BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut (Kemenkes RI, 2009).
Rumah sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarkat. Tugasnya adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan
berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta melaksanakan upaya rujukan. Rumah sakit umum perlu mempunyai fungsi
pelayanan medis, penunjang medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, rujukan,
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta menyelenggarakan
administrasi umum dan keuangan (Aditama, 2006).
Berdasarkan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 4 dan 5,
dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
preventif, kuratif, dan rehabilitatif, untuk menjalankan tugas tersebut rumah sakit
mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Menurut Siregar dan Amalia (2004) rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan
berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan kepemilikan, terdiri atas :
a. Rumah sakit pemerintah
b. Rumah sakit swasta
2. Berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas:
a. Rumah sakit umum
b. Rumah sakit khusus
3. Berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas :
a. Rumah sakit pendidikan
Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah
sakit umum kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004).
1. Rumah sakit umum kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.
2. Rumah sakit umum kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas .
3. Rumah sakit umum kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialistik dasar.
4. Rumah sakit umum kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik dasar.
2.2Komite Medik
Komite adalah sekumpulan orang di dalam sebuah organisasi yang berfungsi
secara kolektif, sebagai sarana membentuk suatu kegiatan tertentu. Organisasi
kesehatan membutuhkan keberadaan komite ini untuk membantu
mengkonsolidasikan dua kekuatan manajerial yaitu organisasi staf medis dan
organisasi staf administratif (Liebler dan Mc Connell, 1999).
Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih dari
ketua staf medis fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di rumah sakit.
Komite medik berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama
Di Indonesia keberadaan komite medik berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang
penyelenggaraan komite medik di rumah sakit. Menurut Permenkes ini,
Konsep profesionalisme di atas didasarkan pada kontrak sosial antara profesi
medis dengan masyarakat. Di satu pihak, profesi medis sepakat untuk memproteksi
masyarakat dengan melakukan penapisan (kredensial) terhadap staf medis yang akan
menjalankan praktik dalam masyarakat. Hanya staf medis yang baik (kredibel)
sajalah yang diperkenankan melakukan pelayanan pada masyarakat, hal ini dilakukan
melalui mekanisme perizinan (licensing). Sedangkan staf medis yang belum
memenuhi syarat, dapat menjalani proses pembinaan (proctoring) agar memiliki
kompetensi yang diperlukan sehingga dapat diperkenankan melakukan pelayanan komite medik
merupakan perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical
governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya dengan cara
mengendalikan staf medis yang melakukan pelayanan medis dirumah sakit.
Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengatur secara rinci kewenangan
melakukan pelayanan medis (delineation of clinical privileges). Pengendalian ini
dilakukan secara bersama oleh kepala/ direktur rumah sakit dan komite medik.
Komite medik melakukan kredensial, meningkatkan mutu profesi, dan menegakkan
disiplin profesi serta merekomendasikan tindaklanjutnya kepada kepala/direktur
rumah sakit; sedangkan kepala/direktur rumah sakit menindaklanjuti rekomendasi
komite medik dengan mengerahkan semua sumber daya agar profesionalisme para
pada masyarakat setelah melalui kredensial. Di lain pihak, kelompok profesi staf
medis memperoleh hak istimewa (privilege) untuk melakukan praktik kedokteran
secara eksklusif, dan tidak boleh ada pihak lain yang melakukan hal tersebut. Dengan
hak istimewa tersebut para staf medis dapat memperoleh manfaat ekonomis dan
prestise profesi. Namun demikian, bila ada staf medis yang melakukan pelanggaran
standar profesi maka dapat dilakukan tindakan disiplin profesi. Tindakan disiplin ini
berbentuk penangguhan hak istimewa tersebut (suspension of clinicalprivilege) agar
masyarakat terhindar dari praktisi medis yang tidak profesional.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit,
susunan organisasi komite medik sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris
dan subkomite. Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan organisasi komite
medik sekurang-kurangnya terdiri dari ketua dan sekretaris tanpa subkomite atau
ketua dan sekretaris merangkap ketua dan anggota subkomite. Ketua komite medik
ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit dengan memperhatikan masukan dari staf
medis yang bekerja di rumah sakit. Sekretaris komite medik dan ketua subkomite
ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit berdasarkan rekomendasi dari ketua
komite medik dengan memperhatikan masukan dari staf medis yang bekerja di rumah
sakit. Kepala/direktur rumah sakit menetapkan kebijakan, prosedur dan sumber daya
yang diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsi komite medik. Komite medik
Anggota komite medik terbagi ke dalam subkomite yang terdiri dari:
1. Subkomite kredensial yang bertujuan :
- Melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medis yang
akan melakukan pelayanan medis dirumah sakit kredibel.
