• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Informasi kini semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, penyajian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Informasi kini semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, penyajian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Informasi kini semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, penyajian informasi pun mulai berkembang sejak munculnya teknologi informasi yang semakin komplek. Media cetak merupakan salah satu media komunikasi massa yang berperan besar terhadap perubahan sosial dalam perkembangannya guna menjangkau sasaran komunikan yang dituju. Untuk tetap selalu dibutuhkan oleh masyarakat sebagai media penting dalam menerima informasi, media cetak berusaha kerja keras untuk menjaga eksistensi di tengah perkembangan teknologi komunikasi massa yang beragam.

Setiap media massa memiliki karakter tersendiri, baik dari sisi pengemasan beritanya maupun isi berita. Bahkan latar belakang tujuan dasarnya pun memiliki kepentingan yang berbeda-beda dari masing-masing perkembangan media massa itu sendiri. Media cetak merupakan media massa yang paling bertahan lama dalam penyajian informasi,karena media cetak memiliki kelebihan dapat dikonsumsi berulang-ulang.

Kehadiran majalah merupakan salah satu bentuk dari media cetak yang paling modern dalam pengemasan tulisan, isi berita, dan tampilannya lebih variatif dibandingkan dengan koran. Adanya beragam kepentingan pada media cetak satu ini, membuat majalah memiliki sifat komersial (dijual secara bebas). Berbeda dengan koran yang terbit setiap hari. Penerbitan Majalah sendiri bekisar antara

(2)

mingguan dan bulanan. Majalah memiliki segmentasi pembaca yaitu majalah khusus kalangan pebisnis, majalah remaja, majalah wanita, dan majalah pria dewasa. Untuk distribusinya ada yang bersifat lokal, regional, dan internasional.

Ruang gerak majalah bersifat terbatas, karena konsumen pembaca ditentukan dari faktor usia dan kebutuhan pembaca. Memahami keberadaan majalah pria dewasa di Indonesia, dalam perspektif budaya media massa, hal ini tidak terlepas dari munculnya lingkungan metropolis yang semakin hedonisme haus akan kebutuhan informasi mengenai sifat ingin tampil terlihat glamour. Untuk mempertahankan eksistensinya, media massa merupakan alat sub sistem dari sistem sosial yang selalu bergantung dan berkaitan erat dengan kebutuhan informasi dimana ia berada. Sedangkan budaya media adalah suatu kajian ilmiah terhadap hubungan timbal balik antara media massa dan masyarakat. Jadi, yang dipelajari bagaimana proses dan dinamika masyarakat mempengaruhi keberadaan media didalamnya, begitu sebaliknya (Sutaryo,2005:13).

Dari perkembangan sistem sosial yang selalu muncul dalam benak dan pikiran pria akibat informasi yang didapat, Memunculkan fenomena dalam gaya hidup urban yaitu Metroseksual. Metroseksual pertama kali muncul di surat kabar independent yang terbit di Inggris pada tahun 1994 dalam sebuah artikel yang ditulis oleh mark simpson. Kata metroseksual sendiri lahir pertama kali dari sebuah artikel yang berjudul “Here come the mirror men” yang ditulis oleh Mark Simpson, seorang jurnalis asal Inggris, pada tanggal 15 November 1994. Menurut Mark Simpson dalam artikelnya, “Metrosexual is the trait of an urban male of any sexual orientation who has a strong aesthetic sense and spends a great amount of

(3)

time and money on his appreance and lifestyle” atau dapat diartikan bahwa metroseksual adalah ciri dari seorang pria perkotaan yang memiliki suatu orientasi seksual tertentu dengan rasa estetika yang tinggi, dan menghabiskan uang dan waktu dalam jumlah yang banyak demi penampilan dan gaya hidupnya.

Hampir serupa dengan Mark Simpson, Hermawan Kartajaya seorang pakar pemasaran Indonesia mendefinisikan metroseksual adalah pria dandy yang sangat memperhatikan penampilannya. Pria metroseksual berani mengekspresikan emosionalnya demi sebuah kepercayaan diri yang tinggi dari penampilannya.

