• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014"

Copied!
227
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

TAHUN 2010 - 2014

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010

RENCANA STRATEGIS

(2)

RENCANA STRATEGIS

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

TAHUN 2010 - 2014

(3)
(4)

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

PERATURAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 151/M-IND/PER/12/2010

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 – 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap organisasi

Kementerian Perindustrian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, perlu mengubah Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 – 2014 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan

Industri Nasional;

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

(5)

4. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 – 2014

Pasal I

Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 – 2014 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 28 Desember 2010 MENTERI PERINDUSTRIAN RI,

MOHAMAD S. HIDAYAT

(6)

KATA PENGANTAR

Sehubungan dengan perubahan Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian sesuai Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, dipandang perlu dilakukan penyempurnaan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian 2010-2014 (Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 10/M-IND/PER/1/2010).

Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014 dimaksudkan untuk merencanakan kontribusi yang signifi kan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010), Kebijakan Industri Nasional (Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007), serta disusun antara lain berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Kementerian Perindustrian periode 2005-2009, analisa terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis baik tataran daerah, nasional, maupun di tataran global, serta perubahan paradigma peningkatan daya saing dan kecenderungan pengembangan industri ke depan.

(7)

Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014 diharapkan akan mampu meningkatkan keterpaduan, keteraturan, dan keterkendalian perencanaan program dan kegiatan dari seluruh unit kerja dalam rangka mencapai kinerja yang tinggi sebagaimana yang digariskan pada indikator kinerja dari masing-masing unit kerja di lingkungan Kementerian Perindustrian.

Jakarta, Desember 2010 MENTERI PERINDUSTRIAN

(8)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Kondisi Umum ... 1

B. Potensi dan Permasalahan ... 10

1. Perkembangan Industri Indonesia ... 15

2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi ... 16

3. Struktur Industri ... 27

4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri ... 29

5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan ... 32

6. Penyerapan Tenaga Kerja ... 35

C. Maksud dan Tujuan ... 38

1. Tugas Pokok dan Fungsi ... 39

2. Ruang Lingkup ... 41

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN ... 43

A. Visi ... 44

B. Misi ... 45

C. Pendekatan ... 46

D. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2020 - 2025 ... 52

E. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2010 - 2014 ... 54

F. Tujuan ... 55

G. Sasaran ... 57

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ... 73

A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ... 73

(9)

BAB IV PENUTUP ... 119

LAMPIRAN 1. TARGET PEMBANGUNAN KEMENTERIAN

PERINDUSTRIAN TAHUN 2010-2014 ... 121

LAMPIRAN 2. KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN

(10)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 1.1 Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi (tahun dasar 2000, persen) 16 Tabel 1.2 Nilai PDB Sektoral dan Kontribusinya terhadap PDB Nasional 17

Tabel 1.3 Pertumbuhan PDB: tradables (persen) 18

Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas 21

Tabel 1.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri 23

Tabel 1.6 Perkembangan Realisasi Investasi (PMA) Industri 25

Tabel 1.7 Struktur Industri Indonesia, 2005-2009 27

Tabel 1.8 Peranan Cabang Industri Terhadap Total Sektor Industri 28

Tabel 1.9 Persebaran Industri di Pulau Jawa 29

Tabel 1.10 Persebaran Industri di Luar Pulau Jawa 30

Tabel 1.11 Persebaran Industri di Indonesia 31

Tabel 1.12 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 32 Tabel 1.13 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 33

Tabel 1.14 Perkembangan Impor Menurut Golongan Penggunaan 35

Tabel 1.15 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan

Non-Migas Tahun 2004 - 2009 36

Tabel 2.1 Perkiraan Pertumbuhan Industri Kecil, Menengah dan Besar

Tahun 2009 - 2015, 2020, 2025 58

Tabel 2.2 Target Pertumbuhan setiap Cabang Industri Tahun 2010 – 2014 (%) 66

Tabel 2.3 Sasaran Kuantitatif Industri di Jawa (%) 68

Tabel 2.4 Sasaran Kuantitatif Industri di Sumatera (%) 69

Tabel 2.5 Sasaran Kuantitatif Peran Industri di Sulawesi dan Gorontalo (%) 69 Tabel 2.6 Sasaran Kuantitatif Peran Industri di Maluku dan Papua (%) 69

Tabel 2.7 Sasaran Kuantitatif Peran Industri di Kalimantan (%) 69

(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas 2004-2009 22

Gambar 1.2 Realisasi PMDN Industri (Rp milyar) 24

Gambar 1.3 Realisasi PMA Industri (US$ juta) 26

Gambar 1.4 Share Wilayah terhadap PDB Industri Indonesia 29

Gambar 1.5 Persebaran Industri Indonesia (%) 31

Gambar 1.6 Total Ekspor Industri Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 33 Gambar 1.7 Total Impor Industri Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 34 Gambar 1.8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas

Tahun 2004 - 2009** 36

Gambar 2.1 Target Pertumbuhan Industri Tahun 2010 - 2014 (%) 37

Gambar 2.2 Sasaran Kuantitatif Pertumbuhan Industri 2010-2025 per provinsi 70

Gambar 3.1 Peta Strategis Kementerian Perindustrian 85

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. KONDISI UMUM

Situasi dunia saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi, energi minyak bumi, dan teknologi yang menjadikan pendekatan masa kini lebih cepat usang. Bahkan issue lingkungan dan perubahan iklim seperti menipisnya ozon yang berakibat pada pemanasan global turut menjadi pendorong gerakan masyarakat dunia untuk mencegah pengelolaan lingkungan yang merusak kualitas kehidupan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi dunia selama periode 2005-2007 mencapai 4,8 persen dimana dalam periode tersebut dunia menghadapi beberapa permasalahan yang dampaknya berlanjut hingga tahun 2009. Salah satunya adalah peningkatan harga minyak, dimana sejak tahun 2005 telah mendorong laju infl asi dunia. Harga rata-rata minyak dunia telah meningkat dua kali lipat, dimana pada tahun 1996 hanya pada kisaran US$ 20 per barrel meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$ 53,3 per barrel pada tahun 2005, bahkan harga minyak melonjak sangat tajam pada pertengahan tahun 2008 hingga mencapai US$ 146 per barrel, walaupun kemudian menurun hingga memasuki tahun 2009.

(13)

Dunia lebih pesimis menyatakan perdagangan merosot ke tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir dan perekonomian global kemungkinan menciut untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, tanpa menyebutkan angka estimasinya. Menurut laporan Bank Dunia, Asia Timur akan menghadapi masalah paling berat akibat menurunnya perdagangan dunia tahun 2009, juga dilaporkan antara lain mengenai:

1. Produksi industri dunia menurun 15 persen dibandingkan tahun 2008, dan akan lebih banyak negara emerging markets, baik pemerintah maupun swastanya mengambil hutang berisiko tinggi dari pasar modal dengan bunga sangat tinggi.

2. Dalam tahun 2009 hutang swasta yang jatuh tempo sebesar US$ 1 triliun, dan hutang pemerintah mencapai US$ 3 triliun.

3. Sekitar 94 negara akan mengalami perlambatan ekonomi diikuti melonjaknya tingkat kemiskinan hingga mencapai 43 persen dan krisis ekonomi tersebut akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 46 juta, maka akibatnya ketergantungan pada bantuan luar negeri semakin lebih besar.

Dampak krisis keuangan sebagaimana diuraikan di atas, yaitu terjadinya

capital outfl ow dari SBI, SUN dan pasar modal sehingga likuiditas US$ di pasar modal mulai mengering, rupiah terdepresiasi dan ekspor mulai menampakkan tanda-tanda terancam menurun. Walaupun perkembangan perekonomian pada tahun 2008 ternyata aman, namun keadaan makro pada tahun 2009 lebih berat, karena dampak krisis terasa signifi kan oleh Indonesia pada awal tahun. Untuk itu, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sekitar 4,55 persen dan ekspor tumbuh di bawah posisi tahun 2008. Terdapat perubahan tiga indikator yang berpengaruh terhadap perekonomian dunia selama periode lima tahun, yaitu kebijakan dan pertumbuhan PDB dunia, perkembangan ekonomi dan harga minyak dunia, serta pengaruh krisis global.

