• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bangkai ayam di Desa Tambaagung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bangkai ayam di Desa Tambaagung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BANGKAI

AYAM UNTUK PAKAN IKAN LELE DI DESA TAMBA AGUNG

TENGAH KECAMATAN AMBUNTEN SUMENEP

SKRIPSI

Oleh Saiful Bahri NIM. C02212039

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya

▸ Baca selengkapnya: hukum memakan bangkai bisa berubah menjadi halal bahkan diwajibkan memakan bangkai tersebut bila ada sebab, ada pun sebeb tersebut adalah……

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bangkai Ayam Untuk Pakan Ikan Lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep. Dalam skripsi ini terdapat dua masalah yaitu 1. Bagaimana akad terhadap Jual Beli Bangkai Ayam Untuk Pakan Ikan Lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep, 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap Jual Beli Bangkai Ayam Untuk Pakan Ikan Lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep,

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu dengan mengumpulkan informasi aktual secara rinci, mengindetifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek Terhadap Jual Beli Bangkai Ayam Untuk Pakan Ikan Lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep. Kemudian setelah data mengenai Jual beli bangkai ayam terkumpul, maka dilakukan analisis dan diagnosis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan cara menganalisis data menggunakan sumber informasi yang relevan untuk memperlengkap data yang penulis inginkan. Selanjutnya, data yang terhimpun tersebut dianalisis berdasarkan hukum Islam.

Dari hasil penelitian, pelaksanaan terhadap jual beli bangkai ayam untuk pakan ikan lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep. Ayam mati yang sering dikenal dengan Bangkai Ayam yaitu ayam yang mati sebelum di sembelih hal ini disebabkan bermacam-macam mati ketabrak mobil, sakit, kelaparan keracunan, terlalu tua atau mati dalam perjalanan, dan mati sembari menunggu eksekusi disembelih. Hal ini yang dapat menyebabkan kematian ayam terjadi sebelum di sembelih. Apalagi ditambah dengan sarana penampungan, penanganan dan transportasi yang kurang memadai. Dengan banyaknya transaksi yang terjadi bisa dikatakan banyak pula ditemukan ayam yang mati baik karena penyakit atau sebab lain. Penanganan ayam kurang baik jelas menjadi penyebab atau mempercepat terjadinya kematian ayam. Dalam pelaksanaannya jual beli yang dilakukan tidak sesuai dengan syariat Islam, bahwa jual beli bangkai ayam untuk pakan ikan lele dalam pandangan Islam menurut beberapa ulama jika bangkai tersebut lebih banyak manfaatnya dibandingkan mudhorotnya maka para ulama sepakat untuk memperbolehkannya namun tetapi para ulama memberi kemudahan dengan cara mengganti akad jual beli dengan Jual beli pengambilan pemanfaatannya Karena jual beli bangkai ayam dilarang dalam bentuk apapun dan tetap haram hukumnya dan dilarang dalam islam. Jadi jual beli bangkai dalam bentuk apapun tetap dilarang dalam hukum islam karena tidak memenuhi rukun dan syarat wajib jual beli dalam islam.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTO ... v

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9

F. Kajian Pustaka ... 10

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II PEMBAHASAN ... 20

A. Jual Beli ... 20

1. Pengertian jual beli... 20

2. Rukun dan syarat jual beli... 21

3. Macam-macam jual beli... 26

4. Jual beli yang terlarang dalam islam... 31

(8)

BAB III PRAKTEK JUAL BELI AYAM TIREN UNTUK PAKAN

IKAN LELE DI DESA TAMBAK AGUNG TENGAH

KECAMATAN AMBUNTEN SUMENEP ... 45

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 45

1. Sejarah Desa ... 45

2. Letak dan Kondisi Geografis ... 46

3. Keadaan penduduk dan Ekonomi Sosial Masyarakat ... 48

4. Sarana dan Prasarana ... 53

B. Praktek Pelaksanaan Jual Beli Ayam Tiren Untuk Pakan Ikan Lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep ... 58

C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Bangkai Ayam di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten ... 65

BAB IV ANALISIS JUAL BELI AYAM TIREN UNTUK PAKAN IKAN LELE DI DESA TAMBAK AGUNG TENGAH KECAMATAN AMBUNTEN SUMENEP ... 67

A. Analisis Praktek Jual Beli Bangkai Ayam di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten ... 67

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Bangkai Ayam di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten ... 70

BAB V PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran` ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 3.2 : Juml;ah Penduduk Berdasarkan Dusun Desa Tamba Agung ... 47

Tabel 3.3 : Jumlah KK berdasarkan Dusun Desa Tamba Agung ... 48

Tabel 3.4 : Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 50

Tabel 3.5 : Jumlah Fasilitas Sosial Ekonomi ... 52

Tabel 3.6 : Jumlah Fasilitas Sosial ... 53

Tabel 3.7 : Sara dan Prasarana Jalan Desa ... 54

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari harus

mencerminkan dan mengaplikasikan syariat Islam. baik dalam kehidupan

berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan beragama. Firman Allah Swt,

dalam surat al- Baqarah ayat 208:

اي

ا يأ

ٱ

ل

ا اء ي

ٱ

يف ا خ

ٱ

سل

اك

طخ ا ع تت َ ف

ٱ

يشل

ط

ه إ

كل

ي ع

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.1

Islam sebagai agama Allah yang telah disempurnakan memberi

pedoman bagi kehidupan manusia baik spiritual material, individual

sosial, jasmani rohani, duniawi ukhrowi. Dalam bidang kegiatan ekonomi,

Islam memberikan pedoman-pedoman atau aturan-aturan hukum yang

pada umumnya dalam bentuk garis besar. Hal itu dimaksudkan untuk

memberi peluang bagi perkembangan kegiatan perekonomian dikemudian

hari (sebab syariat Islam tidak terbatas pada ruang dan waktu).

Islam telah mengatur tatanan hidup dengan sempurna, baik untuk

kehidupan individu maupun bermasyarakat dan ini merangkum seluruh

1

(11)

aspek kehidupan. Dalam memenuhi kebutuhan fisik seperti makan dan

minum, manusia harus bekerja dan berusaha. Dalam kaitannya dengan

pemenuhan kebutuhan hidup hukum Islam telah mengatur hak dan

kewajiban agar ketertiban hidup benar-benar tercapai. Hak dan wajib

adalah dua sisi dari sesuatu hal.2

Dalam kehidupan bermuamalat, agama Islam telah memberikan

garis kebijaksanaan perekonomian yang jelas. Ekonomi Islam adalah

ekonomi yang berdasarkan ketuhanan yang mengutamakan keadilan,

halal, dan saling manfaat. Ketiganya mempunyai pengaruh bagi aspek

ekonomi dan perdagangan, baik dalam aspek produksi, konsumsi,

distribusi maupun juga transaksi lainnya. Transaksi bisnis atau

perdagangan merupakan hal yang sangat diperhatikan dan dimuliakan

dalam agama Islam. perdagangan ini kerap terjadi dan menjadi kebutuhan

setiap individu dalam masyarakat. Perdagangan ini juga disebut dengan

jual beli. Dalam hukum Islam telah diatur tentang perikatan jual beli

sebagaimana firman Allah Swt “Dan Allah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275 sebagai

berikut:

لحأ

ٱ

َ

ٱ ل

ي

ح ع

ٱ

ب ل

ا

Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. 3

2 Ahmad Azhar Basyir. Asas-Asas Hukum Muamalat, Hukum Perdata Islam, (Yogyakarta:UII

Press.2000), `12.