Dapat diartikan pria metroseksual adalah pria yang hidup di tengah masyarakat metropolitan dengan pendapatan diatas rata-rata, pria metroseksual sangat menjaga penampilannya dan lebih mampu berpikir secara emosional dibandingkan pria pada umumnya. Pria metroseksual adalah mereka yang menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk mengikuti fashion, menghabiskan waktu berjam-jam di salon untuk merawat diri di tengah waktu luangnya.

Pria metroseksual adalah pria yang tidak takut mengungkapkan emosinya, yang selalu merasa nyaman berada di tengah-tengah wanita dan selalu menghargai wanita, pria metroseksual juga betah bersosialisasi layaknya wanita. Dapat dikatakan juga pria metroseksual adalah women-oriented man atau pria yang kewanita-wanitaan. Pria metroseksual juga mempersepsi dirinya sebagai pria yang modern, reformis, dan mencintai budaya pop(http://www.simpanse.blogspot.com diakses tanggal 7 Oktober 2009). Tak heran, industri jasa yang memberikan layanan untuk mempercantik penampilan (wajah, kulit tubuh, rambut) telah dan

(4)

akan terus tumbuh menjadi big business. Kini urusan bersolek tidak lagi menjadi bagian milik wanita, tapi kaum pria pun sudah merasa tampil dandy. Perubahan sensibilitas kaum pria dalam memandang penampilan dan citra diri agaknya telah dilirik oleh industri kosmetika dan bisnis kecantikan atau ketampanan(David Chaney,1996:17)

Namun dibalik itu semua, pria metroseksual bukanlah banci atau gay, pria dalam kategori ini tidak harus serta merta kalangan gay atau homoseksual, kebanyakan dari mereka adalah pria straight heteroseksual, normal dengan keluarga yang bahagia, hanya saja sisi kewanitaannya tercemin dari kemampuan komunikasinya yang lebih baik daripada sebagian besar pria, memilki perasaan yang lebih sensitif, dan yang paling jelas adalah obsesi akan penampilannya dalam menunjang kepercayaan diri di depan khalayak.

Berdasarkan pada beberapa definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pria metroseksual adalah pria yang berpenampilan dandy juga klimis yang cinta pada dirinya dan gaya hidupnya. Menurutnya, pria metroseksual adalah ‘A dandyish narcissist in love not only himself but also his urban listyle’,Pernyataan simpson tentang metroseksual menjadi landasan pengetahuan pertama bagi perubahan wacana tubuh pria yang cinta setengah mati tak hanya pada terhadap dirinya, tapi juga pada gaya hidup kota besar yang dijalaninya, metroseksual hanyalah bentukan dari pengiklan majalah gaya hidup yang menjual produk mahal dengan mengeksploitasi tubuh pria untuk menjadi konsumtif(Alfathri adlin,2006:189).

(5)

Istilah metroseksual sendiri mulai dikenal pada penghujung abad ke-20 ini nampaknya ramai diperbincangkan oleh berbagai media massa, pada awal kemunculan trend pria metroseksual dianggap sebagai hal yang tidak normal, pria metroseksual terbentuk karena adanya perilaku meniru terhadap model atau contoh para selebriti melalui media dan diadopsi oleh masyarakat sehingga menjadi meluas dan membudaya. Berawal dari trend yang hanya berada dikalangan model, artis, kalangan media saja, namun fenomena trend metroseksual ini terus meluas ke kalangan olahragawan, pengacara, pebisnis, bahkan perlahan tapi pasti fenomena metroseksual telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk di beberapa kota-kota besar di Indonesia. Pria metroseksual mayoritas berasal dari pekerja professional dan eksekutif muda. Tidak hanya dari sisi perilaku dan gaya hidup mereka yang menganut gaya hidup metroseksual saja yang menarik untuk dibicarakan dalam majalah pria dewasa, dari sisi sosial budaya, fenomena ini dianggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan gerakan feminisme yang berhasil melakukan dekonstruksi terhadap nilai-nilai maskulinitas tradicional(http://simpanse.blogspot.com diakses tanggal 7 Oktober 2009). Selain itu, metroseksual dianggap sebagai manifestasi dari kelompok-kelompok ekonomi tertentu dalam menggunakan media massa untuk menciptakan budaya konsumen.

