i
i TESIS
KORELASI KADAR TIMBAL DALAM DARAH DENGAN KADAR IMUNOGLOBULIN-E TOTAL PADA ANAK
USIA SEKOLAH DASAR
YUNI HANDAYANI GUSMIRA 127041008 / IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
KORELASI KADAR TIMBAL DALAM DARAH DENGAN KADAR IMUNOGLOBULIN E TOTAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
YUNI HANDAYANI GUSMIRA 127041008 / IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
Judul Penelitian : Korelasi Kadar Timbal Dalam Darah dengan Kadar Imunoglobulin E Total pada Anak Sekolah Dasar
Nama Mahasiswa : Yuni Handayani Gusmira Nomor Induk Mahasiswa : 127041008
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Lily Irsa, SpA(K)
Anggota
Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis,SpA(K)
Program Magister Kedokteran Klinik
Ketua Program Magister Dekan
dr. Hj.Murniati Manik, MSc,SpKK,Sp.GK
NIP.195307191980032001 NIP.196605241992031002
Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe.Sp.S(K)
Tanggal lulus : 19 Agustus 2016
PERNYATAAN
KORELASI KADAR TIMBAL DARAH DENGAN KADAR IMUNOGLOBULIN E TOTAL PADA
ANAK USIA SEKOLAH DASAR
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 19 Agustus 2016
Yuni Handayani Gusmira
Telah diuji pada
Tanggal 19 Agustus 2016
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : dr. Lily Irsa, SpA (K) ...
Anggota : Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...
dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSC, CM-FM, MPD.Ked ...
dr. Supriatmo, M. Ked (Ped), Sp,A (K) ...
dr. Johanes H. Saing, M.Ked(Ped), SpA(K) ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pembimbing utama dr. Lily Irsa, SpA(K) dan Pembimbing II Prof. dr. Hj.
Bidasari Lubis, Sp.A(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
2. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
3. Dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped), Sp.A(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Dr. Beby Syofiani Hasibuan, M.Ked(Ped), Sp.A, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
4. Ibu Dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, MPd.Ked, dr. Johannes H. Saing, M.Ked(Ped), dan Sp.A(K), dr. Supriatmo, M.Ked(Ped), Sp.A(K) yang telah menguji, memberikan koreksi, saran dan perbaikan pada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), SpA, dr. Rita Evalina, M.Ked(Ped), SpA(K), dr. Olga Rasyanti S, M.Ked(Ped), SpA dan seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
6. Kepala Sekolah Dasar SD Al Washliyah beserta guru dan murid-murid yang telah mendukung dan banyak membantu pelaksanaan penelitian ini.
7. Teman-teman yang tidak mungkin bisa penulis lupakan yang telah membantu dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, dr. Nina Miranda Nasution, dr. Bebi Trianita Sari, dr. Nopita Hidayah, dr.
Rony Adenova, , dr. Sofiah Marlina H, dr. Ifrah Rahmiaty, dr. Ajeng Probowati, dr. Fadhilah elvina, dr. Agustina L Solin, dr. Desy Miranda, dr.
M. Rahmatsyah Nasution, dr. Elisabet Tarigan, dr. Gursal G Randra, dan teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih untuk bantuan
selama penelitian ini dan juga buat kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Kepada suami tercinta dr. Mashdarul Ma’arif yang telah mendukung saya selama mengikuti pendidikan ini dan anak saya Marissa Ayuma Putri yang sangat pengertian dan mendukung selama pendidikan ini
Kepada orang tua saya Ir. H. Mitra Gusiar, MM dan Ibunda Hj.Maryam Dahlan, terima kasih tak terhingga penulis ucapkan atas doa serta dukungan moril dan materil yang tidak pernah putus. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada mertua saya Drs. Syukri Mukhtar dan Rahmah Zainin yang telah banyak membantu saya selama ini.
Demikian juga untuk kakak dan adik tersayang Pepi Mayasari Gusmira, ST, MM, Dian Ratania Gusmira, SE, Surya Darma Putra, S.Kom, M.
Kamal Putra, Boffi Asril, ST, MT, Denny Wahyudi, SE, Rindani Azri, SE yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan, serta membantu selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Medan, 19 Agustus 2016
Yuni Handayani Gusmira
DAFTAR ISI
Lembaran Persetujuan Pembimbing ii
Pernyataan iii
Halaman pengesahan tesis iv
Ucapan terima kasih v
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Singkatan xiii
Daftar Lambang xiv
ABSTRAK xv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Timbal 5 2.2. Sumber Paparan Timbal 6
2.3. Metabolisme Timbal 7
2.4. Efek Keracunan Timbal 8
2.5. Efek Timbal terhadap Sistem Imun 9 2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan IgE 12
2.7. Diagnosis Keracunan Timbal 13
2.8. Penatalaksanaan 14
2.9. Pencegahan 14
2.10. Kerangka Teori 16
2.11. Kerangka Konseptual 17
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian 18
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 18
3.3. Populasi dan Sampel 18
3.4. Perkiraan Besar Sampel 19
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 19 3.6. Persetujuan /Informed Consent 20
3.7. Etika Penelitian 20
3.8. Cara Kerja 20
3.9. Alur Penelitian 23
3.10. Identifikasi Variabel 23
3.11. Definisi Operasional 23
3.12. Analisis Data 24
BAB 4. HASIL PENELITIAN 26
BAB 5. PEMBAHASAN 31
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 37
6.2 Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian 27
Tabel 4.2 Faktor yang mempengaruhi kadar timbal 28 Tabel 4.3 Sumber paparan timbal dari segi kebiasaan subyek 29 Tabel 4.4 Korelasi Kadar timbal dan kadar IgE total 30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Efek timbal terhadap sistem imun 11
Gambar 2.2 Kerangka teori 16
Gambar 2.3 Kerangka konseptual 17
Gambar 4.1 Profil penelitian 26
DAFTAR SINGKATAN APC : Antigen Presenting Cell
BB : Berat badan
CDC : Center for Disease Control and Prevention CO : Karbon monoksida
EPA : Environment Protection Agency IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia IFN : Interferon
IgE : Imunoglobulin E IL : Interleukin
IQ : Intelligence Quotient
HC : Hidrocarbon
NOx : Nitrogen oksida
Pb : Plumbum
PMN : Polymorphonuclear
PP : Peraturan Pemerintah
SD : Sekolah DasaR
SLE : Systemic Lupus Erythematous TB : Tinggi badan
Th1 : T helper 1 Th2 : T helper 2
UKK : Unit Kerja Koordinasi WAO : World Allergy Organization WHO : World Health Organization WWFC : World Wide Fuel Charter
DAFTAR LAMBANG
α : alfa
β : beta
% : persen
< : kurang dari
> : lebih dari
± : kurang lebih
°C : derajat Celcius
μg : mikrogram
cm : centimeter
dL : desiliter
g : gram
IU : International unit
kg : kilogram
L : liter
m3 : meter kubik
mg : miligram
ml : mililiter
n : besar sampel
P : tingkat kemaknaan
r : koefisien korelasi
zα : deviat baku normal untuk alfa zβ : deviat baku normal untuk beta
Korelasi kadar timbal dalam darah dengan kadar imunoglobulin E total pada anak sekolah dasar
Yuni Handayani Gusmira, Lily Irsa, Bidasari Lubis, Olga Rasyanti, Rita Evalina, Mahrani Lubis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan ABSTRAK
Latar belakang Timbal merupakan logam berat yang banyak ditemukan dalam bahan sehari-hari. Keracunan timbal dapat menimbulkan masalah kesehatan termasuk pada sistem imun. Pada beberapa penelitian timbal akan menyebabkan perubahan T-helper 1 (Th1) dependent ke T-helper 2 (Th2) dependent yang mengakibatkan meningkatnya sensitisasi alergi melalui peningkatan produksi imunoglobulin E (IgE).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar timbal dalam darah dengan kadar imunoglobulin E total pada anak usia sekolah dasar.