(14)

dan 26,38 persen pada tahun 2009; sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 16,05 persen pada tahun 2004 dan 13,37 persen pada tahun 2009; dan sektor Pertanian sebesar 14,34 persen pada tahun 2004 dan 15,29 persen pada tahun 2009.

Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena merupakan penyumbang tertinggi. Rata-rata kontribusi sektor Industri Pengolahan (tahun 2005-2009) yaitu sebesar 27,47 persen terhadap PDB nasional. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009, sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun ke tahun adalah dari sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Pertumbuhan dari sektor ini dari tahun 2004 sampai tahun 2009 berturut-turut adalah 13,38 persen; 12,76 persen; 14,23 persen; 14,04 persen; 16,57 persen; dan 15,53 persen. Sementara untuk pertumbuhan sektor Industri Pengolahan selama periode 2004-2009 relatif mengalami penurunan pertumbuhan, yaitu: 6,38 persen; 4,60 persen; 4,59 persen; 4,67 persen; 3,66 persen dan 2.11 persen.

Menurut hasil pemeringkat World Economic Forum (WEF), pada tahun 2010 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan ke-54 dari 133 negara. Rendahnya daya saing tersebut merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut tolok ukur WEF, diidentifi kasi 15 faktor penting yang menjadi masalah utama yang menghambat dunia usaha, yaitu:

1. Birokrasi Pemerintah yang tidak efi sien; 2. Kurangnya infrastruktur yang memadai; 3. Tidak konsistennya kebijakan pemerintah; 4. Tingginya tingkat korupsi;

5. Sulitnya akses pembiayaan;

6. Peraturan ketenagakerjaan yang kurang akomodatif; 7. Regulasi pajak yang memberatkan dunia usaha; 8. Tingginya infl asi;

9. Tidak stabilnya regulasi mata uang asing; 10. Rendahnya tenaga kerja berpendidikan; 11. Rendahnya etos kerja tenaga kerja; 12. Ketidakstabilan pemerintahan; 13. Tingginya tingkat pajak;

(15)

United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dalam laporannya (Industrial Development Report 2004) menyatakan bahwa dalam periode 1980-2005, kinerja Industri Manufaktur Indonesia dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama (main winners) bersama beberapa negara berkembang lain yang kebanyakan berasal dari kawasan Asia Timur. Di antara kinerja negara-negara tersebut, China berada pada posisi tertinggi. Sedangkan peringkat kinerja Industri Manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke-75 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990 dan menjadi urutan ke-42 pada tahun 2005. Namun demikian, dibandingkan dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN), peningkatan posisi Indonesia memang relatif rendah.

Beberapa faktor penting di luar ekonomi juga belum menunjukkan perbaikan kinerja secara nyata. Sebagai contoh, pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama untuk kepentingan produksi masih sangat terbatas. Dengan urutan Indonesia di posisi ke-60 dari 72 negara dalam Indeks Pencapaian Teknologi (IPT), mengindikasikan bahwa integrasi peningkatan IPTEK untuk produksi masih banyak mengalami hambatan. Pengembangan kelembagaan dan kemampuan untuk peningkatan kapasitas SDM pada tingkat perusahaan tidak berjalan sesuai harapan. Sementara itu, standardisasi nasional produk industri, pengembangan infrastruktur yang efi sien dan sesuai dengan kebutuhan sektor industri, serta peningkatan kompetensi tenaga kerja belum sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan sumber daya.

(16)

Di bidang Pengembangan Industri, dalam rangka menentukan arah, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan, Pemerintah

mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang

Kebijakan Industri Nasional, yang di dalamnya diatur mengenai pemberian fasilitas berupa Insentif Fiskal, Insentif Non-Fiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pengusaha industri tertentu, seperti industri prioritas tinggi, industri pionir, industri yang dibangun di daerah terpencil dan sebagainya. Hasil-hasil yang dicapai oleh Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri, tergambar pada uraian berikut ini.

Selama lima tahun terakhir, telah dilaksanakan berbagai langkah pengem-bang an industri. Hasil yang diperoleh dari berbagai langkah tersebut diantaranya dalam hal penguatan dan pengembangan 10 klaster Industri Inti, yaitu Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Alas Kaki, Makanan, Pengolahan Sawit, Pengolahan Kayu/Rotan, Pengolahan Karet, Pulp & Kertas, Pengolahan Hasil Laut, Mesin & Peralatan Listrik dan Petrokimia serta beberapa klaster industri penunjang dan industri terkait. Pengembangan klaster industri telah dilaksanakan melalui: 1. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri.

2. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klaster-klaster yang ditargetkan.

3. Pembentukan working group serta forum komunikasi kerjasama industri pada masing-masing klaster industri.

4. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan.

5. Pengembangan kerjasama antara industri inti, industri terkait dan industri penunjang.

Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai langkah untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa langkah penting antara lain:

1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran industri sesuai kaidah efi siensi dan pengelolaan lingkungan yang baik.

(17)

Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk

(One Village One Product - OVOP) dengan terbitnya Peraturan Menteri

Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/2007.

3. Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri (Perkapalan, Komponen Otomotif, Elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP No. 1 Tahun 2007 dan PP No. 62 Tahun 2008).

4. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan infrastruktur, teknologi, permodalan dan penanganan lingkungan.

Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/4/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, yang telah disosialisasikan untuk diterapkan di Instansi Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektor-sektor penting tertentu tengah dilaksanakan usaha-usaha untuk: 1) Memaksimalkan pemanfaatan kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan; 2) Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres No. 5 Tahun 2005; 3) Mendorong BUMN-BUMN untuk memaksimalkan peng-gunaan produksi dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembangunan PLTU Batubara dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4) Memprakarsai penyusunan RUU Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri.

Pada bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan beberapa langkah penting, seperti: 1) Penetapan hasil-hasil riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasil-hasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; 2) Proyek Percontohan

Coco-diesel; 3) Program Restrukturisasi Industri TPT; 4) Bantuan Mesin/Peralatan

(untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5) Bimbingan Teknis untuk pengelolaan limbah; 6) Penghargaan Rintisan Teknologi; 7) Penghargaan Indonesia Good Design Selection dan 8) Pembangun-an Pusat Desain Industri PerkapalPembangun-an.

(18)

peningkatan daya saing (HACCP, CEFE, Marketing, Manajemen Lingkungan, TQM, dsb); 2) Pengelasan Sertifi kasi Internasional; 3) Konservasi dan Audit Energi; 4) Teknologi Produksi & Desain; 5) Penanganan Zat-zat Kimia Berbahaya; dan 6) Pelatihan Asesor terintegrasi ISO 9001. Sedangkan pada Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Diklat Sistem Industri (I, II, III, dan IV) untuk meningkatkan kapasitas aparatur Dinas Perindustrian di Provinsi/Kabupaten/Kota; 2) Diklat-diklat Struktural; 3) Diklat Teknis, Diklat Jabatan Fungsional; 4) Program beasiswa S2 dan S3; 5) Program Beasiswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian; dan 6) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik (PPSP) sebanyak 8 angkatan .

Industri Kecil Menengah (IKM) yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN (2005-2009) telah memberikan kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Program Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan program pendukung meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah; Pengembangan IKM di daerah tertinggal, perbatasan, pasca konfl ik & pasca bencana; Pengembangan Promosi dan Informasi; Peningkatan SDM IKM; Peningkatan Kerjasama Industri; dan Peningkatan Standardisasi dan Teknologi.

(19)

Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non-Migas selama 5 tahun terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008, laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009, ekonomi tumbuh sebesar 4,93 persen sedangkan pertumbuhan sektor industri non migas pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,52 persen.

Penurunan yang cukup besar pada tahun-tahun terakhir disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Tekstil, Kertas, Semen, dan Barang Galian Logam. Walau demikian, terdapat kelompok utama industri yang pertumbuhannya cukup tinggi, yaitu Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan, yang memberikan sumbangan pertumbuhan besar, walau pada tahun 2009 sumbangan tersebut menjadi melemah.

Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal logging dan

illegal trading, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi

untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat.

Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang mendominasi, yaitu Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan. Peran Industri Makanan, Minuman dan Tembakau relatif konstan sekitar 28-33 persen, tetapi Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan pada periode tahun 2000-2005 perannya masih sekitar 20-26 persen, pada periode 2005-2009 meningkat menjadi sekitar 27-29 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pendalaman dan penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kandungan teknologi yang lebih tinggi .

