• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS PENGGANDAAN BUKU TERJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO 28 TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS PENGGANDAAN BUKU TERJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO 28 TAHUN 2014"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS PENGGANDAAN BUKU TERJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO 28 TAHUN 2014

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh : LAILA HAFIZA

130200475

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS PENGGANDAAN BUKU TERJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO 28 TAHUN 2014 S K R I P S I

Diajukan untuk melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : LAILA HAFIZA

130200475

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui oleh,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. ROSNIDAR SEMBIRING, S.H.,M.Hum.

NIP. 19660202 199103 2 002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.OK SAIDIN, S.H.,M.Hum SYAMSUL RIZAL, S.H.,M.Hum NIP. 196202131990031002 NIP. 19640202161989111001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : LAILA HAFIZA

NIM : 130200475

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS

PENGGANDAAN BUKU TERRJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa skripsi ini yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau dari karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hokum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanoa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Maret 2017

LAILA HAFIZA 130200475

(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, AllahSWT, karena atas Rahmat-Nya yang berlimpah senantiasa menyertai penulis sehingga diberi kesempatan, kesehatan dan kemampuan menyelesaikan skripsi ini sebagai karya ilmiah untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Shalawat beriring salam kepada Muhammad SAW, Rasul dan Nabi utusan Allah yang dengan kasih sayang tulus kepada manusia telah membawa Islam ke Bumi serta menuntun umat manusia menuju jalan yang di ridhai Allah.

Adapun skripsi ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS PENGGANDAAN BUKU TERJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO 28 TAHUN 2014 ”

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat ,bimbingan, saran dan motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Dr. Saidin, S.H, M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus merupakan Dosen Pembimbing I yang telah memberi motivasi, nasihat dan pembelajaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi;

(5)

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H , M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H . M.Hum.,selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus merupakan Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, nasihat, bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

7. Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si., selaku Dosen Penasihat Akademik penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya yang telah mendidik dan membimbing penulis selama penulis menempuh pendidikan perkuliahan di fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Terutama dan teristimewa untuk kedua orang tua yang penulis sayangi dan banggakan yaitu Afwan Zuhri (Ayahanda) dan Konmauli Bintang (Ibunda).

Terima kasih untuk setiap doa dan kasih sayang sedari kecil hingga dewasa untuk menjadi penyemangat penulis serta mempercayakan penulis menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(6)

11. Kepada kedua adik perempuan penulis yaitu Syahrazat Mufty akautydan Vairuz Syifa akatopoyyang telah menjadi teman dalam berbagai hal tawa canda, perselisihan, bertukar pendapat sehingga penulis terbawa suasana hingga lupa pada penyelesaian skripsi ini;

12. Keluarga besar; Poli Nenek, Atok yang telah berpulang ke rahmatullah namun masih terasa kasih sayang mereka hingga saat ini, serta Nenek, Bunda Rifa, Om Ari, Bunda Odek, Tante Siti yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil selama penulis menyelesaikan masa studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

13. Kepada sepupu-sepupu; Kak Fiza, Bang Imron,Teh Avi, Bang Iwan, Tasya, Eca, Bila, Rofi dan lainnya yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini;

14. Sahabat sejak SMA yaitu Fiona dan Indri personil Fisuha yang saat ini bersama-sama menyelesaikan tugas akhir;

15. Kepada Novi, Giani, Khalila, Christy Chibi, teman-teman ceriwis yang selalu memberikan berita panas, lucu, dan hiburan dikala penat, lelah, gundah, serta bosan ketika menunggu mata kuliah selanjutnya;

16. Kepada Vivi, Haryati, Dea, Edelin, Sri dan Naomi teman-teman seperjuangan dalam tugas kelompok,kuis, UTS dan UAS selama perkuliahan berlangsung;

17. Kepada teman teman kelompok klinis Pidana, Perdata dan TUN; Vivi, Indira, Pasca, Putri, Silvya, Yogi, Marcel, Suhendri, Galuh, Lili, Rey, Wardi, Ezra, Alex, Minah. Terima kasih atas kerjasama yang menyenangkan, berbagi nasihat dan dukungan selama klinis;

(7)

18. Seluruh teman dan kerabat yang membantu penulis secara langsung maupun tidak, yang tidak dapat disebut satu persatu dalam menyelesaikan skripsi ini;

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran baik yang baik dalam upaya penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam praktik perkembangan hukum di Indonesia. Semoga rahmat dan karunia Allah SWT selalu menyertai kita semua.

Amin.

Medan, April 2017

Laila Hafiza

(8)

ABSTRAK Laila Hafiza*)1

OK Saidin**)2 Syamsul Rizal***)3

Undang Undang Hak Cipta merupakan instrumen atau perangkat hukum yang menjamin perlindungan terhadap karya cipta. Penerbit sebagai pemegang hak cipta atas karya cipta buku dapat bertindak dan menikmati manfaat ekonomi dari hasil penjualan buku. Dalam praktek banyak ditemukan penggandaan atas karya cipta buku. Oleh karena itu, menarik untuk membahas tentang

“Perlindungan Hukum Penerbit atas Penggandaan Buku Terjemahan Untuk Penggunaan Komersial Ditinjau Dari Undang-UndangNo 28 Tahun 2014”.