Metode Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan di SD Al Washliyah Medan Sumatera Utara. Subjek penelitian ini adalah anak usia 9-12 tahun. Risiko alergi dinilai dengan menggunakan trace card. Anak yang atopi dan infeksi cacing diekslusikan. Dilakukan pemeriksaan kadar timbal darah dan kadar IgE total. Data di analisa dengan uji korelasi.
Hasil Dari 42 subjek 27 laki-laki dan 15 perempuan, rerata usia 10.3 tahun (1.09), 18 anak memiliki risiko atopi sedang, rerata kadar timbal 2.57 μg/dL (SB 0.58, IK 95% 2.42-2.74), rerata kadar IgE 1155 IU/L (SB 3340, IK 95%
114.43-2196.22). Dari hasil uji Spearman didapatkan r= 0.023, p=0.887l.
Kesimpulan Tidak ada korelasi antara kadar timbal dalam darah dan kadar IgE total pada anak usia sekolah dasar.
Kata kunci timbal, IgE total, anak
Correlation between lead serum level with total immunoglobulin E level in school-aged children
Yuni Handayani Gusmira, Lily Irsa, Bidasari Lubis, Olga Rasyanti, Rita Evalina, Mahrani Lubis
Departement of Child Health Medical School, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik General Hospital, Medan, Indonesia
ABSTRACT
Background Lead is a heavy metal that is commonly found in daily materials.
Lead poisoning may cause various health problems including the immune system. Several studies showed that lead will cause changes in T helper1 dependent to T helper2 dependent resulting in increased allergic sensitization through the increased production of total immunoglobulin E(IgE).
Objective To determine the correlation between lead serum level with total IgE level in school-aged children.
Methods A cross sectional study was conducted in Juli 2015 to children aged 9-12 years old located in a elementary school industrial area, Medan Sumatera Utara. Risk of allergy was determined using Indonesian Pediatric Allergy Immunology Working Grup trace card scoring system. Children with atopy and worm infection were excluded. We took blood samples to obtain the lead serum and total IgE level. Data was analyzed using correlation test.
Results From 42 subjects, 27 were boys and 15 girls. The mean age was 10.3 year (SD 1.09), 18 subjects with medium risk of allergic. The mean serum lead level was 2.57 μg/dL (SD 0.58, 95% CI 2.42-2.74), the mean total IgE level was 1155 IU/L (SD 3340, 95% CI 114.43-2196.22). From the correlation between lead serum level with total IgE by using Spearman test we obtained r= 0.023, p=0.887.
Conclusion There was no correlation between lead serum level and total IgE level among school aged children.
Keywords Lead, total IgE, children
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Timbal atau lebih dikenal dengan timah hitam merupakan salah satu jenis logam berat alamiah yang diperoleh di alam.1 Keracunan timbal diperkirakan berasal dari berbagai sumber seperti bensin yang mengandung timbal, cat, sayuran yang terpapar timbal, pupuk, debu, mainan yang baru, rumah dengan cat yang lama, air minum yang terkontaminasi dengan timbal dan lain-lain.1,2 Anak-anak yang memiliki sosial ekonomi yang rendah mempunyai kadar timbal yang tinggi dalam darah.3
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) batas ambang untuk skrining adalah 5 μg/dL.4,5 Efek toksik pada anak bisa muncul dari kadar timbal dibawah 5 μg/dL sampai dengan efek yang mematikan sekitar 150 μg/dL. Keracunan timbal dapat merusak lingkungan dan menimbulkan masalah kesehatan yaitu dapat menyebabkan gangguan pada sistem hematologi, saraf, kardiovaskular, ginjal, endokrin, dan imun.6
Salah satu efek dari paparan timbal adalah terhadap sistem imun.
Sistem imun secara spesifik sangat sensitif terhadap keracunan timbal dan merupakan imunotoksik walaupun dalam kadar yang sangat rendah.5 Timbal akan menyebabkan perubahan T-helper 1 (Th1) dependent ke T-helper 2
(Th2) dependent yang mengakibatkan meningkatnya sensitisasi alergi melalui peningkatan produksi interleukin, sitokin, dan imunoglobulin E (IgE).5
Peningkatan IgE akan merangsang reaksi alergi. Hal ini mungkin berkaitan dengan meningkatnya prevalensi alergi pada beberapa tahun terakhir. Berdasarkan World Allergy Organization (WAO) 2011 bahwa prevalensi alergi terus meningkat dengan angka 30-40% dari total populasi dunia. Di Indonesia, beberapa peneliti memperkirakan peningkatan kasus alergi mencapai 30% pertahun.7 Dampak dari alergi adalah penurunan kualitas hidup, biaya pengobatan yang besar, kurang konsentrasi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan.8
Anak-anak rentan terhadap paparan timbal, dimana absoprsi melalui saluran percernaan 50% dibandingkan orang dewasa 10%.6 Penelitian di Makasar dari 200 anak usia 0-10 tahun didapatkan hanya 10% anak yang memiliki kadar timbal dibawah 10 μg/dL.9
Penelitian pada 279 anak di Missouri, didapatkan kadar timbal dalam darah berkisar antara 1-45 μg/dL, dan ditemukan adanya hubungan antara peningkatan kadar timbal dalam darah dengan peningkatan kadar IgE total.10 Penelitian di Jerman pada 343 anak usia 7-10 tahun didapatkan adanya hubungan antara konsentrasi timbal dalam darah dengan IgE total.11
Kadar timbal udara berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara memiliki nilai ambang batas yaitu 2 μg/m3. Penelitian di kota Medan pada tahun 2008, dijumpai
hubungan antara pertambahan intensitas kendaraan bermotor terhadap kadar timbal di udara kota Medan dan didapatkan kadar timbal udara paling tinggi adalah di Terminal Amplas yaitu 32.67 μg/m3. Kadar ini menunjukkan bahwa kadar timbal udara kota Medan jauh diatas nilai ambang batas.12,13
Pada saat ini belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai korelasi antara kadar timbal pada anak dengan kadar imunoglobulin E total khususnya di daerah Medan, Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan bagaimana korelasi antara kadar timbal dalam darah dengan kadar imunoglobulin E total pada anak usia sekolah dasar?
1.3 Hipotesis
Terdapat korelasi antara kadar timbal dalam darah dengan kadar imunoglobulin E total pada anak usia sekolah dasar.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui korelasi antara kadar timbal dalam darah dengan kadar imunoglobulin E total pada anak usia sekolah dasar.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kadar timbal dalam darah pada anak SD di Medan Amplas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui kadar IgE total pada anak SD di Medan Amplas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui paparan timbal pada anak SD di Medan Amplas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dibidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai korelasi antara kadar timbal dalam darah dan kadar IgE total pada anak usia sekolah dasar.
2. Dibidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui korelasi antara kadar timbal dan kadar IgE total pada anak usia sekolah dasar, diharapkan dapat mencegah terjadinya dampak yang lebih buruk terhadap anak.
3. Dibidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah mengenai perubahan sistem imun pada anak yang terpapar timbal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Timbal
Timbal merupakan logam berat dengan warna biru keabu-abuan. Timbal mempunyai titik lebur yang rendah yaitu sekitar 327.460C sehingga mudah untuk dibentuk dan berbentuk dan bisa dikombinasikan dengan logam yang lain. Hal ini menyebabkan timbal digunakan oleh manusia untuk membuat berbagai produk seperti pipa, baterai, cat, glasir, produk vinyl, peluru, pembungkus kabel, dan perisai radiasi.14
Hingga saat ini terdapat 4 juta rumah tangga dengan anak yang telah terpapar timbal level tinggi. Sesuai rekomendasi CDC, kira-kira setengah juta anak usia 1-5 tahun memiliki kadar timbal dalam darah >5 µg/dL. Paparan timbal dapat mempengaruhi hampir setiap sistem dalam tubuh karena paparan timbal sering terjadi tanpa gejala yang jelas.15
Di Indonesia, anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan yang padat dengan lalu lintas memiliki risiko yang besar untuk terkena keracunan timbal.
Sumber keracunan timbal bisa berasal dari kendaraan yang menggunakan bahan bakar bertimbal dan juga dari biji logam hasil pertambangan, peleburan, pabrik pembuatan timbal atau industri daur ulang, debu, tanah, cat, mainan, perhiasan, air minum, permen, keramik, obat tradisional dan kosmetik.16
Polusi udara yang diakibatkan asap kendaraan bermotor di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya dan beberapa kota lain semakin parah.14 Polusi udara dari kendaraan bermotor bensin (spark ignition engine) menghasilkan 70% karbon monoksida (CO), 100% plumbum (Pb),
60% hidrokarbon (HC), dan 60% oksida nitrogen (NOx).17 Jenis bahan bakar yang banyak digunakan di Indonesia adalah premium yang mempunyai nilai oktan 88 dengan kandungan timbal (tetraethyl lead) 3 g/L. Menurut World Wide Fuel Charter (WWFC) standar nilai oktan minimum adalah 91
sedangkan Environment Protection Agency (EPA) menyatakan batas maksimum timbal dalam satu liter bensin adalah 0.05 g.18
2.2. Sumber Paparan Timbal
Ada beberapa produk yang menyebabkan paparan timbal dan keracunan timbal pada anak, seperti :6,14
- Timbal yang ditambahkan pada bensin
- Timbal dari industri aktif seperti pertambangan (terutama pada tanah) - Timbal pada cat dan pewarna
- Timbal pada kaleng makanan - Lapisan keramik
- Air minum dari pipa yang berkarat
- Timbal pada produk yang berasal dari herbal dan obat tradisional, kosmetik, mainan, permen
- Timbal yang berasal dari pembakaran sampah - Timbal dari limbah elektronik
- Timbal dari rantai makanan lewat tanah yang terkontaminasi
Sosial ekonomi merupakan faktor penting dalam paparan terhadap timbal. Keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal dekat dengan daerah industrial dan tinggal pada rumah yang sudah lama dengan cat berbahan dasar timbal.14
2.3. Metabolisme Timbal
Paparan timbal dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungn umum dan lingkungan kerja yang tercemar timbal. Paparan non okupasional biasanya melalui tertelan makanan dan minuman yang tercemar timbal.
Paparan okupasional melalui saluran pernafasan dan pencernaan terutama oleh timbal karbonat dan timbal sulfat. Rata-rata 10-30% timbal yang terinhalasi diabsorpsi melalui paru-paru dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorpsi melalui saluran cerna. Sebanyak 30-40% timbal yang di absorpsi melalui saluran pernafasan akan masuk ke aliran darah.15
Di aliran darah, timbal akan diikat oleh eritrosit dan kemudian akan menuju jaringan lunak (sumsum tulang, saraf, ginjal dan hati) dan jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi). Umumnya ekskresi timbal berjalan sangat lambat. Timbal memiliki waktu paruh dalam darah kurang lebih 25 hari, jaringan lunak 40 hari sedangkan tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini
yang menyebabkan timbal mudah terakumulasi dalam tubuh, baik melalui pajanan okupasional maupun non okupasional.19,20
2.4. Efek Keracunan Timbal
Timbal merupakan logam berat yang toksik. Efek toksik pada anak bisa subklinis, bisa dari kadar yang rendah dibawah 5mcg/dL sampai yang menyebabkan kematian sekitar 150 μg/dL. Setiap organ tubuh bisa berpotensi terkena efek dari peningkatan kadar timbal dalam tubuh, yang terutama sistem saraf, kardiovaskular, ginjal, endokrin, imun, dan hematologi.6,21
Berikut efek klinis keracunan timbal pada sistem tubuh yaitu:
1. Sistem hematologi: timbal dapat menyebabkan terjadinya anemia karena mengganggu biosintesis heme dan merusak membran sel eritrosit.16,22,23 Pada keracunan timbal yang kronis dapat dijumpai basophilic stippling pada pemeriksaan morfologi darah.24
2. Sistem neurologis: keracunan timbal dapat menyebabkan penurunan Intelligence Quotient (IQ), gangguan efek kognitif, sakit kepala, kejang,
ensefalopati, perubahan perilaku, bertambahnya edema serebral dan peningkatan intrakranial.25
3. Sistem ginjal: dijumpainya aminoasiduria, glikosuria, dan peningkatan ekskresi dari protein dengan berat molekul rendah, risiko nefropati dan
gagal ginjal, serta dapat menginduksi terjadinya sindroma Fanconi.14,20,25
4. Sistem gastrointestinal: dapat terjadi muntah, sakit perut, dan konstipasi (lead colic syndrome).14
5. Sistem endokrin: anak dengan keracunan timbal dapat memiliki tinggi badan lebih pendek dibanding anak sehat dan didapati status pubertas yang terlambat.26
6. Sistem kardiovaskular: adanya hubungan yang signifikan antara peningkatan absorpsi timbal dengan peningkatan tekanan darah saat dewasa.24
7. Sistem imun: peningkatan kadar timbal dalam darah berhubungan dengan peningkatan kadar IgE, dan efeknya biasanya pada paparan yang rendah dibawah 10 μg/dL.9,14
2.5. Efek Timbal Terhadap Sistem Imun
Sistem imun adalah mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungannya. Sistem imun terbagi menjadi sistem imun spesifik dan non spesifik. Sistem imun spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Sel yang berperan dalam imunitas ini adalah sel
yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel T dan sel B masing-masing berperan pada imunitas seluler dan humoral. 27
Timbal merupakan imunotoksik yang mempunyai efek terhadap imunitas humoral.28 Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresikan oleh sel plasma.27 Timbal akan mengubah limfosit T menuju pematangan sel B dimana peralihan ini lebih condong kepada orang atau binatang yang terpapar timbal.28
McCabe dan Lawrence (1990) melaporkan timbal menyebabkan peningkatan ekpresi sel B pada molekul kelas II, sehingga akan mempengaruhi diferensiasi sel B, dan mengubah menjadi sel plasma dan menghasilkan IgE.28,29 Penelitian yang dilakukan kepada para pekerja yang terpapar timbal, didapatkan timbal berhubungan dengan perubahan beberapa subpopulasi sel T, respon kepada mitogen sel T, serum imunoglobulin atau faktor komplemen dan aktivitas leukosit polymorphonuclear (PMN).21
Timbal juga merubah fungsi pada pertahanan terhadap infeksi dan sel tumor. Beberapa studi melaporkan adanya peningkatan penyakit pada anak- anak dan orang dewasa yang terpapar dengan timbal. Termasuk infeksi virus, bakteri, penyakit autoimun seperti SLE (systemic lupus erythematous) dan kanker.21
Salah satu tanda timbal menginduksi imunotoksik seperti yang didefinisikan oleh Lawrence and McCabe (2002), timbal menyebabkan perubahan respon imun dari Th1 dependent ke Th2 dependent. Karena perubahan dari fungsi T helper ini akan mempengaruhi respon dari penjamu.21,28 Perubahan Th2 dependent akan menyebabkan penurunan dari interferon (IFN) dan tidak adekuatnya produksi interleukin-12 (IL-12) yang berguna untuk pertahanan tubuh. Sebaliknya akan terjadi peningkatan produksi dari IL-4, IL-6, dan IL-10. Peningkatan IL-4 akan menyebabkan peningkatan dari IgE. 28
Gambar 2.1 Efek timbal terhadap sistem imun28
Gambar 2.1 menjelaskan timbal akan menginduksi perubahan terhadap sistem imun dan respon imunologi dan pengenalan antigen.
