• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial, ekonomi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial, ekonomi,"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Berkembangnya era globalisasi di dunia, sangat membawa dampak terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain, khususnya di bidang ekonomi. Globalisasi semakin mendorong daya pikir manusia untuk melakukan suatu usaha ataupun pengembangan di bidang usaha. Berbagai cara ditempuh oleh pelaku usaha untuk melakukan pengembangan usahanya agar usahanya tidak tertinggal dari pelaku usaha yang lain. Hal itu dapat dilakukan dengan cara iklan besar-besaran, membuka berbagai cabang perusahaan dan juga melakukan utang untuk mengembangkan usahanya, karena di zaman sekarang untuk melakukan suatu pengembangan usaha tidak membutuhkan biaya yang ringan sehingga terkadang membutuhkan permodalan dari pihak ketiga (contohnya antara lain perbankan atau lembaga keuangan). Belakangan ini hampir tidak ada satu kehidupan ekonomi yang tidak bersentuhan dengan bank.1 Sektor perkreditan bahkan merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis. Pada umumnya bank tidak akan berani memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Peran penting dari jaminan adalah untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada bank selaku kreditor untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut. Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor didasarkan pada asumsi bahwa kreditor percaya debitor dapat mengembalikan utang tepat pada

1 Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Kanisius Yogyakarta, hal.75

1

(2)

waktunya. Pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor tidak selalu tepat berjalan lancar, adakalanya debitor tidak membayar utangnya kepada kreditor walaupun telah jatuh tempo. Hal ini mungkin saja terjadi, karena tidak semua nasabah yang mendapatkan pinjaman dari bank dapat menggunakan dananya dengan benar dan berhasil.

Pada dasarnya, meski memiliki resiko, utang/kredit bukanlah hal yang buruk, selama utang/kredit tersebut dibayar kembali. Prinsip tersebut diatur tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut KUH Perdata, yaitu pasal 1131, yang menyatakan “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Dari Pasal 1131 KUH Perdata tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur pengamanan debitor untuk membayar hutang-hutangnya adalah jaminan. Pada dasarnya, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu jaminan materiil(kebendaan) dan jaminan inmateriil(perorangan).2 Dalam dunia perbankan, jaminan kebendaan dianggap paling efektif dan aman karena memiliki fungsi untuk mengamankan pelunasan kredit apabila debitor cedera janji.3 Salah satu bentuk jaminan kebendaan yang digunakan oleh dunia perbankan adalah jaminan hak tanggungan.

Dilihat dari filosofinya jaminan dengan hak tanggungan memang dapat memberikan peluang bagi debitor untuk memajukan bisnisnya, karena diberikan kesempatan untuk menerima kredit. Namun timbul permasalahan apabila ternyata

2 Salim H.S, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 112

3 M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 4

(3)

suatu perusahaan dikarenakan satu dan lain hal, tidak mampu membayar kreditnya yang jatuh tempo, dimana ternyata perusahaan tersebut(debitor) memiliki lebih dari satu kreditor. Dalam keadaan demikian, akan terjadi tumpang tindih kepentingan antara para kreditor, karena apabila memperhatikan Pasal 1131 KUH Perdata, harta kekayaan debitor secara otomatis menjadi jaminan terhadap seluruh kreditor yang ada. Sehingga untuk menghindari perebutan harta debitor oleh para kreditor yang akan menagih piutangnya dalam waktu yang bersamaan dan untuk melaksanakan suatu pembayaran utang oleh debitor kepada kreditor dengan adil diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang kepailitan yaitu Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang selanjutnya disingkat dengan UUKPKPU.

Jika ditelusuri sejarah hukum tentang kepailitan, diketahui bahwa hukum tentang kepailitan sendiri sudah ada sejak zaman Romawi.4 Menurut Poerwadarminta, “pailit” artinya “bankrut”; dan “bankrut” artinya menderita kerugian besar hingga jatuh.5 Sebelumnya kepailitan di Indonesia di atur dalam Failissementsverordening (Peraturan Kepailitan), kemudian untuk menjamin

kepastian hukum yang lebih pasti maka pada tanggal 22 April 1998 dikeluarkanlah Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang kemudian disahkan dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1998. Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tersebut diperbaiki dan diganti dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang

4 Sunarmi,2004, Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia (Civil Law System) dengan Amerika Serikat (Common Law System), Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Hlm. 10

5 Ramlan Ginting,1999, Kewenangan Tunggal Bank Indonesia Dalam Kepailitan Bank,

“Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan”, Balai Pustaka, Jakarta. Hlm 1

(4)

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam Pasal 1 butir 1 telah menyatakan bahwa; “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur didalam Undang-Undang ini”.

