• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Hal ini berarti bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus berdasarkan hukum positif di Negara ini. Apabila ada sesuatu yang bertentangan dengan hukum maka harus dilakukan penegakan hukum. Dalam penegakan hukum itu sendiri tidak memandang adanya perbedaan status, baik itu pangkat, jabatan, jenis perkara dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan adanya asas equality before the law (semua dipandang sama didepan hukum) yang selalu

dijunjung tinggi oleh para penegak hukum. Dalam era pasca reformasi seperti saat ini banyak terjadi sebuah tindak pidana yang dianggap sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) yang telah menjangkiti orang-orang profesional dan para pejabat di Negeri ini yaitu tindak pidana korupsi.

Tidak ada satupun Negara di dunia yang bebas dari perbuatan korupsi sampai saat ini. Sebab korupsi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah perkembangan peradaban manusia dan termasuk jenis kejahatan yang tertua (M. Akil Mochtar, 2006: 43). Korupsi ada jika seseorang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat serta cita-cita yang menurut sumpah akan dilayani (O.C. Kaligis. 2006: 72).

Penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sendiri sudah dilakukan sejak tahun 1971 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hingga dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Juga dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berdasarkan pada Undang-Undang

(2)

No. 30 Tahun 2002 guna menanggulangi, mencegah dan memberantas kejahatan korupsi. Dengan didukung peraturan pemberantasan tindak pidana korupsi dan dengan adanya langkah-langkah penegak hukum di Indonesia akhir-akhir ini cukup membesarkan hati, karena telah menampakkan prestasinya dengan ditandai sudah lebih cepat membongkar kasus-kasus kejahatan, telah banyak kasus perampokan, pembunuhan, dan korupsi berhasil dibongkar dalam waktu yang relatif tidak begitu lama (Baharuddin Lopa, 2001: 3).

Demi tegaknya pemberantasan korupsi, diatur pula mengenai perlindungan hak bagi para pencari keadilan dengan dapat mengajukan upaya hukum bagi yang tidak puas atas putusan Hakim. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 1 angka 12 KUHAP berbunyi, “Upaya hukum adalah hak Terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau Kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

Adapun Kasasi sebagai salah satu upaya hukum yang merupakan hak bagi Terdakwa maupun Penuntut Umum, dapat diajukan sesuai ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP mengenai alasan-alasan Kasasi yang dapat dipergunakan oleh pemohon untuk selanjutnya diperiksa oleh Mahkamah Agung. Alasan-alasan yang terdapat dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP terdiri dari:

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya;

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang;

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Berdasarkan uraian diatas telah dikemukakan bahwa alasan Kasasi dirumuskan secara limitatif dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Hal ini berarti pemohon Kasasi tidak dapat mengajukan alasan lain, selain yang telah ditetapkan sebagai alasan Kasasi dalam Undang-Undang.

Selanjutnya Hakim Agung bertugas untuk memutus permohonan Kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum atau Terdakwa. Proses pengambilan putusan oleh Hakim terikat dengan sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara

(3)

negatif (negatief wettelijk). Dalam sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif memiliki rumusan, salah tidaknya seorang Terdakwa ditentukan oleh keyakinan Hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang (M. Yahya Harahap, 2012: 279). Hal ini diatur dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwa-lah yang bersalah melakukannya. Dari rumusan dalam tersebut, dapat disimpulkan pokok-pokoknya, yaitu (Adami Chazawi, 2008: 30):

1. Tujuan akhir pembuktian untuk memutus perkara pidana, yang jika memenuhi syarat pembuktian dapat menjatuhkan pidana;

2. Standar/syarat tentang hasil pembuktian untuk menjatuhkan pidana.

Pembuktian merupakan hal yang penting dalam suatu persidangan. Karena pembuktian digunakan untuk mengetahui salah atau tidaknya seseorang dari tuduhan yang di dakwakan. Selain itu dengan pembuktian Hakim dapat mempertimbangkan putusan hukuman seberat apa yang layak dijatuhkan pada Terdakwa (Andi Hamzah, 2008: 249). Berdasarkan Pasal 184 ayat (1), alat bukti yang sah ialah, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan Terdakwa. Dari kelima alat bukti yang sah tersebut, salah satu yang dinilai sering mengalami kesulitan untuk menerapkannya adalah alat bukti petunjuk.