Pergeseran fungsional secara bermakna tidak sesuai jika dibandingkan dengan perubahan relatif antar leukosit pada paparan timbal yang rendah sampai sedang.28
Produksi antibodi IgE spesifik memerlukan kerjasama aktif antara makrofag, sel T dan sel B. Alergen yang masuk akan difagosit oleh makrofag untuk diproses dan dipresentasikan kepada sel T. Sel T yang tersensitisasi akan merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang mensintesis dan mensekresi IgE.29
Peningkatan kadar IgE akan meningkatkan sensitisasi terhadap alergi.
IgE akan menempel ke reseptor FcᵋRI pada permukaan sel mast. Paparan yang berulang terhadap antigen akan mengaktivasi sel mast untuk pelepasan mediator. Salah satu mediator dari sel mast adalah histamin. Gejala yang timbul akibat pembentukan histamin bervariasi. Pada hidung timbul rasa gatal, hipersekresi dan tersumbat. Pada kulit gejala yang timbul reaksi gatal berupa wheal dan flare, sedangkan pada saluran cerna adalah hipersekresi asam lambung, kejang usus, dan diare.30
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan IgE
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan peningkatan IgE adalah : 1. Penyakit atopi
Penyakit atopi terdiri dari asma, dermatitis atopik, rinitis alergik. IgE merupakan antibodi yang berperan pada alergi. Alergi merupakan reaksi
tubuh terhadap alergen. Pengikatan IgE dengan alergen akan menyebabkan peradangan dan iritasi. Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantarai oleh IgE.31,32
2. Infeksi parasit
Reaksi imun pada infeksi cacing ditandai dengan eosinofilia dan produksi antibodi IgE yang tinggi. Antigen spesifik yang merangsang ikatan sel mast-IgE akan menyebabkan eksudasi protein serum. Eliminasi infestasi dari usus membutuhkan kombinasi imunitas seluler dan humoral.33
3. Hyper IgE Syndrome
Hyper IgE Syndrome (HIES) merupakan penyakit imunodefisiensi yang
jarang yang mempunyai karakteristik eczema, abses kulit, infeksi paru, eosinofilia, dan tingginya kadar IgE.34
2.7. Diagnosis Keracunan Timbal
Diagnosis paparan terhadap timbal dapat dilakukan antara lain dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi. Keracunan timbal banyak terjadi pada anak dengan sosial ekonomi rendah dan tinggal di rumah tua atau di area risiko tinggi terpapar timbal.1,26,27 Gejala keracunan timbal dapat terjadi dari kadar yang rendah sampai yang tinggi. Gejala yang ringan yang dapat ditemui adalah abdominal discomfort, kelelahan, myalgia,23
Pada pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan untuk mengevaluasi intoksikasi dari timbal adalah pemeriksaan darah lengkap dan apusan darah
tepi, kadar timbal dalam darah, blood urea nitrogen, kadar erytrocyte protoporphyrin, kadar kreatinin, dan urinalisa.20 Waktu untuk pemeriksaan ulangan kadar timbal darah tergantung terhadap kadar inisial timbal.35
2.8. Penatalaksanaan
Kadar timbal yang tinggi diatas 45 μg/dL memerlukan terapi kelasi.
Pemberian terapi kelasi ini tergantung kepada gejala pasien dan lingkungan.
Pasien yang memiliki gejala harus dirawat inap dan diberikan terapi kelasi dengan Edetate Calcium Disodium (CaNa2EDTA). Terapi kelasi tersebut diberikan lewat infus yang berguna untuk mengeluarkan timbal pada pasien dengan ensefalopati. Terapi kelasi oral diberikan pada pasien yang memiliki kadar timbal yang tinggi dalam darah tetapi asimptomatik. Terapi yang dapat diberikan 2.3 Dimercaptosuccinic Acid (DMSA, Succimer), DMPS (Unithiol) dan penicillamine.22 Pemberian DMSA juga sebagai antioksidan yang dapat memperbaiki masalah imunotoksik. Saat ini beberapa studi menyarankan pemberian antioksidan bisa dipertimbangkan, seperti pemberian vitamin E pada tikus yang terpapar timbal dapat memperbaiki fungsi sistem imun.28
2.9. Pencegahan
Nutrisi mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya keracunan timbal, terutama pada anak-anak. Vitamin C, kalsium, zat besi, zinc, dan fosfor bisa mengurangi absorpsi dari timbal. Sedangkan vitamin B1 dan asam
folat dapat meningkatkan ekskresi dari timbal.36-38 Dibutuhkan nutrisi yang seimbang serta vitamin dan mineral untuk mencegah peningkatan kadar timbal dalam darah.
Ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh orang tua dalam mencegah anak terpapar timbal. Diantaranya dengan mendapatkan informasi dari pemerintah setempat tentang timbal dalam air minum, menggunakan air dingin untuk memasak dan membiarkan air kran mengalir kira-kira satu menit sebelum digunakan.16
Mencuci tangan merupakan salah satu cara pencegahan terhadap paparan timbal. Mencuci tangan dapat membersihkan segala macam debu atau kotoran. Cara lain mencegah terhadap paparan timbal adalah tidak menggunakan piring yang mengandung timbal (khususnya piring yang sudah retak), menyapu lantai atau segala macam permukaan dengan kain basah untuk mengurangi debu (dimana mungkin mengandung timbal), menghindari makanan dari kaleng yang mengandung timbal dalam lapisannya, mencuci mainan anak-anak dengan teratur dan membuang mainan anak-anak yang sudah rusak atau terkelupas catnya, anak dan wanita hamil tidak memasuki area yang sedang direnovasi.16,37
Untuk para pekerja dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Anak yang berumur 6 bulan sampai 6 tahun dianjurkan untuk dinilai resiko dari paparan timbal. Tes darah direkomendasikan pada usia 12 bulan dan 24 bulan.37
2.10. Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka teori
Absorpsi
Imbalance Th1 dependent &
Th2 dependent Peningkatan diferensiasi sel B
menjadi plasma dan peningkatan IL4
Peningkatan sensitisasi terhadap alergi darah
Paparan timbal :
• Melalui pencernaan
• Melalui pernafasan
• Melalui kontak kulit
Peningkatan kadar IgE Jaringan lunak
Sel B Sel T
↑ IL4, IL5
↓IFN-ɣ Jaringan keras
Sumsum tulang
2.11. Kerangka Konseptual
Gambar 2.3. Kerangka konseptual
Kadar timbal Kadar IgE total
karakteristik lingkungan
Variabel dependent Variabel independent
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi cross sectional untuk mengetahui korelasi antara kadar timbal dalam darah dengan kadar IgE total pada anak usia sekolah dasar di kota Medan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Al Washliyah Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah anak yang terpapar timbal. Populasi terjangkau adalah anak di Sekolah Dasar Al Washliyah Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel adalah secara konsekutif sampling.