Undang-undang ini semakin menjawab berbagi permasalahan kredit macet yang ada di Indonesia pada waktu itu. Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditor atas kekayaan debitor yang dilakukan oleh kurator.6 Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing. Ketentuan mengenai kepailitan sangat berarti dalam melindungi kepentingan kreditor secara keseluruhan, dan terutama untuk menghindari “akal-akalan” debitor yang nakal dengan pihak-pihak tetentu yang bertujuan untuk merugikan kepentingan kreditor.7

Bagi seorang kreditor yang ingin menagih piutang dari debitor yang sudah berbelit utang, dapat menggunakan upaya hukum yang disebut permohonan pailit.

Saat ini banyak debitor mulai was-was untuk dipailitkan oleh kreditornya dan sekarang sudah banyak kasus-kasus kepailitan digelar di Pengadilan Niaga.

Bahkan banyak kreditor menggunakan kebangkrutan ini sebagai ancaman terhadap debitornya, dalam arti jika utang tidak dibayar, debitor segera dipailitkan. Menurut ketentuan pasal 21 UUKPKPU, “kepailitan meliputi seluruh

6 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor. Hlm 29

7Ahmad Yani, Gunawan Widjaja,1999, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Indonesia. Hlm 34

(5)

kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Ketentuan Pasal 21 UUKPKPU tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata. Mengingat ketentuan diatas, harta debitor bukan saja terbatas kepada harta kekayaan berupa barang- barang tetap, seperti tanah, tetapi juga barang-barang bergerak, seperti perhiasan, mobil, mesin-mesin, dan bangunan.8 Termasuk bila didalamnya barang-barang yang berada di dalam penguasaan orang lain, yang terhadap barang-barang itu debitor memiliki hak, seperti halnya dengan barang-barang debitor yang dijual oleh pihak lain secara melawan hukum atau tanpa hak.

Muncul permasalahan bagaimanakah apabila objek yang menjadi jaminan hak tanggungan telah dijual oleh debitor pailit tanpa sepengetahuan kreditor.

Objek jaminan tersebut telah dijual dan berada dalam penguasaan pihak ketiga yang terikat dalam perjanjian pengikatan jual-beli yang selanjutnya disebut dengan PPJB yang telah dilaksanakan 3 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Perjanjian jual-beli diatur dalam Bab ke-5 mulai dari Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. Pasal 1457 KUH Perdata mendefinisikan perjanjian jual-beli sebagai berikut: “Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

Kasus kepailitan ini dapat dilihat dalam perkara Putusan. No.06 /Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY jo.No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby tanggal 12

8 Adrian Sutedi, Op.cit. hlm. 50

(6)

Agustus 2015 oleh Pengadilan Niaga Surabaya, Bahwa antara pihak pelawan Erna Wahyuningsih, S.H.,M.H selaku advokat yang bertindak untuk dan atas nama Asrida Anwar, Ir. Andry Halim, Agustina Esther dan pihak Terlawan Heri Subagyo, S.H. dan Drs. Joko Prabowo, SH.,M.H., selaku kurator PT Dwimas Andalan Bali yang diangkat melalui Putusan Pailit Pengadilan Niaga Surabaya No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby Tanggal 11 Agustus 2011,

Kasus ini bermula saat PT. Dwimas Andalan Bali selanjutnya disebut PT.

DAB melakukan kerjasama dengan PT. Karsa Industama Mandiri selanjutnya disebut PT. KIM dan telah terikat dengan perjanjian kerja pemborongan, yang ditandatangani bersama serta dituangkan ke dalam “Surat Perintah Kerja” No:

085/SPK/BKR-MEP/VIII/2008, tanggal 5 Agustus 2008, yang isinya memberikan pekerjaan kepada PT. KIM untuk mengerjakan “Mekanikal dan Elektrikal” pada perusahan milik PT. DAB yang terletak di Jl. Majapahit No. 18, Kuta, Badung, Bali dengan nilai kontrak sebesar Rp 11.100.000.000 (sebelas milyar seratus juta rupiah), saat pekerjaan sudah dikerjakan oleh PT. KIM telah mencapai 75%

dibuatkan dan ditandatangani bersama surat perjanjian pengakuan hutang nomor 002/SPPH/KIM/-BKR/III/2009, yang isinya PT. DAB telah mengakui pekerjaan PT. KIM telah mencapai 75% dan jumlah tagihan yang belum dibayar Rp 5.698.970.000 (lima milyar enam ratus Sembilan puluh delapan juta Sembilan ratus tujuh puluh ribu rupiah). Selanjutnya PT. DAB dituntut pailit oleh PT. KIM dan berakibat bahwa seluruh harta kekayaan PT. DAB yang termasuk di dalam boedel pailit akan disita oleh pihak kurator. Dalam penyitaan tersebut ternyata tanah dan bangunan Bali Kuta Residence milik PT. DAB masih menjadi jaminan

(7)

kepada Bank BNI 46, ini mengakibatkan para pemilik unit satuan rumah susun yang telah membayar lunas dan terikat pada perjanjian PPJB, mempertanyakan tentang status kepemilikan mereka, dan dengan adanya putusan pailit No.

20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby tanggal 11 Agustus 2011 bapak Heri Subagyo, S.H.

dan Drs. Joko Prabowo, SH.,M.H., selaku kurator PT. DAB melakukan penyitaan terhadap harta-harta yang dimiliki oleh debitor pailit. Bahkan unit satuan rumah susun yang dibeli oleh pihak ketiga melalui perjanjian PPJB ikut disita, ini dikarenakan sertifikat masih atas nama PT. DAB yang masih menjadi jaminan hak tanggungan pada Bank BNI 46. Pemohon lalu mengadakan suatu perlawanan dan menghasilkan putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY jo. No.20/Pailit/

2011/PN.Niaga.Sby pada tanggal 12 Agustus 2015, dalam putusan tersebut majelis hakim mengabulkan gugatan dari para pelawan. Dan mencoret unit satuan rumah susun milik para pelawan (pihak ketiga) dari boedel pailit PT. DAB, sehingga ini dapat menyebabkan kerugian terhadap Bank BNI 46 selaku kreditor pemegang hak tanggungan atas unit satuan rumah susun tersebut.

Dengan demikian, perlu diketahui status benda yang menjadi jaminan hak tanggungan kepada Bank BNI 46, yang termasuk di dalam harta pailit PT. DAB, yang penguasaannya telah berpindah ke pihak ketiga melalui perjanjian pengikatan jual-beli dengan PT. DAB. Untuk kemudian mengetahui langkah- langkah apa yang dapat dilakukan oleh Bank BNI 46 selaku kreditor untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungannya tersebut. Atas dasar tersebut diatas, maka akan dikaji lebih mendalam lagi dalam bentuk skripsi yang berjudul “Hak Eksekusi Kreditor Separatis Terhadap Objek Hak

(8)

Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit “Study Kasus Putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga. SBY Jo. No.20/Pailit /2011/PN. Niaga.SBY”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah status hukum obyek hak tanggungan Bank BNI 46 selaku kreditor di dalam kepailitan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga?

2. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor untuk dapat melaksanakan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari permasalahan yang dibahas maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut :

1. Pertama akan membahas bagaimana status objek hak tanggungan dalam kepailitan

2. Kedua akan membahas tentang apa saja upaya yang dapat ditempuh oleh kreditor untuk melakukan eksekusi terhadap objek hak tanggungan yang telah dijual oleh debitor pailit kepada pihak ketiga, agar kreditor tidak mengalami kerugian.

(9)

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penulis menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Hak Eksekusi Kreditor Separatis Terhadap Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit “Study Kasus Putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY Jo. No.20 /Pailit/2011/ PN.Niaga.SBY”, ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli penulis. Jika terdapat referensi terhadap karya orang lain atau pihak lain, maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Beberapa penelitian dengan jenis yang sama yang ada dalam internet atau perpustakaan skripsi diantaranya tentang “Akibat Putusan Pernyataan Pailit Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan” dan "Perlindungan Hukum Kreditor Selaku Pemegang Jaminan Fidusia Dalam Kepailitan Atas Harta Kekayaan Debitor yang Telah Dinyatakan Pailit Berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang". Dari kedua penelitiaan yang telah ada tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian ini karena penelitian ini berfokus pada penelitian tentang “Hak Eksekusi Kreditor Separatis Terhadap Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit” Berikut terlampir materi perbedaan penelitian yang telah ada dengan penelitian ini:

No Penulis Judul No Rumusan Masalah

1 Hendrika S R Sinaga (Alumni Univ.

Sumatera

" Akibat Putusan Pernyataan Pailit Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan”

1.