(20)

dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi, utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai dengan 79 persen, bahkan beberapa di antaranya di bawah 60 persen seperti Industri Radio/Radio

Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit, Industri Mesin Proses

Pengolahan Gula, dan Mesin Proses Pengerjaan Logam.

Penguatan struktur industri selama kurun waktu 2005-2009 telah terjadi pada Industri Turunan Minyak Sawit, Industri Petrokimia (aromatik, C1, Olefi n), Industri Pasir Kuarsa, Industri Keramik, Industri Air Laut, Industri Mesin Proses Tekstil, Industri Mesin Proses Pabrik Gula, Industri Mesin Proses Pabrik Minyak Kelapa Sawit, Industri Logam, Industri Aluminium, Industri Tembaga, Industri Perkapalan, Industri Bangunan Lepas Pantai, Industri Telematika, Industri TV, Industri Video Cassette/Disc Player, dan Industri Lampu Listrik. Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum memenuhi sebagaimana yang diharapkan. Dari sisi pandang lain struktur yang belum lengkap yang diperlihatkan dengan banyak industri yang belum ada di tanah air, menunjukkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada maupun membuka perusahaan pada industri yang belum ada.

Struktur industri pada pohon industri masih kurang lengkap dipandang dari dua sisi dimensi yang berbeda. Sisi pertama kurang lengkapnya struktur industri memperlihatkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri yang masih terbuka lebar, baik pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah eksis (perluasan struktur) maupun membuka perusahaan pada industri yang belum eksis (pendalaman struktur). Sisi lain, kurang lengkapnya struktur industri pada pohon industri mencerminkan belum kokohnya kemampuan industri dan strategi yang diterapkan dalam pengembangannya. Sebaran industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografi s di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2008, persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di Pulau Jawa dan Sumatera yang menyerap hingga 79,83 persen. Pada tahun 2006, kedua pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia, sementara pada tahun 2004 serapannya 77,5 persen.

(21)

Sektor industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri dari 2005-2009 mencapai Rp 95,64 triliun dari Rp 144,42 triliun PMDN secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri Kertas dan Percetakan yaitu Rp 28,95 triliun dengan 52 proyek. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan telah meningkat rata-rata 6,38 persen pada periode tahun 2005-2009. Dibandingkan tahun 2005, penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing meningkat sebesar 14,82 persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen.

Dari sisi ekspor, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur pada tahun 2005 sebesar US$ 55.566,99 juta dengan kontribusi 64,87 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 83,65 persen terhadap produk non migas. Pada tahun 2009, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur meningkat menjadi sebesar US$ 73.435,84 juta serta mempunyai kontribusi 63,03 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 75,33 persen terhadap produk non migas dengan pertumbuhan dari tahun 2005-2009 sebesar 46,76 persen.

B. POTENSI DAN PERMASALAHAN

Potensi Sumber daya alam Indonesia (cadangan hutan, kelautan dan perikanan, migas, mineral dan batubara, dsb) sangat potensial untuk menumbuh-kembangkan industri berbasis sumber daya alam. Letak Indonesia yang sangat strategis dapat mengakomodasi kepentingan berbagai negara serta kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara di sekelilingnya.

Indonesia yang terdiri dari atas ribuan pulau dan penduduknya yang besar merupakan “captive market” bagi berbagai industri. Penduduk Indonesia yang besar tersebut tidak saja dapat merupakan modal bagi tumbuhnya industri (khususnya IKM) yang berbasis tenaga kerja, tetapi juga peluang bagi tumbuhnya sektor industri yang berbasis padat iptek dan daya kreatif.

(22)

1. Faktor Sumber Daya Alam

Kekuatan Kelemahan

1. Lahan Luas dan Subur

2. Penanaman sepanjang tahun 3. Cadangan hutan produksi

cukup luas

4. Pembukaan lahan baru sektor pertanian

5. Ketersediaan sumber daya laut & potensi penangkapan ikan 6,7 juta ton pertahun

6. Ketersediaan sumber daya mineral cukup besar

1. Rendahnya produktivitas sektor pertanian & agrobisnis

2. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian

3. Meningkatnya ketergantungan terhadap impor makanan

4. Bahaya kerusakan ekologi 5. Terjadinya penebangan hutan

berlebihan

6. Bahaya atas terjadinya

penangkapan ikan berlebihan di beberapa wilayah

2. Faktor Sumber Daya Manusia

Kekuatan Kelemahan

1. Jumlah Penduduk Besar 2. Tingkat upah kompetitif 3. Keterampilan Seni

(craftmanship) tinggi

4. Tekun dan mudah menerima pelatihan

5. Kemampuan bidang

operasional

6. Kemampuan bidang rancang bangun dan perekayasaan sudah berkembang

1. Tidak meratanya penyebaran penduduk dan pendapatan 2. Tingkat pendidikan,

(23)

3. Faktor Geografi

Kekuatan Kelemahan

1. Terdiri dari ribuan pulau 2. Terletak di geo stasioner 3. Posisi strategis

1. Belum bisa didayagunakan sebagai penggerak

pertumbuhan industri 2. Peluang baru akan diambil

oleh perusahaan-perusahaan asing

3. Infrastruktur telekomunikasi relatif belum memadai

4. Faktor Permodalan

Kekuatan Kelemahan

1. Telah adanya investasi ekstensi selama dua dekade lalu dalam bentuk aset tetap (bangunan, mesin, & peralatan)

1. Rendahnya pemanfaatan kapasitas terpasang pada beberapa subsektor industri 2. Terdapat mesin-mesin

sudah tua di beberapa sektor industri

3. Cadangan devisa, perbankan, pasar Modal belum cukup menunjang

5. Faktor Prasarana (Fisik)

Kekuatan Kelemahan

1. Pernah melakukan investasi secara berarti dan adanya pertumbuhan selama dua dekade lalu sebelum krisis

1. Beberapa prasarana (jalan raya, pelabuhan, dll) & sarana kurang memadai 2. Ketergantungan tinggi

terhadap bantuan asing dan swasta dalam pengembangan prasarana

(24)

6. Faktor Teknologi

Kekuatan Kelemahan

1. Investasi mendorong terjadinya impor teknologi 2. Jumlah SDM relatif besar

pada lembaga-lembaga R&D Pemerintah

3. Penyebaran Teknologi secara nyata lebih efektif melalui impor dan pengenalan mesin

1. Kegiatan R&D industri dilakukan oleh pemiliknya di luar negeri 2. Relatif rendahnya tingkat

pengembangan teknologi 3. Rendahnya respon

lembaga-lembaga R&D terhadap permintaan pasar

4. Rendahnya produktivitas sektor manufaktur

5. Relatif rendahnya biaya R&D per orang

6. Lemahnya keterkaitan antara lembaga-lembaga R&D

pemerintah dengan swasta 7. Lemahnya koordinasi & arah

pengembangan lembaga riset

Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan, khususnya bila dibandingkan dengan kinerja industri pada masa sebelum krisis multidimensi pada tahun 1998. Berbagai masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan industri, maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu dipaparkan pada uraian di bawah ini.

Masalah Umum

a. Masalah Internal Industri

1. Struktur industri masih belum kuat.

(25)

3. Masih terbatasnya populasi industri berteknologi tinggi. 4. Kapasitas produksi masih belum optimal.

5. Penurunan kinerja di beberapa cabang industri akibat terpaan krisis global.

6. Terganggunya penguasaan pasar domestik (khususnya akibat penyelundupan).

7. Ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi dan beberapa negara tujuan.

8. Lemahnya penguasaan desain dan rancang bangun untuk pembangunan industri.

9. Tidak tersedianya dana penelitian dan pengembangan produk industri untuk produk buatan lokal yang cukup di perusahaan industri.

10. Penerapan standar produk komponen dan bahan baku yang tersedia di pasar dalam negeri tidak atau belum memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga menyulitkan dalam proses fabrikasi dan

manufacturing.

11. Belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah.

b. Masalah Eksternal Industri

1. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas).