Kekuranghati-hatian mempergunakannya, putusan yang bersangkutan bisa mengambang pertimbangannya dalam suatu keadaan yang samar (M. Yahya Harahap, 2012: 312). Di dalam Pasal 188 KUHAP disebutkan bahwa alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya dan petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.

Salah satu kasus korupsi yang menarik bagi penulis adalah kasus putusan Mahkamah Agung No. 1420K/Pid.Sus/2011. Dalam perkara a quo, telah terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Ir. Tony Iwan Haryono, M.M., Bin

(4)

Haryono yang bekerja sebagai Pengawas Koperasi Serba Usaha (KSU) Sejahtera.

Terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga merugikan keuangan Negara dengan cara menyalahgunakan uang pembangunan bersubsidi komplek Griya Lawu Asri di Karanganyar pada Program Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta Rumah (GNPSR) yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Perumahan Rakyat dengan sumber dana dari APBN TA 2007.

Berawal dari putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor:

138/Pid.B/2010/PN.Kray, memutus bahwa Ir. Tony Iwan Haryono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama- sama dan berlanjut, dengan menjatuhkan pidana penjara selama 5 Tahun 10 bulan dan pidana denda sebesar Rp. 300.000.000.- (tiga ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan, serta menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 3.247.333.034.- (tiga milyar dua ratus empat puluh tujuh juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu tiga puluh empat rupiah), dan menahan

Terdakwa dalam rumah tahanan Negara. Dari putusan tersebut, para pembanding mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Semarang dengan hasil putusan yang intinya memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Karanganyar tanggal 24 Februari 2011 No.138/Pid.B/2010/PN.Kray yang amar putusannya menyatakan bahwa Terdakwa Ir. Tony Iwan Haryono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp.

200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan, menjatuhkan pula pidana tambahan kepada Ir. Tony Iwan Haryono untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 3.247.333.034.- (tiga milyar dua ratus empat puluh tujuh juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu tiga puluh empat rupiah) serta memerintahkan

untuk tetap menahan Terdakwa dalam rumah tahanan Negara. Dari putusan tersebut, lalu Jaksa Penuntut Umum merasa tidak puas yang kemudian mengajukan Kasasi dengan menggunakan alasan bahwa Judex Factie telah

(5)

melakukan pengabaian terhadap alat bukti petunjuk sebagai alasan pengajuan Kasasi.

Dalam hal ini apakah pengajuan Kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum seharusnya diterima oleh Hakim, lalu apakah pertimbangan Hakim menolak putusan tersebut sudah tepat atau belum. Dari hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengulas apakah pengabaian alat bukti petunjuk dapat dipertimbangkan sebagai alasan upaya hukum Kasasi, dan apakah yang menjadi pertimbangan Hakim menolak pengajuan Kasasi tersebut.

Maka, atas dasar uraian tersebut, penulis tertarik melakukan kajian yang mendalam terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:

No.1420K/Pid.Sus/2011 untuk mengetahui secara jelas kesesuaiannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam penulisan hukum (skripsi) dengan judul, “PENGABAIAN ALAT BUKTI PETUNJUK OLEH JUDEX FACTIE SEBAGAI ALASAN PENUNTUT UMUM

MENGAJUKAN KASASI DAN PERTIMBANGAN HAKIM MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA KORUPSI (Studi Putusan Mahkamah Agung No.1420K/Pid.Sus/2011)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penulisan hukum ini, yaitu sebagai berikut:

1. Apakah Pengabaian Alat Bukti Petunjuk oleh Judex Factie sebagai alasan Jaksa Penuntut Umum mengajukan Kasasi dalam perkara Korupsi sesuai Pasal 253 KUHAP?

