• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

MONIKA SARI KRISTINE TARIGAN 147011206/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MONIKA SARI KRISTINE TARIGAN 147011206/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Nama Mahasiswa : MONIKA SARI KRISTINE TARIGAN Nomor Pokok : 147011206

Program Studi : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 25 Agustus 2017

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

3. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA

(5)

Nim : 147011206

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN

HUKUM NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (APJB) DENGAN BLANGKO KOSONG (STUDI PUTUSAN NO.

157K/PDT/2013)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : MONIKA SARI KRISTINE TARIGAN Nim : 147011206

(6)

kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah, bagaimana legalitas hukum pembuatan akta jual- beli hak atas tanah bersertipikat yang dibuat oleh PPAT dan dibatalkan oleh pengadilan, Bagaimana kedudukan hukum akta pengikatan jual beli (APJB) yang dibuat oleh notaris yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum karena dibuat tanpa sepengetahuan pemilik tanah, bagaimana dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan MA No. 157K/Pdt/2013 dalam perkara perbuatan melawan hukum notaris dalam pembuatan APJB dengan menggunakan blangko kosong, bagaimana akibat hukum dan bentuk tanggungjawab notaris apabila APJB dengan menggunakan blangko kosong yang dibuatnya batal demi hukum/dibatalkan oleh pengadilan karena mengandung unsur perbuatan melawan hukum dan merugikan pihak lain.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, PP No.

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Buku Ketiga KUH Perdata tentang Hukum Perjanjian. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencari jawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah kedudukan akta pengikatan jual beli (APJB) yang dibuat dengan blangko kosong oleh notaris SY bekerja sama dengan tergugat NG pada prinsipnya mengandung unsur perbuatan melawan hukum karena notaris/PPAT SY bekerja sama tergugat NG telah membuat APJB rekayasa, yang menempatkan seluruh keterangan yang tidak benar (palsu) tersebut ke dalam akta otentik, tanpa sepengetahuan pemilik tanah yaitu Ny. PS. Perbuatan tergugat NG bekerjasama dengan notaris/PPAT SY merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan cacat hukum karena itu dapat dimintakan pembatalannya ke pengadilan. Dasar pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung dalam putusan MA No.157.K/Pdt/2013 dalam pembatalan APJB yang dibuat oleh notaris dengan menggunakan blangko kosong tersebut adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan oleh karena itu mengandung unsur cacat hukum karena itu dibatalkan oleh pengadilan dan juga akta kuasa, akta pengosongan rumah / tanah serta akta balik nama yang dibuat oleh kantor pertanahan juga ikut dibatalkan karena didasarkan kepada APJB yang melawan hukum dan cacat hukum tersebut. Bentuk tanggung jawab tersebut adalah notaris SY digugat secara perdata ke pengadilan menuntut pembatalan APJB yang dibuatnya secara melawan hukum tersebut.

Bentuk tanggung jawab lainnya adalah notaris SY dapat digugat ganti rugi ke pengadilan oleh pihak yang dirugikan atas pembuatan APJB tersebut dalam hal ini adalah Ny. PS dengan dasar hukum Pasal 1365 KUH Perdata. Bentuk tanggung jawab lainnya adalah dapat dilaporkan ke pihak yang berwajib, apabila terdapat unsur pidana dalam perbuatan melawan hukum pembuatan APJB tersebut.

(7)

conjunction with Article 1338 of the Civil Code so that it can provide legal certainty and protection for the parties concerned. The research problems are how about the legality of buy and sale deed making of a land title which certificate is made by PPAT (the Officials Empowered to Draw up Land Deeds) which is revoked by the court, how about the legal position of APJB made by a notary who made an unlawful act because it was made unbeknownst to the land owner, how about the legal consideration of the Panel of Judges of the Supreme Court of the Republic of Indonesia in the ruling of the Supreme Court no. 157K/Pdt/2013 for the case of notary’s unlawful act in making APJB using blank form, and how about the legal consequence and the form of the notary’s liability if the APJB with the blank form that he has made is revoked by the court because it contains unlawful act and causes loss to other party.