(12)

Dari ayat di atas dapat diartikan bahwa jual beli itu diperbolehkan

dan memiliki akad yang dilakukan dan dalam jual beli harus dijauhkan

dari unsur subhat (ketidakjelasan), garar (ketidakjelasan akan hasilnya)

dan juga riba (melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian).4 Jual beli

merupakan proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak

lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi

jual beli merupakan pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).5

Firman Allah Swt. Surat an- Nisa’ ayat 29:

اي

ا يأ

ٱ

أت َ ا اء ي ل

ك

أ ا

يب كل

ب ك

ٱ ل

َإ لط

جت كت أ

ع ً

ك ضا ت

قت َ

ت

كسف أ ا

إ

ٱ

كب اك َ

يح

ًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.6

Dari ayat di atas jelas bahwa dalam melaksanakan proses

perpindahan hak milik suatu barang dari seorang kepada orang lain, harus

menggunakan cara yang terbaik yaitu dengan jual beli bukan dengan

mencuri, menjambret, merampok dan korupsi. Dalam surat an- Nisa 29

tersebut menjelaskan juga bahwa transaksi jual beli harus berdasarkan

suka sama suka tidak ada unsur pemaksaan atau penipuan baik dari

4Abdul sami’ al misri. Pilar-pilar ekonomi islam.alih bahasa dimyauddin Djuwani, (Yogyakarta:

pustaka pelajar. 2006), 103.

(13)

penjual maupun pembeli yang berupa kerugian materiil maupun non

materiil.

Jual beli dihalalkan hukumnya, dibenarkan agama, asal memenuhi

syarat-syarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli

ijma (Ulama mujtahidin) tak ada khilaf padanya. Memang dengan

tegas-tegas al-Qur’an menerangkan bahwa menjual itu halal, sedang riba

diharamkan.7 Sejalan dengan itu dalam jual beli ada persyaratan yang

harus dipenuhi, adapun syarat-syarat yang diperlukan dalam akad jual beli

terdiri dari a|qidayn (dua orang aqid), mah}allul aqad (tempat akad),

mawdlu’ul aqad (obyek akad) dan rukun-rukun aqad.8 Islam dalam hal ini

benar-benar menganjurkan setiap manusia melakukan jual beli dengan

transaksi dan aturan yang baik dan benar di dalam Islam dengan cara yang

halal dan tidak menyalahi aturan Islam. karena merupakan suatu aturan

yang wajib dilakukan selain itu disamping aturan dibalik semua itu juga

terkandung manfaat yaitu disetiap barang atau makanan yang di beli

terkandung keberkahan didalamnya. Jual beli yang dianggap halal banyak

sekali namun jual beli yang dilakukan dengan cara yang tidak baik dan

menyalahi aturan agama islam juga banyak.

Dalam Islam melarang (mengharamkan) memakan darah, daging

babi dan bangkai binatang yang sudah mati karena ketiga macam jenis

tersebut termasuk najis dan berdampak buruk bagi kesehatan.

7 T.M Hasbi Ash-Shiddiqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab, (Semarang: PT

Pustaka Rizki Putra, 2001), Cet Ke-2, 328.

8 T.M Hasbi Ash-Shiddiqi, Pengantar Fiqih Muamalah, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,

(14)

Sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 173,

yakni:

ي ع ح ا إ

ك

ٱ ل

ي

ت

ٱ

حل ل

ٱ ل

ا يز

هب لهأ

يغل

ٱ

هَ

ف

ٱ

ض

ط

يغ

لف اع َ غاب

ثإ

ي ع

ه

إ

ٱ

فغ َ

يح

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.9

Salah satu kasus yang terjadi di Desa Tambak Agung Tengah

Kecamatan Ambunten Sumenep terdapat salah satu keluarga yang

menjalankan bisnis peternakan ikan lele yaitu bapak Rasidi yang memiliki

ternak kurang lebih satu kolam terdapat kira-kira 2000 bibit ikan lele

dibeberapa tambaknya yang memiliki luas kurang lebih 5x7 meter

tersebut dan pak rasidi memiliki 20 kolam ikan ternak lele. Namun yang

menjadi permasalahan dalam pembahasan ini tentang bagaimana cara pak

Rasidi melakukan akad saat jual beli, proses pengolahan ayam tiren untuk

pakan ikan lele.

Pak Rasidi memberi makan ternaknya dua kali dalam satu hari

dengan menggunakan pakan lele yang biasa disebut dengan pelet

(konsentrat) dan harga dari pelet tersebut satu karung seharga Rp.

250.000. Satu karung pelet dipakai selama satu hari. Jika menggunakan

(15)

bangkai ayam cukup diberi makan sekali sehari. Dengan harga cukup

murah dibandingkan membeli pelet yang harganya mahal. Sedangkan

harga ayam tiren tersebut hanya Rp. 7000 per ekor, lele-lele yang diberi

makan bangkai ayam akan djual dipasar-pasar tradisional dan akan

dikonsumsi oleh pembeli. Bagi Pak Rasidi membeli ayam tiren dirasa bisa

membantu meringankan beban untuk biaya merawat ternak lelenya.

Ayam mati yang sering kita kenal dengan Bamgkai Ayam yaitu

ayam yang mati sebelum di sembelih hal ini disebabkan

bermacam-macam mati ketabrak mobil, sakit, kelaparan keracunan, terlalu tua atau

mati dalam perjalanan, dan mati sembari menunggu eksekusi disembelih.

Rantai perdagangan dan pemasaran ayam potong (broiler) sebagaian besar

masih melalui tangan distributor. Hal ini yang dapat menyebabkan

kematian ayam terjadi sebelum di sembelih. Apalagi ditambah dengan

sarana penampungan, penanganan dan transportasi yang kurang memadai.

Dengan banyaknya transaksi yang terjadi bisa dikatakan banyak pula

ditemukan ayam yang mati baik karena penyakit atau sebab lain.

Penanganan ayam kurang baik jelas menjadi penyebab atau mempercepat

terjadinya kematian ayam.

Pembahasan jual-beli sangat menarik untuk dikaji, terutama

terkait dengan obyek dari jual-beli tersebut. Dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan jual beli juga akan mengalami perkembangan, dengan

banyaknya penemuan bahwa barang- barang najis (tidak suci) memiliki

(16)

digunakan untuk pembangkit listrik, pupuk dan lain sebagainya. Dengan

diperbolehkanya pemanfaatan barang najis memunculkan nilai ekonomi

terhadap barang tersebut. Banyak orang-orang memproduksi dan menjual

barang-barang najis untuk dimanfaatkan.

Dari pernyataan di atas memunculkan pertanyaan apakah boleh

menjual bangkai untuk digunakan sebagai pakan ikan lele ? bagaimana

transaksi terhadap jual beli ayam tiren untuk pakan ikan lele tersebut?

Serta yang terakhir bagaimana pandangan Islam terhadap jual beli

bangkai ayam tersebut?

Dari penjelasan diatas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana

praktek jual beli ayam tiren tersebut dengan judul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Jual Beli Bangkai Ayam Untuk Pakan Ikan Lele di Desa

Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat disimpulkan yang

digunakan peneliti sebagai acuan penelitian adalah:

1. Proses transaksi (akad) yang dilakukan antara kedua belah pihak

dalam jual beli bangkai ayam.

2. Jual beli bangkai ayam yang dilakukan kedua belah pihak.

3. Pendapat para ulama fiqh terhadap jual beli bangkai ayam untuk

pakan ikan lele didesa Tambak Agung Tengah Kecamatan

(17)

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, terdapat berbagai macam

permasalahan yang harus di paparkan jawabannya, maka penulis

memberikan batasan dari masalah-masalah tersebut, sebagai berikut:

1. Akad yang dilakukan terhadap jual beli bangkai ayam untuk pakan

ikan lele Didesa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten

Sumenep.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli ayam untuk pakan ikan

lele Didesa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten

Sumenep.

C. Rumusan Masalah

Berikut rumusan masalah yang ada pada permasalahan diatas

adalah:

1. Bagaimana akad terhadap jual beli bangkai ayam untuk pakan ikan

lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten

Sumenep?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bangkai ayam

untuk pakan ikan lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan

Ambunten Sumenep?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari rumusan masalah diatas adalah :

1. Untuk mengetahui akad terhadap jual beli bangkai ayam untuk

pakan ikan lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan

(18)

2. Untuk mengetahui dan memahami hasil dari tinjauan hukum

islam terhadap jual beli bangkai ayam untuk pakan ikan lele di

Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep.

E. Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan adanya penelitian ini manfaat dari yang bisa diambil

adalah untuk mengembangkan teori-teori dan bisa menambah wawasan.

dan memperluas pengetahuan bagi peneliti dan media-media pustaka bagi

jurusan Muamalah khususnya, dan bagi mahasiswa UIN SUNAN AMPEL

SURABAYA umumnya.

1. Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini peneliti bisa mengengkaji dan

mengembangkan teori-teori dan dalil yang ada pada alquran atau

hadist. Dan manfaat lain yang bisa diambil adalah untuk menambah

wawasan dan informasi bagi para pembaca dan para mahasiswa

jurusan muamalah khususnya dan bagi seluruh mahasiswa UIN Sunan

Ampel Surabaya khususnya.

2. Manfaat Praktis

Sementara manfaat secara praktisnya dari hasil penelitian ini

bagi para pembaca dan khususnya mahasiswa jurusan muamalah

adalah sebagai referensi dalam menangani serta mengidentifikasi

apabila terjadi hal yang sama didaerah sekitar pembaca. Dalam

(19)

merupakan hukum bisnis islam yang cocok untuk mengatasi persoalan

jual beli bangkai ayam yang dipergunakan untuk pakan ikan lele

didesa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Sumenep

Madura.

F. Kajian Pustaka

Untuk menunjang dalam mengkaji dan menganalisa akad jual beli

ayam tiren agar sesuai dengan sasaran dan maksud yang diinginkan, maka

penulis mengambil dan menelaah dari beberapa Penelitian, skripsi, tesis

yang hampir sama pembahasannya dengan hal-hal tersebut, diantaranya

adalah :

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Khilmi Tamim

mahasiswa IAIN Walisongo dengan tema: Studi Analisis Pendapat Sayid

Sabiq Tentang Persyaratan Suci Bagi Barang Yang Dijadikan Obyek Jual

Beli. Didalam kesimpulan karya Ilmiah ini dijelaskan, bahwa menurut

mazhab Hanafi dan Zahiri jual beli barang yang mengandung unsur najis

boleh asalkan barang itu memiliki nilai manfaat bagi manusia. Sedangkan

dalam perspektif Sayid Sabiq meskipun barang itu mengandung manfaat,

jika najis maka barang itu tidak boleh dijual belikan karena barang yang

bernajis mengandung mudarat yang lebih besar dari pada manfaatnya.10

Kedua, Dalam skripsi yang disusun oleh Ainur Rohman

mahasiswa IAIN Walisongo Semarang dengan judul: Tinjauan Hukum

10 Khilmi Tamim, Studi Analisis Pendapat Sayid Sabiq Tentang Persyaratan Suci Bagi Barang

(20)

Islam Terhadap Jual-Beli Melalui Internet (Studi Kasus di Gramedia

Toko Buku Online. menjelaskan bahwa dalam inti dari akad jual beli

adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, bagaimana akad itu

dilakukan dan sighat apapun yang digunakan, yang terpenting adalah

kedua belah telah mengerti dan paham apa yang diinginkan oleh kedua

belah pihak sehingga tercapai kesepakatan.11

Ketiga, Skripsi tentang Analisis Hukum Bisnis Islam Terhadap

Jual Beli Seragam Sekolah Di Toko Purnama Jaya Indah Pasar Blauran

Surabaya Di Susun Oleh Farobi Dardena Betarania. Skripsi ini membahas

tentang penerapan jual beli di toko purnama yang di lakukan dengan cara

mengubah ukuran seragam dengan ukuran yang paling mendekati pesanan

pembeli .12

Keempat, skripsi milik Muhammad yudha ardiansyah kharisma

yang berjudul tinjauan akad khiyar terhadap jual beli sapi di pasar

pegirian Surabaya. Skripsi ini berisi tentang penerapan praktik jual beli

sapi di pasar pegirian Surabaya didalamnya terdapat penerapan hak khiyar

yang terdapat di dalam akad jika terjadi cacat barang yang diperjual

belikan agar terhindar dari kerugian diantara penjual dan pembeli.13

Dari beberapa telaah pustaka yang penulis lakukan diatas,

sepengetahuan peneliti bahwa belum ada penelitian yang membahas

11 Ainur Rohman, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual-Beli Melalui Internet (Studi Kasus Di

Gramedia Toko Buku Online Website Www.Gramediaonline.Com.2006), Semarang. 60.

12 Farobi Dardena Betarania. Analisis Hukum Bisnis Islam Terhadap Jual Beli Seragam Sekolah

Di Toko Purnama Jaya Indah Pasar Blauran Surabaya.Surabaya :UIN SUNAN AMPEL.2016

13 Muhammad Ardiansyah Charisma Yudha. Tinjauan Akad Khiyar Terhadap Jual Beli Sapi Di

(21)

mengenai “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bangkai Ayam

Untuk Pakan Ikan Lele di Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan

Ambunten Sumenep” tidak memiliki kesamaan dengan skripsi-skripsi

terdahulu. Karena dalam skripsi ini fokus yang diambil oleh peneliti

adalah lebih menekankan kepada akad dan tinjauan hukum yang berlaku

didalam islam yang dilakukan disaat melakukan jual beli ayam yang

digunakan sebagai pakan ikan lele tersebut.

G. Definisi Operasional

Untuk lebih mempermudah dalam memahami judul skripsi diatas

dan untuk memahami serta menghindari kesalahan dalam pengertian

judul, maka penulis akan menegaskan kembali tentang judul skripsi ini

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bangkai Ayam Untuk Pakan

Ikan Lele Di desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten

Sumenep”.

Hukum Islam : Peraturan dan ketentuan- ketentuan yang

bersumber dalam alQuran dan hadis, serta

pendapat para ulama’dan kitab fiqh

khususnya mengenai akad jual beli bangkai

ayam di Desa Tambak Agung Tengah

(22)

Jual beli : Menukar barang dengan uang yaitu

dengan jalan melepaskan hak kepemilikan

barang.

Bangkai Ayam :Ayam yang mati sebelum di sembelih hal

ini disebabkan bermacam-macam mati

ketabrak mobil, sakit, kelaparan keracunan,

terlalu tua atau mati dalam perjalanan, dan

mati sembari menunggu eksekusi

disembelih.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif. Dimana dalam buku ‘’Metode penelitian Kualitatif ‘’ oleh

Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J.Moleong mengatakan

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata

tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.14 Sedangkan

untuk penelitiannya adalah Penelitian Deskriptif, yaitu suatu penelitian

yang bermaksud semata-mata untuk mengkomulasikan data-data

mengenai situasi-situasi atau kejadian secara sistematis, faktual dan

14 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(23)

sistematis.15 Pendekatan ini melihat keseluruhan latar belakang subyek

penelitian secara holistik.

Sedangkan penelitian yang digunakan adalah study kasus atau

penelitian kasus. Study kasus merupakan studi yang mendalam tentang

sebuah permasalahan mengenai unit sosial tertentu yang dimana hasil

penelitiannya akan memberi gambaran yang luas dan mendalam

mengenai unit sosial yang telah di teliti.16

Jenis penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah

yang terjadi mulai dari proses transaksi jual beli bangkai ayam (tiren)

sampai proses pengolahan untuk dijadikan pakan ikan.

2. Jenis Dan Sumber Data

Untuk mendapatkan keterangan dan informasi, peneliti

mendapatkan informasi dari sumber data, yang dimaksud sumber data

adalah subjek darimana data diperoleh. Secara garis besar sumber data

yang digunakan dibagi dua jenis, yaitu:

a. Sumber primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan langsung dari sumber pertama yang ada di lapangan

melalaui penelitian.17 Untuk memperoleh data tersebut maka

peneliti akan melakukan pengamatan dan wawancara, adapun

sumber data yang akan diperoleh peneliti dalam penelitian ini

(24)

adalah Pembeli atau informasi dari peternak ayam dan peternak

lele.

b. Sumber Sekunder

Sumber Sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh

peneliti dari sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan

atau referensi atau laporan penelitian terdahulu.18 Data tersebut

meliputi:

1) Aparat Pemerintah Desa desa Tambak Agung Tengah

Kecamatan Ambunten Sumenep

2) Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas hukum muamalat, hukum perdata

Islam

3) Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam

4) T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar

Mazhab

5) T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Pengantar Fiqih Muamalah

6) Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.

7) Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid

5.