Permasalahan yang dibahas adalah hubungan hukum penerbit dan pencipta, perlindungan hak-hak penerbit, dan upaya hukum yang dilakukan pemegang hak cipta atas penggandaan karya cipta buku terjemahan untuk penggunaan komersial.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif secara deskriptif. Dilakukan dengan meneliti bahan pustaka (library research) atau data sekunder, yaitu penelusuran terhadap norma dan ketentuan hukum serta berbagai literatur sehubungan dengan hak cipta.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang Hak Cipta telah melarang penggandaan atau memeperbanyak karya cipta buku tanpa izin untuk kepentingan komersial. Sanksi pidana terhadap Pelanggaran hak cipta pembajakan buku diberikan hukuman berupa pidana penjara dan pidana denda.

Kata Kunci : Hak Cipta, Penggandaan.

DAFTAR ISI

1*) MahasiswaDepartemenHukumKeperdataanFakultasHukum USU

2**) DosenPembimbing I, DepartemenHukumKeperdataanFakultasHukum USU

3***)

DosenPembimbing II, DepartemenHukumKeperdataanFakultasHukum USU

(9)

Halaman KATA PENGANTAR ...

ABSTRAK ...

DAFTRA ISI ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...

B. Permasalahan ...

C. Tujuan Penelitian ...

D. Manfaat Penulisan ...

E. Metode Penilitian ...

F. Keaslian Penulisan ...

G. Sistematika Penulisan ...

i v vi

1 6 6 7 8 9 10 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL

A. Pengertian Hak kekayaan Intelektual ...

B. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual ...

C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual ..

D. Kalsifikasi Hak Kekayaan Intelektual ...

12 16 19 20 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA

A. Pengertian dan Fungsi Hak Cipta ...

B. Hak-Hak Terkandung Dalam Hak Cipta...

C. Batasan Pencipta, Ciptaan, dan Hak Cipta ..

D. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta ...

E. Prosedur Pendaftaran ...

29 34 43 48 52

(10)

F. Pelanggaran Hak Cipta ... 57 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS

PENGGANDAAN BUKU TERJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO 28 TAHUN 2014 A. Pengaturan penggandaan buku menurut Undang-

Undang Hak Cipta………...

B. Tata cara Penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta ...

C. Ketentuan pidana atas penggandaan buku terjemahan menurut Undang-Undang Hak Cipta

61

65

69 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA

72 74

BAB I

(11)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam perkembangan teknologi informasi saat ini, diketahui berdasarkan data dari CIA World Factbook, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara jumlah penduduk terbanyak di dunia dengan penduduk melebihi 250 juta dan 17.508 pulau yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya.Keanekaragaman bangsa Indonesia menghasilkan karya-karya intelektual.

Kekayaan seni, budaya dan sastra merupakan sumber dari karya intelektual yang dapat dimanfaatkan dalam bidang perdagangan dan industri sehingga perlu adanya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual.

Dari segi hukum, perlu dipahami bahwa yang dilindungi oleh hukum adalah Hak Kekayaan Intelektual, bukan benda material bentuk jelmaan Hak Kekayaan Intelektual. Alasannya adalah Hak Kekayaan Intelektual adalah Hak eksklusif yang ada hanya dan melekat pada pemilik atau pemegang hak, sehingga apabila ingin meanfaatkan hak tersebut untuk menciptakan atau memproduksi benda material bentuk jelmaannya wajib memperoleh lisensi (izin) dari pemilik atau pemegang hak.4

Hak Kekayaan Intelektual dibangun sebagai instrumen hukum yang berbasis dengan etika pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak kreasi intelektual yang diberikan sebagaimana lazimnya hak milik yang mempunyai nilai ekonomi dan sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan

4 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukun Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Jakarta, 2001, hlm. 2.

(12)

ekonomi.5Peran perlindungan hukum di Indonesia terhadap hasil karya atau ciptaan seseorang sangat pentinguntuk menjamin kepastian hukum dalam memenuhi hak-haknya dan menyadarkan masyarakat menghargai suatu ciptaan.

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berkenaan dengan kekayaan yang timbul karena kemampuan olah pikir manusia. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari dua hal yaitu Hak Kekayaan Industri dan Hak cipta.6Hak Kekayaan Industri meliputi Merek, Paten, Desain Industri, Varietas Tanaman, Rahasia Dagang. Sedangkan Hak cipta meliputi Ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Hak cipta adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta atas ciptaan atau hasil karya. Pencipta adalah seseorang atau lebih yang secara sendiri- sendiri atau bersama menghasilkan sebuah ciptaan. Ciptaan atau hasil karya adalah ciptaan atau hasil karya pencipta dalam segala bentuk yang menunjukkan keasliannya dalam bidang ilmu pengetahuan.7 Perlindungan terhadap suatu ciptaan dapat timbul secara otomatis apabila diwujudkan dalam bentuk konkret.