This is a normative legal research which is made upon the prevailing laws and regulations, in this case, i.e. the UUJN (Law on Notary’s Position) No. 30/2004 in conjunction with the UUJN NO.2/2014, the Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration and the Third Book of the Civil Code on Agreement Law. This research is descriptive analytical which describes, elaborates and analyzes the problems in order to give answers to them.

The results show that the position of the APJB made in a blank form by a notary SY who cooperated with the defendant NG principally contains an unlawful act because the notary/PPAT SY has worked for NG by making a false APJS, which puts all false (fake) information in an authentic deed, unbeknownst to the land owner i.e. Mrs. PS. The Defendant NG’s cooperation with notary/PPAT SY is contrary to law and legally defect because it is revocable by the court. The legal consideration of the Panel of Judges of the Supreme Court in its Ruling No. 157.K/Pdt/2013 in the revocation of the APJB which is made by a notary using a blank form is that it is considered an unlawful act; therefore, it is legally defect and revoked by the court and the deed of power, deed of clearing out of a house/ land title transfer made by the Land Office are also revoked because they were made grounded on the APJB which violates law and is legally defect. The form of the liability is that the notary SY is claimed according to civil law to the court for the revocation of the APJB that he made by violating the law. another form of the notary’s liability is that he is accountable for indemnity to the court by the party who suffers from the loss due to the APJB i.e. Mrs.PS with legal standing of ARtile 1356 of the Civil Code; and that it can be reported to the authority, if there is a criminal element in the unlawful act in the APJB.

Keywords: Unlawful Act, Notary and APJB (Buy and Sale Binding Deed)

(8)

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam memenuhi tugas ini, penulis menyusun dan memilih judul :

“ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (APJB) DENGAN BLANGKO KOSONG (Studi Putusan No. 157K/Pdt/2013)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pedoman dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terima kasih yang sebesar- besarnya secara khusus kepada Ketua Komisi PembimbingProf. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum. dan Syafnil Gani, SH, MH, masing masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang banyak memberikan masukkan dan bimbingan kepada penulis selama dalam penulisan tesis ini dan kepada Dr. Edy Ikhsan, SH, MA dan Notaris Rosniaty Siregar SH, M.Kn selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritikan, saran serta masukkan dalam penulisan tesis ini.

(9)

Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluargaku tercinta Ayahanda Ali Usman Tarigan dan Ibunda Norlia Kaban yang telah membesarkan dan mendidik Ananda dengan penuh kasih sayang dan selalu memberikan doa, semangat, perhatian dan dorongan yang tiada hentinya kepada penulis selama ini. Dukungan yang telah kalian berikan selama ini dan semua pencapaian yang telah saya raih akan saya persembahkan untuk kalian.

(10)

yang senantiasa menjadi inspirasi dan penyemangat agar tesis ini selesai.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan, khususnya rekan rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Salsabhila, Erni Ariyanti Sitorus, Devi Mayasari, Dedi Ismanto, dan kawan-kawan satu angkatan lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus memberikan motivasi, semangat, kerjasama dan diskusi, membantu dan memberikan pemikiran kritik dan saran dari awal masuk di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan sampai saat penulis selesai menyusun tesis ini.

Penulis berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesuksesan dan rezeki yang melimpah. Akhir kata, semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

Medan, Agustus 2017

(Monika Sari Kristine Tarigan)

(11)

Nama : Monika Sari Kristine Tarigan, SH Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 29 Maret 1992

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg Nangka 1 No. 24 Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 25 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Katholik

Nama Bapak : Ali Usman Tarigan

Nama Ibu : Norlia Kaban

II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Swasta St. Petrus Medan Sekolah Menengah Pertama : SMP Swasta Budi Murni -2 Medan Sekolah Menengah Atas : SMA Swasta Methodist 1 Medan S1 Universitas : Fakultas Hukum – USU

S2 Universitas : Program Studi Magister Kenotariatan FH - USU

(12)

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 19

E. Keaslian Penelitian ... 20

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 22

1. Kerangka Teori ... 22

2. Konsepsi ... 29

G. Metode Penelitian ... 30

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 30

2. Sumber Data... 31

3. Teknik dan Pengumpulan Data ... 32

4. Analisis Data ... 33

BAB II KEDUDUKAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (APJB) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM KARENA DIBUAT TANPA SEPENGETAHUAN PEMILIK TANAH ... 34

