• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 5 (2014) Copyright 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 5 (2014) Copyright 2014"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 5 (2014)

http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja

© Copyright 2014

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KLIEN YANG MERASA DIRUGIKAN OLEH ADVOKAT DALAM MEMBERIKAN BANTUAN

HUKUM

Richard Maruly Barimbing 1 ([email protected])

Ivan Zairani Lisi2 ([email protected])

Nur Arifudin3

([email protected])

Abstrak

Salah satu profesi itu adalah advokat yang menyandang predikat profesi terhormat (officium nobile). Predikat itu sesungguhnya bukan suatu gelar kehormatan yang diberikan masyarakat atau penguasa karena para advokat telah berjasa kepada masyarakat dan negara, akan tetapi predikat itu muncul karena tanggung jawab yang diberikan kepada advokat. Permasalahan yang diteliti adalah tentang perlindungan hukum terhadap klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum dan kendala-kendala yang dihadapi terhadap upaya pelindungan hukum kepada klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif empiris, penelitian ini mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian lapangan yaitu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang bersangkutan dan penelitian kepustakaan. Data-data yang terkumpul kemudian akan dianalisis dalam bentuk deskripsi kalimat yang teratur, sistematis dan logis. Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan untuk klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum maka klien tersebut dapat melaporkan advokat tersebut ke Dewan Kehormatan dimana advokat tersebut bernaung dan sosialisasi mengenai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan mengenai Kode Etik Profesi Advokat

Kata Kunci; Perlindungan Hukum, Advokat, Klien, Bantuan Hukum

1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

2 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

(2)

A. Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara hukum yang tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya seperti yang diamanatkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 26 ayat (1) yang menyatakan :

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara. Untuk memenuhi ideologi tersebut Negara Indonesia harus memiliki perangkat-perangkat hukum untuk membantu dalam pemenuhan ideologi tersebut dengan berbagai profesi.

Salah satu profesi itu adalah advokat yang menyandang predikat

profesi terhormat (officium nobile). Predikat itu sesungguhnya bukan suatu gelar kehormatan yang diberikan masyarakat atau penguasa karena para advokat telah berjasa kepada masyarakat dan negara, akan tetapi predikat itu

(3)

muncul karena tanggung jawab yang diberikan kepada advokat.4 Di Negara- negara barat, pekerjaan advokat telah dikenal sejak Zaman Romawi yang

jabatan atau profesinya disebut dengan officium nobilium sedangkan orang yang mengerjakannya disebut operae liberalis yang sekarang dikenal sebagai Advocate / Advokat / Lawyer.

Permasalahan yang ada disini adalah Bagaimana perlindungan hukum terhadap klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum dan Apa kendala-kendala yang dihadapi terhadap upaya pelindungan hukum kepada klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum.

Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sistem hukum dalam memberi perlindungan hukum terhadap klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum dan Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi terhadap upaya pelindungan hukum kepada klien klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih ditujukan kepada

pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan konseptual beranjak dari

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin didalam ilmu hukum.

4 Herdiansyah Hadi, 2004, Kode Etik Advokat Indonesia, Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK), Jakarta, Halaman 2

(4)

A. Hasil Penelitian

1. Kedudukan Hukum Advokat di Indonesia

Sudah saatnya organisasi advokat memilih bentuk hukum yang mampu menjamin kemandirian namun tidak menghilangkan tanggung jawab hukumnya. Bentuk perkumpulan bisa dijadikan pertimbangan pertama, karena perkumpulan adalah badan hukum swasta yang mandiri den berbasis keanggotaan. dengan menggunakan bentuk hukum ini, organisasi advokat tidak dapat dibubarkan oleh siapapun (termasuk pemerintah seperti dalam UU Ormas) kecuali oleh anggotanya, pendiriannya pun tidak tergantung pada siapa pun selain atas kesepakatan Para anggotanya. Sebab lembaga tertinggi dalam perkumpulan adalah rapat musyawarah anggota.