Keaslian suatu karya, baik berupa karangan atau ciptaan merupakan suatu hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta. Maksudnya, karya tersebut harus benar-benar merupakan hasil karya orang yang mengakui karya tersebut sebagai karya atau ciptaannya. Demikian juga, harus ada relevansi antara hasil karya dengan yurisdiksi apabila karya tersebut ingin dilindungi.8.

5 Tim Lindsey dan Eddy Damian, Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual, PT Alumni, Bandung, 2006, hlm. 79.

6 Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi, Pengenalan HKI: Konsep Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi, PT. Macanan Jaya Cemerlang, 2008, hlm. 14.

7 Endang Purwaningsih, Perkembangan Kajian Inyellectual Porperty Rights, PT Ghalia Indonesia, Cet. 1, Bogor, 2005, hlm. 1.

8 Ibid. hlm. 2.

(13)

Dalam pasal 1 Auteurswet 1912 menyebutkan , hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari mendapatkan hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-Undang.9

Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan sebagai berikut, hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.10

Perkembangan Hak Cipta secara Internasional pada dasarnya dapat dilihat melalui beberapa konteks sistem negara yang berbeda. Bisa dilihat dari konteks Negara yang menganut sistem common law dan juga negara yang menganut Eropa Continental. Sejarah perkembangan hak cipta yang menganut sistem hukum common law dapat dilihat secara jelas di Inggris. Pertama kali peraturan yang mengatur mengenai hak cipta adalah peraturan dari raja Richard III dari Inggris. Peraturan ini berisi tentang pengawasan mengenai kegiatan percetakan. Tahun 1556 dikelurakan pula sebuah dekrit Star Chamber, yang menentukan setiap buku memerlukan izin, dan setiap orang dilarang mencetak tanpa izin.11

9 BPHN, Senimar Hak Cipta, Bina Cipta, Bandung, 1976 hlm.44. dikutip dalam OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektua (Intellectual Property Rights), Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2010, hlm. 58.

10 BPHN, Loc. Cit. hlm. 44 dalam OK. Saidin, Op. Cit. hlm. 58.

11 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknnya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 49. dikutip dalam Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. 59.

(14)

Pada tahun 1964, dikeluarkan peraturan yang melarang mencetak atau mengimpor tanpa izin sah dan terdaftar dalam Stationers Company, di Inggris tahun 1709, dapat dianggap sebagai awal saat lahirnya konsep modern mengenai hak cipta. Melalui Undang-Undang yang dikenal dengan Act of Anne lahir ketentuan yang melindungi penerbit dari tindakan pihak yang tidak sah untuk menggandakan sebuah buku. Undang-Undang memuat ketentuan bahwa si penerbit dapat menjual hasil cetakannya serta dilindunginya hak eksklusif tersebut selama 21 tahun.12Peraturan ini lahir disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat akan perlindungan hukum hak milik pencipta atas ciptaannya.

Permasalahan Hak Milik Intelektual adalah permasalahan yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada awal perkembangannya permasalahan tersebut sangatlah sederhana, yaitu misalnya: hanya menyangkut mengenai tuntutan supaya dapat dikuasainya dan dipergunakannya untuk tujuan tertentu apa-apa yang sudah dipergunakannya, diciptakannya dengan kemampuan tenaganya maupun kemampuan intelektualnya.13Seorang pencipta memiliki hak secara alami untuk melindungi apa yang diciptakannya, maka setiap karya yang terpublikasi tentu atas persetujuan pencipta. Selain memberikan perlindungan hukum kepada para pencipta buku, penerbit juga berhak mendapatkan perlindungan hukum karena penerbit menerima peralihan hak oleh pengarang/penulis buku tersebut dan juga penerbit sebagai pihak yang mewujudkan suatu ciptaan karya tulis seorang pencipta.

12 Ibid. hlm. 60.

13 Arif Lutviansori, Op. Cit. hlm. 28.

(15)

Menurut International Intellectual Property Alliance (IIPA) Special 301 Report Indonesia, masalah utama yang terjadi di pasar Indonesia didominasi oleh pembajakan dalam hampir seluruh jenis, upaya penegakan hukumnya sporadis dan tidak terkoordinasi, hukuman terhadap pelaku yang tidak efektif, dan hampir tidak pernah menunjukkan upaya penjeraan terhadap pelaku pelanggar hukum, Indonesia telah menjadi surga bagi pembajakan media optik sehingga fasilitas produksi untuk pembajakan dipindahkan ke Indonesia dan pembajakan buku-buku serta fotokopi buku-buku di kampus-kampus beralngsung secara besar-besaran.14