3.4 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel tunggal untuk uji korelasi, yaitu :
𝑛𝑛 =(z∝ + z β)0.5 𝑙𝑙𝑛𝑛�1+𝑟𝑟2 1−𝑟𝑟� + 3
Bila ditetapkan α = 0.05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:
zα : deviat baku normal untuk alfa 1.960 Bila β = 0.2 dan power = 0.8, maka:
zβ : deviat baku normal untuk beta 0.842
r : koefisien korelasi diperoleh dari kepustakaan yaitu 0.2210
Dengan menggunakan rumus di atas maka didapat jumpal sampel minimal sebanyak 38 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Murid SD usia 9-12 tahun 3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Tidak hadir pada saat pengambilan darah 2. Riwayat menderita atopi atau alergi 3. Menderita infeksi cacing
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua subjek penelitian diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam hasil penelitian ini.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja
1. Orang tua dan anak diberikan penjelasan dan persetujuan/informed consent yang menyatakan setuju mengikuti penelitian ini. Persetujuan
diminta kepada orang tua pada hari pertama dilakukan penelitian.
2. Data dasar diperoleh dari kuesioner. Data dasar diambil setelah mendapat persetujuan/ informed consent dari orang tua.
3. Setiap anak akan ditimbang dan dinilai berat badan dengan menggunakan timbangan merk Camry buatan Cina, dengan skala pengukuran hingga 100 kg dengan ketelitian 0.1 kg. Tinggi badan diukur dalam satuan cm, menggunakan stadiometer. Hasil pengukuran kemudian diplotkan ke dalam kurva pertumbuhan menurut CDC untuk menentukan status nutrisi.
4. Setiap anak dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui nilai kadar timbal darah dan kadar IgE total. Darah diambil oleh analis dari laboratorium Pramita. Darah diambil dengan menggunakan vacutainer sebanyak ± 6cc didaerah vena cubiti. Kemudian dibagi 3cc dimasukkan kedalam tabung yang sudah berisi EDTA (pengawet Ethylene Diamine Tetraacetic Acid ) untuk pemeriksaan timbal dan 3cc dimasukkan kedalam
tabung kosong untuk pemeriksaan IgE total.
5. Darah untuk pemeriksaan kadar timbal darah, kemudian dimasukkan dalam tabung microwave. Selanjutnya ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan kembali kedalam microwave yang sudah diatur suhu dibawah 800 dan waktunya menyesuaikan bahan.
Apabila sudah hancur sempurna sampel dikeluarkan dari microwave dan ditambah aquadest bebas logam sebanyak 10ml. Selanjutnya, dituangkan pada tabung nessler yang sudah disiapkan. Ditambah lagi dengan aquadest bebas logam berat sampai tanda 50ml. Kandungan timbal dalam darah diukur dengan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS)
dengan satuan µg/dL. Dengan perhitungan
1000
𝑏𝑏𝑒𝑒𝑟𝑟𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑠𝑠𝑒𝑒𝑠𝑠𝑠𝑠𝑒𝑒𝑙𝑙 𝑥𝑥 100050 𝑥𝑥 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑛𝑛𝑠𝑠. 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝑠𝑠𝑚𝑚/𝐿𝐿)
6. Darah untuk pemeriksaan kadar IgE total diperiksa dengan menggunakan alat Mini Vidas dengan menggunakan metode ELFA ( Enzyme Linked Fluorescence Immuno Assay). Nilai normal kadar IgE total <150 IU/ml.
7. Setiap anak akan dinilai resiko alergi dengan anamesa. Ibu, bapak dan atau salah satu saudara sekandung dinyatakan dokter atau secara medis terkena alergi diberi nilai 2. Ibu, bapak dan atau salah satu saudara sekandung diduga alergi diber nilai 1. Ibu, bapak dan atau salah satu saudara sekandung tanpa riwayat alergi apapun diberi 0. Jika hasil 0 merupakan risiko kecil, 1-3 risiko sedang, 4-6 risiko tinggi.40
8. Dilakukan pemeriksaan skin prick test pada volar lengan bawah dengan jarak sedikitnya dua sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan.
Dibuat 20 kotak kecil berukuran 2x2cm. Kemudian diletakkan masing- masing satu tetes alergen pada setiap kotak. Kemudian masing-masing alergen ditusuk dengan menggunakan stellerpoint®. Satu alergen ditusuk dengan satu stellerpoint®. Setelah 15 menit dilihat reaksi dari alergen.
Kemudian diukur diameter dari urtikaria.41
9. Dilakukan pemeriksaan tinja pada hari berikutnya. Diberikan pot tinja, kemudian diisi sekitar 100mg tinja (sebesar kelereng atau ibu jari tangan).
Tinja diambil pada pagi hari saat anak buang air besar Tinja yang terkumpul diperiksa dengan oleh analis terlatih.
10. Anak-anak yang memiliki kadar timbal diatas 45 μg/dL diberikan terapi kelasi.
3.9 Alur Penelitian
3.10. Identifikasi Variabel Variabel bebas
Kadar timbal numerik
Skala
Variabel tergantung
Kadar IgE total numerik
Skala
3.11. Definisi Operasional
1. Kadar timbal dalam darah merupakan standar untuk mengetahui toksisitas dari timbal. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan American Academy of Pediatrics (AAP) 2012 rekomendasi batas ambang skrining untuk anak adalah <5 μg/dL.
Pemeriksaan kadar timbal, IgE total dan skin prick test
Anak sekolah dasar usia 9-12 tahun
Pengisian informed consent oleh orang tua
Pengisian kuisioner untuk data dasar
Pemeriksaan tinja
2. Imunoglobulin E adalah antibodi yang berperan pada alergi. Peningkatan dari kadar IgE akan menyebabkan peningkatan sensitisasi terhadap alergi. Kadar IgE total dikatakan meningkat apabila >150 IU/ml.
3. Faktor risiko alergi keluarga dinilai dengan Trace-card UKK Alergi Imunologi IDAI, berdasarkan ada atau tidaknya gejala penyakit alergi seperti dermatitis atopi, asma, rhinitis aleri pada satu atau lebih anggota keluarga, ayah, ibu atau saudara kandung. Risiko alergi dikelompokkan dengan risiko kecil jika nilai 0, risiko sedang jika nilai 1-3 dan risiko tinggi jika nilai 4-6.