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjanjian Menurut KUH Perdata... 34

B. Tinjauan Umum Tentang Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) yang Dibuat oleh /Dihadapan Notaris ... 50

(13)

BAB III ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM

DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

157K/PDT/201387... 76

A. Kasus Posisi Perkara Pembatalan APJB dalam Putusan No. 157K/Pdt/2013 ... 76

B. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan No. 157K/Pdt/2013... 79

C. Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 157K/Pdt/2013... 85

BAB IV AKIBAT HUKUM DAN BENTUK TANGGUNGJAWAB NOTARIS APABILA APJB DENGAN MENGGUNAKAN BLANGKO KOSONG YANG DIBUATNYA BATAL DEMI HUKUM/DIBATALKAN OLEH PENGADILAN KARENA MENGANDUNG UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN MERUGIKAN PIHAK LAIN ... 92

A. Tinjauan Umum Terhadap Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Pembuatan Akta Otentik... 92

B. Tinjauan Umum Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris ... 100

C. Akibat Hukum Dan Bentuk Tanggung Jawab Notaris Apabila Apjb Dengan Menggunakan Blangko Kosong Yang Dibuatnya Batal Demi Hukum/Dibatalkan Oleh Pengadilan Karena Mengandung Unsur Perbuatan Melawan Hukum Dan Merugikan Pihak Lain... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Saran... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 121

(14)

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN No. 30 Tahun 2004 joncto UUJN No. 2 Tahun 2014) berbunyi, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) (UUJN No. 30 Tahun 2004 joncto UUJN No. 2 Tahun 2014 dapat diketahui bahwa notaris merupakan suatu jabatan yang berwenang dalam membuat akta autentik mengenai semua perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tidak disarahkan kewenangannya kepada pejabat lain oleh undang-undang.

Salah satu kewenangan notaris yang diberikan oleh undang-undang dalam pembuatan akta autentik adalah membuat akta pengikatan jual beli (APJB) terhadap hak atas tanah yang telah bersertipikat.

Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) yang dibuat dihadapan Notaris merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUH Perdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang

(15)

membuatnya1. Pasal 1320 KUH Perdata mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yang berbunyi, supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 (empat) syarat :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang2

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa, “semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.”Pasal 1338 ayat (2) menyebutkan bahwa, “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

APJB yang dilakukan dihadapan notaris yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah suatu akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah dan bangunan telah bersertipikat sebagai objeknya. Tanah dan bangunan termasuk dalam benda yang tidak bergerak (benda tetap) yang pengalihan haknya harus dibuat dengan akta notaris apabila tanah dan bangunan itu belum bersertipikat yang disebut dengan pelepasan hak dengan ganti rugi (PHGR), sedangkan untuk tanah dan bangunan yang telah memiliki sertipikat maka pengalihan hak kepemilikannya harus dilakukan dengan

1 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, Banyu Media, Publishing, Malang, 2010, hal. 39

2Arifin Rachman, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012, hal. 26

(16)

menggunakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang disebut dengan Akta Jual Beli (AJB).3Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa, “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.4

Dalam praktek pelaksanaan jual beli tanah yang terjadi dimasyarakat Indonesia, sering pula terjadi jual beli tanah tersebut didahului oleh Perikatan Jual Beli (PJB) antara penjual dan pembeli tanah. Dalam perikatan jual beli antara para pihak tersebut, belum terjadi peralihan hak dari penjual kepada pembeli tanah.