- Mendapatkan dan memastikan staf medis yang profesional dan akuntabel
bagi pelayanan di rumah sakit.
- Tersusunnya jenis-jenis kewenangan klinis (clinical privilege) bagi setiap
staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit sesuai dengan
cabang ilmu kedokteran/kedokteran gigi yang ditetapkan oleh Kolegium
Kedokteran/Kedokteran Gigi Indonesia.
- Dasar bagi kepala/direktur rumah sakit untuk menerbitkan penugasan klinis
(clinical appointment) bagi setiap staf medis untuk melakukan pelayanan
medis di rumah sakit.
- Terjaganya reputasi dan kredibilitas para staf medis dan institusi rumah sakit
di hadapan pasien, penyandang dana, dan pemangku kepentingan
(stakeholders) rumah sakit lainnya.
2. Subkomite mutu profesi yang bertujuan :
- Memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh
- Memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan
memelihara kompetensi (maintaining competence) dan kewenangan klinis
(clinical privilege).
- Mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps).
- Memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui
upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan
(on-going professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi
yang terfokus (focused professional practice evaluation).
3. Subkomite etika dan disiplin profesi yang bertujuan :
- Melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhi syarat
(unqualified) dan tidak layak (unfit/ unproper) untuk melakukan asuhan
klinis (clinical care).
- Memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medis di rumah
sakit.
2.3Peran Komite Medik
Komite medik memegang peran utama dalam menegakkan profesionalisme
staf medis yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi
pemberian izin melakukan pelayanan medis di rumah sakit (clinical appointment)
termasuk rinciannya (delineation of clinicalprivilege), memelihara kompetensi dan
sakit berkewajiban agar komite medis senantiasa memiliki akses informasi terinci
tentang masalah keprofesian setiap staf medis di rumah sakit.
Peran komite medik di dalam konteks tata kelola pelayanan medis dijabarkan
dalam tugas dan fungsi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang penyelenggaraan komite medik di rumah
sakit yaitu :
1. Meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit yang
memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medis di rumah sakit.
b. Memelihara mutu profesi staf medis.
c. Menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
2. Melaksanakan tugas kredensial komite medik yang memiliki fungsi sebagai
berikut :
a. Penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan
masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang
berlaku.
b. Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian kompetensi, kesehatan fisik
dan mental, perilaku, etika dan profesi.
c. Evaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi
berkelanjutan.
e. Penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat.
f. Pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi
kewenangan klinis kepada komite medik.
g. Melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat
penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medik.
h. Rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.
3. Melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis komite medik yang
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Pelaksanaan audit medis
b. Rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan
berkelanjutan bagi staf medis
c. Rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi
staf medis rumah sakit tersebut
d. Rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang
membutuhkan.
4. Melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis
komite medik yang memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran
b. Pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
c. Rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit
d. Pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite medik berwenang:
1. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical
privilege)
2. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment)
3. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis (clinical privilege)
tertentu
4. Memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis
(delineation of clinical privilege)
5. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis
6. Memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan
7. Memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring)
8. Memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.
Dengan demkian komite medik melaksanakan tugasnya melalui tiga hal utama
yaitu:
1. Rekomendasi pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the
profession), dilakukan melalui subkomite kredensial.
2. Memelihara kompetensi dan perilaku para staf medis yang telah memperoleh izin
(maintaining professionalism), dilakukan oleh subkomite mutu profesi melalui
audit medis dan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing professional
3. Rekomendasi penangguhan kewenangan klinis tertentu hingga pencabutan izin
melakukan pelayanan medis (expelling from theprofession), dilakukan melalui
subkomite etika dan disiplin profesi.
Tugas-tugas lain diluar tugas-tugas diatas yang terkait dengan pelayanan
medis bukanlah menjadi tugas komite medik, tetapi menjadi tugas kepala/direktur
rumah sakit dalam mengelola rumah sakit. Dalam menjalankan tugas, komite medik
dibantu oleh panitia Credential, Panitia Audit Medik, Panitia Pengendalian infeksi
Nosokomial, Panitia Farmasi dan Terapi, Panitia Etik Rumah Sakit dan lainnya.