Faktanya dalam konstruksi UU Ormas, antara organisasi advokat dan anggota hanya ada hubungan seperti pada organisasi biasa. Tidak ada mekanisme yang mampu membuat anggota merasa memiliki dan pada akhirnya menimbulkan ketergantungan pada organisasi. Dengan begitu tidak ada alasan kuat bagi seorang advokat di Indonesia untuk bergabung dalam suatu organisasi advokat, maupun bagi seorang anggota organisasi advokat untuk patch dan tact pada aturan internal organisasinya. Dengan demikian, organisasi advokat di Indonesia pada saat berlakunya UU Ormas tersebut, berkembang menjadi organisasi yang tidak wild serta tidak memiliki posisi tawar yang kuat dalam hubungannya ke luar maupun ke dalam.

(5)

Namun, setelah keluarnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat), secara langsung organisasi-organisasi advokat beserta anggota-anggotanya berpedoman pada UU Advokat tersebut.

2. Makna, Fungsi dan Peran Kode Etik Advokat

Setiap profesi termasuk advokat menggunakan sistem etika terutama untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan Para profesional untuk menyelesaikan dilema etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi pengembangan profesinya sehari-hari. Sistem etika tersebut juga bisa menjadi parameter bagi berbagai problematika klien-profesional, konflik kepentingan yang ada, dan isu-isu yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial profesi. Sistem etika bagi profesional dirumuskan secara konkrit dalam satu kode etik profesi yang secara harfish berarti etika yang dikodifikasi. Bertens menyatakan bahwa

"kode etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral, profesi di dalam masyarakat. Sedangkan Subekti menilai bahwa fungsi dan tujuan kode etik adalah menunjang martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan melarang perbuatan-perbuatan yang akan merugikan "kesejahteraan materil para anggotanya". Senada dengan Berfens, Sidharta berpendapat bahwa "Kode etik profesi adalah

(6)

seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang 'harus dipatuhi dalam mengembangkan suatu profesi".

Jadi, dari hal yang telah disebutkan di atas paling tidak ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan Kode etik; yakni:

1. Menjaga dan meningkatkan kualitas moral.

2. Menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis.

3. Melindungi kesejahteraan materiil Para pengemban profesi

3. Kebutuhan Advokat Terhadap Kode Etik

Dilihat dalam kenyataan yang ada, maka dari sejumlah kalangan advokat didapatkan tiga macam kebutuhan kode etik advokat yang menonjol, yakni kebutuhan perlindungan, kebutuhan pendisiplinan, dan kebutuhan pengendalian kualitas. Di bawah akan dicoba diuraikan mengapa kebutuhan itu muncul dan demi orientasi apa kebutuhan tersebut ditujukan.

1. Kebutuhan Perlindungan

Kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan perlindungan.

Perlindungan merupakan perlindungan terhadap intervensi Dari pihak luar terhadap advokat pihak luar yang dimaksud adalah birokrasi peradilan yaitu kehakiman, kejaksaan, panitera dan kepolisian.

Kebutuhan perlindungan ini merupakan refleksi Dari kenyataan yang ada di lapangan. Hai ini salah satunya bisa dilihat Dari hambatan- hambatan yang ditemui oleh Para advokat pada saat menjalankan profesinya.

(7)

2. Kebutuhan Pendisiplinan

Kebutuhan kedua yang dirasakan oleh advokat terhadap kode etik adalah kebutuhan pendisiplinan. Kebutuhan ini merupakan respons advokat terhadap dua keadaan. Keadaan pertama adalah persaingan yang tidak sehat di kalangan advokat dalam menjalankan profesinya. Dengan begitu, kebutuhan pendisiplinan berorientasi pada dua hal, pertama persaingan yang sehat di kalangan advokat, termasuk di antaranya mekanisme pencegahan dan penyelesaian konflik di antara sesama advokat Kedua, peningkatan integritas advokat di mata masyarakat, termasuk di antaranya membentuk sistem nilai yang ketat dalam komunitas advokat, sehingga tiap anggota akan terus-menerus menyesuaikan diri dan peka terhadap rasa keadilan yang ada di dalam masyarakat. Kedua orientasi tersebut khususnya juga berkaitan langsung dengan upaya

"rehabilitasi" status istimewa yang lekat pada advokat di masa lalu,

yaitu profesi yang terhormat (officium nobile).

3. Kebutuhan Pengendalian Kualitas

Kebutuhan yang ketiga adalah pengendalian kualitas.

Kebutuhan ini terdapat di tahap keempat dalam skema Kohn. Kualitas advokat diakui oleh banyak pihak masih sangat kurang. Walaupun, menurut pengamatan banyak pihak, keberadaan pokrol bambu sudah semakin langka dan tersamar kalau mustahil dikatakan tidak ada.