Mark simpson, sang pencetus dari istilah Metroseksual. Simpson mengatakan;

untuk mengetahui sesorang itu metroseksual cukup dengan melihatnya(Al Fathri Adlin,2006:191). Namun pada praktiknya, metroseksual dinilai dari penampilan yang ia pakai seperti pakaian, sepatu, underwear, parfum, arloji bermerek ternama atau konsumsi makanan yang dimakan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan

(6)

tujuannya menjaga proporsional tubuh. Untuk menjaga proposional tubuh, pria metroseksual rajin merawat tubuh di fitness center, bahkan tak malu-malu lagi berjam-jam di salon untuk creambath, facial, manicure, pedicure, bahkan body waxing untuk menghilangkan bulu-bulu di lengan atau punggung. Pria metroseksual juga rela mengeluarkan ratusan ribu rupiah untuk mengunjungi spa untuk massage atau aromatheraphy treatment setelah penat seharian bekerja. Itu semua sangatlah disadari oleh keinginan pria metro untuk membentuk citra positif pada dirinya. Mereka adalah pria yang tidak takut mengungkapkan emosinya.

Bagi mereka, penampilan yang segar dan prima sangatlah menunjang kegiatan karir yang mereka lakukan sehari-hari.

Dalam masyarakat modern, semua manusia adalah performer. Setiap orang dimintai untuk bisa memainkan dan mengontrol peranan mereka sendiri. Gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam asesosris yang menempel, atau pilihan- pilihan kegiatan yang dilakukan sehari-hari adalah bagian dari pertunjukan budaya, identitas dan kepribadian. Lahirnya pria metroseksual terbentuk dari media massa yang menjadi acuan dalam diri pria metroseksual itu sendiri dan diadopsi untuk lebih peduli akan penampilannya

Majalah pria menjadi salah satu media acuan khusus untuk mengetahui hal-hal baru agar penampilan dari pria metroseksual selalu tampil fresh dan memiliki image beda terlihat modern. Modernisasi sekarang ini, konstruksi majalah pria kini memberikan space rubrik tertentu ditujukan untuk menunjang penampilan dari pria metroseksual. Perkembangan saat ini banyak hal yang mempertanyakan gaya hidup dari kategori pria baru ini mengidentifikasikan dirinya seperti gay atau

(7)

banci bahkan ada yang menghubungkan gejala metroseksual sebagai salah satu bentuk konsekuensi nyata dari keberhasilan Simpson yang mengubah nilai-nilai metroseksual menjadi budaya pop. Pemahaman pria metroseksual adalah gay merupakan citra buruk yang dirasakan para pria metroseksual. Hal ini disebabkan karena khalayak kurang paham mengenai apa yang menjadi dasar pemikiran dari pria metroseksual sehingga mereka berpenampilan seperti itu, dan yang menjadi pembeda adalah pria metroseksual belum tentu selalu gay atau banci, tetapi pada umumnya gay atau banci adalah pria metroseksual.

Spesifikasi dari pria metroseksual sendiri lahir dari konstruksi media yang diciptakan dari lingkungan dan beberapa macam pengetahuan, antara lain pengetahuan dari kultur gay, seksualitas, anti-esensialisme, dan kritik budaya.

Dari pengetahuan tersebut membentuk kekuatan eksistensi pria metroseksual.