2. Birokrasi yang belum pro-bisnis.

3. Arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), walau pada satu tahun terakhir ini sudah menunjukkan perbaikan yang berarti.

4. Masalah perburuhan (pesangon, premi Jamsostek, UMR dan lain–lain). 5. Masalah kepastian hukum.

6. Insentif fi skal yang belum bersaing dibanding dengan yang ditawarkan oleh negara tetangga.

7. Suku bunga perbankan yang masih tinggi.

(26)

9. Kurangnya keberpihakan serta kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.

10. Belum tersedianya perbankan yang khusus ditunjuk pemerintah untuk pembangunan industri per sektor (misalnya: bank khusus untuk agro, untuk industri, untuk migas, untuk IKM, dan lain sebagainya), dengan tingkat bunga kompetitif.

11. Belum terjalinnya komunikasi/hubungan yang intensif antara hasil riset dari balai riset industri dalam negeri dengan perusahaan industri lokal.

1. Perkembangan Industri Indonesia

(27)

Tabel 1.1 Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi (tahun dasar 2000, persen)

LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN

PERIKANAN

2.82 2.72 3.36 3.47 4.83 4.13

2. PERTAMBANGAN DAN

PENGGALIAN -4.48 3.20 1.70 1.93 0.68 4.37

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.38 4.60 4.59 4.67 3.66 2.11 a. Industri Migas -1.95 -5.67 -1.66 -0.06 -0.34 -2,21 b. Industri Non Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR

BERSIH 5.30 6.30 5.76 10.33 10.92 13.78

5. B A N G U N A N 7.49 7.54 8.34 8.53 7.51 7.05

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN

RESTORAN 5.70 8.30 6.42 8.91 6.87 1.14

7. PENGANGKUTAN DAN

KOMUNIKASI 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 15.53

8. KEUANGAN, PERSEWAAN &

JASA PERSH. 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 5.05

9. JASA - JASA 5.38 5.16 6.16 6.44 6.23 6.40

PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.55 PRODUK DOMESTIK BRUTO

TANPA MIGAS 5.97 6.57 6.11 6.95 4.46 4.93

Sumber : BPS diolah Kemenperin * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi

(28)

RENCANA

S

TRA

TE

GIS KEMENTERIAN P

ERINDUS

TRIAN 2010 - 2014 | 1

Tabel 1.2 Nilai PDB Sektoral dan kontribusinya terhadap PDB Nasional

No LAPANGAN USAHA 2005 2006 2007 2008* 2009**

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN

364.169,3 1 3,13 433.223,4 12,97 541.931,5 13,72 716.065,3 14,46 858.252,0 15,29

2 PERTAMBANGAN DAN

PENGGALIAN 309.014,1 11,14 366.520,8 10,98 440.609,6 11,15 540.605,3 10,92 591.531,7 10,54

3 INDUSTRI

PENGOLAHAN 760.361,3 27,41 919.539,3 27,54 1.068.653,9 27,05 1.380.713,1 27,89 1.480.905,4 26,38

a. Migas 138.440,9 5,63 172.094,9 5,15 182.324,3 4,61 242.043,0 4,89 213.706,5 3,81

b. Non Migas 621.920,4 21,78 747.444,4 22,38 886.329,6 22,43 1.138.670,1 23,00 1.267.198,9 22,57

4 LISTRIK, GAS, DAN AIR

BERSIH 26.693,8 0,96 30.354,8 0,91 34.723,8 0,88 40.846,7 0,82 46.823,1 0,83

5 KONSTRUKSI 195.110,6 7,03 251.132,3 7,52 304.996,8 7,72 419.642,4 8,48 554.982,2 9,89

6 PERDAGANGAN,

HOTEL DAN RESTORAN

431.620,2 15,56 501.542,4 15,02 592.304,1 14,99 691.494,7 13,97 750.605,0 13,37

7 PENGANGKUTAN DAN

KOMUNIKASI 180.584,9 6,51 231.523,5 6,93 264.263,3 6,69 312.190,2 6,31 352.407,2 6,28

8 KEUANGAN, REAL

ESTAT & JASA PERSH. 230.522,7 8,31 269.121,4 8,06 305.213,5 7,73 368.129,7 7,43 404.116,4 7,20

9 JASA - JASA 276.204,2 9,96 336.258,9 10,07 398.196,7 10,08 481.669,9 9,73 573.818,7 10,22

10 PRODUK DOMESTIK

BRUTO 2.774.281,1 100,00 3.339.216,8 100,00 3.950.893,2 100,00 4.951.356,7 100,00 5.613.441,7 100,00

11 PRODUK DOMESTIK

(29)

Dampak krisis fi nansial global sangat dirasakan oleh beberapa industri terutama yang melakukan ekspor dengan tujuan pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang akibat melemahnya pasar di negara tersebut. Produk yang terkena dampak cukup berarti antara lain: TPT, Produk Karet, Produk Kayu, serta Pulp dan Kertas, Minyak Sawit, dan produk-produk Logam. Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan, mengalami pertumbuhan negatif karena sulitnya pasokan bahan baku dan menurunnya pasar ekspor. Kondisi yang sama juga terjadi pada Industri Kertas & Barang Cetakan. Industri Makanan, Minuman & Tembakau mengalami penurunan permintaan akibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi melemahnya pasar global tersebut, berakibat terganggunya rencana perluasan investasi.

Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3, semua cabang industri Pengolahan Non Migas mendapat tekanan hebat. Dari sembilan cabang industri yang mengalami pertumbuhan positif sampai tahun 2009 adalah Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami pertumbuhan sebesar 11,29 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen, Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki sebesar 0,53 persen, Industri Kertas dan barang cetakan sebesar 6,27 persen dan Barang Lainnya 3,13 persen. Sedangkan beberapa cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2009 adalah industri Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya yang mencapai -1,46 persen, Industri Semen dan Barang Galian bukan logam sebesar -0,63 persen dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Sedangkan cabang industri Logam Dasar Besi dan Baja mengalami penurunan terbesar dibanding cabang industri yang lain mencapai -4,53 persen.

Tabel 1.3 Pertumbuhan PDB: tradables (persen)

No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN

PERIKANAN

2.82 2.72 3.36 3.47 4.83 4.13

(30)

No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

2 PERTAMBANGAN DAN

PENGGALIAN -4.48 3.20 1.70 1.93 0.68 4.37

a. Minyak dan gas bumi -4.32 -1.77 -1.07 -1.15 0.45 0.07 b. Pertambangan Bukan Migas. -7.96 12.24 4.84 5.27 -1.10 10.56

c. Penggalian. 7.46 7.69 8.33 8.53 7.51 7.04

3 INDUSTRI PENGOLAHAN 6.38 4.60 4.59 4.67 3.66 2.11

a. Industri M i g a s -1.95 -5.67 -1.66 -0.06 -0.34 -2.21 1). Pengilangan Minyak Bumi -0.23 -5.00 -1.89 -0.13 0.92 0.48 2). Gas Alam Cair -3.22 -6.19 -1.48 -0.01 -1.30 -4.32 b. Industri bukan Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52 1). Makanan. Minuman dan

Tembakau 1.39 2.75 7.21 5.05 2.34 11.29

2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 4.06 1.31 1.23 -3.68 -3.64 0.53 3). Brg. kayu & Hasil hutan

lainnya. -2.07 -0.92 -0.66 -1.74 3.45 -1.46

4). Kertas dan Barang cetakan 7.61 2.39 2.09 5.79 -1.48 6.27 5). Pupuk, Kimia & Barang dari

karet 9.01 8.77 4.48 5.69 4.46 1.51

6). Semen & Brg. Galian bukan

logam 9.53 3.81 0.53 3.40 -1.49 -0.63

7). Logam Dasar Besi & Baja -2.61 -3.70 4.73 1.69 -2.05 -4.53 8). Alat Angk., Mesin &