Jika hukum HaKI ditegakan, para pencipta akan memperoleh imbalan atas ciptaan yang mereka buat. Ini berarti bahwa harga barng yang mengandung HaKI (seperti VCD dan kaset) akan meningkat, dan akan menjadi lebih mahal daripada jika HaKI itu tidak ada. Setiap buku baru, film dan produk-produk lainnya akan menjadi lebih langka dan lebih mahal. Hal itu tidak akan terjadi jika insentif yang lebih efisien diberlakukan. Artinya, infromasi dan teknologi mugkin tidak dapat menjangkau sebagian besar masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, menarik untuk dicatat bahwa banyak sekali buku-buku bacaan yang diperbanyak dengan cara di fotocopy di Indonesia adalah buku-buku bacaan wajib di tingkat sekolah dasar.15

Dalam praktik banyak ditemukan pelanggaran terhadap suatu karya cipta di Indonesia. Misalnya pembajakan buku sekolah, buku terjemahan. Rendahnya ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup menjadi alasan masyarakat terutama kalangan mahasiswa untuk membeli buku bajakan karena harga yang ditawarkan

14 Marni Emmy Mustafa, Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten di Indonesia dikaitkan dengan TRIPs – WTO , Cet. 1., PT Alumni, Bandung, 2007, hlm. 8.

15 Tim Lindsey dan Eddy Damian, Op. Cit. hlm. 18

(16)

dibawah harga buku asli. Peningkatan pembelian buku bajakan mempengaruhi pelaku pembajakan untuk menerbitkan buku dengan jumlah besar. Kecenderungan tersebut mengakibatkan kerugian materiil terhadap pencipta buku dan penerbit yang seharusnya dapat menikmati manfaat ekonomi dari hasil penjualan buku.

Atas pelanggaran hak cipta, baik pencipta buku maupun penerbit dapat mengajukan gugatan untuk meindungi hak-haknya.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka dalam hal ini penulis melakukan penelitian dengan judul “ Perlindungan Hukum Penerbit atas Penggandaan Buku Terjemahan Untuk Penggunaan Komersial Ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No 28 Tahun 2014 ”

B. Permasalahan

Perumusan masalah penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi penulis untuk memudahkan pembahasan masalah dan pemahamannya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan membahas masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap pelanggaran hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta?

2. Bagaimana tata cara penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta?

3. Bagaimana ketentuan pidana atas penggandaan buku menurut Undang- Undang Hak Cipta?

(17)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum terhadap pelanggaran hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta

2. Untuk mengetahui dan memahami tata cara penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta

3. Untuk mengetahui dan memahami ketentuan pidana terhadap penggandaan buku menurut Undang-Undang Hak Cipta

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat penulisan skripsi terhadap pembahasan masalah ialah memberikan pemahaman tentang Hak Kekayaan Intelektual menurut Ketentuan hukum di Indonesia, menjadi bahan kajian penelitian lebih lanjut atau bahan referensi untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum hak cipta.

2. Manfaat Praktis

Secara Praktis, diharapkan dapat membantu pengembangan penalaran, pola pikir dinamis , bahan evaluasi dan sebagai masukan masyarakat maupun praktisi hukum dalam penyusunan produk perlindungan hukum serta menganalisis persoalan-persoalan hukum Hak Kekayaan Intelektual terutama kaitannya dengan Hak cipta.

(18)

E. Metode Penelitian

Istilah metode penelitian terdiri dari dua suku kata, dimana kata metode berasal dari bahasa Yunani“Methodos” berarti cara atau jalan yang dilalui, sedangkan kata penelitian berasal dari bahasa Inggris “Research” berarti proses pengumpulan informasi dengan tujuan mengembangkan sebuah penelitian.

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan denngan suatu cara kerja sistematisuntuk memahami suatu objek penelitin, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.16

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu objek yang mukdah terpegang di tangan.17 Penelitian adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis, untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Pengumpulan dan analisi data dilakukan secara ilmiah, baik bersifat kuantitatif maupun bersifat kuallitatif, eksperimental maupun noneksperimental, interaktif maupun non interaktif.18

Adapun pengertian metode penelitian adalah suatu cara penulisan karya ilmiah yang dilakukan melalui prosedur sistematis dan obyektif berdasarkan pengembangan penelitian dan kumpulan data valid serta telah mengikuti berbagai tes dan pengujian.

16 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm. 24.

17 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 27.

18 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, 2005, hlm. 5.

(19)

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah, sebagai berikut:

1. Sifat/Jenis Penelitian

Sifat dari penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif, dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.

Metode ini berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang serta menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penulis melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum dan literatur-literatur yang berkaitan dengan perlindungan hukum Hak Cipta.

2. Bahan Hukum

Materi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, laporan, hasil penelitian dan lain-lain. Penulis juga menambahkan keterangan dari beberapa partisipan yang ahli dalam bidangnya. Adapun data sekunder tersebut adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan Peraturan PerUndang- Undangan lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan berupa buku-buku, artiket, dan hasil penelitian yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer, kemudian didukung dengan hasil wawancara partisipan.