Salah satu kehidupan profesional yang Bering diupayakan untuk

(8)

dicakup dalam kode etik adalah aspek keahlian dan keterampilan.

Seorang profesional harus berperan lebih dari sekedar teknisi.

Keterampilan tersebut memang diperlukan, tapi dalam konteks yang lebih luas, profesional harus memainkan peranan sebagai perancang, perekayasa, pembangun, dari waktu ke waktu menjadi penemu hal- hal baru di bidangnya. Menentukan tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas secara terus-menerus juga merupakan bentuk respon para advokat terhadap perkembangan profesi, termasuk tuntutan bagian mereka untuk selalu menyesuaikan diri dengan materi kode etik dan standard profesi yang dinamis, seiring dengan dinamika perkembangan profesi dan dinamika hubungan yang terkandung antara profesi dengan masyarakat.

4. Hasil wawancara dengan Ketua DPC KAI Kota Samarinda Robert Nababan., SH., MH.

Hubungan antara teman sejawat advokat atau pihak lawan harus dilandasi menghormati, menghargai serta saling mempercayai, selanjutnya bila advokat membicarakan teman sejawat atau pihak lawan pada saat berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, seharusnya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis. Advokat dalam hubungannya dengan klien dalam rangka memberi bantuan hukum baik di luar maupun di dalam pengadilan sebenarnya harus memiliki perjanjian terlebih dahulu antara advokat dengan kliennya tentang perkara beserta hak dan kewajiban masing-

(9)

masing pihak agar tidak terjadi malpraktik dalam hubungan antara kedua belah pihak.

Jarang dibuat perjanjian tertulis antara advokat dengan kliennya mengenai perkara yang diserahkan klien. Surat Kuasa yang ditandatangani klien umumnya hanya menentukan perkara apa yang diserahakan serta kewenangan-kewenangan apa saja yang dimiliki advokat berdasarkan surat kuasa tadi. Inipun isinya umumnya singkat saja jadi sulit untuk merinci apa saja kewajiban-kewajiban advokat terhadap kliennya, apalagi jika kuasa itu diberikan dengan cara lisan.

karena sulit mengatakan dalam hal tertentu apakah advokat benar telah

memenuhi kewajibannya sebab tidak mudah disimpulkan apakah in concreto seorang advokat telah ingkar janji.

5. Hasil wawancara dengan Wakil Ketua DPC PERADI Kota Samarinda H. Hermanto., SH.

Advokat pada hakikatnya adalah profesi terhormat yang berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan, Oleh karena itu, setiap advokat harus mampu menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi kode etik dan sumpah profesi. Kedudukan advokat memang mewakili kepentingan kliennya. Dalam perkara perdata advokat bertindak untuk dan atas nama kliennya sepanjang disebutkan dalam surat kuasa.

Sehingga klien tak perlu maju sendiri, cukup diwakili kliennya. Dalam perkara pidana tidak bisa begitu. advokat hanya mendampingi dan

(10)

memberi nasihat hukum pada kliennya. Klien tetap harus maju langsung mengikuti semua tahapan proses hukum dengan didampingi advokat.

B. Pembahasan

1. Perlindungan hukum terhadap klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum

Untuk menjamin kode etik profesi advokat dijalankan oleh seluruh advokat, maka bila terjadi pelanggaran dapat diadukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan yaitu :

a. Klien

b. Teman sejawat advokat c. Pejabat pemerintah d. Anggota Masyarakat

e. Dewan Pimpinan Pusat / Cabang / Daerah dari Organisasi profesi dimana teradu menjadi anggota

f. Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Cabang / Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk itu.

Usaha Perlindungan Represif dapat dilakukan dengan pengaduan atas pelanggaran kode etik advokat telah banyak dilakukan. Pada kasus pemecatan pengacara kondang Todung Mulya Lubis oleh Peradi pada tahun 2008 misalnya, awal mula pemeriksaan pelanggaran kode etik berawal dari pengaduan oleh pengacara Hotman Paris Hutapea yang

(11)

tidak lain adalah rekan sejawat Todung Mulya Lubis. Pengaduan terhadap advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya sebanyak tujuh rangkap kepada Dewan Kehormatan Cabang / Daerah atau kepada Dewan Pimpinan Cabang / Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota dengan membayar biaya pengaduan. Bila di suatu tempat tidak ada Cabang / Daerah organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang / Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat. Namun bila pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang / Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang / Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang / Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.