Peralatannya 17.67 12.38 7.55 9.73 9.79 -2.94

9). Barang lainnya 12.77 2.61 3.62 -2.82 -0.96 3.13 4 LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5.30 6.30 5.76 10.33 10.92 13.78

a. L i s t r i k 5.13 6.68 6.36 7.64 6.65 6.96

b. Gas Kota 9.40 6.48 5.33 30.16 33.21 41.03

c. Air bersih 2.47 4.53 3.57 3.28 3.74 3.91

5 KONSTRUKSI 7.49 7.54 8.34 8.53 7.51 7.05

6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN

RESTORAN 5.70 8.30 6.42 8.93 6.87 1.14

a. Perdagangan Besar dan Eceran 5.52 8.82 6.60 9.41 7.03 0.02

b. H o t e l 7.93 6.23 5.18 5.37 4.51 3.60

c. R e s t o r a n 6.08 5.88 5.75 7.08 6.58 7.53

7 PENGANGKUTAN DAN

KOMUNIKASI 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 15.53

(31)

No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

2). Angkutan Jalan raya 4.99 4.84 4.93 3.71 4.93 5.67 3). Angkutan laut 3.63 8.75 7.24 -2.30 -5.05 -2.50 4). Angk. Sungai, Danau &

Penyebrangan 4.11 3.94 3.81 3.31 4.75 5.02

5). Angkutan Udara 30.07 10.42 10.65 8.02 5.32 11.65 6). Jasa Penunjang Angkutan 8.73 5.56 7.06 0.60 0.43 5.05 b. K o m u n i k a s i 22.88 24.58 26.03 28.74 31.04 23.80 8 KEUANGAN, REAL ESTAT &

JASA PERSH. 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 5.05

a. B a n k 6.02 4.50 1.55 7.96 7.41 2.40

b. Lembaga Keuangan Bukan

Bank 9.24 8.35 7.15 8.14 9.03 7.61

c. Jasa Penunjang Keuangan 9.18 6.66 7.55 9.68 3.40 7.00

d. Real Estate 8.89 8.17 8.47 7.85 8.88 5.24

e. Jasa Perusahaan 9.23 9.28 9.49 8.15 8.97 9.64

9 JASA – JASA 5.38 5.16 6.16 6.44 6.23 6.40

a. Pemerintahan Umum 1.65 1.90 3.96 5.43 4.46 5.10 1). Adm. Pemerintahan &

Pertahanan 1.46 1.81 3.74 5.15 4.07 4.91

2). Jasa Pemerintahan lainnya 2.00 2.06 4.34 5.92 5.12 5.43

b. S w a s t a 8.96 8.09 8.02 7.27 7.65 7.40

1). Sosial Kemasyarakatan 7.78 7.22 6.96 6.62 7.07 7.32 2). Hiburan dan Rekreasi 8.34 6.52 7.95 6.97 8.08 8.20 3). Perorangan dan Rumah

tangga 9.51 8.62 8.45 7.56 7.82 7.34

PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.55 PRODUK DOMESTIK BRUTO

TANPA MIGAS 5.97 6.57 6.11 6.95 6.46 4.93

Sumber : BPS, diolah

* Angka sementara, ** Angka sangat sementara

(32)

positif ada empat yakni Makanan, Minuman dan Tembakau 11,29 persen; Tekstil, Barang. Kulit & Alas Kaki sebesar 0,53 persen; Kertas dan Barang Cetakan sebesar 6,27 persen; Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen; serta Barang Lainnya sebesar 3,13 persen.

Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas

No Cabang Industri Pertumbuhan (%)

2004 2005 2006 2007 2008* 2009 ** 1 Makanan, Minuman dan

Tembakau 1.39 2.75 7.21 5.05 2.34 11.29

2 Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 4.06 1.31 1.23 -3.68 -3.64 0.53

3 Brg. kayu & Hasil hutan

lainnya. -2.07 -0.92 -0.66 -1.74 3.45 -1.46

4 Kertas dan Barang cetakan 7.61 2.39 2.09 5.79 -1.48 6.27

5 Pupuk, Kimia & Barang dari

karet 9.01 8.77 4.48 5.69 4.46 1.51

6 Semen & Brg. Galian bukan

logam 9.53 3.81 0.53 3.40 -1.49 -0.63

7 Logam Dasar Besi & Baja -2.61 -3.70 4.73 1.69 -2.05 -4.53

8 Alat Angk., Mesin &

Peralatannya 17.67 12.38 7.55 9.73 9.79 -2.94

9 Barang lainnya 12.77 2.61 3.62 -2.82 -0.96 3.13

Total Industri Pengolahan

Non Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52

Sumber: BPS, diolah

* Angka sementara, ** Angka sangat sementara.

(33)
(34)

RENCANA

S

TRA

TE

GIS KEMENTERIAN P

ERINDUS

TRIAN 2010 - 2014 | 2

Tabel 1.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri

NO. SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008 2009

P I P I P I P I P I P I

1 Industri Makanan 28,0 3.507,9 35,0 4.490,8 19,0 3.175,3 27 5.371,7 49 8.192,9 34 5.768,5

2 Industri Tekstil 7,0 70,0 22,0 1.640,7 7,0 81,7 8 228,2 20 719,6 23 2.645,7

3 Ind. Barang Dari Kulit &

Alas Kaki 2,0 24,5 1,0 14,6 1,0 4,0 2 58,5 2 10,1 1 4,0

4 Industri Kayu 4,0 888,9 9,0 198,8 9,0 709,0 3 38,8 4 306,6 2 33,5

5 Ind. Kertas dan Percetakan 4,0 205,7 13,0 9.732,6 9,0 1.871,2 8 14.548,2 14 1.797,7 8 1.000,8

6 Ind. Kimia dan Farmasi 10,0 4.284,8 17,0 1.945,2 10,0 3.248,9 14 1.168,2 23 503,7 15 5.850,1

7 Ind. Karet dan Plastik 11,0 445,4 18,0 678,4 11,0 253,6 10 564,5 27 797,8 31 1.532,8

8 Ind. Mineral Non Logam 10,0 524,5 4,0 774,6 4,0 218,2 2 124,2 7 845,3 4 786,1

9 Ind. Logam, Mesin &

Elektronik 19,0 546,6 16,0 1.151,5 22,0 3.334,2 17 3.541,6 31 2.381,1 31 1.466,8

10 Ind. Instru. Kedokteran,

Presisi & Optik dan Jam 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 - - 2 7,0 -

-11 Ind. Kendaraan Bermotor

& Alat Transportasi Lain 1,0 19,6 6,0 284,6 4,0 116,6 8 609,4 6 314,7 3 66,5

12 Industri Lainnya 0,0 0,0 8,0 79,4 0,0 0,0 2 36,5 4 38,4 6 279,5

Jumlah 96,0 10.517,9 149,0 20.991,2 96 13,012.7 101 26,289.8 189 15,914.8 158 19,434.4

Sumber : BKPM (2009)

CATATAN :

1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga.

2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan. 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp Milyar.

(35)

Perkembangan Realisasi Investasi PMDN per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Realisasi PMDN Industri (milyar Rp)

(36)

RENCANA

S

TRA

TE

GIS KEMENTERIAN P

ERINDUS

TRIAN 2010 - 2014 | 2

Tabel 1.6 Perkembangan Realisasi Investasi (PMA)

NO. SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008 2009

P I P I P I P I P I P I

1 Industri Makanan 29,0 574,3 46 603.2 45 354.4 53 704.1 42 491.4 49 552.1 2 Industri Tekstil 24,0 165,5 31 71.1 61 424.0 63 131.7 67 210.2 66 251.4

3 Ind. Barang Dari Kulit &

Alas Kaki 6,0 13,2 6 47.8 11 51.8 10 95.9 20 145.8 21 122.6

4 Industri Kayu 6,0 4,1 18 75.5 18 58.9 17 127.9 19 119.5 18 62.1

5 Ind. Kertas dan

Percetakan 16,0 414,5 6 9.9 16 747.0 11 672.5 15 294.7 18 68.7

6 Ind. Kimia dan Farmasi 39,0 614,1 41 1,152.9 32 264.6 32 1,611.7 42 627.8 41 1,183.1 7 Ind. Karet dan Plastik 16,0 81,0 27 392.6 33 112.7 36 157.9 50 271.6 42 208.1 8 Ind. Mineral Non Logam 10,0 108,1 11 66.2 7 94.8 6 27.8 11 266.4 8 19.5

9 Ind. Logam, Mesin &

Elektronik 51,0 312,8 87 521.8 86 955.7 99 714.1 141 1,281.4 121 654.9

10 Ind. Instru. Kedokteran,

Presisi & Optik dan Jam 4,0 13,0 2 3.1 1 0.2 1 10.9 7 15.7 5 5.1

11 Ind. Kendaraan Bermotor

& Alat Transportasi Lain 22,0 402,6 31 360.6 28 438.5 38 412.3 47 756.2 52 583.4 12 Industri Lainnya 25,0 101,4 29 195.9 25 117.1 24 30.2 34 34.7 33 120.1 Jumlah 248,0 2.804,6 335 3,500.6 363 3,619.7 390 4,697.0 495 4,515.2 474 3,831.1

Sumber : BKPM (2009)

CATATAN :

1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga.