(20)

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul“Perlindungan Hukum Penerbit atas Penggandaan Buku Terjemahan untuk Penggunaan Komersial Ditinjau dari Undang- Undang Hak Cipta No 28 Tahun 2014” adalah judul yang belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan dipublikasi dalam bentuk apapun.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis mengumpulkan bahan- bahan referensi yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual khususnya mengenai Hak Cipta, serta melakukan riset secara langsung dan merangkainya menjadi sebuah karya ilmiah yang disebut dengan skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dari materi penulisan skripsi ini dan agar tersusun dengan baik, teratur dan dalam setiap bagian-bagian saling berhubungan, maka penulis akan membaginya ke dalam beberapa bab dan sub bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian Hak Kekayaan Intelektual, Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual , Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual, dan Kalsifikasi Hak Kekayaan Intelektual.

(21)

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA

Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Fungsi Hak Cipta, Hak-Hak yang terkandung dalam Hak Cipta, Batasan Pencipta, Ciptaan, dan Hak Cipta, Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta, Prosedur Pendaftaran, dan Pelanggaran Hak Cipta.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PENERBIT ATAS PENGGANDAAN BUKU TERRJEMAHAN UNTUK PENGGUNAAN KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NO 28 TAHUN 2014

Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengaturan penggandaan buku menurut Undang-Undang Hak Cipta, Tata cara Penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta, dan Ketentuan pidana atas penggandaan buku terjemahan menurut Undang-Undang Hak Cipta

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran yang diperoleh dari pokok pembahasan masalah dalam penulisan skripsi ini.

(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan Undang-Undang Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention

dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914.

Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan Undang-Undang Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas

(23)

permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, atau dapat disebut juga Hak Milik Intelektual, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intelectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada Hak Kekayaan Intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek Hak Kekayaan Intelektual adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.19

Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual menurut Adrian Sutedi adalah hak atau wewenang atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut dan hak tersebut diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku. Kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, sastra, seni, karya tulis, karikatur, pengarang lagu dan seterusnya.

Secara substansif pengertian Hak Kekayaan Intelektual dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Penggambaran ini pada dasarnya memberikan penjelasan bahwa Hak Kekayaan Intellektual menjadikan karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia sebagai inti dan obyek pengaturannya. Istilah HAKI menurut Suyud Margono terdiri dari 3 (tiga) kata kunci, antara lain hak, kekayaan dan intelektual. Kekayaan merupakan kekayaan atas segala hasil

19http://e-tutorial.dgip.go.id/pengertian-hak-kekayaan-intelektual/ diakses tanggal 11 Maret pukul 14.01

(24)

produksi kecerdasan daya pikir teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur dan lain-lain.20

Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio.21 Hasil pemikiranotakdirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang optimal memerankan kerja otaknya disebutsebagai orang yang mampu menggunakan rasio, mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika (metode berpikir, cabang filsafat), karena itu hasil pemikirannya disebut rasional atau logis. Orang yang tergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual.Itulah alasan kenapadiIndonesia, pembentuk Undang-Undang lebih memilih menggunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia pada umumnya lebih mengenal istilah hak kekayaan intelektual dibandingkan dengan hak milik intelektual. Tidak semua orang dapat menghasilkan Intellectual Property Rights.

Hanya orang yang mampu memperkerjakan otaknya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang kemudian disebut sebagai Intellectual Property Rights (hak milik intelektual atau lebih tepat lagi diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “hak kekayaan intelektual).22

Dalam kepustakaan Anglo Saxon ada dikenal sebutan Intellectual Property Rights yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang menjadi Hak Kekayaan Intelektual dan lebih tepatnya diterjemahkan menjadi Hak Atas Kekayaan Intelektual. Alasannya adalah kata “hak milik” sebenarnya sudah

20 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 171.

21 OK. Saidin, Op. Cit. hlm. 9.

22 Ibid. hlm. 10.

(25)

merupakan istilah baku dalam kepustakaan hukum karena tidak semua Hak Atas Kekyaan Intelektual merupakan hak milik dalam arti sesungguhnya. Bisa merupakan hak untuk memperbanyak saja, atau untuk menggunakannya dalam produk tertentu dan bahkan dapat pula berupa hak sewa (rental rights), atau hak- hak lain yang timbul dari perikatan seperti lisensi, hak siaran, dan lain sebagainya.23

Batasan Hak Kekayaan Intelektual adalah terpisahnya antara Hak Kekayaan Intelektual dengan hasil material yang menjadi jelmaannya. Yang dimaksudkan adalah benda berwujud (benda materil). Suatu contoh dapat dikemukakan misalnya Hak Cipta dalam bidang ilmu pengetahuan (berupa Hak Atas Kekayaan Intelektual) dan hasil material yang menjadi bentuk jelmaannya adalah buku.

World Intellectual Property Organization (WIPO), sebuah lembaga internasional di bawah PBB yang menangani masalah Hak Kekayaan Intelektual mendefinisikan Hak Kekayaan Intelektual sebagai “ Kreasi yang dihasilkan dari pikiran manusia yang meliputi: invensi, karya sastra, simbol, nama, citra, dan desain yang digunakan di dalam perdagangan ”.

Adapun definisi yang dirumuskan para ahli, Hak Kekayaan Intelektual selalu dikaitkan dengan tiga elemen yaitu adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum, hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.24

23 Ibid. hlm. 11.

24 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global, PT Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010,hlm. 2.