Berdasarkan beberapa kasus yang telah terjadi yang berhubungan dengan dirugikannya klien atas perbuatan advokat dalam memberikan bantuan hukum seperti menelantarkan klien setelah pembayaran honorarium bahkan memberikan janji-janji kemenangan terhadap perkara yang akan ditangani oleh advokat, klien disini kebanyakan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan teradap permasalah tersebut. Banyak klien yang tidak mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan jika keruhian tersebut menimpa klien, klien hanya bisa pasrah bahkan melupakan masalahnya begitu saja karena klien merasa takut untuk melaporkan masalah ini, klien merasa bahwa advokat lebih mengetahui hukum diabanding klien sendiri bahkan jika advokat

(12)

dilaporkan ke Dewan Kehormatan tempat organisasi advokat tersebut bernaung maka dikhawatirkan terjadi pengaturan terhadap persidangan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan terhadap advokat yang bermasalah karena Dewan Kehormatan disini terdiri dari teman teman sejawat advokat itu juga sehingga klien merasa perkaranya dalam hal melaporkan advokat akan sia-sia.

2. Kendala-kendala yang dihadapi terhadap upaya perlindungan hukum kepada klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam

memberikan bantuan hukum

Pada pola hubungan yang sarat dengan nilai etis, kelemahan utama terletak pada kemampuan, motivasi, serta moraiitas yang dimiliki advokat. Hubungan tersebut menurut salah seorang advokat senior sangat ditentukan oleh kepekaan moral dan kemanusiaan si advokat. Jika kepercayaan itu tidak dimiliki, si klien akan cenderung dirugikan. Adnan Buyung Nasution misalnya, menyoroti bahwa para pencari keadilan cenderung tidak memiliki jaminan karena tidak adanya ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban advokat.

Dalam kode etik organisasi advokat terdapat bab khusus yang mengatur hubungan dengan klien. Akan tetapi seperti hal-hal normatif lain, ketentuan etis sangat sulit ditegakkan pada tatanan teknis karena kemandulan Dewan Kehormatan sendiri. Selain kedua permasalahan itu yang perlu mendepat perhatian ialah secara sosiologis pranata advokat tidak penah ada dalam masyarakat Indonesia. Akibatnya peran advokat

(13)

dalam penegakan hukum tidak dapat dikoreksi oleh masyarakat karena masyarakat memang tidak mengerti benar apa peran dan fungsi (yang akhirnya akan melahirkan hak dan kewajiban) advokat. Ketidaktahuan akan fungsi dan peran, berada dalam posist yang sangat lemah dan rentan akan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan basil pellelitian terhadap pengguna jasa advokat, dapat digambarkan pola hubungan yang terjadi antara klien dan advokat. Sebagian besar pengguna jasa advokat tidak pernah merasa dikecewakan oleh advokat mereka. Dari penelitian tersebut diungkap bahwa tindakan advokat yang mengecewakan kliennya adalah sulit dihubungi, lalai dalam memberi jasa

terbaik, menambah imbalan jasa secara sepihak, dan conflict ofinterest.

Dari kalangan advokat, diperoleh gambaran bahwa terdapat beberapa advokat yang dalam menjalankan profesinya mendapat hambatan justru dari kliennya sendiri. Hambatan yang terbesar menyatakan bahwa klien tidak memberi informasi yang benar, atau sering bersikap tidak jujur. Seiain itu, responden menemukan masalah dengan klien dalam hal biaya penanganan perkara terdapat juga responden pang bermasalah dengan sikap klien yang sering ingin mengambil jalan pintas, misalnya dengan menyuap hakim dan aparat penegak hukum. Sementara, terdapat juga responden menyatakan dirinya sering diganggu oleh klien yang memaksakan kehendaknya dalam penanganan perkars atau klien yang bertindak tanpa konsultasi dan mengaiihkan kuasanya secara tiba-tiba kepada advokat lain.