2. Apakah pertimbangan hukum Hakim menolak permohonan Kasasi dalam perkara Korupsi Pembangunan Perumahan Bersubsidi Griya Lawu Asri di Kabupaten Karanganyar?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

(6)

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui sesuai atau tidaknya pengabaian alat bukti petunjuk oleh Judex Factie dijadikan argumentasi hukum Penuntut Umum dalam mengajukan Kasasi;

b. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus permohonan Kasasi dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 1420K/Pid.Sus/2011.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang Hukum Acara Pidana khususnya dalam kesesuaian pertimbangan penjatuhan putusan terhadap tiap-tiap upaya hukum yang dilakukan dengan peraturan perUndang-Undangan;

b. Untuk menambah kemampuan Penulis dalam menerapkan teori dalam Hukum Acara Pidana, mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran serta pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan guna menganalisis mengenai kasus dibidang Hukum Acara Pidana.

D. Manfaat Penelitian

Salah satu pemilihan masalah dalam penelitian ini adalah hasil penelitian yang dapat memberikan manfaat. Karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut. Adapun manfaat penelitian yang Penulis harapkan adalah:

1) Manfaat Teoritis

a. Mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya;

b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia kepustakaan terkait dengan implementasi pelaksanaan peradilan pada tiap tingkatan di Indonesia khususnya pada kasus korupsi;

c. Memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan Penulis dalam mengkaji permasalahan di bidang Hukum Acara Pidana.

(7)

2) Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban atas masalah yang diteliti, melatih pengembangan pola pikir yang sistematis sekaligus untuk mengukur kemampuan dalam ilmu yang diperoleh;

b. Sebagai praktik dan teori penelitian dalam bidang hukum dan juga sebagai praktik dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu metode penelitian ilmiah.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Di sinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Dalam proses penelitian hukum diperlukan metode penelitian yang nantinya akan menunjang hasil penelitian tersebut. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal. Menurut Hutchinson yang dikutip Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya yang berjudul Penelitian Hukum, mendeskripsikan penelitian hukum doktrinal adalah penelitian dengan privides suatu eksposisi sistematis aturan yang mengatur sebuah analisis

kategori tertentu hubungan hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang kesulitan dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 32).

Pada intinya penelitian hukum doktrinal merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau jenis bahan hukum sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum skunder. Dalam penelitian jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang

(8)

tertulis dalam peraturan perUndang-Undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan yaitu dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

Argumentasi dilakukan untuk memberikan preskriptif atau penelitian mengenai sesuai atau tidak alasan Kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 253 ayat (1) dan benar atau salah Mahkamah Agung menolak alasan Kasasi tersebut menurut hukum terhadap fakta-fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan kasus (case approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang incracht. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decicendi, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 134). Dalam penelitian ini yang menjadi ratio decidendi Mahkamah Agung ialah tidak sesuainya alasan pengajuan Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP, karena tidak ada kesesuaian tersebut, maka Hakim Agung menolak perkara Kasasi No.

1420K/Pid.Sus/2011.

 

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki, dinyatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum. Bahan hukum yang

(9)

digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, Bahan hukum primer terdiri dari perUndang-Undangan,

catatan-catatan resmi, atau risalah di dalam pembuatan peraturan perUndang-Undangan dan putusan-putusan Hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2014:181). Dalam penelitian hukum ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah KUHAP, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1420K/Pid.Sus/2011.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Bahan hukum sekunder yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dalam penulisan hukum ini adalah dengan studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum dengan jalan membaca peraturan perUndang-Undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum primer dan sekunder, dari kedua bahan hukum tersebut kemudian dianalisis untuk menjawab isu hukumnya.

(10)

Terkait dengan penulisan hukum ini, penulis mengumpulkan bahan hukum yang merujuk pada ketentuan yang terkait dengan alat bukti petunjuk, tindak pidana korupsi, upaya hukum Kasasi, wewenang Mahkamah Agung dalam memutus perkara, dan kekuasaan keHakiman.

Mengkaji dan mempelajari isi putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 138/Pid.B/2010/PN.Kray, putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor: 112/Pid.Sus/2011/PT.Smg. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor:

1420K/Pid.Sus/2011.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola pikir deduktif. Pola berpikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar kemudian penelitian tersebut menghadirkan objek yang hendak diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif menurut ajaran Aristoteles yaitu berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor dari kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan.

Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 246).