Namun para pihak baik penjual dan pembeli sudah terikat dalam perjanjian perikatan jual beli tersebut, untuk melaksanakan/ merealisasikan jual beli tanah tersebut pada suatu waktu yang telah disepakati, apabila semua persyaratan untuk terlaksananya jual beli tanah tersebut telah dipenuhi oleh para pihak.5

Pembuatan akta pengikatan jual beli dilaksanakan terlebih dahulu oleh para pihak berhubung karena adanya persyaratan-persyaratan yang belum dapat dipenuhi oleh salah satu pihak baik itu penjual maupun pembeli untuk dapat dilangsungkannya suatu perbuatan hukum jual beli hak atas tanah yang telah memiliki sertipikat hak

3 Rahman Hidayat, Akta Pengikatan Jual Beli Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 77

4 Adrian Sutedji, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 47

5 Habib Adjie, Menopang Khazanah, Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti,

(17)

milik. Untuk menunggu dipenuhinya persyaratan-persyaratan tersebut agar dapat dilangsungkannya suatu perbuatan hukum jual beli hak atas tanah maka dilakukanlah suatu perbuatan hukum perikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris, yang bertujuan untuk mengikat kedua belah pihak agar pelaksanaan jual beli hak atas tanah tersebut hanya dapat dilakukan diantara para pihak yang telah melakukan perikatan jual beli.6 Disamping itu perikatan jual beli juga adalah untuk menghindari Pajak Penghasilan (PPh) yang harus disetorkan oleh pihak penjual sebelum ditandatanganinya akta jual beli dan juga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang wajib disetorkan oleh pihak pembeli sebelum ditandatanganinya akta jual beli tersebut.7

Dalam perjanjian pengikatan jual beli perlu diperhatikan hak dan kewajiban para pihak yang benar-benar mencerminkan suatu keseimbangan yang proporsional dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap para pihak apabila dikemudian hari ternyata akta perikatan jual beli tersebut mengalami sengketa.

Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang dalam membuat akta pengikatan jual beli tersebut juga perlu memperoleh perlindungan hukum apabila akta yang dibuatnya tersebut ternyata dikemudian hari mengalami sengketa hingga ke pengadilan.8

Akta pengikatan jual-beli hak atas tanah yang dibuat oleh notaris wajib memuat perlindungan hukum kepada pihak dan juga kepada notaris itu sendiri.

6Herlina Suyati Bachtiar, Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 68

7Muchlis Patahna, Problematika Notaris, Rajawali, Jakarta, 2009, hal. 9

8 Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000, hal. 380

(18)

Dalam praktek pelaksanaan pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah notaris wajib memuat dalam akta pengikatan jual-beli tersebut tentang jenis hak yang dimiliki tanah sebagai objek jual beli tersebut apakah Hak Milik, HGB, HGU, termasuk luas tanah dan batas-batas tanah tersebut secara lengkap dan jelas.

Disamping itu dalam akta pengikatan jual beli tersebut harus pula memuat mengenai harga jual yang telah disepakati, panjar (uang muka yang telah dibayarkan oleh pembeli), dan pengakuan dari penjual bahwa ia telah menerima uang muka tersebut.

Kemudian dimuat pula momentum penyerahan hak atas tanah sebagai objek jual beli tersebut, termasuk status tanah tersebut sebagai objek jual beli apakah tidak telah dibebani sesuatu Hak Tanggungan atas utang dari penjual tanah tersebut.9

Dalam akta perikatan jual beli hak atas tanah harus dimuat pula hak dan kewajiban dari penjual dan pembeli diantaranya adalah, hak penjual yaitu menerima harga barang (tanah) yang telah dijualnya kepada pembeli. Kewajiban penjual adalah menyerahkan barang (tanah) sebagai objek jual kepada pembeli, menyerahkan semua dokumen yang terkait atas tanah tersebut, dan mengalihkan hak milik atas tanah tersebut. Sedangkan hak dan kewajiban pembeli adalah menerima barang (tanah) yang telah dibelinya baik secara yuridis maupun secara riil nantinya, memeriksa tanah sebagai objek jual beli, membayar objek jual beli sesuai perjanjian, membayar kewajiban lainnya yang telah ditetapkan dalam akta perikatan jual beli tersebut.10

9Munarwan Rachmanto, Akta Notaris dan Permasalahan Hukumnya, Citra Ilmu, Surabaya, 2005, hal. 71

(19)

