• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesetaraan gender di Indonesia masih menjadi fenomena sosial yang sering terjadi di masyarakat. Masyarakat Indonesia cenderung terlalu membedakan gender antara perempuan dan laki-laki. Kesetaraan gender ini juga membuat adanya ketidakadilan yang terjadi pada salah satu gender, contohnya sering terjadi kekerasan terhadap perempuan. Pembagian gender antara perempuan dan laki-laki inilah yang menimbulkan dampak negatif terhadap kaum perempuan berupa ketidakadilan tersebut, dimana perempuan selalu dipandang rendah, selalu tertindas oleh kaum laki-laki dan selalu dinomor duakan (Umniyyah, 2018).

Menurut data CATAHU (Catatan Tahunan) Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap perempuan tahun 2020, kekerasan terhadap perempuan terjadi sebanyak 431.471 kasus kekerasan (Komnas Perempuan, 2020). Berdasarkan CATAHU 2020 ini terjadi peningkatan sebesar 792% dalam kurun waktu 12 tahun yang artinya kekerasan terhadap perempuan selama 12 tahun meningkat hampir delapan kali lipat. Temuan kasus ini juga merupakan dampak adanya sistem patriarki yang masih terjadi di Indonesia. Sistem ini yang menyebabkan masyarakat beranggapan perempuan adalah makhluk lemah dan laki-laki adalah makhluk superior. Stereotype gender yang dibangun oleh masyarakat ini membuat terjadinya kekerasan verbal maupun nonverbal pada gender tertentu, umumnya perempuan. Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah pada tahun 2017 juga membenarkan hal tersebut, ia berpendapat bahwa sebagian besar kasus kekerasan yang terjadi adalah karena adanya budaya patriarki yang masih kental terjadi di masyarakat. Hal tersebut juga sependapat dengan Rueda bahwa patriarki merupakan penyebab dari adanya penindasan terhadap perempuan (Erdianto, 2017) (Wardani, 2009).

Budaya patriarki yang selalu menempatkan kaum laki-laki diatas kaum perempuan inilah yang membuat kekerasan terhadap perempuan dianggap wajar dan sering kali banyak korban kekerasan yang justru disalahkan. Menurut Millet patriarki disosialisasikan ke dalam tiga hal. Pertama yaitu temperament yang memberikan kategori stereotype kepada laki-laki seperti kuat, cerdas, agresif,

(2)

2 efektif dan superior. Sedangkan perempuan cenderung tunduk (submissive), bodoh (ignorant), baik (virtuous), dan tidak efektif. Kedua adalah sex role yang identik dengan perempuan dimana perempuan identik dengan pekerja domestik dan laki laki identik dengan pencari nafkah. Ketiga yaitu status yang sangat memberikan dampak besar bagi perempuan dimana ia diberikan status inferior dan laki-laki berstatus superior (Fakih, 2013 : 26).

Sifat superior yang dimiliki oleh laki-laki timbul akibat adanya dominasi yang terjadi pada ranah politik, militer dan hukum yang sebagian besar ditempati oleh laki-laki. Dominasi laki-laki juga berarti bahwa dimana setiap ada kekuasaan bisa dipastikan bahwa laki-laki lah yang berkuasa. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya sifat superior laki-laki tersebut karena laki-laki dipandang sebagai orang yang memegang kekuasaan (Jonshon, 2005 : 5-6). Sedangkan untuk status perempuan sendiri sifatnya inferior dimana perempuan selalu dikategorikan sebagai pekerja domestik (homemaker) yang memiliki peran di dalam rumah dan dianggap tidak memiliki kontribusi diluar rumah. Perempuan dianggap tidak mampu memimpin dan tidak mampu memberikan keputusan secara bijak. Pelekatan pembagian kerja seperti ini sudah terjadi sejak lama dan diyakini kebenarannya dimana perempuan selalu dilekatkan dengan kata “dapur, sumur dan kasur” (A. W. Rahayu, 2015).

Dalam the Oxford Advanced Learner's Dictionary, patriarki merupakan suatu sistem, masyarakat maupun negara yang dikendalikan serta diatur oleh laki-laki. Oleh karena itu, patriarki selalu berkaitan dengan perempuan yang selalu didominasi oleh laki-laki baik untuk alam maupun untuk kebutuhan sosial, kekuasaan yang tidak setara dan bahkan eksploitasi. Jika dilihat dari jauh, teori ini telah dihasilkan dari pandangan laki-laki, dimana biasanya laki-laki selalu menjadi kelas penguasa, yang pada umumnya perempuan tidak terlihat, tidak menarik serta tidak penting jika berada di kelas sosial (Seale, 1987). Budaya patriarki merupakan hambatan yang utama dalam kemajuan serta perkembangan terhadap perempuan. Meskipun memiliki perbedaan dalam tingkat dominasinya, namun prinsipnya tetap sama yaitu laki-laki merupakan pemegang kendali (Sultana, 2012).