1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang valid dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, adapun

pengumpulan datanya adalah sebagai berikut :

18 M. iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta : Gholia

(25)

a. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik untuk mencari data

yang dilakukan dengan mengamati secara langsung ataupun tidak

langsung terhadap kegiatan yang sedang terjadi tanpa melakukan

manipulasi.19 Dalam penelitian ini peneliti mengamati proses

transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli ayam. Dan selama

proses transaksi tersebut peneliti mencatat dan mengamati kegiatan

apa saja yang terjadi saat proses transaksi tersebut.

b. Wawancara

Merupakan salah satu metode pengumpulan data dan

informasi yang dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi

dengan sumber data dengan dialog tanya jawab secara lisan baik

langsung maupun tidak langsung.20 pengumpulan data ini peneliti

melakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara

langsung oleh pewawancara kepada penjual bangkai ayam dan

petrnak ikan lele.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat

dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, memerlukan

19 Sumadi Suryabrata. Metode Penelitian (Jakarta: Pt. Remaja Grafindo Persada, 2005), 141. 20 Djumhur Dan M. Suryo, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah (Bandung: Cv. Ilmu. 1975),

(26)

interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks

rekaman peristiwa tersebut.21 Data yang diperoleh melalui metode

ini adalah data berupa gambaran umum tentang lokasi penelitian.

2. Teknik Pengolahan Data

Adapun teknik pengelolahan data yang digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Editing, adalah pengecekan ulang data yang telah dikumpulkan

untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di

lapangan yang bersifat pengoreksian, pada kesempatan ini dapat

dilakukan pelengkapan terhadap kesalahan atau kekurangan data

yang terjadi baik dengan cara pengumpulan data ulang ataupun

interpolasi (penyisipan).22

b. Organizing, adalah penyusunan data yang telah diperoleh secara

terstruktur untuk dijadikan karangan yang akan dipaparkan dalam

hasil penelitian.23

3. Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukannya pola, dan menemukan apa yang penting dan apa yang

21 Burhan bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 130. 22 Ibid., 77.

(27)

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain.24

Dalam menganalisis kasus diatas, peneliti menggunakan metode

analisis dengan mendeskripsikan serta membandingkan akad jual beli

dengan tinjauan dalam hukum Islam terhadap jual beli bangkai ayam

tersebut apakah diperbolehkan dalam Islam atau tidak.

I. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan skripsi ini, Penulis mencantumkan sistematika

pembahasan yang terdiri dari 5 BAB dengan susunan sebagai berikut :

Bab I berisi tentang pendahuluan dimana didalamnya terdiri dari

latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,

definisi operasional, metode penelitian yang dipakai, sistematika

pembahasan.

Bab II memuat landasan teori yang digunakan sebagai pisau

analisis terhadap hasil penelitian. Bab ini membahas tentang pengertian

dan dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, macam-macam jual

beli, sifat dan hukum jual beli, berakhirnya jual beli.

Bab III berisi tentang hasil penelitian, yaitu gambaran umum

Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Kabupaten

Sumenep, dan praktik jual beli bangkai ayam untuk pakan ikan lele di

24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),

(28)

Desa Tambak Agung Tengah Kecamatan Ambunten Kabupaten

Sumenep.

Bab IV berisi tentang analisis data dari akad jual beli dan tinjauan

hukum Islam terhadap jual beli bangkai ayam didesa tambak agung

tengah kecamatan ambunten sumenep.

Bab V berisi penutup dari skripsi yang berisi kesimpulan dan saran

(29)

20

BAB II

HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI BANGKAI

A. JUAL BELI.

1. Pengertian jual beli.

Adanya syariat jual beli menjadi wasilah} (jalan) untuk

mendapatkan keinginan tersebut, tanpa berbuat salah.1 Jual beli

menurut bahasa ialah menukar kepemilikan barang dengan barang

atau saling tukar menukar. Perdagangan atau jual beli menurut

bahasa berarti al-bay’, attijarah dan al-mubadala, sebagaimana

firman Allah Swt dalam surat al- Fathir ayat 29:

ِ إ

ٱ

ِ ت ِ

ِ ت كِ

ِ ب

ٱ

ِ ا ق أ ِ َ

ٱ

ِ ص

ِ ق رِ ِ ا ق ف أ ِ

ِ

ِ ِ

ِ ر س

ِا

ِ

ِ ل ع

ِ ر

ِ ج تِ ج

ِ ر

ِ

ِ ر تِ

Artinya: mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.2

Menurut istilah (terminology) yang dimaksud dengan jual

beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan

uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari satu

kepada yang lain atas dasar saling merelakan. Jual beli dalam arti

1Sohari Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2011), 65.

(30)

khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan manfaat

dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik,

penukarannya bukan emas dan bukan pula perak, bedanya dapat

direalisasikan dan ada di sekitar (tidak ditrangguhkan), bukan

merupakan hutang (baik barang itu ada di hadapan si pembeli

maupun tidak), barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau

sudah diketahui terlebih dahulu.3

2. Rukun dan syarat jual beli.

Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab qabul),

orang-orang yang berakad (penjual pembeli), dan mawdlu’ul aqad (objek

akad).4 Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual

beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab

ijab qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). 5

Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual

beli itu ada empat,6 yaitu:

1) Ada orang yang berakad atau muta’aqidayn (penjual

dan bembeli).

2) Ada shighat (lafat ijab dan qabul).

3) Ada barang yang diperjualbelikan.

3Sohari Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah…, 66-67.

4 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),

67-68.

5 Ibid.,70.

6 Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007),

(31)

4) Ada nilai tukar pengganti barang.

Sedangkan syarat sahnya akad yang harus dipenuhi

terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Syarat umum adalah syarat-syarat yang berhungan

dengan semua bentuk jual beli yang telah ditetapkan

syara. Diantaranya yang disebutkan dalam rukun

diatas, juga harus terhindar dari kecacatan jual beli,

yaitu ketidak jelasan, kemadharatan, dan persyaratan

yang merusak lainnya.

2. Syarat khusus adalah syarat-syarat yang hanya ada

pada barang barang tertentu. Jual beli ini harus

memenuhi persyaratan berikut:

1) Barang yang diperjual belikan harus dapat

dipegang, yaitu pada jual beli benda yang harus

dipegang sebab apabila dilepaskan akan rusak

atau hilang.

2) Harga awal harus diketahui, yaitu pada jual

beli amanat.

3) Serah terima benda dilakukan sebelum

berpisah, yaitu jual beli yang ada benda di

(32)

4) Harus seimbang dalam ukuran timbangan,

yaitu dalam jual beli yang memakai takaran

atau timbangan.7

Berikut merupakan syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai

berikut ini :

a. Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan saja

setelah penjual menyatakan ijab, dan sebaliknya.

b. Jangan diselangi dengan kata-kata lain antara ijab dan

Kabul.

c. beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli

benda-benda tertentu, misalnya seseorang menjual

budaknya yang beragama Islam sebab kemungkinan

pembeli tersebut merendahkan ‘abid (orang yang

banyak ibadahnya) yang beragama Islam, sedangkan

Allah Swt. Melarang orang mukmin member jalan

kepada orang kafir untuk merrndahkan orang mukmin.

Dalam Alquran surah An- nisaa’ ayat 141 Allah Swt

berfirman:

ٱ

ِ بِ ص ب ر ت ِ

ِ

ِ ِ كِ إ ف

ِ

ِ ت ف

ِ ح

ِ

ِ

ٱ

ِ قِ َ

ِ أِ ا

ِ

ِ ع ِ

ِ

ِ ِ كِ إ

ِ

ِ ص ِ ر ف

ِ ب

ِ

ِ ق

ِ أِ ا

ِ

ِ س

ِ ح ت

ِ ِ

ِ ع

ِ ِ

ِ

ِ ع

ِ ِ

ٱِ

ِ

ِ

ِِ ف

ٱ

ِ ح ِ َ

ِ بِ

ِ

ِ

ِ

ِ ٱِ

ِ ق

ِ ِ

ِ ج ِ

ِ ع

ٱ

ِ ِ َ

ِ

ِ عِ ر ف

ٱِ

ِ

ِ ل سِ

(33)

Artinya: yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah Kami (turut berperang) beserta kamu ?" dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah Kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.8

Dalam ijab kabul ini para ulama berbeda pendapat

diantaranya seperti berikut ini.

a) Menurut Ulama mazhab Syafii:

“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan sighat (ijab

kabul) yang diucapkan”.

b) Imam Malik berpendapat

Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan

secara dipahami saja.

c) Pendapat ketiga ialah penyimpanan akad dengan

perbuatan, atau disebut juga dengan aqad bi

al-mu‘atah yaitu: Mengambil dan memberikan dengan

tanpa perkataan (ijab dan qabul) sebagaimana

seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui

harganya, kemudian ia mengambilnya dari penjual dan

(34)

memberikan uangnya sebagai pembayaran Bentuk

yang ketiga ini lebih diartikan sebagai ijab dan kabul

dengan mubadalah, karena yang diutamakan adalah

pertukarannya.

Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad ialah

sebagai berikut9:

a. Suci atau mungkin untuk disucikan, sehingga tidak

sah penjualan benda benda najis, seperti anjing, babi,

dan yang lainnya.

b. Memberi manfaat menurut syarak. Dilarang jualbeli

benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya

oleh syarak. Seperti menjual babi, berhala, cicak dan

sebagainya.

c. Jangan dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal

lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini

padamu.

d. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan saya jual

motor ini kepada tuan selama satu tahun, maka

penjualan itu tidak sah, sebab jual beli merupakan

salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak

dibatasi apapun kecuali ketentuan syarak.

9 Gemala Dewi, dkk. HukumPerikatan Islam di Indonesia.(Jakarta : kencana

(35)

e. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat.

Tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan

tidak bisa ditangkap lagi. Barang-barang yang sudah

hilang atau barang yang sulit diperoleh kembali karena

samar, seperti seekor ikan jatuh ke kolam, karena

terdapat ikan-ikan yang sama.

f. Milik sendiri. Tidaklah sah menjual barang milik

orang lain tanpa seizin pemiliknya atau barang-barang

yang baru akan menjadi miliknya.

g. Diketahui (dilihat) barang yang diperjualbelikan harus

dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau

ukuran-ukuran yang lainnya. Tidaklah sah melakukan

jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu

pihak.10

3. Macam- Macam Jual Beli

Ada beberapa macam jual beli, diantaranya:

1. Pembagian jual beli berdasarkan objek barangnya

Pembagian jual beli dilihat dari segi objek barang yang

diperjual belikan terbagi empat macam11, yakni:

10 Nasrun Haroen, fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratam.2007), 7 11 Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT. Raja

(36)

a. Bai’ al-mutlak, yaitu tukar menukar suatu benda

dengan benda secara mutlak .

b. Bai’ al-salam atau salaf, yaitu tukar-menukar dengan

barang atau menjual suatu barang yang penyerahannya

ditunda dengan membayar modal lebih awal.

c. Bai’ al-syaf, yaitu tukar menukar mata uang dengan

mata uang lain baik sama jenis atau tidak contohnya

emas sama emas perak sama perak.

d. Bai’ al-muqayyat (barter), yaitu tukar-menukar harta

dengan harta selain emas dan perak. Jual beli ini

disyaratkan harus sama dalam jumlah dan kadarnya.

Misalnya tukar-menukar kurma dengan gandum.12

2. Pembagian jual beli berdasarkan batasan nilai tukar

barangnya. Pembagian jual beli bisa dilihat dari segi

batasan nilai tukar barang terbagi kepada tiga macam :

a. Bai’ Al Musawwamah yaitu jual beli yang dilakukan

penjual tanpa menyebutkan harga asal barang yang ia

beli.jual beli seperti ini merupakan hukum asal dalam

jual beli.

b. Bai’ Al Musayyadah yaitu penjual memperlihatkan

barang dipasar kemudian pembeli membeli barang

tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal

12 Muhammad Abd al-Rauf Hamzah, Al-Bai’ fi< Fiqh Islamiy, (t.t.:

(37)

sebagaimana yang diperlihatkan atau disebutkan

penjual.

c. Bai’ Al Amanah yaitu penjualan yang harganya

dibatasi dengan harga awal atau ditambah atau

dikurangi. Dinamakan bai’ al amanah karena penjual

diberikan kepercayaan karena jujur dalam

memberitahukan harga asal barang tersebut. Misal

penjual berkata : saya membeli barang ini seharga Rp.

100.000 dan sekarang saya akan menjualnya kepada

anda seharga Rp. 130.000 jual beli ini terbagi kedalam

tiga macam yaitu sebagai berikut13 :

1. Bai’ al M<urabah}ah yaitu penjual menjual barang

tersebut dengan harga asal ditambah keuntungan

yang disepakati. Dengan kata lain penjual member

tahu harga produk yang ia beli dan menentukan

suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

2. Bai’ al Tauliyah yaitu penjual menjual barangnya

dengan harga asal tanpa menambah (mengambil

keuntungan) atau mengutrangi (rugi).

3. Bai’ al Wadi’ah yaitu penjual menjual barangnya

dengan harga asal dan menyebutkan potongan

harganya (diskon).

13

(38)

Ketiga macam jual beli ini merupakan ketentuan.

Dalam Bai’ al M<urabah}ah adanya ketentuan menyebutkan

harga asal. Dalam Bai’ al Tauliyah adanya ketentuan

menyebutkan keuntungannya. Sedangkan dalam Bai’ al

W<adi’ah ketentuan menyebutkan potongan harganya.

4. Pembagian jual beli berdasarkan penyerahan nilai tukar

pengganti barangnya. Pembagian jual beli dilihat dari segi

penyerahan nilai tukar pengganti barang terbagi kepada

empat macam :

a. Bai’ Munjiz al Tsaman, yaitu jual beli didalamnya

disyaratkan pembayaran secara tunai. Jual beli ini

disebut dengan Bai’ al Naql.

b. Bai’ Muajjal al Tsaman, yaitu jual beli yang dilakukan

dengan pembayaran secara kredit.

c. Bai’ Muajjal al Mutsman, yaitu jual beli yang serupa

dengan Bai’ al Salam.

d. Bai’ Muajjal al ‘Iwadayn, yaitu jual beli utang dengan

utang. Hal ini dliranag oleh syara’

5. Pembagian jual beli berdasarkan hukumnya.

Pembagian jual beli dilihat dari segi hukumnya terbagi

menjadi empat macam yakni :

a. Bai’ al Mun’aqid lawannya Bai’ al Batil yaitu jual beli

(39)

b. Bai’ al S}ah}ih} lawannya Bai’ al Fasid yaitu jual beli

yang terpenuhi syarat sahnya.

c. Bai’ al Nafidz lawannya Bai’ al Mauquf yaitu jual beli

shahih yang dilakukan oleh orang yang cakap

melaksanakan seperti balig dan berakal.

d. Bai’ al L<azim lawannya Bai’ Ghair al L<azim yaitu jual

beli s}ah}ih yang sempurna dan tidak ada hak khiyar di

dalamnya. Jual beli ini disebut juga jual beli Bai’ al

Jaiz.

Sementara akad fasid adalah akad yang asalnya

disyariatkan akan tetapi sifatnya tidak. Misalnya akad

yang dilakukan oleh orang yang berkompeten (ahlinya).

Akan tetapi dapat sifat yang tidak disyariatkan

menghalanginya, misal Bai’ al Majh}ul (jual beli barang

yang spesifikasinya tidak jelas) yang dapat menimbulkan

perselisihan, melakukan dua akad dalam satu akad, dan

semua jual beli yang mengarah pada hukum riba.14

4. Jual Beli yang Terlarang Dalam Islam.

Jual beli dalam Islam sangatlah banyak. Jumhur ulama

sebagaimana disinggung di atas, tidak membedakan antara fasid

dan batal. Dengan kata lain, menurut jumhur ulama’ hukum jual

(40)

beli terbagi menjadi dua yaitu jual beli sahih dan jual beli fasid,

sedangkan menurut ulama’ mazhab Hanafi jual beli terbagi

menjadi tiga, jual beli sahih, fasid dan batal.15

Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam,

Wahbah Az- Zuhaili meringkasnya sebagai berikut:16

1. Terlarang sebab ahliyah (ahli akad).

Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikatagorikan

sahih apabila dilakukan oleh orang yang sudah baligh,

berakal, dapat memilih, dan mampu bertasarruf secara

bebas dan baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual

belinya adalah sebagai berikut:

a. Jual beli dengan orang gila. Ulama’ fikih sepakat

bahwa jual beli dengan orang gila tidak sah. Begitu

pula sejenisnya, seperti orang mabuk, skalor dan

lain-lain.

b. Jual beli dengan anak kecil. Ulama fikih sepakat

bahwa jual beli dengan anak kecil (belum mumayyiz)

dipandang tidak sah, kecuali pada perkara-perkara

yang ringan atau sepele. Menurut ulama mazhab

15 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, 93.