2.

Bagaimana akibat hukum putusan pernyataan pailit menurut Undang-Undang No.

37 Tahun 2004?

Bagaimana pengaturan hak

(10)

Utara) tanggungan dalam system hukum Indonesia dan bagaimana putusan pernyataan pailit terhadap kreditor pemegang hak tanggungan?

2 Marisa Ramadhani Puspitasari (Alumni Univ.

Muhamma diyah Surakarta”)

“Perlindungan Hukum Kreditor Selaku Pemegang Jaminan Fidusia Dalam

Kepailitan Atas Harta Kekayaan Debitor yang Telah

Dinyatakan Pailit Berdasarkan Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”

1.

2.

Bagaimana perlindungan kreditor pemegang jaminan fidusia terhadap harta kekayaan debitor yang telah dinyatakan pailit berdasarkan UU NO. 37 Tahun 2004 ? Apakah permasalahan yang dihadapi oleh kreditor pemegang jaminan fidusia bila debitor dinyatakan pailit berdasarkan UU NO. 37 Tahun 2004?

3 Gede Adi Nugraha

“Hak Eksekusi Kreditor Separatis

1. Bagaimanakah status hukum obyek hak tanggungan Bank

(11)

Terhadap Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit

“Study Kasus Putusan No.

06/Plw/Pailit/2015/PN.

Niaga.SBY Jo.

No.20/Pailit/2011 /PN.

Niaga.SBY”.

2.

BNI 46 selaku kreditor di dalam kepailitan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga?

Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor untuk dapat melaksanakan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga?

1.5 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

Adapun tujuan tersebut antara lain:

1.5.1 Tujuan umum

1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Fakultas Hukum Universitas Udayana khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan mahasiswa.

2) Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

3) Untuk pembulat studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana, sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum.

1.5.2 Tujuan khusus

(12)

1) Untuk mengetahui status hukum objek hak tanggungan yang termasuk di dalam harta pailit, serta mengetahui adakah perubahan status hukum apabila objek jaminan tersebut penguasannya berlalih ke pihak ketiga.

2) Untuk memperoleh gambaran apakah upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor separatis untuk melakukan eksekusi terhadap objek hak tanggungan yang dipegangnya, terutama dalam hal obyek tersebut penguasaannya telah beralih kepada pihak ketiga.

1.6 Manfaat Penulisan 1.6.1 Manfaat teoritis

1) Secara teoritis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan mahasiswa dan merupakan kesempatan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di masyarakat.

2) Karya tulis ini merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kemampuan para mahasiswa dalam menganalisis serta memecahkan permasalahan secara ilmiah dalam rangka menerapkan ilmu di bangku kuliah serta sebagai tambahan bahan bacaan di perpustakaan.

1.6.2 Manfaat praktis

Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran khususnya dalam melakukan eksekusi terhadap objek yang dibebani hak tanggungan dijual oleh debitor kepada pihak

(13)

ketiga, agar tidak terdapat lagi cara yang dapat ditempuh oleh debitor untuk merugikan kreditor.

1.7 Landasan Teoritis

Pada bagian landasan teoritis ini akan dibahas mengenai teori, asas, definisi mengenai konsep dan pemikiran para sarjana sebagai dasar atau pedoman dalam mengkaji setiap permasalahan hukum yang akan dibahas dalam penyusunan karya ilmiah ini. Di dalam penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Kerlinger teori adalah suatu rangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang dipresentasikan secara sistematis dengan menspesifikasikan hubungan antara variable, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena.9 Menurut Kaelan M,S landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.10 Oleh Sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar dari pada hal-hal yang diteliti.

9 Nasution Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm. 140

10Kaelan M.S, 2005, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Paradigma, Yogyakarta. hlm. 239.