4. Atopi adalah kecenderungan personal dan/atau familial, biasanya pada masa anak atau remaja, untuk tersensitasi dan menghasilkan IgE sebagai respons terhadap pajanan alergen, biasanya protein. Istilah atopi tidak dapat digunakan sebelum adanya bukti sensitisasi IgE yang ditandai dengan radio allergo sorbent testing 9 (RAST) atau uji tusuk kulit (UTK) positif.42
5. Infeksi cacing adalah apabila ditemui telur cacing pada pemeriksaan feses.
3.12. Analisis data
Pengolahan data yang terkumpul menggunakan perangkat lunak komputer SPSS versi 19. Data deksriptif dinilai dengan melihat rerata dan simpangan baku. Analisi data untuk melihat korelasi antara kadar timbal darah dan kadar
IgE total digunakan uji korelasi Pearson (r) jika sebaran data normal dan uji Spearman jika sebaran data tidak normal dengan tingkat kemaknaan P<0.05.43
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SD Al Washliyah kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas. Secara geografis kecamatan Medan Amplas terletak di sebelah timur kota Medan. Kecamatan ini memiliki terminal dan beberapa pabrik - pabrik besar seperti : moulding dan komponen bahan bangunan, minuman keras, makanan ternak, makanan ringan, dan lain-lain. Kelurahan Timbang Deli merupakan kelurahan yang paling banyak terdapat indusri sedang/besar yaitu 13 dari 17 pabrik.
Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 4-5 Juni 2015. Diperoleh 65 anak, kemudian orangtua mengisi kuesioner yang dilakukan pada tanggal 4 Juni 2015.
Gambar 4.1 Profil penelitian 65 anak usia 9-12 tahun
15 eksklusi :
anak tidak kooperatif
50 anak dilakukan pemeriksaan darah, skin prick test dan feses rutin
8 anak skin prick test positif
42 anak subjek penelitian
Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian
Karakteristik n
Jenis kelamin, n(%)
Perempuan 15 (36)
Laki-laki 27 (64)
Status gizi, n(%) Gizi baik Gizi kurang Risiko Atopi, n (%)
29 (69) 13 (31)
Risiko kecil 24 (57)
Risiko sedang 18 (43)
Kadar IgE, n (%) Tinggi (≥150 IU/ml)
Normal (<150 IU/ml)
Kadar timbal, rerata (SB), μg/dl
≥2,57 μg/dl
< 2.57 μg/dl
26 (62) 16 (38) 2,57 ( 0,58) 23 (55) 19 ( 45)
Umur, rerata (SB), tahun 10.3 (1.09)
Berat Badan, rerata (SB), kg 27.79 (7.57)
Tinggi Badan, rerata (SB), cm 132.33 (8.89)
BB/TB, rerata (SB), % 95.91 (15.04)
SB: Simpangan Baku
Dari tabel 4.1 didapatkan sebagian besar subyek adalah laki-laki (64%). Subyek penelitian memiliki rerata usia 10.3 tahun. Rerata tinggi badan dan berat badan masing-masing adalah 27.79 kg dan 132.33 cm. Status gizi anak dengan gizi baik dengan rerata BB/TB 95.91%. Lebih dari separuh subjek 57% memiliki resiko atopi kecil. Sebanyaknya 62% subyek penelitian memiliki kadar imunoglobulin E total
>150 IU/ml. Kadar timbal dalam darah pada anak SD Al Washliyah diatas 2,58 μg/dl sebanyak 55%.
Tabel 4.2 Faktor yang mempengaruhi kadar timbal
Kadar timbal
<2.57 μg/dl (n=19)
≥2.57 μg/dl (n=23)
p Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan Umur
9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Status gizi
Gizi kurang Gizi baik Kadar IgE total
>150 IU/ml
<150 IU/ml Lokasi rumah
14 5 7 7 4 1 7 12 12 7
13 10 7 6 7 3 6 17 14 9
0.25a
0.34b
0.45a
0.88a
dekat jalan raya / ramai sekali 6 3 0.06b
jalan raya yang cukup ramai 6 5
jalan raya yang tidak ramai 7 15
Rumah responden yang dicat
ya 17 19 0.43a
tidak 2 4
Bagian rumah yg dicat
hanya bagian dalam saja 7 1 0.01a
bagian dalam dan luar 10 19
Cat dirumah yang terkelupas
ya 11 9 0.23a
tidak ada 6 11
a Chi square
b Mann witney
Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa sebagian responden berjenis kelamin laki- laki tetapi tidak ada hubungan antara kadar timbal dengan jenis kelamin (p>0.05).
Usia responden terbanyak adalah usia 9 tahun dan 10 tahun. Lokasi rumah responden yang memiliki kadar timbal >2.58 terbanyak berada di jalan raya yang tidak ramai. Rumah yang dicat dijumpai 37 rumah, dan sebanyak 19 responden
yang rumah dicat memiliki kadar timbal >2.58 μg/dl. Sebanyak 19 responden rumah yang dicat bagian dalam dan luar memiliki kadar timbal >2.58 μg/dl, dan terdapat hubungan antara bagian rumah yang dicat dengan kadar timbal dalam darah dimana p<0.01. Kondisi cat rumah yang terkelupas sebanyak 20 rumah, tidak ada yang terkelupas sebanyak 17 rumah dan tidak ada hubungan antara kondisi cat rumah yang terkelupas dengan kadar timbal dalam darah.
Tabel 4.3 Sumber paparan timbal dari segi kebiasaan subyek Kadar timbal
≥2.57 μg/dl p (n=23)
<2.57 μg/dl (n=19) Sumber air yang digunakan sehari-hari
Air ledeng Air sumur Air kemasan
14 7 2
12 4 3
0.95a
Angota keluarga yang suka makanan/minuman kaleng
Ya Tidak
4 19
1 18
0.24b
Membeli jajanan dipinggir jalan Ya
Tidak
5 18
3 16
0.47b
Kebiasaan menggigit kuku, menghisap jari, menggigit pensil/pulpen
Ya Tidak
7 16
6 13
0.94c
Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
Ya Tidak
Kadang-kadang
14 3 6
9 1 9
0.26a
a Mann-Whitney
b Fisher Exact
c Chi Square
Dari tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 26 anak menggunakan air ledeng sebagai sumber air kebutuhan sehari-hari dan sebanyak 14 anak memiliki kadar timbal ≥2.57 μg/dl. Kebiasaan makan dan minum dengan makanan/minuman kaleng dijumpai hanya pada 5 anak. Dari 13 anak memiliki kebiasaan menggigit kuku, menghisap jari, menggigit pensil/pulpen, 7 anak memiliki kadar timbal ≥2.57 μg/dl dan tidak dijumpai anak yang mempunyai kebiasaan makan benda-benda selain makanan. Didapat 8 anak sering membeli jajanan di pinggir jalan, dan 23 anak selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Tidak dijumpai adanya hubungan antara kadar timbal dalam darah dengan kebiasaan dari responden.
Tabel 4.4 Korelasi Kadar timbal (Pb) dan kadar IgE total
Parameter Rerata SB 95% IK p* r*
Pb, µg/dl 2.57 0.58 2.42-2.74 0.887 0.023 IgE, IU/ml 1155.33 3340.27 114.43-2196.23
* Spearman test
Hasil pemeriksaan terhadap kadar Pb dalam darah menunjukkan rerata 2,57 µg/dl dengan jumlah terendah 1,48 µg/dl dan tertinggi 3.99 µg/dl. Sementara itu untuk kadar IgE total diketahui dengan rerata 1155.33 IU/ml dengan kadar terendah 12,53 IU/ml dan tertinggi 20000 IU/ml.
Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi sangat lemah antara kadar timbal darah dan IgE total (p=0.887, r=0.023).