16 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, (Jakarta : Gema Insani

(41)

Syafi’i, jual beli anak mumayyiz yang belum baligh,

tidak sah sebab tidak ada ahliyah.

Adapun menurut ulama Mazhab Hanafi, Mazhab

Maliki dan Mazhab Hambali, jual beli anak dikatakan sah

apabila diijinkan walinya. Mereka antara lain beralasan,

salah satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan

memberikan keleluasaan untuk jual beli, juga pengalaman

atas firman Allah Swt. dalam surat An-Nisaa’ ayat 6:

ِ ٱِ ب

ِ ا ت

ٱِ

ِ ت

ِ

ِ

ِ ت ح

ِ

ِ ا غ بِ ا إ

ٱ

ِ إ فِ

ِ

ِ س ا ء

ِ ت

ِ

ِ ِ

ِ ش ر

ِ

ِ فِا

ٱِ

ِ ع ف

ِ إِ ا

ِ ِ

ِ أ

ِ

ِ

ِ

ِ أ تِ ا

ِ ك

ِ

ِ س إ

ِ فا ر

ِ

ِ ِ أِ ا را ب

ِ ا ر

ِ

ِ غِ كِ

ِ فِ

ِ س

ِ ع ت

ِ ف ف

ِ

ِ

ِ ك

ِ

ِ ر ق ف

ِ فِا

ِ أ

ِ ك

ِِ بٱ

ِ

ِ ع

ِ ف ر

ِ

ِ ع ف ِا إ ف

ِ ت

ِ

ِ إ

ِ ِ

ِ أ

ِ

ِ

ِ

ِ ش أ ف

ِ عِ ا

ِ ِ

ِ

ِ ف ك

ِِ بٱ

ِ ب س حِ َ

ِ

ِِ

Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).17

(42)

c. Jual beli dengan orang buta. Jumhur ulama

mengatakan bahwa jual beli dengan orang buta adalah

sah apabila orang buta itu memilik hak khiyar,

sedangkan ulama’ Mazhab Syafi’i tidak

membolehkannya, kecuali barang telah ia lihat

sebelum ia buta.18

d. Jual beli dengan terpaksa. Menurut ulama’ Mazhab

Hanafi jual beli ini seperti jual beli fud’ul (jual beli

tanpa seizin pemiliknya) yakni ditangguhkan

(mawquf). Oleh karena itu, keabsahannya

ditangguhkan sampai rela (hilang rasa terpaksa).

Menurut ulama’ Mazhab Maliki tidak lazim, baginya

ada khiyar. Adapun menurut ulama’ Mazhab Syafii

dan Mazhab Hambali, jual beli tersebut tidak sah

sebab tidak ada keridhaan ketika akad.

e. Jual beli fud’ul. Jual beli ini adalah jual beli milik

orang tanpa seizing pemiliknya. Menurut ulama’

mazhab Hanafi dan mazhab Maliki, jual beli

ditangguhkan sampai ada izin pemiliknya. Adapun

menurut ulama’ mazhab Hambali dan mazhab Syafi’i,

jual beli ini tidak sah.

18

(43)

f. Jual beli orang yang terhalang. Maksudnya ialah orang

yang terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun

sakit. Jual beli orang yang bodoh yang suka

menghamburkan hartanya, menurut ulama Mazhab

Maliki, Hanafi dan pendapat paling sahih dari ulama

Mazhab Hambali, harus ditangguhkan. Adapun

menurut ulama Mazhab Syafi’i, jual beli tersebut tidak

sah sebab tidak ada ahli dan ucapannya dipandang

tidak dapat dipegang. Begitupula ditangguhkan jual

beli orang yang sedang bangkrut berdasarkan

ketetapan hukum, menurut ulama Mazhab Maliki dan

Hanafi, sedangkan menurut ulama mazhab Syafi’i dan

mazhab Hambali, jual beli tersebut tidak sah. Menurut

jumhur selain mazhab Maliki, jual beli dengan orang

yang sedang sakit parah yang sudah mendekati mati

hanya dibolehkan sepertiga dari hartanya (tirkah), dan

bila ingin lebih dari sepertiga, jual beli tersebut

ditangguhkan kepada ahli warisnya. Menurut ulama’

mazhab Maliki, sepertiga dari hartanya hanya

dibolehkan pada harta yang tidak bergerak, seperti

rumah, tanah dan lain-lain.

g. Jual beli malja. Yaitu jual beli dengan orang yang

(44)

perbuatan dzalim. Jual beli tersebut fasid menurut

ulama mazhab Hanafi dan batal menurut ulama

mazhab Hambali.

Ulama sepakat membolehkan jual beli yang memenuhi

persyaratan dan rukunnya. Namun demikian, ada beberapa

masalah yang diperselisihkan di antara para ulama di antaranya

berikut ini.

a. Jual beli riba. Riba nasihah dan riba fad’al dihukumi

fasid menurut ulama’ mazhab Hanafi, tetapi menurut

jumhur ulama’ jual beli tersebut batal.

b. Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan.

Menurut ulama’ mazhab Hanafi termasuk fasid atau

rusak dan terjadi akad atas nilainya, sedangkan

menurut jumhur ulama’ adalah batal. Sebab ada nas

yang jelas dari hadits Bukhari dan muslim bahwa Nabi

Saw mengharamkan jual beli khamr (minuman keras),

bangkai anjing dan patung.

c. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang. Yakni

mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju

tempat yang dituju sehingga orang yang mencegatnya

akan mendapatkan keuntungan. Ulama’ mazhab

Hanafi berpendapat bahwa hal itu makruh tahrim.

(45)

berpendapat, pembeli boleh khiyar. Ulama mazhab

Maliki berpendapat bahwa jual beli seperti itu

termasuk fasid.

d. Jual beli waktu adzan Jum’at.Yakni bagi laki-laki

yang berkewajiban melaksanakan salat Jum’at.

Menurut ulama mazhab Hanafi pada waktu adzan

pertama. Sedangkan menurut ulama lainnya, adzan

ketika khatib sudah di mimbar. Ulama mazhab Hanafi

menghukuminya makruh tahrim. Sedangkan ulama

mazhab Syafii menghukuminya sahih haram. Batal

menurut pendapat yang masyhur dikalangan ulama

mazhab Maliki. Dan tidak sah menurut ulama mazhab

Hambali.

e. Jual beli anggur untuk dijadikan khamr (minuman

keras). Menurut ulama mazhab Syafi’i dan Hanafi

dzahirnya sahih, tetapi makruh. Sedangkan menurut

ulama mazhab Maliki dan mazhab Hambali adalah

batal.

f. Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil. Hal

itu dilarang sampai anaknya besar dan mandiri.

g. Jual beli barang yang sedang dibeli orang lain.

Seseorang telah sepakat akan membeli suatu barang

(46)

lain yang menyuruh untuk membatalkannya sebab ia

akan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.

h. Jual beli memakai syarat. Menurut ulama mazhab

Hanafi sah jika syaratnya itu baik, seperti saya akan

membeli baju ini dengan syarat bagian yang rusak

dijahit dulu begitu juga dengan ulama Mazhab Maliki

membolehkannya jika bermanfaat. Menurut ulama

Syafi’i dibolehkan jika syarat maslahat bagi salah satu

pihak yang melangsungkan akad. Sedangkan menurut

ulama Mazhab Hambali tidak dibolehkan jika hanya

bermanfaat bagi salah satu yang berakad.