(37)

Perkembangan Realisasi Investasi PMA per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Realisasi PMA Industri (US$ juta)

Sektor industri masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja yang memiliki rantai pendek sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Industri dimaksud lebih menekankan penggunaan tenaga manusia untuk melakukan pemrosesan tahap awal yang berupa sedikit peningkatan mutu komoditas tanpa mengubah menjadi produk olahan. Pasar tujuan masih tertuju pasar-pasar tradisional (existing market) seperti ke Singapura, Amerika Serikat yang hanya menyerap komoditas dengan nilai tambah kecil yang kurang menguntungkan bagi Indonesia.

Berbagai permasalahan dihadapi atas kondisi ini baik dari sisi eksternal maupun internal. Permasalahan eksternal dihasilkan dari taktik perdagangan negara pembeli yang memiliki posisi rebut tawar (bargaining power) lebih tinggi sehingga memiliki kekuatan penekan untuk mengatur, kampanye negatif yang menunjukkan seakan Indonesia tidak mampu menjadi negara industri pengolah, dan penerapan hambatan perdagangan. Perlakuan tidak berkeadilan atas praktek hambatan perdagangan yang memaksa secara sepihak negara berkembang membuka pasar domestik atas pasar produk negara maju terutama Amerika Serikat, membuat industri negara berkembang yang baru tumbuh menjadi kalah bersaing ketika berhadapan dengan produk industi maju.

(38)

industri maju meminta liberalisasi industri Kimia, Elektronik, maupun Keuangan. Inilah distorsi perdagangan global yang masih menjadi tantangan negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun sekarang negara yang tergabung pada BRICS (Brazil, Rusia, India, China) telah memiliki kekuatan dan menuntut World Trade Organization (WTO) lebih berlaku adil dan memberlakukan akses pada produk-produk negara berkembang, namun realisasinya belum secara nyata terwujud.

Memang terdapat beberapa permasalahan dari kemampuan Sumber Daya Manusia terutama dalam pengolahan produk atau penanganan lepas panen, hambatan teknologi pengolahan (processing), permodalan untuk industri padat modal, integrasi hulu dan hilir. Permasalahan generik yang ditemukan hampir di semua lokasi terdiri empat hal pokok, yakni: rantai pasokan, sarana dan prasarana, permodalan, dan kemampuan sumber daya manusia. Beberapa kondisi khusus diantaranya pemasaran, hubungan industri kecil menengah dan industri besar, dan kebijakan pemerintah.

3. Struktur Industri

Terdapat tiga unsur pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan sektor industri, yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Pengusaha Kecil/Menengah, serta Koperasi (Tabel 1.7). Jumlah Industri Kecil/Menengah sebesar 3.755.238 juta unit usaha sedangkan industri besar berkisar 2.867 unit usaha. Bangun industri di Indonesia terdiri dari 45 persen merupakan industri berbasis sumber daya alam (resources based industries), 17 persen merupakan industri padat orang (labour intensives industries), sedangkan sisanya tersebar antara capital based industries, sciences based industries, dan diff erentiated

based industries. Pembangunan Industri diharapkan mampu mewujudkan

perimbangan antara industri kecil-menengah dan industri besar. Industri berbasis padat modal dan teknologi difokuskan untuk menyeimbangkan industri yang berbasis Tenaga Kerja dan Sumber daya alam.

Tabel 1.7 Struktur industri Indonesia, 2005 - 2009

Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008* 2009**

(39)

Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008* 2009** 1.3 Industri Besar Unit 2.519,0 2.555,0 3.852,0 2.971 2.867

2 Tenaga Kerja Orang 10.971.630,0 12.597.214,0 13.223.776,0 13.424.341 13.987.659 2.1 Industri Kecil Orang 6.745.086,0 7.195.356,0 7.441.995,0 7.800.576 7.871.888 2.2 Industri Menengah Orang 140.992,0 175.901,0 190.936,0 190.696 201.966 2.3 Industri Besar Orang 4.085.552,0 5.011.535,0 5.590.844,0 5.433.069 5.913.805 3 PDB (adhk2000) Mil Rp 491.422,0 514.192,0 538.078,0 557.766 570.629 3.1 Industri Kecil Mil Rp 64.073,1 66.271,5 69.350,0 71.887 73.545 3.2 Industri Menengah Mil Rp 59.726,0 62.034,7 64.916,4 67.292 68.843 3.3 Industri Besar Mil Rp 367.622,8 385.886,0 403.811,5 418.587 428.241

Sumber: BPS diolah Kemenperin * ) Angka Sementara, ** ) Perkiraan Kriteria:

 Industri Kecil: penjualan / tahun < 1 Milyar Rupiah  Industri Menengah: penjualan / tahun 1 – 10 Milyar Rupiah  Industri Besar: penjualan / tahun > 10 Milyar Rupiah

Ditinjau dari peranan cabang industri, cabang-cabang Industri Pengolahan Non Migas yang memberikan kontribusi tinggi terhadap PDB adalah cabang Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 33,19 persen. Cabang Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya 27,32 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 12,84 persen, serta cabang industri lainnya memiliki peran di bawah 10 persen, sebagaimana tersaji pada Tabel 1.8.

Tabel 1.8 Peranan Cabang Industri terhadap Total Sektor Industri CABANG INDUSTRI 2004 2005 2006 2007 2008* 2009** 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 29,73 28,58 28,46 29,80 30,40 33,19 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 12,99 12,40 12,06 10,56 9,21 9,19 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 5,68 5,67 5,97 6,19 6,43 6,32 4). Kertas dan Barang cetakan 5,64 5,45 5,30 5,12 4,56 4,82 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 11,64 12,25 12,59 12,50 13,53 12,84 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,92 3,95 3,88 3,70 3,53 3,43 7). Logam Dasar Besi & Baja 2,94 2,96 2,77 2,58 2,57 2,11 8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 26,54 27,81 28,02 28,69 28,97 27,32

9). Barang lainnya 0,92 0,93 0,95 0,85 0,80 0,77

Industri tanpa Migas 100,00 100,00 100.0 100.0 100.0 100.0

Sumber: BPS diolah Kemenperin * Angka Sementara

(40)

4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri

Kontribusi industri selama ini masih disumbang sebesar 75 persen dari industri-industri yang berada di Pulau Jawa dan sisanya di luar Pulau Jawa dan Bali. Hal ini dapat dimengerti karena persebaran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Lokasi industri untuk Pulau Jawa, berada di Jawa Tengah sebesar 38.71 persen, diikuti Jawa Timur 31,05 persen dan Jawa Barat sebesar 21,29 persen (Tabel 1.9). Sedangkan di luar Pulau Jawa, terkonsentrasi di Sumatera. Selain kedua daerah tersebut juga terdapat kawasan-kawasan lainnya, antara lain: Kawasan Timur Indonesia, Maluku, dan Papua. Industri yang berada di Maluku dan Papua memiliki tingkat pertumbuhan industri terkecil kedua, dimana pertumbuhan industri terkecil terletak di kawasan pulau Bali, NTB, NTT. Share wilayah terhadap PDB Industri dan persebarannya dapat dilihat pada Gambar 1.4 dan 1.5. Secara lebih lengkap, persebaran industri di Luar Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.10 .