Menurut sejarahnya sendiri, budaya patriarki sudah ada sejak masa peradaban manusia. Dahulu laki-laki bertugas mencari dan mengumpulkan makanan dengan berburu sedangkan perempuan bertugas di rumah dan bercocok tanam. Hingga

(3)

3 akhirnya akibat perubahan alam, laki-laki mengubah tugasnya menjadi bercocok tanam bukan berburu lagi. Demi menunjang kegiatan bercocok tanam, manusia membuat perkembangan pada teknologi untuk menunjang sistem bercocok tanam yang mereka lakukan. Dari kegiatan bercocok tanam inilah yang menjadikan manusia mengenal kepemilikan pribadi. Hal ini yang membuat lahirnya sistem patriarki. Seperti yang sudah disampaikan oleh Engels tahun 1884 bahwa sistem patriarki bermula pada saat manusia mulai mengenal adanya sistem kepemilikan pribadi, dimana sistem kepemilikan pribadi juga melahirkan sistem kelas (Sultana, 2012).

Dalam kebudayaan Jawa perempuan yang sudah menjadi seorang istri lebih dikenal dengan istilah “awan dadi telek, bengi dadi slemek”. Dari istilah inilah yang memberikan arti bahwa seorang wanita yang sudah beristri harus melayani suami dari hasrat secara biologis hingga melayani untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mengurus perlengkapan suami dan menyiapkan baju. Dari konteks inilah dapat diartikan bahwa seorang laki-laki atau suami selalu memiliki sifat memimpin. Oleh karena itu, perempuan selalu menjadi pihak yang bersifat pasif yang harus selalu siap melayani suami untuk memenuhi kebutuhan biologis suaminya yang tugasnya menjadi penyimpan benih sebagai penerus keturunan mereka (Nuryantiningsih & Pandanwangi, 2017).

Menurut Butzi, budaya patriarki akan selalu tetap ada selama masyarakat terus berperan dalam mengkonstruksi gender untuk menentukan status dan peranannya (Anita et al., 2019). Hal lain yang juga mempengaruhi yaitu adanya media massa yang berperan dalam menyebarkan pandangan patriarki dalam masyarakat. Berdasarkan pada adanya fenomena bahwa patriarki masih langgeng terjadi di masyarakat, banyak sekali media massa yang ingin menampilkan bagaimana kehidupan masyarakat melalui suatu karya salah satunya melalui sebuah film. Salah satu bentuk dari media massa yaitu youtube sebagai media baru (new media) yang menggunakan internet agar dapat mengaksesnya. Di dalam youtube itu sendiri terdapat berbagai macam bentuk video interaktif seperti film pendek contohnya. Film pendek merupakan film yang berdurasi kurang dari satu menit yang menampilkan cerita secara lebih padat dan dalam film pendek inilah sutradara memiliki tantangan bagaimana mengemas cerita menjadi sesuatu yang pesannya dapat ditangkap sekaligus menghibur hanya dalam waktu yang singkat (Seta, 2016).

(4)

4 Film diciptakan berdasarkan realitas yang terjadi di masyarakat, salah satunya film pendek berjudul “Something Old, New, Borrowed, and Blue” yang menggambarkan bagaimana patriarki masih terjadi di kalangan masyarakat.

Film “Something Old, New, Borrowed, and Blue” disutradarai oleh Mouly Surya di tahun 2019, ia ditunjuk sebagai salah satu sutradara dari tiga sutradara yaitu Yeo Siew Hua dan Anucha Boonyawatana untuk membuat film pendek bertemakan “Perayaan” dalam ajang Singapore International Film Festival (SGIFF) ke-30. Yeo Siew Hua sendiri dalam ajang tersebut menampilkan film berjudul “Incantation”, film tersebut mengisahkan tentang ritual yang ada dalam nenek moyang yang dibangkitkan ketika Hungry Ghost Festival. Sedangkan Anucha Boonyawatana menampilkan film yang berjudul “Not A Time to Celebrate” yang mengisahkan tentang suka dan duka selama proses pembuatan suatu film. Dari ketiga film tersebut, film karya Mouly Surya lah yang mengangkat tentang isu gender di Indonesia dan menceritakan bagaimana budaya patriarki di Indonesia. Namun jika dipahami lebih dalam judul film “Something Old, New,

Borrowed and Blue” memiliki arti bahwa kata old merupakan simbol dari adat

istiadat ataupun kebiasaan turun temurun dari keluarga selama pernikahan. New merupakan sesuatu yang baru yang akan dijalani oleh pengantin baru setelah pernikahan mereka. Borrowed merupakan sesuatu yang dipinjam dari penganti lama yang kehidupannya sudah bahagia dan diharapkan pengantin baru yang meminjam barang tersebut juga akan bahagia. Kemudian blue merupakan lambang dari kesetiaan dan kerukunan yang diharapkan kehidupan pengantin baru tersebut juga akan diberikan kerukunan dan kesetiaan selama pernikahan mereka.