(14)

Hubungan advokat dengan kliennya didasari dengan persetujuan kuasa atau antara advokat dengan klien dibuat suatu perjanjian mengenai penanganan perkara. Persetujuan semacam ini tidak banyak dilakukan kedua belah pihak sehingga hubungan tersebut cenderung menimbulkan rasa salah pengertian dari klien sendiri. Kecenderungan ini dilatar belakangi oleh awamnya klien terhadap tugas profesional advokat. Dengan demikian tidak jarang klien tidak yakin dan tidak percaya kuasa yang telah dilakukan dan diberikan kepada advokat dijalankan sebagaimana mestinya. Padahal profesi advokat bukan seperti layaknya seorang calo yang dapat mengurus semua persoalan yang diserahkan kepadanya, akan tetapi sebenarnya advokat adalah sebuah profesi yang terhormat dalam rangka memberi bantuan hukum baik di luar maupun di dalam pengadilan.

Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam hubungan antara klien yang merasa dirugikan oleh advokat maka bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada klien adalah jika kerugian tersebut masuk dalam unsur perdata maka klien tersebut dapat membuat Gugatan Perdata ke Pengadilan Negeri Setempat, jika kerugian tersebut memenuhi unsur pidana maka klien dapat membuat laporan resmi atas

(15)

perbuatan advokat tersebut ke Kepolisian dan jika kerugian yang dialami klien tersebut dalah hal pelanggaran kode etik maka klien dapat melaporkannya ke Dewan Kehormatan tempat advokat tersebut bernaung.

2. Kendala-kendala yang dihadapi terhadap upaya pelindungan hukum kepada klien klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum dalam hal ini yakni:

a. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tugas profesi advokat pada khususnya.

b. Tidak dibuatnya perjanjian khusus di samping surat kuasa yang telah disepakati, sehingga pelaksanaan kuasa oleh advokat cenderung menimbulkan salah penafsiran oleh klien yang kurang mengetahui tugas dan tanggung jawab advokat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan tersebut penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi klien yang merasa dirugikan oleh advokat dalam memberikan bantuan hukum maka klien tersebut dapat melaporkan advokat tersebut ke Dewan Kehormatan dimana advokat tersebut bernaung, karena hal ini sudah dilindungi dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat dan Kode Etik Profesi Advokat Indonesia Tahun 2002. Selain itu pula

(16)

advokat dapat juga diadukan klien kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana advokat tersebut berdomisili, karena Ketua Pengadilan Negeri tersebut bertindak selaku pengawas advokat dalam menjalankan profesinya. Apabila perbuatan advokat di dalamnya terdapat unsur kriminal, maka dengan sendirinya advokat tersebut dapat diadukan kepada penyidik dalam hal ini Kepolisian.

2. Perlunya sosialisasi mengenai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan mengenai Kode Etik Profesi Advokat agar masyarakat mengetahui tugas dan fungsi advokat juga lebih mengetahui Peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara advokat dengan klien agar tidak ada lagi klien yang tidak mengetahui tindak lanjut dikarenakan klien tersebut dirugikan oleh advokat.

Referensi

Dokumen terkait

cicilan pertama pada 3 bulan setelah penjualan produk, nilai yang didapat dihitung dengan cara 45% dikali dengan persentase kredit sesuai dengan waktu penjualan,

Gambar 4 Hasil analisis SEM terhadap sampel gerabah dari situs Gua Delubang Pengujian SEM dan XRF, hasil memberi gambaran mengenai bahan material pada gerabah yang akan dianalisis

Rancangan 7 (Sambungan wall tank secara horizontal dengan reinforcement ‘U’ bending dipasang dengan posisi horizontal) merupakan rancangan dengan tingkat keputusan paling

dengan menyuntikkan sel darah merah berlabel dan, setelah terjadi pencampuran, mengukur sel darah merah yang berlabel, Label yang sering digunakan adalah “Cr”, suatu isotop

* Jika kadar K+ serum > 2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan EKG, K+ bisa diberikan dengan kecepatan 0 sampai 20 mEq/jam dengan pemberian maksimum 200 mEq per hari. Dosis tidak

Data yang digunakan pada contoh ini merupakan data lamanya akses internet siswa- siswi kelas 2 dan 3 MAN Unggul Tenggarong menurut jurusan kelas, prestasi

Begitu juga dengan penerapan segmentasi pasar, para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) belum memetahkan pasar berdasarkan geografi, kebanyakan para pelaku

Dari hasil implementasi dan pengujian sistem pemasaran berbasis web pada developer properti Tridjaya Kartika Property, yang meliputi user guest, registered guest,