Kekuatan itu berbentuk kekuatan untuk dilihat (to be seen), kecantikan atau keindahan hadir untuk dilihat, kekuatan narsis untuk melihat dan dilihat dirinya sendiri, mendeskripsikan sisi lain dari pria metroseksual yaitu pertama, pria metroseksual adalah pria berpenampilan menarikyang narsis, mencintai dirinya sendiri dan gaya hidup perkotaannya, kedua, dia harus memiliki uang untuk dibelanjakan demi penampilannya, ketiga, dia hidup di perkotaan karena akses ke berbagai fasilitas yang mampu menunjang penampilannya, keempat, pria metroseksual adalah bentuk identitas seksual yang meliputi semua aspek seksualitas termasuk orientasi seksual, preferensi seksual dan kenikmatan seksual yang didapatnya dan terpusat pada eksplorasi dari tubuhnya sendiri, dan pria metroseksual bisa berprofesi sebagai apa pun dengan akses yang mencukupi untuk

(8)

mempercantik dirinya dengan mengkonsumsi produk-produk mahal (Al Fathri Adlin, 2006:195).

Pria metroseksual peduli dalam berpenampilan. Namun dibalik itu semua, pria metroseksual memiliki cara berfikir liberal. Mereka tidak membeda-bedakan gender, sangat perhatian ke sosial, mampu bersosialisasi dan selalu mengikuti perkembangan gaya hidup urban. Tidak mudah untuk merubah image menjadi pria metroseksual, karakter seperti ini tidaklah banyak, karena itulah mereka harus memilih nama sendiri, metroseksual.

Media massa mampu menciptakan citra pada segala sesuatu yang ada di dunia.

Citra pria metroseksual yang diciptakan oleh media massa akan turut mempengaruhi pembentukan persepsi dan pencitraan pada khalayaknya.

Berangkat dari itulah, peneliti membingkai citra pria metroseksual dikonstruksi oleh media massa khususnya majalah pria.

Kehadiran pria metroseksual membawa citra tersendiri didalam majalah pria. Bagi pria metroseksual, pembentukan citra positif dapat membantu untuk melakukan sosialisasi pada siapapun dan dimanapun. Dorongan kebutuhan untuk memperhatikan penampilan dan sikap diri dibutuhkan referensi guide to style.

Contohnya majalah Esquire Indoenesia menjawab kebutuhan perkembangan gaya hidup kaum pria metroseksual. Para pria metroseksual tidak pernah menjadi budak mode atau korban citra publik yang mereka perlihatkan. Sebaliknya, mereka adalah pria yang memahami kekuatan citra yang mereka tampilkan dan tahu bagaimana cara memainkannya (Michael Flocker,2003:Pengantar xvii).Tren metroseksual, sebagaimana tren-tren lainnya, mungkin akan berlalu. Tren

(9)

metroseksual memberikan gambaran sisi lain dari pria sebenarnya. Namun, jejak- jejak yang ditinggalkannya akan membekas dan terjadi perubahan yang berbeda setiap perkembangan waktu.

Dalam abad gaya hidup, penampilan adalah segalanya. Penampilan tubuh /diri (body/self) akan mengalami estetisisasi kehidupan sehari-hari dalam sebuah proyek gaya hidup. “Kamu bergaya maka kamu ada” adalah ungkapan yang cocok untuk melukiskan gaya hidup manusia modern. Itulah sebabnya pria metroseksual perlu bersolek atau berias diri. Tak heran, industri jasa yang memberikan layanan untuk mempercantik penampilan (wajah, kulit tubuh, rambut) telah dan akan terus tumbuh menjadi big business. Kini urusan bersolek tidak lagi menjadi bagian milik wanita, tapi kaum pria pun sudah merasa tampil dandy. Perubahan sensibilitas kaum pria dalam memandang penampilan dan citra diri agaknya telah dilirik oleh industri kosmetika dan bisnis kecantikan atau ketampanan (David Chaney,1996:15&17).

Gaya hidup pria metroseksual kini menjadi pembahasan yang menarik untuk dijadikan nama kolom atau rubrik di media atau tabloid dan majalah populer pria dewasa. Gaya hidup yang seperti ini merupakan potret kehidupan pria metroseksual berada di kelas kalangan menengah atas. Itulah sebabnya gaya hidup di kalangan pria metroseksual merupakan bagian indusri penampilan yang menguntungkan bagi indusri media cetak khususnya majalah populer pria

Mempertahankan eksistensi metroseksual, keberadaan majalah pria di Indonesia yaitu Esquire, media cetak ini berperan besar dalam memperkuat eksistensi keberadaan metroseksual dan memberikan informasi gaya hidup urban

(10)

yang terus berkembang dan juga menentukan bagaimana masyarakat memahami realitas citra dari keberadaan pria metroseksual yang dikonstruksi oleh media massa. Karena, media massa sendiri adalah bagian dari hubungan timbal balik antara media massa dan masyarakat.