(26)

B. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual

1. Undang-Undang terkait Hak Kekayaan Intelektual a. Hak Cipta:

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)

3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 266)

b. Paten:

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)

2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30) 3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara

RI Tahun 2001 Nomor 109)

4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 176)

(27)

c. Merek :

1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)

2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31) 3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara

RI Tahun 2001 Nomor 110)

4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 252)

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :

1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 244).

e. Rahasia Dagang :

1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 252)

2. Peraturan Pelaksana terkait Hak Kekayaan Intelektual

Beberapa peraturan pelaksanaan di bidang hak cipta adalah sebagai berikut:

a. Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 Jo Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta

b. Peraturan Pemerintah RI No.1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyak Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan

(28)

c. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas Karya Rekaman Suara antara Negara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa

d. Keputusan Presiden RI No.25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat

e. Keputusan Presiden RI No.38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Pesetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Australia

f. Keputusan Presiden RI No.56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Inggris

g. Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection Of Literary and Artistic Works

h. Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty

i. Keputusan Presiden RI No.74 Tahun 2004 tentang Pengesahan WIPO Performances and Phonogram Treaty (WPPT)

j. Peraturan Menteri Kehakiman RI No.M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan

k. Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang Penyidikan Hak Cipta

(29)

l. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta

m. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.

C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Ruang lingkup mempunyai pengertian sebagai batasan. Ruang lingkup hak kekayaan intelektual maksudnya adalah batasan-batasan dalam suatu hak kekayaan intelektual. Kekayaan sebagai hak milik dekat dengan kata “benda” atau barang.

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda dari hasil intelektual manusia. Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :

1. Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;

2. Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik 3. Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.

Menurut pasal 499 KUHPerdata benda tidak berwujud tetap dianggap dan disebut sebagai Hak. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud. Berbeda dengan hak-hak kelompok pertama dan kedua yang sifatnya berwujud, Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebaginya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.

(30)

Ruang Lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual yang memerlukan perlindungan hukum secara internasional yaitu :

1. hak cipta dan hak-hak berkaitan dengan hak cipta 2. merek

3. indikasi geografis 4. rancangan industri 5. paten

6. desain layout dari lingkaran elektronik terpadu;

7. perlindungan terhadap rahasia dagang (undisclosed information)

8. pengendalian praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.

Pembagian lainnya yang dilakukan oleh para ahli adalah dengan mengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai induknya yang memiliki dua cabang besar yaitu :

1. hak milik perindustrian/hak atas kekayaan perindustrian (industrial property right)

2. hak cipta (copyright) beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta(neighboring rights).

Terkait dengan masalah ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual ini menurut Negara Anglo Saxon, Hak Kekayaan Intelektual diklasifikasikan menjadi hak cipta (Copyrights) dan hak milik perindustrian (Industrial Property Rights).

D. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Bedasarkan World Intellectual Property Organization (WIPO) klasifikasiHak Kekayaan Intelektual, terdiri atas:

(31)

1. Hak Cipta (Copyrights)

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta , Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak cipta diberikan terhadap karya atau ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan sastra. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama- sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”

2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Intellectual)

Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian.

a. Paten

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dengan tujuan mendukung pembangunan bangsa dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten , Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan

(32)

pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.


b. Merek

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Dalam Undang-Undang tersebut, merek terbagi atas;

1) Merek Dagang

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya. 



2) Merek Jasa

Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang

(33)

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.

3) Merek Kolektif

Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

c. Desain Industri

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Pasal 1 butir 5 Hak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

(34)

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.

Dalam Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

e. Rahasia Dagang

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

(35)

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang- undang ini.

f. Varietas Tanaman

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Perlindungan Varietas Tanaman adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.

Dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

(36)

g. Indikasi Geografis

Berdasarkan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Hak atas Indikasi Geografis adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemegang hak Indikasi Geografis yang terdaftar, selama reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya pelindungan atas Indikasi Geografis tersebut masih ada.

Ada 4 prinsip dalam sistem HaKI untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarkat sebagai berikut25:

1. Prinsip Keadilan (The principle of natural justice)

Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar memperolej imbalan baik berupa materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekkuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya yang disebut hak. Alasan melekatnya hak pada HaKI adalah penciptaan berdasarkan kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri Pencipta sendiri, melainkan dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya.

25 Sunaryati Hartono, Hukum Pembangunan Ekonomi Indonesia, Cet. I, Bina Cipta, Bandung, 1982, hlm.124 dikutip dalam Tim Lindsey dan Eddy Damian, Op. Cit. hlm. 79.

(37)

2. Prinsip Ekonomi (The economic argument)

HaKI yang diekspersikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Adanya nilai ekonomi pada HaKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya, misalnya dalam bentuk pembayaran royati terhadap pemutaran music dan lagu hasil ciptaannya.

3. Prinsip Kebudayaan (The cultural argument)

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Selain itu, akan memebrikan keuntungan baik bagi masyarakat, banngsa maupun Negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia yang dilakukan dalam system HaKI diharapkan mampu membangkkitkan semangat, dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.