(14)

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksinya fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinnya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Adapun teori-teori yang dipergunakan untuk membedah kedua permasalahan diatas adalah:

1. Teori Perjanjian

Pengertian perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Sedangkan pendapat yang dinyatakan oleh Rahman bahwa pengertian perjanjian adalah suatu hubungan hukum dimana hak dan kewajiban di antara para pihak tersebut dijamin oleh hukum. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Bentuk itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.11

Pendapat lain dinyatakan oleh Subekti mendefinisikan pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.12

Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur adanya empat syarat sahnya perjanjian, sebagai berikut;

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

11 Munir Fuady,2005, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung ,hlm.322

12 R. Soebekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa,Jakarta, hlm.45

(15)

Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.13 Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. Dengan adanya kesepakatan, maka perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua belah pihak serta dapat dilaksanakan.

b. Kecakapan bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum.14 Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330 KUH Perdata.

c. Suatu pokok persoalan tertentu

Suatu pokok tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek Perjanjian juga biasa disebut dengan prestasi.

d. Suatu sebab yang tidak terlarang

Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

13 Salim H.S, Op.Cit, hal. 162

14 Ibid. hlm. 165

(16)

Pada sahnya perjanjian terdapat beberapa asas yang menjadi pedoman dalam suatu pengikatan perjanjian, diantaranya;

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian, b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.

b. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Asas konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal melainkan cukup dengan kesepakatan antara kedua

(17)

belah pihak saja. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak.

c. Asas mengikatnya suatu perjanjian

Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dimana suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya. Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

d. Asas iktikad baik

Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik seperti yang telah diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata.

e. Asas Kepribadian

Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 KUH Perdata tentang janji untuk pihak ketiga.

2. Teori Kerugian

Teori kedua yang digunakan adalah teori kerugian, bahwa kesepakatan itu mengikat karena para pihak telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan para pihak yang menerima janji dengan akibat adanya kerugian. Dengan kata lain pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan suatu kerugian bagi kedua belah pihak.

(18)

Kontrak perjanjian yang merupakan persetujuan para pihak melahirkan hak dan kewajiban yang dipenuhi para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut. Akibat dari pertukaran hak dan kewajiban tersebut akan menimbulkan tanggung jawab para pihak. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, terdapat teori tentang tanggung jawab yang berpedoman pada undang-undang yang berlaku. Dalam hukum internasional, setiap perbuatan yang merugikan pihak lainnya harus bertanggung jawab dengan cara membayar ganti rugi.15

3. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian yang dimaksud dalam teori ini adalah tentang kepastian hukum, yang mana artinya adalah setiap perbuatan hukum yang dilakukan seharusnya menjamin sebuah kepastian hukum.

Teori ini dikemukakan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis masalah tentang kekaburan norma yang terdapat pada ketentuan Pasal 55 UUKPKPU; “Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadinya kepailitan”.

Dimana kata seolah-olah dapat menimbulkan multi tafsir, penuh dengan ketidak pastian dan pada isi pasal tersebut tidak ditentukan bagaimana halnya jika penguasaan benda jaminan telah berada pada pihak ketiga. Kepastian yang dimaksud dalam teori ini adalah kepastian hukum, artinya setiap perbuatan hukum yang dilakukan harus menjamin kepastian hukumnya.

15 Huala Adolf, 2002, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, cetakan III, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 87

(19)

Selanjutnya Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah menyatakan bahwa; “Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hal yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini”.

Pada putusan Pengadilan Niaga No.06/Plw/Pailit/2015/ PN.Niaga.SBY jo.

No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby telah dikabulkan gugatan dari pihak ketiga (pelawan) terhadap kurator(terlawan) yang memasukkan sertifikat yang menjadi hak tanggungan yang di jaminkan oleh PT. DAB kepada Bank BNI 46 kedalam boedel pailit. Putusan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Surabaya dan mencoret unit satuan rumah susun yang statusnya masih menjadi jaminan dari PT.

DAB kepada Bank BNI 46, dengan dalih perbuatan pihak ketiga tidak dapat dibatalkan dikarenakan dilakukan dengan iktikad baik dan dilakukan pada tahun 2008 lebih dari 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan sehingga perbuatan pihak ketiga tidak dapat dibatalkan sesuai dengan Pasal 49 ayat 3 UUKPKPU menyatakan; “Hak pihak ketiga atas benda sebagaimana dimaksud ayat 1 yang diperoleh dengan itikad baik dan tidak dengan cuma-cuma harus dilindungi”.