Gambar 1.4 Share Wilayah terhadap PDB Industri Indonesia

Tabel 1.9 Persebaran Industri di Pulau Jawa

Jawa PDRB IND (T Rp) Unit Usaha Persen Share thd PDB Ind (%)

Banten 92,52 78.959 3.65 7,37

Jawa Barat 345,6 460.341 21.29 27,52

(41)

Jawa PDRB IND (T Rp) Unit Usaha Persen Share thd PDB Ind (%)

Jawa Tengah 91,99 837.114 38.71 7,33

DI Yogyakarta 7,4 76.616 3.54 0,59

Jawa Timur 246,1 671.490 31.05 19,6

Total 941,71 2.162.269 100 75

Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)

Tabel 1.10 Persebaran Industri di Luar Pulau Jawa

Non Jawa PDRB IND

(T Rp)

Share thd PDB Ind

(%)

Unit

Usaha Persen

NAD 2,67 0,21 62.157 5.82

Sumatera Utara 75,67 6,03 78.449 7.35

Sumatera Barat 12,04 0,96 57.640 5.40

Riau 44,15 3,52 22.095 2.07

Riau Kepulauan 49,4 3,93 7.958 0.75

Jambi 4,66 0,37 17.423 1.63

Bengkulu 0,85 0,07 12.092 1.13

Sumatera Selatan 20,98 1,67 5.2499 4.92

Bangka Belitung 6,49 0,52 6.119 0.57

Lampung 13,66 1,09 88.395 8.28

Bali 6,43 0,51 83.831 7.85

Kalimantan Barat 14,54 1,16 39.944 3.74

Kalimantan Tengah 3,99 0,32 18.334 1.72

Kalimantan Selatan 9,74 0,7 48.392 4.53

Kalimantan Timur 15,45 1,23 14.347 1.34

NTB 2,85 0,23 124.935 11.71

NTT 0,57 0,05 70.081 6.57

Sulawesi Utara 3,87 0,31 30.917 2.90

Gorontalo 0,4 0,03 14.996 1.41

Sulawesi Tengah 2,99 0,24 23.960 2.25

Sulawesi Selatan 16,65 1,33 108.551 10.17

Sulawesi Barat 0,84 0,07 13.584 1.27

Sulawesi Tenggara 2,25 0,18 39.553 3.71

Maluku 0,52 0,04 14.826 1.39

Maluku Utara 1,02 0,08 7.654 0.72

Irian Jaya Barat 1,3 0,1 2.525 0.24

Papua 0,95 0,08 5.976 0.56

Total 313,9 25 1.067.233 100.00

(42)

Tabel 1.11 Persebaran Industri di Indonesia

No WILAYAH/PROVINSI

1998 2003 2006

Unit

Usaha*) persen

Unit

Usaha persen

Unit

Usaha persen I Jawa 1.418.895 61,95 1.893.768 62,50 2.162.269 66,95

1. DKI Jakarta 22.436 1,01 23/733 0,78 37.749 1,17 2. Jawa Barat dan Banten 314.014 13,71 387.983 12,80 539.300 16,70 3. Jaw tengah 556.748 24,31 798.814 26,36 837.114 25,92

4. DIY 75.131 3,28 133.613 4,41 76.616 2,37

5. Jawa Timur 450.566 19,67 549.625 18,14 671.490 20,79 II Luar Jawa 871.394 38,05 1.136.342 37,50 1.067.234 33,05 1. Sumatera 288.829 12,61 381.611 12,60 404.827 12,54 2. Kalimantan 97.738 4,27 694.844 4,83 121.018 3,75 3. Bali/NTB/NTT 212.680 9,29 333.989 11,02 278.847 8,63 4. Sulawesi 173.543 7,58 246.614 8,14 231.561 7,17 5. Maluku / Papua 19.604 4,31 27.684 0,91 30.981 0,96 INDONESIA 2.290.298 100,00 3.030.116 100,00 3.229.503 100,00

Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006) Catatan :

- Unit Usaha meliputi : Industri Mikro, Industri Kecil, Industri Menengah dan Industri Besar

- Status Badan Hukum : BUMN, BUMD, PT, CV, Firma, Koperasi, Yayasan, Lainnya, Tidak berbadan Hukum, Tidak ditanyakan.

(43)

5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan

Perkembangan ekspor total industri nasional selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 32,16 persen. Pertumbuhan ini disumbang oleh 12 industri yang tumbuh selama lima tahun terakhir sebesar 31,39 persen. Total nilai sumbangan nilai ekspor sebesar US$ 65.376,57 juta dibandingkan tahun 2004 sebesar US$ 43.455,17 juta. Pengolahan Kelapa/ Kelapa Sawit masih menjadi penyumbang paling tinggi dengan nilai US$ 12.924,89 juta, diikuti Tekstil sebesar US$ 9.245,13 juta, dan Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US$ 8.701,12 juta. Adapun penyumbang terkecil adalah industri Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu/Alas Kaki sebesar US$ 1.888,08 juta. Secara rinci Perkembangan Ekspor Non-Migas tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.12 dan Gambar 1.6.

Tabel 1.12 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)

No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Pertum-buhan (%) 2005-2009 1 Pengolahan Kelapa/Kelapa

Sawit 4.840,30 5.419,19 6.407,27 10.476,83 16.168,07 12.924,89 138,50 2 Besi Baja, Mesin-mesin dan

Otomotif 4.581,84 5.949,69 7.712,68 9.606,92 11.814,98 8.701,12 46,24 3 T e k s t i l 7.626,15 8.584,85 9.422,75 9.790,09 10.116,35 9.245,13 7,69 4 Pengolahan Karet 2.954,10 3.545,82 5.465,16 6.179,87 7.579,66 5020,19 41,58 5 Elektronika 7.142,50 7.853,03 7.200,19 6.359,73 6.806,70 7.899,59 0,59 6 Pengolahan Tembaga, Timah

dll. 2.165,08 3.133,52 4.133,97 6.156,04 5.660,67 4.241,50 35,36 7 Pulp dan Kertas 2.817,61 3.257,48 3.983,27 4.440,49 5.219,62 4.272,38 31,16 8 Pengolahan Kayu 4.461,62 4.476,25 4.757,59 4.485,14 4.206,12 3.441,45 -23,12 9 Kimia Dasar 2.640,07 2.750,22 3.521,44 4.492,50 3.738,35 3.161,16 14,94 10 Makanan dan Minuman 1.440,12 1.647,92 1.866,00 2.374,83 3.104,85 2.576,44 56,34 11 Alat-alat Listrik 1.232,73 1.456,03 1.770,93 2.148,88 2.390,24 2.004,60 37,68 12 Kulit, Barang Kulit dan

Sepatu/Alas Kaki 1.553,04 1.683,69 1.913,17 2.006,60 2.260,46 1.888,08 12,14 Total 12 Besar Industri 43.455,17 49.757,71 58.154,42 68.517,92 79.066,08 65.376,57 31,39 Total Industri 48.660,11 55.566,99 64.990,33 76.429,60 88.351,70 73.435,84 32,16 Non migas 55.939,28 66.428,36 79.589,15 92.012,32 107.894,15 97.491,73 46,76 Migas 15.645,33 19.231,60 21.209,48 22.088,57 29.126,27 19.018,30 -1,11

(44)

Gambar 1.6 Total Ekspor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)

Total nilai impor nasional pada akhir tahun 2008 mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2007. Nilai total impor Non Migas tahun 2008 sebesar US$ 98.644,41 juta dan total industri sebesar US$ 91.800,67 juta. Dari total nilai impor tersebut terserap pada 9 industri sebesar US$ 80.372,42 juta. Industri yang menyerap impor paling tinggi adalah Industri Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US$ 31.683,82 juta pada tahun 2009. Nilai ini naik sebesar 80,73 persen dibandingkan tahun 2005. Industri Elektronika menyerap nilai impor sebesar US$ 10.496,71 juta dan Industri Kimia sebesar US$ 8.095,12 juta. Secara rinci perkembangan Impor Non Migas tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel. 1.13.