4. Prinsip Sosial (The social argument)

Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai individu yang berdiri sendiri terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat . jadi, manusia dakam hubungannya dengan manusia lain sama-sama terikat dalam ikatan satu keasyarakatan.

System HaKI dalam memberikan perlindungan kepada pencipta tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan individu atau persekutuan atau kesatuan itu saja, melainkanberdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan msyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam UUHC Indonesia.

(38)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA A. Pengertian dan Fungsi Hak Cipta

Di tingkat Internasional, Indonesia ikut serta menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.

Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic andLiterary Works (Konvensi Bern tentang Pelindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997, serta World Intellectual Property Organization Performances and Phonograms Treaty (Perjanjian Karya-Karya Pertunjukan dan Karya-Karya Fonogram WIPO), melalui Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004.

Penggantian Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang ini dilakukan dengan memperhatikan dan mengutamakan keseimbangan antara kepentingan pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait

Istilah hak cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut sistem common law, yakni copyright. Sedangkan di Eropa, seperti Perancis dikenal droit d’aueteur dan di Jerman Jerman sebagai urheberecht. Di Inggris, penggunaan istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk

(39)

melindungi pencipta. Namun, seiring perkembangan hukum dan teknologi, maka perlindungan diberikan kepada pencipta, serta cakupan hak cipta diperluas tidak hanya mencakup bidang buku, tetapi juga darama musik, artystic work, fotografi dan lalin-lain.26

Menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menegaskan, bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan definisi hak cipta menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 1 butir 2 menyatakan Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Kemudian dalam pasal 1 butir 3, menyatakan Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Definisi Penerima Hak Cipta terkandung dalam Pasal 1 butir 4 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut

26 Endang Purwaningsih, Op. Cit. hlm. 1.

(40)

secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.


Pengertian mengenai masalah hak cipta sendiri sebenarnya sudah diungkapkan dalam beberapa doktrin yang dilakukan oleh para pakar dan juga beberapa peraturan terdahulu maupun yang sekarang masih digunakan. Pada awal permulaan istilah hak cipta dikemukakan oleh Prof. St. Moh Syah sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Dianggap kurang luas karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan penyempitan arti, seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanya hak dari para pengarang saja yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang, maka kemudian digantilah dengan menggunakan istilah hak cipta yang dinilai lebih luas cakupan perlindungannya.27

Secara umum, dalam ensiklopedia Wikipedia juga mendefinisikan mengenai masalah hak cipta. Hak Cipta dalam ensiklopedia Wikipedia ini menyebutkan bahwa Hak cipta sebagai hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan".

Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.28

Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau

"ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya,

27 OK. Saidin. Loc. Cit. hlm. 58.

28https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta diakses pada tanggal 23 Maret pukul 14.09

(41)

film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaranradio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.29

Menurut Hutauruk ada dua unsur penting yang terkandung dari rumusan pengertian Hak Cipta yang termuat dalam ketentuan Undang- Undang Hak Cipta Indonesia, yaitu Hak yang dapat dialihkan, dialihkan kepada pihak lain dan Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apa pun tidak dapat ditinggalkan.

Berkaitan dengan ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, maka diuraikan lebih lanjut mengenai pengertian dan sifat Hak Cipta itu :

a. Hak Cipta merupakan hak yang bersifat khusus, istimewa atau eksklusif (Exclusive Rights)yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta.

Ini berarti, orang lain tidak boleh menggunakan hak tersebut, kecuali dengan izin pencipta atau pemegang hak cipta yang bersangkutan.

b. Hak yang bersifat khusus meliputi hak pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan ciptaannya, memperbanyak ciptaannya dan memberi izin kepada orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya tersebut.

c. Dalam pelaksanaan untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya,baik pencipta, pemegang hak cipta, maupun orang lain yang diberi izin, harus dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

29Ibid.

(42)

d. Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak yang bersifat immaterial yang dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain.

Sesuatu yang dilindungi Hak Cipta adalah ekspresi dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya sendiri. Artinya hukum Hak Cipta tidak melindungi ide semata, tetapi pengungkapan dari ide tersebut dalam bentuk yang nyata. Lebih lanjut dalam Artic 9 sub (2) TRIPs Agreement diatur : “Perlindungan Hak Cipta diberikan untuk pengungkapan bukan ide-ide, tata cara, metode dari pengoperasian konsep matematika”.30

Objek perlindungan Hak Cipta dalam Berne Convention adalah karya- karya dalam bidang seni dan sastra yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apa pun. Karya- karya intelektual yang mendapat perlindungan Hak Cipta dalam TRIPsAgreement, yaitu:

karya-karya yang dilindungi dalam Berne Convention, program komputer, database, pertunjukkan (baik secara langsung maupun rekaman), dan siaran- siaran.31

Pada dasarnya adanya pengaturan ini merupakan sebuah pembatasan terhadap penggunaan manusia akan hak cipta yang dimiliki. Disamping itu juga, hal ini menunjukkan bahwa fungsi agar setiap orang atau badan hukum tertentu tidak menggunakan haknya secara sewenang-wenang.32