Notaris sebagai pejabat publik dalam membuat akta pengikatan jual beli harus mendengarkan kehendak dari para pihak, dan aktanya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah UUJN No. 30 Tahun 2004 joncto UUJN No. 2 Tahun 2014.11 Apabila akta pengikatan jual beli tersebut mengandung cacat hukum atau mengandung perbuatan melawan hukum dikemudian hari, maka notaris bertanggung jawab baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka atas telah dibuatnya suatu perbuatan hukum tertulis berupa akta pengikatan jual beli tersebut. Akta pengikatan jual beli (APJB) yang dibuat dihadapan notaris harus dilaksanakan dihadapan para pihak yaitu pihak calon penjual dan pihak calon pembeli.12

Di dalam akta pengikatan jual beli tersebut wajib memuat identitas para pihak secara jelas serta dokumen-dokumen lain yang terkait dan dibutuhkan dalam pembuatan akta perikatan jual beli tersebut dengan baik dan benar. Hal ini dimaksudkan agar notaris yang membuat akta pengikatan jual beli tersebut benar- benar dapat membuat suatu akta pengikatan jual beli yang memenuhi unsur-unsur keseimbangan dan proporsionalitas dalam hak dan kewajiban para pihak, sehingga akta tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan dijadikan alat bukti yang sah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Akta pengikatan jual beli (APJB) juga wajib ditandatangani oleh para pihak yaitu pihak calon penjual, calon pembeli, saksi-saksi (minimal 2 orang) dan notaris

11Sutan Rachmat, Perlindungan Hukum terhadap Notaris Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2009, hal 53.

12Abdul Bari Azed, Profesi Notaris sebagai Profesi Mulia, Media Ilmu, Jakarta, 2005, hal.68

(20)

itu sendiri. Pembuatan akta pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris memiliki minuta akta (asli akta) yang disimpan oleh notaris di protokol notaris, dan notaris wajib mengeluarkan salinan dari akta pengikatan jual beli tersebut kepada para pihak yaitu calon penjual dan calon pembeli sebagai pegangan dan bukti telah dilakukannya perbuatan hukum pengikatan jual beli tersebut.

Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) merupakan suatu bentuk perjanjian yang muncul dari kebutuhan hukum yang berkembang dalam masyarakat. Perikatan jual beli tanah merupakan perjanjian tidak bernama, karena tidak ditemukan dalam bentuk-bentuk perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Perjanjian pengikatan jual beli tanah merupakan implementasi dari asas kebebasan berkontrak, dimana para pihak secara bebas dapat menentukan kemauannya.13

Dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah. Sehingga peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.14 Namun dalam praktek sebelum dilakukannya jual beli tanah dihadapan PPAT yang berwenang, para pihak membuat akta pengikatan jual beli tanah di hadapan Notaris. Pengikatan dimaksudkan sebagai perjanjian pendahuluan dari maksud utama

13Rahman Hidayat, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 77

(21)

para pihak untuk melakukan peralihan hak atas tanah. Akta pengikatan jual beli ini memuat janji-janji untuk melakukan jual beli tanah apabila persyaratan yang diperlukan untuk itu telah terpenuhi.15

Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) yang dibuat oleh notaris merupakan akta autentik sesuai ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata. Pasal 1868 KUH Perdata berbunyi, “Suatu Akta Otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang di buat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”. Dalam kaitannya dengan akta autentik pengikatan jual beli tersebut di atas Pasal 1870 KUH Perdata telah memberikan penegasan bahwa akta yang dibuat oleh / dihadapan notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Adapun ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata tersebut menyebutkan bahwa, “Suatu akta autentik memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya”.16

Di dalam ketentuan Pasal 40 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa, “Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain”. Saksi paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan

15Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 12

16Ibid, hal. 13

(22)

perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan notaris atau para pihak. Saksi sebagaimana dimaksud di atas harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan dengan identitas dan kewenangannya kepada notaris oleh penghadap.17 Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan dengan tegas dalam akta. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 40 tersebut di atas mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.18

Di dalam ketentuan Pasal 44 UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 disebutkan bahwa :

1. Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.

3. Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.

4. Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.

5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.”