Menurut Subanegara (1995), berbagai kepanitiaan ini dibentuk di bawah komite
medik, yang ditetapkan oleh direktur atas usul komite medik. Panitia ini akan
menangani masalah-masalah khusus, sehingga jumlah dan macam panitia diserahkan
sepenuhnya kepada masing-masing rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhannya.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa komite medik merupakan organisasi para dokter
SMF dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik di
rumah sakit serta melaksanakan pembinaan dan pengembangan profesi kedokteran.
Karena belum lengkapnya standar dari berbagai pelayanan medik dan belum
dibakukannya tata tertib pelayanan, rumah sakit dihadapkan kepada berbagai masalah
yang memerlukan penyelesaian yang bersifat segera. Untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang bersifat mendesak dan mengadakan penataan selanjutnya, komite
medik dapat membentuk panitia adhoc. Panitia ini dibentuk dengan surat keputusan
direktur sampai masalah tersebut dapat diselesaikan. Bila diperlukan, keberadaan
sejenis yang mungkin timbul lagi dan untuk melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan keputusan yang sudah diambil.
2.4Clinical Governance
Clinical governance atau tata kelola klinis merupakan upaya perbaikan mutu
pelayanan klinis di rumah sakit. Tata kelola klinis adalah suatu sistem yang menjamin
organisasi pemberi pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk terus menerus
melakukan perbaikan mutu pelayanannya dan menjamin memberikan pelayanan
dengan standar yang tinggi dengan menciptakan lingkungan di mana pelayanan prima
akan berkembang (Scally & Donaldson, 1998). Tata kelola klinis dalam sejarahnya
merupakan salah satu perwujudan dari aspek mutu yang dideskripsikan WHO
sebagaimanajemen profesional, efisiensi sumber daya, manajemen risiko dan
kepuasan pasien (Swage, 2000).
1.
Unsur-unsur tata kelola klinis terdiri dari 7 pilar yaitu (Trivedi et al., 2008):
Pelibatan pasien dan masyarakat
2.
Pasien dilibatkan dalam pengambilan keputusan menyangkut pelayanan dan
pengobatan mereka. Beberapa metode dalam pelibatan pasien meliputi survey
kepuasan pasien, workshop dan konferensi, konsultasi dengan grup pasien, studi
kasus.
Audit klinik
Audit klinik adalah mengukur apa yang dikerjakan dibandingkan dengan standar
merupakan bagian yang penting dari tiap pelayanan kesehatan yang professional
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Prinsip penting dalam
audit klinik meliputi identifikasi dan definisi obyek, membuat standar atau
tujuan, menilai dan mengukur mutu, identifikasi perubahan yang diperlukan,
implementasi perubahan, monitoring efek perubahan. Tujuan utama dari audit
adalah untuk efek positif pada mutu pelayanan dan efektifitas pelayanan pada
pasien.
3. Efektifitas klinik
4.
Konsep efektifitas klinik adalah perlakuan dalam pelayanan kesehatan harus
didasarkan pada efektifitas klinis dan efektifitas biaya, didukung oleh bukti
penelitian yang baik. Efektifitas klinis menjamin bahwa pelayanan yang
diberikan kepada pasien didasarkan pada bukti dan akan memberikan hasil yang
positif.
Manajemen risiko klinik
Manajemen risiko klinis meliputi penilaian, analisa dan manajemen risiko di
penataan klinis. Manajemen risiko klinik mempunyai tiga komponen utama yaitu
identifikasi risiko, analisa risiko dan pengawasan risiko. Belajar dari kesalahan
adalah kunci dari perbaikan proses. Pendekatan sistemik manajemen risiko
meliputi pelaporan kejadian tidak diharapkan, analisa kejadian, audit kejadian,
5. Staffing dan manajemen staf
6.
Meliputi rekrutmen, manajemen dan pengembangan staf. Penataan tenaga kerja
haruslah menempatkan orang yang benar pada tempat yang benar dan pada
waktu yang benar. Keputusan pengelolaan sumber daya manusia didasarkan pada
kompetensi. Rencana strategic dan sumber daya keuangan. Manajemen yang baik
dalam penataan tenaga kerja meliputi: skill-mix review, rekrutmen dan
penghentian, pendidikan dan pelatihan, pengembangan karier, pendidikan dan
profesi berkelanjutan.
Pendidikan, pelatihan dan pengembangan profesi berkelanjutan
7.