B. Hukum Islam tentang bangkai.

Bangkai merupakan hewan yang mati karena mati sebelum di

sembelih hal ini disebabkan bermacam-macam hal salah satunya

karena mati kecelakaan, kelaparan, mati dalam perjalanan atau mati

sembari menunggu proses eksekusi untuk disembelih. Menurut Dr.

Yusuf Al- Qaradawi bangkai yaitu binatang yang mati dengan

sendirinya. Dengan kata lain kematiannya tidak disebabkan adanya

usaha manusia, yang dengan sengaja disembelih atau karena diburu.

(47)

banyak hikmah yang sangat besar diharamkannya memakan bangkai

yaitu : 19

1. Bahwa makan bangkai merupakan suatu yang buruk yang

dapat menurunkan derajat manusia.

2. Binatang yang mati dengan sendirinya pada umumnya

mati karena suatu sebab tertentu seperti bisa jadi karena

suatu penyakit yang mengancam, umurnya sudah tua, atau

karena makan tumbuhan yang beracun.

Allah jelas menyeru orang-orang yang beriman untuk

memakan makanan yang baik dan menunaikan kewajiban atas

kenikmatan yang telah diterimanya. Yaitu bersyukur kepada Zat

yang telah memberikan segala macam kenikmatan. Allah tidak

melarang mereka kecuali menegaskan melarang untuk 4 hal

berikut ini sesuai sabda Rasulullah saw. berikut ini :

ِ جِ ٌ عِ

ِ

ِ بِ ر ب

ِ ِ

ِ ع

ِ ِ

ِ رِهِا

ِ ض

ِ ِ

ِ ل

ِِ

ِ ع

ِ ِ

ِ

ِ أِ،

ِ ِ

ِ

ِ س

ِ

ِ ع

ِ

ِ ر

ِ س

ِ

ِ ِ

ِ ل

ِ

ِ ص

ِ

ِ لِ

ِ

ِ ع

ِ ِ

ِ ِ

ِ

ِ س

ِ ِ

ِِ

ِ ق

ِ

ِ ِ

ِ ع

ِ ِ

ِ ا

ِ فِ ت

ِ ح

ِ

ِ ِ

ِ ِ

ِ بِ

ِ ِ

ِ اِ:

ِ لِ

ِ

ِ ِ ر

ِ س

ِ ِ

ِ ِ

ِ ح

ِ ر

ِ ِ

ِ بِ

ِ ع

ِا

ِ

ِ ِ

ِ ر

ِ

ِ ِ ا

ِ ِ

تِ

ِ

ِ ِ ا

ِ ِ

ِ ِ

ِ

ِ ر

ِ

ِ ِ ا

ِ ا

ِ ص

ِ

ِ

ِ فِ،

ِ قِ

ِ ِ

ِ

ِ ر

ِ س

ِ

ِ ِ

ِ ل

ِ،

ِ أ

ِ رِ أ

ِ

ِ ت

ِ

ِ ش

ِ ح

ِ ِ

ِِ اِ

ِ ِ ِ

تِ

ِ فِ ،

ِ إِ

ِ

ِ تِ

ِ ط

ِ

ِ بِ

ِ

ِ س اِ

ِ ف

ِ ِ

ِ ِ ت

ِ ِ

ِ

ِ ِ

ِ بِ

ِ اِ

ِ ج

ِ

ِ ِ

ِ

ِ ِ

ِ س

ِ ت

ِ ص

ِ

ِ ح

ِِ ب

ِ

ِ اِ

ِ

ِ فِ؟

ِ ق

ِ

ِ اِ:

ِ

ِ

ِ ح

ِ ر

ِ ا

ِ ثِ،

ِ ِ

ِ ق

ِ ِ

ِ ر

ِ س

ِ

ِ ِ

ِ ل

ِ

ِ ص

ِ

ِ

ِ ل

ِ

ِ ع

ِ ِ

ِ ِ

ِ ِ

ِ س

ِ ِ

ِ

ِ ع

ِ ِ

ِِ

ِِ

ِ ك

ِِ ق

ِ ت

ِ ِ

ِ ل

ِِ ا

ِ ِ

ِ ِ

ِ إِ،

ِ ِ

ِ ل

ِِ ت

ِ ع

ِ

ِ ِ

ِ

ِ حِ

ِ ر

ِ ِ

ِ ع

ِ ِ

ِ ِ

ِ

ِ ش

ِ ح

ِ ِ

ِ ِ

ِ جِ

ِ ِ

ِ ِ

ِ ثِ،

ِ ِِ ب

ِ عِ

ِ ِ

ِِ ف

ِ أِ

ِ كِ

ِ ِ

ثا

ِ ِ

ِ

) عِقفت (ِ.

ِ

19
(48)

Artinya : Jabir bin Abdullah r.a menceritakan, bahwa ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda pada tahun futuh

(pembukaan) mekan di Mekah, “sesungguhnya Allah dan

Rasul-nya mengharamkan jual beli khamar (arak), bangkai,

babi, dan berhala”. Ada orang bertanya. “Hai Rasullulah! Bagaimana hukumnya mempergunakan lemak mayat (bangkai), karena digunakan untuk mengecat perahu (agar tahan air), meminyaki hewan dan penerang (lampu)?

“Beliau menjawab ,”tidak boleh karna itu haram” lalu Rasulullah SAW bersabda lagi “Allah melaknat orang-orang yahudi, karena setelah diharamkan atas mereka lemak mayat itu, maka mereka cairkan dan lalu mereka jual

belikan dan memakan harganya”(Bukhari muslim

mutafakhu alaihi)20

Larangan itu bersifat umum pada semua bangkai,

termasuk manusia kecuali hewan laut dan belalang larangan

menjual bangkai manusia mencakup muslim dan kafir.21

Dalam surat Al Maidah ayat 3 Al Quran menjelaskan

binatang-binatang yang diharamkan dengan terperinci :

ِ ت ر ح

ِ

ِ ع

ِ

ٱِ

ِ

ِ ِ ت

ٱ

ِ ح ِ

ِ ٱ

ِ

ِ ِ ر

ِ

ِ غ ِ أ

ِ ر

ٱ

ِ بِ َ

ِ

ِ ٱِ

ِ

ِ ق

ِ ِ

ٱِ

ِ

ِ ِ ق

ٱِ

ِ ِ ر ت

ٱ

ِ ِ ح ط

ِ

ِ ك أ

ٱ

ِ ِ ا إِ ع س

ِ ك

ِ ت

ِ

ِ عِ ح ب ِ

ٱ

ِ س تِ أ ِ ب ص

ِ ق ت

ِ بِ ا س

ٱ

ِ ل

ِ ِ

ِ ِ

ِ

ِ

ِ

ِ س ف

ِ ٌق

ِٱِ

ِ

ِ

ِ

ٱ

ِ ِ ِ ا ر ف كِ

ِ

ِ تِ ل ف

ِ ش

ِ ِ

ِ ٱ

ِ خ

ِ ش

ِ ِٱ

ِ

ِ

ِ ك أِ

ِ

ِ ِ ت

ِ

ِ

ِ

ِ ت أ

ِ

ِ عِ ت

ِ ِ

ِ ع

ِ ِ ت ض ر ِ ت

ٱ

ِ ل

ِ س

ِ

ِ ِ

ِ ِ

ِ ف

ٱ

ِ ض

ِ ر ط

ِ ِ ف

ِ غِ ص

ِ ف ج ت ِ ر

ِ

ِ ث ل

ِ ِ

ِ إ ف

ٱ

ِ ر ف غِ َ

ِ ح ر

ِ

20

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Terjemah Lu’lu’ wal Marjan, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012), 317-318.

21

(49)

Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang diِsembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala... (Qs. Al Maidah :3)

Dalam surat Al Maidah merupakan perincian dari ayat

terdahulu binatang yang dicekik, jatuh, dipukul, ditanduk atau

karena dimakan binatang buas semuanya termasuk dalam

pengertian bangkai. Begitupun hewan yang disembelih untuk

berhala juga disebut bangkai. 22

Macam macam bangkai dalam surat diatas yang sudah

dijelaskan hanya disebutkan secara ringkas yang terlalu umum.