17Herlina Suyati Bachtiar, Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 68

(23)

Apabila pembuatan notaril akta / akta autentik yang diinginkan oleh para pihak tersebut ternyata tidak sesuai dengan ketentuan yang termuat di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 sehingga mengakibatkan akta tersebut menjadi terdegradasi menjadi akta di bawah tangan atau akta tersebut mengandung cacat hukum sehingga tidak memiliki kekuatan hukum di dalam pembuktiannya dan mengakibatkan terjadinya kerugian terhadap salah satu pihak atau pihak lain maka notaris bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh akta yang dibuatnya tersebut dengan cara mengganti rugi berikut bunga kepada para pihak yang dirugikan tersebut.

Ketentuan hukum yang dilanggar dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 terhadap pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah adalah Pasal 39 ayat (2) UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa, “Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh dua orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau yang belum pernah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh dua orang penghadap lainnya”.

Di dalam pelaksanaan pembuatan akta autentik pengikatan jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat maka notaris harus memformulasikan keinginan para pihak untuk dituangkan ke dalam akta pengikatan jual beli tersebut. Pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh notaris oleh para pihak disebabkan karena pelaksanaan pembuatan akta jual beli hak atas tanah tersebut tidak dapat berlangsung seketika itu juga karena adanya persyaratan – persyaratan yang belum terpenuhi oleh

(24)

para pihak untuk dapat dilangsungkannya akta jual beli tersebut dihadapan PPAT sebagai pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta jual beli hak atas tanah tersebut.19

Pembuatan akta jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh notaris harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan – persyaratan dimana baik pihak pemilik tanah (calon penjual) maupun pihak calon pembeli datang menghadap ke kantor notaris untuk melaksanakan pembuatan APJB tersebut dengan membawa dokumen – dokumen yang berkaitan dengan hak atas tanah yang telah bersertipikat tersebut. Dalam hal ini notaris harus menanyakan para pihak yang menghadap tentang keinginan para pihak yang harus dituangkan ke dalam akta yang akan dibuat oleh notaris tersebut dalam hal ini adalah APJB tersebut. Tanpa kehadiran kedua belah pihak yaitu pihak pemilik tanah (calon penjual) dan pihak calon pembeli dihadapan notaris maka pembuatan APJB tidak dapat dilaksanakan.20

Pada umumnya sebab-sebab para pihak mengadakan persetujuan akta pengikatan jual beli antara lain adalah ;

1. Apabila sertipikat hak atas tanah tersebut masih dalam proses pengurusan di kantor pertanahan.

2. Apabila transaksi jual beli dibayar secara bertahap atau secara mencicil

3. Apabila objek sedang ditempati atau sedang disewa oleh pihak lain, pihak pembeli menginginkan objek yang dibeli dalam keadaan kosong.

19Deni Mattulessya, sebagaimana dikutip dari buku GHS Lumban Lobing, Peraturan Jabatan Notaris, Publisher Erlangga, Jakarta, 2010, hal.145

(25)

4. Apabila objek sedang terikat Hak Tanggungan dan harus terlebih dahulu dilakukan prosesnya.21

Disamping itu hal yang tak kala penting dan sering kali tersebut adalah dalam hal pembayaran pajak, sekiranya pihak-pihak menunda pembayaran pajak terhadap suatu transksi jual beli hak atas tanah baik itu pajak penghasilan (PPh) maupun Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maka pada umumnya digunakan akta pengikatan jual beli (APJB). Kemungkinan lain yang menyebabkan pembuatan APJB adalah karena sertipikat hak atas tanah tersebut masih atas nama pewaris atau pemilik awal, sedangkan para ahli waris belum melakukan proses balik nama dan ingin menjual tanah tersebut secara cepat karena membutuhkan uang.22

Pembuatan akta pengikatan jual beli yang menggunakan blangko kosong yang diisi oleh para pihak tanpa dilakukan dihadapan notaris merupakan suatu perbuatan melawan hukum baik yang dilakukan oleh para pihak oleh notaris itu sendiri. Di dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 157K/Pdt/2013 bahwa pada sekitar bulan November 2007 pihak penggugat Ny. PS meminjam uang sebesar Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dengan syarat dikenai bunga kepada Penggugat NG dan para pihak sepakat membuat suatu perjanjian di bawah tangan tentang perjanjian hutang piutang antara Penggugat Ny PS dan Tergugat NG dengan pinjaman sebesar Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) berikut bunga yang harus dibayar oleh penggugat Ny. PS. Adapun jumlah pinjaman sebenarnya

21Rustam Marwanto, Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (Tinjauan Yuridis dan Praktis), Salemba IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2011, hal. 64

22Ibid, hal. 65

(26)

yang diterima oleh Ny. PS adalah sekitar Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) saja.