Organisasi harus mempunyaistruktur untuk pendidikan dan pelatihan bagi semua
staf, baik klinis maupun nonklinis. Ada tiga tingkatan untuk pendidikan dan
pelatihan dalam tat kelola klinis : tingkat organisasi, tingkat direktorat atau tim,
dan tingkat individu.
Penggunaan informasi dan manajemen pengetahuan
Pilar-pilar tersebut didirikan di atas 5 landasan yaitu: sistem kesadaran (system
awareness), kepemimpinan, kepemilikan, kerja tim dan komunikasi.
Untuk menerapkan tata kelola klinis dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit
memerlukan kerja sama antara klinisi dan manajer. Keduanya bertanggung jawab
1. Membangun kepemimpinan yangefektif
Tujuh garis besar penerapan konsep tata kelola klinis :
Membangun visi, nilai dan mengembangkan metode mutu klinis yang
disosialisasikan kepada seluruh staf klinis. Kepemimpinan yang baik
memberdayakan tim kerja, membangun budaya yang mengutamakan
keterbukaan dan mencari kebenaran, memastikan bahwa tata kelola klinis
terlaksana dalam kegiatan sehari-hari dan terlaksana dalam setiap kegiatan.
2. Menyusun rencana kerja mutu (quality action plan)
Tata kelola klinis tidak dapat dilakukan hanya dengan mengerjakan apa yang
kelihatan atau kira-kirabenar. Rumah sakit harus memiliki rencana untuk
meningkatkan mutu pelayanan klinisnya. Perencanaan mutu klinis
mempertimbangkan penilaian yang obyektif akan kebutuhan pasien, risiko klinis,
persyaratan dari regulasi yang ada, kemampuan staf, kebutuhan pelatihan,
penilaian kinerja pelayanan klinis yang telah diberikan selama ini dengan standar
kinerja yang terbaik.
3. Fokus pada pasien
Informasi dan umpan balik dari pasien digunakan untuk dasar dalam mengukur
dan meningkatkan mutu pelayanan. Pasien dilibatkan dalam perencanaan
4. Informasi, analisis, pemahaman
Mengelola dan menggunakan secara efektif informasi dan data untuk mendukung
keputusan yang terkait dengan kebijakan dan proses pelayanan klinis. Informasi
dan data yang digunakan harus valid, up to date dan mudah dipahami.
5. Orang biasa mengerjakan hal yang luar biasa
Semua staf dapat berpartisipasi baik secara individu maupun kelompok untuk
memberikan pelayanan terbaik. Untuk mencapai hal ini maka diperlukan adanya
pendidikan dan pelatihan, penghargaan pada staf, pemberdayaan staf dalam
pengambilan keputusan, dukungan teknis yang tepat, misalnya akses kepada
evidence based. Dikembangkan budaya yang bebas dari budaya saling
menyalahkan, penilaian terbuka terhadap kesalahan dan kegagalan bukan untuk
menyalahkan tetapi untuk perbaikan sistem.
6. Merancang pelayanan yang baik
Evaluasi terhadap proses pelayanan klinis. Kebutuhan dan harapan pasien
diperlakukan sebagai persyaratan yang harus dpenuhi tanpa menyampingkan
persyaratan operasional, standar dan peraturan yang ada. Dilaksanakan
koordinasi dalam perencanaan dan pelayanan.
7. Memastikan efektifitas pelayanan klinis
Kemampuan untuk mengukur mutu dari pelayanan yang dilakukan adalah hal
penting dalam implementasi tata kelola klinis, misalnya mengukur waktu tunggu,
jumlah test yang harus diulang, dan indikator strategis seperti jumlah inovasi,
Tata kelola klinis harus diakui sebagai bagian terintegrasi dari manajemen dan
praktek klinis yang baik dan harus dijadikan bagian dari budaya organisasi. Agar
efektif, tata kelola klinis harus diintegrasikan ke dalam budaya organisasi, praktek
dan rencana bisnis tidak hanya sebagai proyek atau program yang terpisah.