Yang kemudian diperinci oleh surat Al Maidah menjadi beberapa

macam yaitu :

a) Darah yang mengalir.

b) Daging babi.

c) Binatang yang disembelih bukan karena Allah.

d) Al Munkhaniqah yaitu binatang yang mati karena

dicekik, baik dengan menghimpit leher binatang

tersebut atau meletakkan kepala binatang pada tempat

yang sempit sehingga binatang itu mati.

(50)

e) Al Mauqudsah yaitu binatang yang mati karena dipukul

tongkat.

f) Al Mutaraddiyah yaitu binatang yang jatuh dari tempat

tinggi kemudian mati seperti binatang jatuh kedalam

sumur.

g) An Nathihah yaitu binatang yang ditanduk atau baku

hantam hingga mati.

h) Maa Akalassabu yaitu binatang yang disergap oleh

binatang buas dengan dimakan sebagaian dagingnya

hingga mati.23

Menurut ustad Kholid Syamhudi bangkai dalam bahasa

arab disebut Al Mayyitah. Pengertiannya yaitu yang mati tanpa

disembelih.24 Sedangkan menurut ulama Al Mayyitah merupakan

hewan mati tanpa sembelihan syar’i, dengan cara mati sendiri

tanpa sebab campur tangan manusia. Dan terkadang dengan sebab

perbuatan manusia jika tidak sesuai dengan cara penyembelihan

yang diperbolehkan.25

Para ulama berpendapat anggota tubuh (daging) yang

dipotong dari hewan yang masih hidup masuk dalam kategori

bangkai dengan dasar sabda Rasulullah Saw. :

23 Ibid. 59

24Al Qamus Al Muhieth, Al Fairuzzabadi, Tahqiq Muhammad Na’im Al

Urqususi. Muassasah Ar Risalah. Bairut. 1416H. Cetakan kelima.

25 Dr.Sholeh Bin Abdillah Al Fauzan. Al Ath’immah Wa Ahkam Al Shoid Wal

(51)

ِ

ِ قِ

ِ ط

ِ عِ

ِ اِ

ِ

ِ ِ

ِ

ِ ِ

ِ ِ

ِ ح

ِ ٌِ

ِ فِ

ِ قِ

ِ ط

ِ عِ

ِ ِ

ِ

ِ فِ

ِ ِ

ِِ

ِ تِ

ِ

Artinya : Semua yang dipotong dari hewan dalam keadaan hidup adalah bangkai.26

Menilik keadaan hewan bangkai, maka dibagi menjadi

tiga bagian :

1. Diluar kulit seperti bulu dan rambutnya serta jenisnya

hukunya suci dan tidak najis.27 Didasarkan pada firman

Allah surat An Nahl ayat 80 :

ِ ٱ

ِ جِ َ

ِ ِ ِ ع

ِ

ِ ت ب

ِ

ِ س

ِ جِ ِ ِ ع ج ِ

ٱ

ِ ل

ِ ِ ع

ِ

ِ ت ب

ِ س تِ

ِ ِ ف ت

ِ ع ِ

ِ

ِ

ِ

ِ ت ق إِ

ِ

ِ

ِ

ِ ص أ

ِ فا

ِ أ

ِ ش أ ِ ر ب

ِ ر ع

ِ

ِ ث أ

ِ ث

ِ ت ِ

ِ إِ ع

ِ

ِ ح

ِ

Artinya : Dan (dijadikannya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu). (Qs.An Nahl :80)

Ayat ini bersifat umum yakni meliputi hewan yang

disembelihِ dan tidak disembelih. Allah juga

menyampaikan ayat ini untuk menjelaskan karuniaNya

terhadap hambanya yang menunjukkan kehalalannya.

2. Bagian bawah kulitnya seperti daging dan lemak.

26 Hr.Abu Daud no.2858 dan Ibn Majah no. 3216 Dishohikan Al Albani dalam

Shohih Sunan Abu Daud.

27 Syeikh Ibnu Utsaimin, Tahqiq, Kholid Al Musyaiqih dan Sulaiman Abu

(52)

Hukumnya najis secara ijma’ dan tidak dapat

disucikan atau disamak.8 Berdasarkan firman Allah dalam

surat Al An’am ayat 145 :

ِ اِ ق

ِ

ِ ِ فِ ج أ

ِ

ِ عِ ر ح ِ إِ ح أ

ِ

ِ ع ط

ِ

ِ ط

ِ ع

ِ ِ

ِ ا إ

ِ

ِ ِ ِ أ

ِ أِ ت

ِ

ِ

ِ س ِ

ِ أِ ح ف

ِ

ِ ح

ِ ر خِ

ِ

ِ إ ف

ِ

ِ ج ر

ِ أِ ٌ

ِ

ِ س ف

ِ غ ِ أِ ق

ِ ر

ٱ

ِ بِ َ

ِ ِ

ِ ف

ٱ

ِ ض

ِ غِ ر ط

ِ بِ ر

ِ ِ

ِ عِ ا

ِ

ِ إ ف

ِ

ِ ر ف غِ ك ب ر

ِ

ِ ح ر

Artinya : Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang disembelih

atas nama selain Allah. (Qs. An’am: 145)

Dikecualikan dalam hal ini seperti bangkai dan

belalang, bangkai hewan yang tidak memiliki darah yang

mengalir seperti lalat, lebah, semut dan sejenisnya. Untuk

tulang, tanduk dan kuku bangkai itu semua suci seperti

tulang bangkai gajah dan lainnya.

3. Kulitnya.

Untuk kulit hokum najisnya mengikuti hokum

bangkainya. Apabila bangkai hewan itu suci maka

(53)

Diantara contoh yang suci adalah ikan berdasarkan firman

Allah surat Al Maidah ayat 96 :

ِ ِ ح أ

ِ

ِ ص

ِ ٱ

ِ

ِ ح

ِ ع ط ِ ر

ِ

ِ ت ِ ع

ِ ِ

ِ

ِ ر س

ِ

ِ ر ح

ِ ع

ِ

ِ

ِ ص

ِ

ٱِ

ِ ِ ِ ر

ِ ت

ِ

ِ ر ح

ِ

ِ

ِ ٱ

ِ ا ق ت

ٱ

ِ َ

ٱ

ِ

ِ

ِ إ

ِ

ِ ح ت

ِ ر ش

(54)

45

BAB III

PRAKTEK JUAL BELI AYAM TIREN UNTUK PAKAN IKAN LELE DI DESA TAMBAK AGUNG TENGAH KECAMATAN AMBUNTEN SUMENEP

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa

Tambak Agung adalah sebuah tambak yang besar dan

diabadikan menjadi nama Sebuah pelosok atau kampong, sebelum ada

nama Tambak Agung pelosok tersebut dikenal dengan

Gambar

Tabel 3.1 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin  .................................
 Tabel 3.1
Tabel 3.3 :
Tabel 3.4:
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jual beli mindringan merupakan transaksi jual beli dalam proses pengadaan barang yang diinginkan pembeli dan selanjutnya dijual kepada pembeli dengan sistem pembayaran

Jual beli adalah suatu bentuk transaksi mu’amalah yang sering dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Jual beli yang sah menurut hukum Islam ialah jual beli yang

Jual beli adalah suatu bentuk transaksi mu’amalah yang sering dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Jual beli yang sah menurut hukum Islam ialah jual beli yang

mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya dan adanya kesepakatan para ulama terhadap transaksi jual beli melalui surat dan perantara, sehingga jual beli online di qiyas kan

Akad jual beli bibit ikan lele yang telah diterapkan di Desa Kendung Kecamatan Kwadungan Kabupaten Ngawi tersebut adalah sah karena, unsur gharar yang terdapat

Jual beli ayam potong yang terjadi di Pasar Bandarjo Ungaran, merupaka hasil sembelihan orang fasiq, dimana orang fasiq tersebut adalah orang yang meninggalkan

Dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli bawang merah dilimpahna di desa Tanjungsari kecamatan Wanasari kabupaten Brebes, Jawa Tengah merupakan juga jual

Mengenai penetapan harga dalam jual beli buah jambu alpukat musiman tersebut tidak bertentangan dengan hukum islam karena secara ‘urf termasuk ‘urf ‘amm kebiasaan yang seudah berlaku