Pasal 41 ayat 1

Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

(20)

Pasal 42

Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

Disini sudah jelas terjadinya kekosongan norma dalam hal kreditor selaku pemegang hak tanggungan ingin mengeksekusi haknya yang ternyata sudah berpindah tangan kepada pihak ketiga sebelum 3 tahun putusan pernyataan pailit, sehingga disini berdampak bahwa kreditor mengalami kerugian karena dalam putusan tersebut Pengadilan Niaga Surabaya memenangkan gugatan pihak ketiga dan mencoret harta dari boedel pailit. Dalam terjadinya suatu konflik norma dalam substansi perundang-undangan maka diperlukan adanya interpretasi atau penafsiran hukum sebagai salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang tidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

4. Teori tanggung jawab

Berdasarkan teori tanggung-jawab dilihat dari hubungan para pihak dalam perjanjian, dimana setiap hubungan hukum antara para pihak diawali dengan suatu perikatan atau perjanjian yang berakibat adanya tanggung-jawab masing-masing atas perjanjian pembebanan jaminan atas saham apabila debitor wanprestasi.

Debitor dianggap wanprestasi apabila dia tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilaksanakan sebagai kewajibannya untuk memenuhi prestasinya.

Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan,

(21)

melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, atau melakukan sesuatu yang menurut kontrak perjanjian tidak boleh dilakukan. Dalam hubungan hukum para pihak akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dan juga timbul tanggung jawab masing-masing.

Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya, dengan demikian bertanggung jawab dalam pengertian hukum, berarti adanya keterikatan, ini berarti tanggung jawab hukum dimaksudkan sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, dalam hal ini keterikatan antara pihak debitor dengan bank sebagai kreditor.

1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penelitian ini menguraikan permasalah-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum,16 yaitu dengan mengkaji putusan pengadilan niaga surabaya, peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4

16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Grafindo Persada, Jakarta, hlm.13

(22)

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

1.8.2 Jenis pendekatan

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum yang digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini,17 khususnya objek yang dibebani hak tanggungan dijual oleh debitor dalam pailit sehingga perbuatan tersebut dapat merugikan kreditor.

1.8.3 Sumber bahan hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari : 1. Sumber bahan hukum primer

Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat mengikat yakni berupa norma, dalam penulisan skripsi ini bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti: KUH Perdata, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Putusan Pengadilan Niaga Surabaya No. 06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY Jo. No.20/Pailit /2011/PN. Niaga.SBY.

2. Sumber bahan hukum sekunder

17 Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, hlm. 302

(23)

Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan yang dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku hukum (textbook)) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, maupun literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh via internet.

3. Sumber bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia, Black Law`s Dictionary, dan Kamus Bahasa Inggris.

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah mengadakan studi pencatatan dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum dengan menginterpretasikan dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan perundang- undangan kemudian dituangkan dalam karya ilmiah dengan mengkaitkan permasalahan yang dibahas.

1.8.5 Teknik analisis bahan hukum

Setelah bahan hukum terkumpul, maka bahan hukum tersebut diolah dan dianalisis dengan mempergunakan teknik evaluasi yang artinya penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setujuatau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan, rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum

(24)

sekunder. Setelah melalui proses pengolahan dan analisis, kemudian bahan hukum tersebut disajikan secara deskriptif analisis. Deskriptif artinya adalah pemaparan hasil penelitian secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan analisis artinya fakta yang berhubungan penelitian dianalisis secara cermat, sehingga kemudian didapatkan kesimpulan hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Ibnu Sina Biomedika Volume 1, No.1 (2017) 17 PENGARUH PEMBERIAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DENGAN SEDIKIT CAMPURAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) TERHADAP KADAR

Tes akhir (post-test) terdiri.. Siswa sedang mengerjakan soal pretest pada siklus 2 dari 5 soal. Pada pelaksanaan proses pembelajaran, guru membagi siswa menjadi beberapa

1,2 jt IU vial 31 Benzatin Benzil

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelum nya tentang sistem keamanan rumah, maka dibuatlah sistem keamanan rumah pada jendela yang dikendalikan jarak

1) untuk Kabupaten/Kota selain pada Zona Merah, kegiatan peribadatan pada tempat ibadah dapat dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat

Maksim kearifan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan b) buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Berdasarkan

Oleh karena itu, ada kemungkinan perbedaan letak kepadatan sel kerucut pada retina mata ikan mempengaruhi sudut orientasi sumbu penglihatannya yang menyebabkan posisi

Pada sebuah kelas yang terdiri dari 40 siswa dilakukan pendataan pilihan ekstrakurikuler wajib, dengan menggunakan angket.. Hasil sementara dari siswa yang