Tabel 1.13 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)

No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Pertum-buhan

(%) 2005-2009

1 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif

13.620,20 17.531,04 17.031,41 20.539,04 39.978,69 31.683,82 80,73

(45)

No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Pertum-buhan (%) 2005-2009 4 T e k s t i l 1.036,36 1.026,87 1.085,68 1.192,00 3.901,78 3.396,92 230,80 5 Makanan dan

Minuman 1.390,67 1.914,52 2.178,23 3.616,14 3.157,97 2.810,63 46,81 6 Pulp dan Kertas 1.299,76 1.298,95 1.392,04 1.692,60 2.518,49 1.883,21 44,98 7 Alat-alat Listrik 724,42 877,79 852,98 1.118,31 2.470,79 2.105,82 139,90 8 P u p u k 431,99 518,87 624,65 761,78 2.337,64 929,14 79,07 9 Barang-barang

Kimia lainnya 1.078,06 1.167,23 1.170,03 1.293,82 1.845,64 1.661,88 42,38 Total 9 Besar

Industri 27.320,57 32.684,07 33.138,71 41.365,42 80.372,42 63.063,25 92,95 Total Industri 31.550,79 37.300,34 38.624,63 48.084,08 91.800,67 72.398,09 94,09 Non Migas 34.792,48 40.243,21 42.102,59 52.540,61 98.644,41 77.848,50 93,45 Gas 11.732,05 17.457,68 18.962,87 21.932,82 30.552,90 18.980,75 8,72

Sumber : BPS, diolah *angka sementara

Total Impor Industri Non Migas 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.7.

Gambar 1.7 Total Impor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)

(46)

bahan baku/penolong dan impor barang modal pada periode yang sama di tahun 2009 terhadap 2008 mengalami penurunan.Peran impor bahan baku mengambil persentase paling besar yakni 71,36 persen diikuti barang modal 21,11 persen, dan barang konsumsi 7,53 persen. Pada tahun 2008, impor barang konsumsi mengalami penurunan sebesar 24,37 persen dibanding tahun 2009, bahan baku menurun 29,70 persen dan barang modal sebesar 3,86 persen. Pada tahun 2007 impor barang konsumsi naik 33,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya, impor bahan baku sebesar 19,95 persen dan barang modal sebesar 25,20 persen.

Tabel 1.14 Perkembangan Impor Menurut Golongan Penggunaan

Golo-ngan Barang

2004 2005 Persen Perub. 2006

Persen Perub. 2007

Persen Perub. 2008

Persen Perub. 2009*

Peran (%) terhadap

total impor Barang

Kon-sumsi

3.849,96 4.752,32 23,44 5.314,84 11,84 7.121,56 33,99 9.647,11 -24,37 7.296,08 7,53 Bahan

Baku 36.138,52 44.658,23 23,58 46.592,24 4,33 55.885,14 19,95 98.291,74 -29,70 69.094,67 71,36 Barang

Modal 6.536,05 8.290,33 26,84 9.158,39 10,47 11.466,72 25,20 21.258,46 -3,86 20.438,50 21,11 Total

Impor 46.524,53 57.700,88 24,02 61.065,47 5,83 74.473,43 21,96 129.197,31 -25,05 96.829,24 100,00

Sumber : BPS, diolah

6. Penyerapan Tenaga Kerja

(47)

Tabel 1.15 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2004 - 2009**

INDUSTRI 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

Makanan, Minuman dan Tembakau 3.605.304 3.513.958 4.696.783 4.649.786 4.820.563 5.073.075 Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 2.182.795 2.212.119 2.241.723 2.337.045 2.350.885 2.404.431 Barang dari kayu dan Hasil Hutan

Lainnya 1.661.799 1.701.000 1.706.074 1.823.827 1.814.020 1.834.805 Kertas dan Barang Cetakan 251.228 254.641 305.651 324.868 345.017 371.033 Pupuk, Kimia dan Barang dari

Karet 611.545 603.804 750.104 756.908 791.638 839.805 Semen dan Barang galian bukan

logam 946.584 966.480 995.671 1.061.571 1.077.890 1.112.437 Logam Dasar, Besi dan Baja 372.615 386.128 405.086 448.500 466.984 493.390 Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 473.377 510.995 517.482 625.855 417.245 346.656 Barang Lainnya 767.587 822.505 978.640 1.195.776 1.340.100 1.512.027 J u m l a h 10.872.834 10.971.630 12.597.214 13.223.776 13.424.341 13.987.659

Sumber: BPS, diolah *) angka sementara **) prognosa

Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2004 - 2009 dapat dilihat pada Gambar 1.8.

Gambar 1.8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2004 - 2009**

(48)

Isu Nasional

1. Peningkatan kesejahteraan rakyat 2. Perluasan pasar domestik

3. Perbaikan infrastruktur

4. Peningkatan kemampuan teknologi 5. Penyebaran industri di luar Pulau Jawa 6. Pemerataan kemampuan industri 7. Nilai tambah produk industri

8. Pemastian penerapan industri berwawasan lingkungan 9. Pemanfaatan energi terbarukan

10. Penciptaan Lapangan Kerja

Isu Global

1. Pemulihan ekonomi negara-negara maju 2. Perluasan pasar non tradisional

3. Diversifi kasi produk ekspor 4. Perubahan Iklim

5. Free Trade Area

Terkait dengan Pembangunan Nasional secara terencana, diharapkan mampu mewujudkan Visi Indonesia menjadi Negara Mandiri, Maju, Adil dan Makmur pada tahun 2025, dengan pengertian mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Kata maju mempunyai pemaknaan kualitas Sumber Daya Manusia, tingkat kemakmuran, kemantapan sistem dan kelembagaan politik serta hukum dalam situasi tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah dan tantangan di atas, Kebijakan Pembangunan Industri Nasional disusun menggunakan pendekatan klaster guna membangun daya saing industri yang berkelanjutan.

(49)

berhubungan dan mendukung baik, dengan industri terkait maupun dengan industri penunjang, infrastruktur ekonomi, dan berbagai lembaga yang relevan dalam rangka meningkatkan efi siensi, menciptakan aset kolektif, serta mendorong terjadinya inovasi.

Dalam rangka mewujudkan sasaran jangka menengah seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 5/Tahun 2010 tentang RPJM Nasional, serta dalam menjabarkan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, Kementerian Perindustrian melaksanakan langkah-langkah dan kegiatan-kegiatan berkoordinasi dengan berbagai lembaga/instansi terkait. Untuk itu, Kementerian Perindustrian menyusun Rencana Strategis dalam mewujudkan visi/misi serta mencapai tujuan kementerian. Rencana Strategis (RENSTRA) kemudian dijabarkan dalam bentuk program kerja serta indikator kinerja untuk kurun waktu 2010-2014. RENSTRA dimaksud, selanjutnya diterjemahkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan tahunan berupa Rencana Kerja (RENJA) Kementerian masing-masing unit Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian.

C. MAKSUD DAN TUJUAN

Rencana Strategis (RENSTRA) disusun untuk memenuhi amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, yaitu: “Pimpinan Kementerian/ Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJMN”. Penentuan arah Kebijakan Industri Nasional Jangka Panjang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Fokus Pembangunan Industri Nasional dengan memperhatikan pemerataan, persebaran dan pertumbuhan atau “pro job, pro poor dan pro growth”.

Gambar

Tabel 1.1 Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi
Tabel 1.2 Nilai PDB Sektoral dan kontribusinya terhadap PDB Nasional
Tabel 1.3 Pertumbuhan PDB: tradables (persen)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan One Way Anova pada taraf kepercayaan 95% yang

Klasifikasi adalah proses menemukan model (fungsi) yang menjelaskan dan membedakan kelas-kelas atau konsep, dengan tujuan agar model yang diperoleh dapat digunakan

Tujuan utama di Kerja Praktek ini adalah untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa mengenai dunia industri serta penerapan ilmu yang telah didapatkan secara nyata

– MICROPROCESSOR: integrated circuit semiconductor chip that performs the bulk of the processing and controls the parts of a system ; &#34; a microprocessor functions as the

Dalam rangka mewujudkan Program Studi yang berkualitas dan ternama serta sejalan dengan visi Unsyiah dan Fakultas Teknik sebagai institusi induk, PSTE mempunyai

Ditinjau dari bentuk daging sapi yang biasa dikonsumsi keluarga baik ibu rumah tangga di wilayah pusat kota maupun wilayah pinggiran kota, seluruh responden

Tujuan perancangan ini adalah mendesain eksterior mobil Suzuki Grand Vitara dengan kesan maskulin yang sesuai dengan keinginan konsumen pada styling mobil Suzuki

87 Berkaitan dengan indikator yang mempengaruhi perilaku guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, maka sebagai orang berkecimpung dalam