep, dan cara kerja agen HPAI untuk
mencapai kesuksesan bisnis di HPAI dalam satu sistem kerja yang
44
d. Teknologi
HPAI fokus pada teknologi yang mampu mendorong serta
meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal pelayanan, kemudahan akses
informasi, dan transaksi yang real time sehingga membantu jalan agen,
dan stakeholder mencapai kesuksesan dalam berbisnis bersama HPAI.
HPAI membangun beberapa instrumen teknologi yang disebut sebagai
HSIS, AVO, dan SMS Center.
1) HSIS (HPAI Sales Integrated System)
HSIS mengintegrasikan transaksi online dengan berbagai fitur
dan informasi yang dapat diakses secara real time mengenai
pertumbuhan omset, ketersediaan saldo produk, dan perkembangan
jumlah agen per hari.
2) AVO (Agent Virtual Office)
AVO adalah personal page member yang dapat digunakan oleh
seluruh agen HPAI untuk dapat mengetahui perkembangan jaringan,
dan personal statement.
3) SMS Center
SMS Center berfungsi sebagai layanan informasi terpusat yang dapat
dijangkau oleh seluruh agen HPAI hingga ke tingkat daerah. SMS
45
agen HPAI dalam hal pembaruan informasi mengenai program dan
promo perusahaan.
e. Integritas Manajemen
HPAI terus meningkatkan profesionalismenya. Terus
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap produk yang
dipasarkannya. Selalu berusaha memberi pelayanan yang terbaik.
Profesionalisme staff dan karyawan yang tinggi, terbentuk dari nilai-nilai
moral dan etika dalam perusahaan yang baik. Kesatuan dan kekompakan
disetiap lini perusahaan ini saling menguatkan, sehingga kewibawaan
sebuah perusahaan dan potensi yang luar biasa terpancarkan. Hal ini
sudah sukses diwujudkan, dan kesuksesan HPAI memunculkan empat
nilai integritas yang dimilikinya, yaitu: kejujuran, ketulusan, keadilan
dan kepercayaan.
1) Kejujuran
Dimensi nilai kejujuran, HPAI menunjukkan sebuah perusahaan
yang dalam mengembangkan strategi pemasaran selalu berkata apa
adanya dan tidak melakukan kebohongan, serta bersifat terbuka.
2) Ketulusan
HPAI menunjukkan tidak adanya keterpaksaan dalam
menerapkan suatu tindakan dalam strategi Bisnis Halal Network
46
3) Keadilan
HPAI memperlakukan konsumen sesuai dengan haknya. HPAI
menerapkan nilai integritas akan memperlakukan konsumen atau
pemangku kepentingan lain tidak semena-semena dan memberikan
apa yang sudah menjadi haknya tanpa berkeinginan untuk melakukan
pengurangan.
4) Kepercayaan
Nilai integritas HPAI lainnya adalah nilai kepercayaan.
Integritas menciptakan suatu kepercayaan bagi orang lain.
Kepercayaan berarti memberikan sesuatu kepada orang lain untuk
dikerjakan sesuai dengan ekspektasi yang dimiliki.
7. Istilah-istilah Kepangkatan7
a. Agen Biasa (AB)
Memiliki akumulasi ≤ 3.000 Poin Group dan mendapatkan bonus pribadi
sebesar 10-17%.
b. Manager (M)
Memiliki akumulasi ≥ 3.000 Poin Group dan mendapatkan bonus pribadi
sebesar 20%.
c. Senior Manager (SM)
47
Diraih dengan memiliki 3 Manager dan mendapatkan bonus pribadi
sebesar 23%.
d. Executive Manager (EM)
Diraih dengan memiliki 6 Manager dan mendapatkan bonus pribadi
sebesar 26%.
e. Director (D)
Diraih dengan memiliki 2 Senior Manager dan 4 Manager dan
mendapatkan bonus pribadi sebesar 29%.
f. Senior Director (SD)
Diraih dengan memiliki 4 Senior Manager dan 2 Manager dan
mendapatkan bonus pribadi sebesar 32%.
g. Executive Director (ED)
Diraih dengan memiliki 6 Senior Manager dan mendapatkan bonus
sebesar 35%.
h. Gold Executive Director (GED)
Diraih dengan memiliki 6 Senior Manager dan mendapatkan bonus
pribadi sebesar 35%.
i. Diamond Executive Director (DED)
Diraih dengan memiliki 6 Senior Manager dan mendapatkan bonus
pribadi sebesar 35%.
48
Diraih dengan memiliki 6 Senior Manager dan mendapatkan bonus
pribadi sebesar 35%.
B. Praktik Pendaftaran Keagenan dan Perolehan Bonus Herba {Penawar Alwahida
Indonesia (HPAI) di Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo
1. Praktik Pendaftaran Keagenan
Dalam peraturan keagenan pada Pasal 4 menjelaskan beberapa hal
terkait menjadi agen HPAI yaitu ;8
a. Pemohon yang dapat menjadi Agen adalah perseorangan atau Badan
Usaha atau lembaga. Untuk pemohon yang berbentuk Badan Usaha atau
lembaga diatur sebagai berikut :
1) Badan usaha atau lembaga harus diwakili oleh salah seorang pimpinan
yang sedang menjabat di badan usaha atau lembaga tersebut;
2) Berlaku atas wakil badan usaha atau lembaga tersebut peraturan
keagenan HPAI.
b. Untuk menjadi Agen harus disponsori oleh seseorang atau badan usaha
atau lembaga yang telah dan masih menjadi Agen.
c. Pemohon wajib mengisi dan melengkapi Formulir Pendaftaran Agen resmi
yang disediakan oleh HPAI. Formulir wajib diisi dengan lengkap dan
benar.
49
d. Seorang calon agen yang telah mengisi dan menandatangani Formulir
Pendaftaran Agen resmi, berarti Agen tersebut telah sepakat untuk
mematuhi ketentuan yang terdapat dalam peraturan keagenan ini berikut
perubahan-perubahan yang dilakukan dari waktu ke waktu. Dan pemohon
dianggap sah sebagai Agen setelah mendapatkan Nomor Agen HPAI.
Sedangkan dalam Peraturan Keagenan Pasal 5 tentang Pendaftaran
Keagenan dijelaskan bahwa ;
a. Pemohon (calon Agen) harus sudah berusia 17 (tujuh belas) tahun dan atau
sudah pernah menikah dan telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP)
pada saat permohonan diajukan.
b. Pemohon akan dikenakan biaya pendaftaran sesuai ketentuan yang
berlaku.
c. Nama Agen harus sama dengan nama yang tercantum di rekening Bank
Agen yang bersangkutan.
d. Apabila Agen tidak menggunakan rekening Bank sendiri, maka Agen
tersebut wajib menyertakan surat pernyataan.
e. Apabila data rekening Bank, alamat atau Sponsor tidak lengkap, maka
Perusahaan berhak untuk menolak keanggotaan Agen tersebut.
f. Dilarang dengan alasan apapun mendaftarkan ulang Agen aktif.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada salah satu agen di