(5)

5 Gambar 1.2 Poster Film “Something Old, New, Borrowed and Blue”

Sumber : https://twitter.com/anamoelya/status/1187343591498108928

(Diakses pada 28 Oktober 2020)

Film “Something Old, New, Borrowed, and Blue” merupakan film yang pada awalnya dipertontonkan pada ajang Singapore International Film Festival (SGIFF) ke-30 (21 Nov 2019 – 1 Des 2019) saja tetapi kini film tersebut sudah ditayangkan di youtube sejak tanggal 20 Maret 2020 agar masyarakat dapat mengakses dan menikmati film “Something Old, New, Borrowed, and Blue” secara mudah dan

gratis. Film yang digarap oleh Mouly Surya ini mengisahkan tentang sebuah

upacara pernikahan jawa yang berlatar di sebuah perkampungan. Dengan durasi yang singkat yaitu 3 menit 30 detik, film “Something Old, New, Borrowed, and

Blue” mengisahkan tentang seorang ibu yang diperankan oleh Christine Hakim

sedang memberikan wejangan kepada anak perempuannya yang diperankan oleh Ayushita sebelum pernikahan anaknya. Sang ibu menceritakan tradisi-tradisi pernikahan yang sangat melekat sekali dengan isu perbedaan gender dalam sebuah rumah tangga dimana seorang suami selalu bersifat superior daripada istri.

Film merupakan sebuah karya yang dibangun berdasarkan unsur tanda atau simbol didalamnya. Di dalam film “Something Old, New, Borrowed, and Blue” sendiri terdapat tanda atau simbol yang merepresentasikan bagaimana budaya patriarki di dalam film tersebut. Unsur-unsur tanda atau simbol tersebut dapat

(6)

6 ditelaah menggunakan metode semiotika sosial. Semiotika sosial digunakan oleh pengguna bahasa dengan tujuan untuk menyampaikan suatu makna kepada orang lain. Seperti yang dikatakan Halliday, ia membagi semiotika sosial berdasarkan konteks situasinya yang meliputi medan (field), pelibat (tenor) dan sarana (mode). Kemudian penulis juga menggunakan teori multimodality untuk mendukung penelitian ini. Dimana multimodality adalah istilah yang berhubungan dengan teknis yang memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa pemaknaan yang biasa kita lakukan memanfaatkan beragam semiotika (Hermawan, 2013). Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap film “Something Old, New,

Borrowed, and Blue” berdasarkan teori atau kaidah yang sudah dijelaskan diatas.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka harus adanya fokus penelitian yang artinya memberi batasan dan cakupan pada penelitian agar tidak terjadi kekeliruan dalam menginterpretasikan judul penelitian. Oleh karena itu fokus penelitian ini yaitu bagaimana budaya patriarki direpresentasikan dalam film “Something Old, New, Borrowed, and Blue” dengan menggunakan semiotika sosial.

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari pemaparan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana sifat superior laki-laki direpresentasikan dalam film “Something

Old, New, Borrowed, and Blue”?

b. Bagaimana representasi sex role dalam film “Something Old, New, Borrowed,

and Blue”?

c. Bagaimana representasi status perempuan dalam film “Something Old, New,

(7)

7 1.4 Tujuan Penelitian

Dari hasil pemaparan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu:

a. Untuk mengetahui sifat superior laki-laki direpresentasikan dalam film “Something Old, New, Borrowed, and Blue”.

b. Untuk mengetahui representasi sex role dalam film “Something Old, New,

Borrowed, and Blue”.

c. Untuk mengetahui representasi status perempuan dalam film “Something Old,

New, Borrowed, and Blue”.

1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan serta pengetahuan dalam ruang lingkup Ilmu Komunikasi maupun ruang lingkup umum. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi maupun gambaran dalam penelitian selanjutnya khususnya dalam bidang perfilman.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta pengetahuan baru bagi penulis terhadap analisis yang dilakukan oleh penulis. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu membantu khususnya mahasiswa ilmu komunikasi untuk dijadikan referensi dalam melakukan penelitian yang menggunakan kajian yang sama.

1.6 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2020 sampai Juni 2021, berikut gambaran waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis:

(8)

8 TABEL 1.1

WAKTU DAN PERIODE PENELITIAN No . Kegiatan Se p Ok t No v De s Ja n Fe b Ma r Ap r Me i Ju n 2020 2021 1. Mencari fenomena dan topik untuk penelitian. 2. Mengerjakan Bab 1-3. 3. Mengumpulka n desk evaluation. 4. Mengerjakan Bab 4-5. 5. Pendaftaran sidang skripsi. 6. Sidang skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Implementasi untuk sistem pengukuran demikian dapat dilakukan cukup dengan mempergunakan dua mikrokontroler, yaitu satu master I2C yang melakukan pengukuran dosis radiasi

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang berasal dari fosil yaitu minyak bumi dan batubara. Jawaban