BAB 5 PEMBAHASAN
Paparan timbal merupakan masalah kesehatan utama terutama pada negara berkembang. Anak-anak memiliki risiko lebih tinggi terhadap keracunan timbal dibandingkan orang dewasa. Anak yang tinggal disekitar daerah industri terpapar kadar timbal yang tinggi dari berbagai sumber seperti bensin, timbal yang berasal dari pembakaran produk kertas, karet, penutup baterai, kayu yang dicat.44
Penyakit alergi merupakan masalah kesehatan pada masyarakat karena meningkatnya prevalensi dan dapat membuat perubahan signifikan pada ekonomi dan kualitas hidup. Paparan lingkungan seperti polusi udara, logam, tembakau) berperan dalam perkembangan alergi.45
Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan kadar timbal dengan kadar IgE total pada anak usia sekolah dasar. Penelitian dilakukan di SD Al Washliyah kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas. Secara geografis kecamatan Medan Amplas terletak di sebelah timur kota Medan.
Kecamatan ini memiliki terminal dan beberapa pabrik - pabrik besar seperti : moulding dan komponen bahan bangunan, minuman keras, makanan ternak, makanan ringan, dan lain-lain. Kelurahan Timbang Deli merupakan kelurahan yang paling banyak terdapat indusri sedang/besar yaitu 13 dari 17 pabrik.
Pada penelitian ini didapatkan pada anak di SD Alwashliyah memiliki kadar timbal rata-rata 2,57 μg/dl, dimana nilai terendah 1.48 μg/dl dan nilai tertinggi 3.99 μg/dl. Tidak ada kadar timbal yang aman untuk anak-anak.4 Kadar timbal pada anak di SD Alwashliyah masih berada didalam batas ambang skrining, dimana menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) batas ambang untuk skrining adalah 5 μg/dL.4 Hal ini menunjukkan bahwa kadar timbal dalam darah anak di SD Al Washliyah sudah masuk zona kuning dimana normalnya tidak ada kadar timbal yang terdeteksi didalam darah dan diperlukan perhatian untuk mengurangi efek dari keracunan timbal dan semakin tingginya kadar timbal dalam darah.
Dari 50 subjek yang di periksa kadar timbal dan IgE total, dilakukan pemeriksaan skin prick test. Didapatkan 8 orang memiliki skin prick test positif dan di eksklusikan. Subjek penelitian juga dinilai risiko atopi dengan menggunakan trace card UKK Alergi Imunologi IDAI dan tidak ada yang memiliki risiko atopi tinggi. Dilakukan juga pemeriksaan feses rutin untuk menghindari peningkatan kadar IgE total yang disebabkan oleh infeksi cacing. Infeksi cacing akan menimbulkan perubahan keseimbangan Th1/Th2 ke arah sel Th2 (Th2 polarized). Respon Th2 ditandai dengan peningkatan kadar interleukin-4 (IL-4), IL-5, IL-13 dan disertai dengan peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE) dan eosinofilia.46 Dari 42 orang anak tidak ada yang menderita infeksi cacing.
Pada penelitian didapatkan laki-laki lebih banyak dari perempuan dan tidak dijumpai hubungan antara kadar timbal dengan jenis kelamin. Pada penelitian NHANES III (National Health and Nutrition Examination Surveys) selama 1999-2004 di Amerika, didapatkan laki-laki sedikit lebih tinggi mengalami keracunan timbal dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin berhubungan dengan aktivitas diluar rumah, dimana laki-laki lebih sering bermain diluar rumah dibandingkan dengan perempuan.47 Penelitian meta analisis di Cina pada anak usia 0-18 tahun juga didapatkan bahwa laki-laki sedikit lebih tinggi tingkat keracunan terhadap timbal dibanding perempuan.48
Medan amplas merupakan lokasi industri di kota Medan dengan beberapa industri atau usaha dan terminal yang padat dengan kendaraan yang menimbulkan polusi udara yang mengandung timbal. Lokasi penelitian dilakukan di daerah Timbang Deli, Medan Amplas. Menurut penelitian tahun 2008, Medan Amplas memiliki kadar timbal udara tertinggi yaitu 32.67 µg/m3.12 Hal ini menjadi salah satu faktor paparan timbal pada anak yang tinggal di daerah tersebut. Sumber-sumber lingkungan yang potensial mengandung timbal antara lain asap knalpot kendaraan dengan bahan bakar bensin bertimbal, polusi industri, debu timbal yang menempel pada makanan atau minuman jajanan di pinggir jalan, serta paparan di tempat kerja orang tua yang terbawa ke rumah seperti bekerja pada peleburan atau daur ulang logam, pengelasan, dan percetakan. Hal ini sama pada penelitian di Cairo,
dimana rata-rata anak-anak yang memiliki kadar timbal >10 μg/dl berada dilingkungan kawasan industri, daerah perkotaan, dan lingkungan kumuh.44
Sumber timbal dari lingkungan yang lain adalah dari pipa air ledeng kota, debu timbal di lantai, kosmetik, makanan atau minuman dengan kemasan kaleng.16 WHO menetapkan batas timbal di dalam air sebesar 0.1 mg/L. Dalam mengkontaminasi sumber air, hampir semua timbal terdapat dalam sedimen, dan sebagian lagi larut dalam air. Indonesia juga mempunyai nilai ambang batas timbal untuk air bersih dan air minum berdasarkan Permenkes RI No. 416 tahun 1990 yaitu sebesar 0.05 mg/L.49
Pada penelitian ini dijumpai sebanyak dua puluh tujuh anak menggunakan air ledeng sebagai sumber air kebutuhan sehari-hari dan tidak dijumpai adanya hubungan kadar timbal dengan sumber air minum, namun belum pernah dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan timbal dalam sumber air kebutuhan sehari-hari di lokasi tersebut. Hasil ini berbeda dengan penelitian di Kanada tahun 2012, pada tiga ratus enam anak yang berusia antara 1 sampai dengan 5 tahun, menunjukkan bahwa dijumpai hubungan antara peningkatan kadar timbal darah sebesar 1.78 µg/dL dan air yang mengandung timbal yang mencapai 3.3 µg/L.50
Jalur utama paparan timbal pada anak adalah melalui saluran pencernaan. Sifat rasa ingin tahu anak dan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan, makan dari jajanan di pinggir jalan memudahkan timbal
tertelan dan masuk ke saluran pencernaan sehingga meningkatkan risiko paparan timbal.
Paparan timbal yang paling sering masuk melalui makanan. Timbal yang terdapat pada kemasan makanan kaleng, pipa air, dan mainan anak- anak juga berisiko masuk melalui saluran pencernaan. Selain itu absorbsi timbal pada saluran pencernaan anak tiga kali lebih besar dibandingkan orang dewasa.50 Pada penelitian ini, sebagian besar anak selalu mencuci tangan sebelum makan, tidak jajan makanan di pinggir jalan, tidak ada yang mempunyai kebiasaan memakan makanan selain makanan, menggigit kuku ataupun pensil. Hal ini mengurangi paparan terhadap timbal.