Hal ini memberikan arti bahwa kepentingan umum juga mendapatkan porsi dalam masalah perlindungan hak cipta ini. Meskipun dalam rumusan hak cipta, hak ini merupakan hak eksklusif (sebagaimana pasal 2 UUHC 2002) yang

30 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2010. hlm. 6

31 Endang Purwaningsih, Op. Cit., hlm. 3

32 Arif Lutfiansori. Op. Cit., hlm.72.

(43)

artinya pemegang secara sah dapat memonopoli ciptaannya, namun dalam apikasinya tetap harus mempethatikan adanya kepentngan umum. Hal ini pula-lah yang menyebabkan Indonesia tidak menganut paham individualistis dalam arti yang sebenarnya. Hak individu dihormati sepanjang tidabertentangan dengan kepentingan umum.33

Bahkan menurut Notonagoro, hak milik ini mempunyai nilai atau fungsi sosial yang tidak bias diabaikan begitu saja. Ha itu sebenarnya mendasarkan diri atas individu saja, mempunyai dasar yang sangat individualistis, kemudian ditempelkan kepadanya sifat yang sosial, sedangkan kalau berdasarkan Pancasial dan hukum kita tidak berdasarkan atas individualistis tapi dwi tunggal itu.34

B. Hak-hak Terkandung dalam Hak Cipta

Di dalam Undang-undang Hak Cipta dijelaskan bahwa dalam hak cipta adalah hak eksklusif yang terkandung dua hak, yaitu hak ekonomi dan hak moral.

Kedua hak tersebut terkandung pada si pencipta atau pemegang Hak cipta untuk mengeksploitasi karyanya.

Hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izinSuatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran Hak Cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak eksklusif dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Hak eksklusif dalam hal ini adalah mengumumkan dan memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, menjual, mengaransemen,

33 Ibid.

34 Noto Nagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, CV Panca Tujuh, Jakarta, hlm.139. dikutip dalam OK. Saidin. Op. Cit. hlm.63

(44)

mengalih wujudkan, menyewakan, mengimpor, memamerkan, atau mempertunjukkan kepada publik melalui sarana apapun. Hak eksklusif terdiri atas dua sebagai berikut:

1. Hak Moral

Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.Dalam konfigurasi hukum, hak moral mencakup dua hal besar yaitu paternity atau right of paternity yang esensinya mewajibkan nama pencipta disebut atau dicantumkan dalam ciptaan. Hak ini juga berlaku sebaliknya, yaitu meminta untuk tidak dicantumkan namanya atau dipertahankan penggunaan nama samarannya. Hak lainnya dikenal dengan right of integrity , yang jabarannya menyangkut segala bentuk sikap dan perlakuan yang terkait dengan intergeritas atau martabat pencipta. Dalam pelaksanaanya, hak tersebut diekspresikan dalam bentuk larangan mengubah, mengurangi, atau merusak ciptaan yang dapat merusak integeritas penciptanya. Prinsipnya, ciptaan harus tetap utuhsesuai dengan ciptaan aslinya. Beberapa contoh dapat ditampilkan untuk sekedar memperjelas.35

Hak-hak moral tercantum dalam pasal 6 Konvensi Bern yang menyatakan bahwa36:“Pencipta memiliki hak untuk mengklaim kepemilikan atas karyanya dan mengajukan keberatan atas distorsi, mutilasi atau perubahan- perubahan serta perbuatan pelanggaran lain yang berkaitan dengan karya tersebut yang dapat merugikan kehormatan atau reputasi si pengarang/pencipta.”

35 Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 16.

36 Tim Lindsey dan Eddy Damian, Op. Cit. hlm. 117.

(45)

Berdasarkan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:

a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;

b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; 


c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; 


d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan 


e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. 


Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menyatakan bahwa Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia. Kemudian Pasal 5 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

2. Hak Ekonomi

Hak ekonomi merupakan hak untuk mengeksploitasi yaitu hak untuk mengumumkan dan memperbanyak suatu Ciptaan, sedangkan hak moral merupakan hak yang berisi larangan untuk melakukan perubahan terhadap isi

Referensi

Dokumen terkait

Desain perancangan ini menghubungkan antar kantor cabang karang anyar dan kantor pusat yang terletak di rambutan (gambar 2), menghubungkan kedua device/router

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen antara lain hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjar Wibisono (2010) menunjukkan bahwa semua variabel independend

Dalam rangka pembinaan terhadap GPAI, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam akan melaksanakan program

{ Hanya bisa melihat (contoh: mengamati posisi pelari. maraton, atau

NO. Saya merasa puas dengan pendapatan yang saya terima setiap bulan. Saya merasa puas dengan kebutuhan sandang yang saya pakai. Saya merasa puas dengan pemenuhan

Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Hak Merek dan Indikasi Geografis pada Pasal 1 angka 1 definisi merek adalah tanda yang ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo,

Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek, dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur tentang hak merek yang pada awalnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 15