Dalam penelitian hukum ini, premis mayornya adalah Undang- Undang yang terkait, terutama peraturan Hukum Acara Pidana dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP sedangkan premis minornya adalah fakta hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1420K/Pid.Sus/2011, mengenai pengabaian alat bukti petunjuk oleh Judex Factie sebagai alasan Kasasi Jaksa Penuntut Umum dan alasan Mahkamah Agung menolak alasan Kasasi Jaksa Penuntut Umum dengan ratio decidendi bahwa alasan-alasan Kasasi dari Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan karena Judex Factie tidak salah menerapkan hukum. Dari kedua premis ini kemudian ditemukan jawaban dan ditarik kesimpulan mengenai sesuai atau tidaknya alasan Kasasi Jaksa Penuntut Umum terhadap Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan apa

(11)

yang menjadi alasan Mahkamah Agung menolak Kasasi dari Jaksa Penuntut Umum terkait dengan Pasal 253 ayat (1).

F. Sistematika Penelitian BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan, penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

Latar belakang masalah dalam penelitian ini yang terlebih dahulu menjelaskan secara umum penegakan hukum pada tindak pidana korupsi di Indonesia. Kemudian menjelaskan tentang dapat atau tidaknya pengabaian alat bukti petunjuk oleh Judex Factie dijadikan argumentasi hukum Penuntut Umum dalam mengajukan Kasasi dan relevansi dengan putusan menolak permohonan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 1420K/Pid.Sus/2011 sebagaimana dijelaskan dalam rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah tujuan obyektif dan subyektif. Manfaat penelitian terdiri atas manfaat teoritis dan praktis. Metode penelitian terdiri atas jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, dan teknik analisis bahan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis membagi menjadi dua kategori yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran, kerangka teori membahas mengenai tinjauan umum tentang Tinjauan Umum Sistem Pembuktian, Beban Pembuktian, dan Alat Bukti sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Tinjauan Umum Kasasi yang diajukan Oleh Para Pemohon, dan Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi, kemudian diakhiri dengan kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran membahas kerangka atau landasan yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini.

(12)

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis menguraikan hasil penelitian yang dihasilkan dari proses penelitian sampai menjawab rumusan masalah yang menjadi dasar penulis melakukan penelitian hukum berdasarkan judul Pengabaian Alat Bukti Petunjuk Oleh Judex Factie Sebagai Alasan Penuntut Umum Mengajukan Kasasi dan

Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Dalam Perkara Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1420K/Pid.Sus/2011).

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini, penulis menguraikan kesimpulan dari penelitian penulisan hukum ini (skripsi) yang merupakan jawaban dari rumusan masalah seperti Apakah Pengabaian Alat Bukti Petunjuk oleh Judex Factie sebagai alasan Jaksa Penuntut Umum mengajukan Kasasi dalam perkara Korupsi sesuai Pasal 253 KUHAP dan apakah pertimbangan hukum Hakim menolak permohonan Kasasi Mahkamah Agung No.1420K/Pid.Sus/2011 tersebut.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini, penulis akan menguraikan teori-teori yang terkait dan literatur-literatur yang digunakan sebagai acuan perbandingan untuk membahas masalah meliputi

Dalam bab ini Penulis menguraikan dua hal yaitu yang pertama adalah kerangka teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang di angkat

Bab ini akan menguraikan dasar teori yang akan digunakan dalam penyusunan studi literatur, yang meliputi Persamaan Diferensial dan Model Pertumbuhan Populasi

Pada bab ini berisikan perihal tentang latar belakang penelitian, identifikasi, rumusan masalah, batasan masalah , tujuan , metodologi dan sistematika penulisan

Pada bab ini, penulis akan menguraikan mengenai latar belakang masalah mengenai pengupahan dan pemutusan hubungan kerja, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Berdasarkan beberapa tesis tersebut terdapat perbedaan dengan penulisan hukum atau tesis ini, yaitu terletak pada tahun dilakukannya penulisan hukum, rumusan

Bab ini menguraikan mengenai permasalahan hukum dengan berdasarkan pada pengertian, tujuan membahas mengenai kajian hukum pidana terhadap hak-hak sebagai korban pemerkosaan,

Dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Berisi pendahuluan yang akan mengantarkan betapa pentingnya penelitian mengenai