Persepsi masyarakat tentang pria metroseksual menjadi representasi kebijakan media massa yang ada. Namun, bagaimanapun juga media massa tetap mempunyai peranan yang strategis dalam membentuk citra yang dikonstruksi oleh media tentang keberadaan pria metroseksual di masyarakat.

Sesuatu hal yang menarik untuk melihat bagaimana media seperti majalah Esquire mengkaji gaya hidup urban untuk menjadikan objek pria metroseksual melalui rubrik sajiannya dengan ideology yang berbeda-beda. Dengan melihat frame dari majalah Esquire dibeberapa rubriknya, maka kita akan mengetahui bagaimanakah citra pria metroseksual dikonstruksi oleh media melalui tampilan teori-teori pendekatan analisis framing dan beberapa variable penelitian yang mendukung dalam proses penelitian.

Dari latar belakang yang digambarkan, peneliti tertarik menggunakan judul KONSTRUKSI MAJALAH PRIA TERHADAP PENCITRAAN PRIA METROSEKSUAL (Analisis Framing Pada Majalah Esquire IndonesiaEdisi Oktober-November 2009)”.

B. Rumusan Masalah

(11)

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka peneliti merumuskan masalah yang dikaji dalam penelitian, yaitu: Bagaimana citra pria metroseksual dikonstruksi oleh majalah Esquire Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menemukancitra pria metroseksual melalui konstruksi majalah Esquire Indonesiadengan menggunakanmetode framing Zhongdang Pan dan Kosicki ?

D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Akademis

a. Mengembangkan kajian ilmu komunikasi dalam memberikan kontribusidalam bidang jurnalistik tentang penelitian isi dari media cetak.

b. Menambah dan melengkapi objek penelitian komunikasi dalam studi analisis framing mengenai pemberitaan media cetak dalam teori Zhongdang Pan dan Kosicki.

2) Manfaat Praktis

a. Memberikan pandangan baru dalam menyajikan objektivitas berita dalam media cetak.

b.Memberikan pengetahuan baru tentang karakteristik dari pria metroseksual saat ini yang disajikan dalam media cetak pria dewasa.

c. Sebagai bahan refrensi terhadap para peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis.

3). Keterbatasan Proses Penelitian

(12)

a. Kurangnya kerjasama antara peneliti dengan redaksi majalah esquire

b. Sulitnya mendapat informasi yang akurat langsung antara peneliti dengan redaksi majalah esquire.

c. Kurang tersedianya refrensi khusus mengenai pria metroseksual.

Referensi

Dokumen terkait

Jika keadaan kolam dinilai sudah keruh, maka valve pembuangan akan bekerja sampai batas tertentu kemudian akan melakukan pengisian air sesuai batas atas yang telah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbandingan persentase rumput laut dan kedelai yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter kadar abu,

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA FRACTION WALL PADA MATERI PECAHAN DI KELAS

Pada dua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan post-test dalam penelitian ini fokus memperoleh data dan gambaran di lapangan tentang pengaruh layanan bimbingan

Pengembangan agrowisata di kedua desa tersebut memerlukan tahap-tahap pengembangan: (1) penataan dan penyiapan obyek wisata, (2) penyiapan SDM dan sinergi kelembagaan di

Jadi dalam penelitian ini, dapat di justifikasi bahwa variabel kualitas pelayanan fiskus mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak melalui

Penelitian karakterisasi plastik edible film dari pektin ampas jeruk Siam melalui variasi plasticizer sorbitol, telah dilakukan guna mengkaji pengaruh penambahan

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan pendidik kelas IV dan peserta didik kelas IV.. wawancara dilakukan untuk memperoleh data awal tentang proses