Pelayanan klinis merupakan core business dari rumah sakit yang perlu
mendapat perhatian khusus terutama yang menyangkut dengan keselamatan pasien
dan profesionalisme dalam pelayanan. Untuk pengembangan sistem pelayanan klinis
dilakukan melalui penerapan good clinical governance. Konsep clinical governance
yang dikembangkan oleh National Health System, Inggris didefinisikan sebagai
kerangka organisasi dalam NHS yang bertanggung jawab untuk terus meningkatkan
kualitas layanan dan menjaga standar tinggi perawatan dengan menciptakan suatu
lingkungan dimana perawatan klinis yang unggul dapat berkembang
Konsep tersebut diadopsi di Indonesia untuk peningkatan mutu pelayanan
klinis dirumah sakit dan menjamin keselamatan pasien, yang diharapkan menjadi
kerangka kerja dalam meningkatan mutu pelayanan klinis di rumah sakit. Adapun
tujuan akhir diterapkannya good cli nical gove rnanc e adalah untuk menjaga agar
pelayanan kesehatan dapat terselenggara dengan baik berdasarkan standar pelayanan
yang tinggi serta dilakukan pada lingkungan kerja yang memiliki tingkat
profesionalisme tinggi. Dengan demikian pada gilirannya akan mendukung dalam
upaya mewujudkan peningkatan derajat kesehatan melalui upaya klinik yang
maksimal dengan biaya yang paling cost-effective.
. Hal ini ternyata
Secara umum ada lima prinsip dasar yang terkandung dalam good clinical
governance atau tata kelola yang baik menurut Daniri (2005). Kelima prinsip tersebut
adalah transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kesetaraan/
kewajaran. Namun dalam Permendagri No. 61 tahun 2007, prinsip yang dituntut
untuk dilaksanakan hanya empat prinsip yang pertama. Secara lebih rinci
prinsip-prinsip dasar dalam tata kelola yang baik adalah sebagai berikut :
1. Transparansi (Transparancy ) yaitu keterbukaan informasi baik dalam proses
pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan
relevan mengenai perusahaan. Efek terpenting dari dilaksanakannya prinsip
transparansi ini adalah terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest )
berbagai pihak dalam manajemen.
2. Akuntabilitas ( Accountability) yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ lembaga sehingga pengelolaan lembaga dapat
terlaksana dengan baik. Dengan terlaksananya prinsip ini, lembaga akan
terhindar dari konflik atau benturan kepentingan peran.
3. Responsibilitas (Responsibility) yaitu kesesuaian atau kepatuhan di dalam
pengelolaan lembaga terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak,
hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan
kerja, standar penggajian dan persaingan yang sehat.
4. Independensi (Independency) yaitu suatu keadaan dimana lembaga dikelola
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness) yang secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
2.5Landasan Teori
Pengembangan kualitas governance dilakukan melalui pengelolaan organisasi
yang baik dan pola interaksi di antara pemangku kepentingan yaitu dokter dan
organisasi profesinya (IDI/PDGI), pemerintah dan masyarakat. Dari kerangka clinical
governance disiapkan serangkaian pedoman dan sistem insentif untuk meningkatkan
kualitas pelayanan medis sesuai standar yang telah ditetapkan secara nasional.
Melalui clinical governance, UU 29/2004 merumuskan cara-cara untuk
meningkatkan mutu pelayanan, termasuk di dalamnya: menegakkan standar
pelayanan medik pada organisasi rumah sakit. Permenkes No.
496/Menkes/SK/IV/2005, disebutkan bahwa clinical governance adalah suatu cara
(sistem) upaya menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dan
2.6Kerangka Berfikir
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka berfikir dalam
penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka teori Clinical Governance dalam tata kelola pelayanan
medis (Trivedi et al. 2008,
Medik Di Rumah Sakit).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite
Tata laksana Kredensial
- Penyusunan daftar kewenangan klinis
- Pemeriksaan kompetensi, kesehatan fisik dan mental, perilaku, etika dan profesi
- Evaluasi data pendidikan professional berkelanjutan - Wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis - Penilaian kewenangan klinis
- Pelaporan hasil penilaian kredensial - Proses rekredensial
- Rekomendasi kewenangan klinis
Tata Laksana Pemeliharaan Mutu
Profesi Medis
- Pelaksanaan audit medis - Rekomendasi pertemuan ilmiah
internal Disiplin, Etika dan Perilaku
Profesi Medis
-Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran
-Pemeriksaan staf medis
-Rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional
-Pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan medis pasien.
Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola
klinis (clinical governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga
profesionalismenya. Profesionalisme dalam pelayanan tersebut dapat diwujudkan
melaluitata laksana kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medis di rumah sakit, tata laksana penjagaan mutu profesi staf medis dan
tata laksana pemeliharaan disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis. Peran
Komite medik dalam menerapkan good clinical governance diharapkan menjadi