Pada penelitian ini didapatkan rata-rata kadar IgE total 1155.33 IU/ml dimana kadar normal untuk IgE total adalah <150 IU/ml dan pada uji korelasi dengan menggunakan Spearman test tidak didapatkan korelasi antara kadar timbal dengan kadar IgE total (p=0.887, r= 0.023). Hasil ini berbeda pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian ekperimental dan epidemiologi sebelumnya menunjukkan bahwa paparan timbal terlibat dalam perubahan imunitas humoral dan cell-mediated dan berkembang menjadi alergi dengan peningkatan IgE, eosinofil dan respon bronchial.32,52-54 Pada penelitian di Kairo tahun 2011-2012 pada 200 anak mengenai hubungan kadar timbal dan asma bronchial didapatkan adanya hubungan kadar timbal dengan IgE total pada anak usia 5-14 tahun, dan didapatkan hubungan antara kadar timbal dan tingkat keparahan asma.55 Penelitian yang
dilakukan di USA terhadap 1430 anak usia 2-12 tahun menunjukkan adanya hubungan antara kadar timbal dalam darah dan kadar IgE total dan didapatkan setiap kenaikan timbal sebesar 1 μg/dl terjadi kenaikan IgE sebesar 11.1%.53
Mekanisme hubungan antara paparan timbal dan peningkatan IgE total masih belum jelas dipahami. Namun, paparan timbal akan menghasilkan hipersensitivitas tipe1 yang dimediasi oleh IgE. Timbal akan meningkatkan respon imun Th2 dan akan menghambat respon Th1 dan akan meningkatkan rasio sitokin Th2/Th1. Peningkatan dari respon Th2 akang menghasilkan IL-4.
Reaksi ini akan memproduksi IgE melalui stimulasi dari sel B. Timbal juga memiliki kemampuan untuk menentukan arah pematangan kekebalan tubuh dan respon terhadap antigen presenting cells seperti alveolar makrofag dan sel dendritik.53,57,58
Kekurangan dari penelitian ini adalah penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, sampel yang sedikit, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi tingginya kadar IgE pada anak-anak di tempat penelitian ini.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Rata-rata kadar timbal pada anak SD di Medan Amplas Sumatera Utara adalah 2.6 μg/dl.
2. Kadar IgE total pada anak SD Al Washliyah Medan Amplas Sumatera Utara rata-rata diatas nilai normal, dimana dengan rata-rata 1155 IU/ml.
3. Sumber paparan timbal pada anak SD Al Washliyah berasal dari pencemaran udara, sumber air minum, dan paparan dari tempat pekerjaan orang tua.
4. Tidak ada korelasi antara kadar timbal darah dengan kadar IgE total pada anak SD Al Washliyah Medan Amplas Sumatera Utara.
6.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara kadar timbal dan kadar IgE total pada anak usia sekolah dasar dengan sampel yang lebih besar.
2. Perlunya penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kadar IgE total pada anak SD Al Washliyah Medan Amplas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Lubis Bidasari, Nelly Rosdiana, Nafianti S, Rasyianti O, Panjaitan FM.
Hubungan keracunan timbal dengan anemia defisiensi besi. Cermin Dunia Kedokteran. 2003;40: 17-21
2. Committee on environmental health. Lead exposure in children:
prevention, detection, and management. Pediatric. 2005;116: 1036-44 3. Iriani DU, Matsukawa T, Tadjudin MK, Itoh H, Yokoyama K. Cross
sectional study on the effect of socioeconomic factors on lead exposure in children by gender in serpong, Indonesia. Int J Environ Res Public Health.
2012;9: 4135-49
4. CDC response to advisory committee on childhood lead poisoning prevention. Recommendations in “Low level lead exposure harmns children: a renewed call of primary prevention”. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/nceh/lead/acclpp/cdc_response_lead_exposure_recs.
pdf. Diakses Maret 2015
5. Mener DJ, Esquinas EG, Acien AN, Dietert RR, Shargorodsky J, Lin SY.
Lead exposure and increased food allergic sensitization in U.S children and adult. Int Forum of Allergy Rhinol. 2014;XX: 1-7
6. Farias P, Hernandez UA, Samchez LM, Sangraor JLT, Yanez LC, Rodriguez HR. Lead in school children from Morelos, Mexico : Levels, sources, and feasible interventions. Int J Environ Res Public Health.
2014;11: 12668-82
7. Hassul K, Fatimah. Dampak alergi makanan pada prestasi belajar anak usia sekolah. J of Ped Nursing. 2014;1: 1-4
8. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EMD, Munasir Z, Akib AAP. Berbagai teknik pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis penyakit alergi. Sari Pediatri. 2009;11:174-8.
9. B Sakkir, M Khidri, Sjafruddin A. Kadar timbal dalam darah pada anak- anak di kota Makasar. J Kesehatan Masyarakat Madani. 2008;01
10. Lutz PM, Wilson TJ, Ireland J, Jones AL, Gorman JS, Gale NL, et al.
Elevated immunoglobulin E (IgE) levels in children with exposure to environmental lead. Toxicol. 1999;134: 63-78
11. Karmaus W, Dimitrov P, Kruse H, Osius N, Witten J. Exposure to heavy metals and their effect on immunoglobulin levels in children. Diunduh dari http://conferences.gnest.org/cest7/7CEST_oral_abstracts/53_412-418- Karmaous.pdf. Diakses Maret 2015
12. Girsang E. Hubungan kadar timbal di udara ambien dengan timbal dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan [Tesis]. Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008
13. Hasan W. Pencegahan keracunan timbal kronis pada pekerja dewasa dengan suplemen kalsium. Makara Kesehatan. 2012;16: 1-8
14. World Health Organization. Childhood Lead Poisoning. Switzerlanf: WHO Press;2010.
15. Center for Disease Control and Prevention. Lead. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/nceh/lead/. Diakses Maret 2015
16. Suherni. Lead Poisoning in Indonesia. September 2010. Diunduh dari www.lead.org.au. Diakses Maret 2015
17. Murhadi, Suyitno, Vistha FM, Khasanah F, Murtinah S. Absorpsi timbal (Pb) dalam gas buang kendaraan bermotor bensin dengan karbon aktif.
Diunduh dari http://directory.umm.ac.id/penelitian/PKMI/pdf/ABSORPSI%20TIMBAL.pdf
. Diakses Maret 2015
18. Wagiu AF, Wulur FH. Hubungan antara kadar timbal udara dengan kadar timbal darah serta dampaknya pada anak. Sari Pediatri. 2006;8: 238-43 19. Ardyanto D. Deteksi pencemaran timah hitam (Pb) dalam darah
masyarakat yang terpajan timbal (plumbum). Diunduh dari http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-07.pdf. Diakses Maret 2015
20. Nordberg G. Lead. Di unduh dari:
http://www.ilocis.org/documents/chpt63e.htm. Diakses Maret 2015
21. Dietert RR, Lee JE, Hussain I, Piepenbrink. Developmental immunotoxicology of lead. Toxicol and applied pharmacol. 2004;198: 86- 94
22. Lowry JA. Oral chelation therapy for patients with lead poisoning. Kansas city: Division of Clinical Pharmacology and Medical Toxicology. 2010:1-33 23. Ahamed M, Singh S, Behari JR, Kumar A, Siddiqui. Interaction of lead with
some essential trace metals in the blood of anemic children from Lucknow, India. Clinical Chimica Acta. 2007;377: 92-7
24. Raspati H, Reniarti Lelani, Susanah S. Anemia defisiensi besi. Dalam:
Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Edisi ke-3. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012. h.30-43
25. Byers RK. Lead poisoning: review of the literature and report on 45 cases.
Pediatric. 1952;23: 585-603
26. Williams PL, Sergeyev O, Lee MM, Korrick SA, Burns JS, Humblet O, et al. Blood lead levels and delayed onset of puberty in a longitudinal study of Russian boys. Pediatric. 2010;125: 1089-95
27. Matondang CS. Respon imun. Dalam: Akib AA, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku ajar alergi imunologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.7-18
28. Dietert RR, Piepenbrink MS. Lead and immune function. Crit Review in Toxicol. 2006;36: 359-79