Sedangkan Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) diambil oleh Saudara Amber sebagai komisi atas terjadinya pelaksanaan pinjam meminjam uang tersebut.23

Pada tanggal 3 Desember 2007 pihak penggugat dan tergugat membuat kesepakatan yang akan dituangkan dalam perjanjian hutang piutang di depan notaris Suryadi Yasin, SH (Turut Tergugat I). Dan pada saat itu oleh turut tergugat I disarankan untuk dibuatkan akta perjanjian dimana perjanjian tersebut bukanlah perjanjian hutang piutang melainkan perjanjian pengikatan jual beli (APJB) dengan menggunakan akta notaris.

Bahwa kemudian terbitlah Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (APJB) yang didalamnya disebutkan bahwa tanah dan bangunan milik penggugat Ny. PS di jual kepada tergugat NG melalui suatu Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (APJB) No.

372/SJ/12/2007 yang dibuat oleh turut tergugat I yaitu SY. Penggugat Ny. PS sebenarnya akan membayar lunas seluruh pinjaman sebagaimana perjanjian awal kepada tergugat secara lisan sebesar Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sebagaimana jumlah uang yang diterimanya dan Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sebagai bunga. Pada saat penggugat hendak menyerahkan uang tersebut kepada tergugat di depan turut tergugat I ternyata tergugat menolak menerima uang tersebut dan bahkan sertipikat hak milik penggugat telah beralih nama menjadi milik tergugat.24

23Putusan Mahkamah Agung No. 157K/Pdt/2013

(27)

Penggugat Ny. PS dalam pelaksanaan pembayaran hutangnya kepada tergugat NG pada kenyataanya telah mengalami keterlambatan selama 6 (enam) bulan, namun demikian setelah 6 (enam) keterlambatan tersebut. Pada saat Ny. PS sebagai penggugat telah terlambat melakukan pembayaran hutangnya kepada tergugat NG maka pada saat rentang waktu tersebut NG memberikan dua buah blangko kosong untuk ditanda tangani oleh Ny. PS selaku Penggugat, dimana NG beralasan bahwa blangko kosong itu akan dibuat Akta Perjanjian Hutang Piutang dan APJB dengan menggunakan akta notaris oleh Turut Tergugat I SY. Akan tetapi ternyata dua buah blangko kosong yang telah ditanda tangani oleh Ny. PS selaku penggugat tersebut oleh Turut Tergugat I SY dibuat Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) dan Akta Kuasa No. 372/SJ/XII/2007 tanggal 3 Desember 2007 No. 10 tertanggal 3 Desember 2007.

Berdasarkan APJB No. 372/SJ/XII/2007 tanggal 3 Desember 2007 maka dibuat pula akta surat kuasa No. 10 dan akta perintah pengosongan tanah No. 11 tertanggal 3 Desember 2007 yang dibuat turut tergugat I SY yang kemudian menjadi dasar tindakan dari NG sebagai tergugat menguasai tanah milik Ny. PS selaku penggugat. Berdasarkan APJB No. 372/SJ/XII/2007 tanggal 3 Desember 2007 dan Surat Kuasa No. 10 dan akta perintah pengosongan tanah No. 11 tertanggal 3 Desember 2007 tersebut maka terbitlah akta jual beli No. 479/2008 tertanggal 5 Agustus 2008 dan akta jual beli No. 480/2008 tertanggal 5 Agustus 2008 atas dua objek tanah yang terletak di jalan Anta Pani Kidul Blok B 17 Kavling 7 (tempat disebut dengan jalan Tuban No. 14 Kelurahan Cicadas, Kecamatan Bandung,

(28)

Wilayah Ujung Berung Provinsi Jawa Barat) dengan luas masing-masing tanah adalah 140 m2yang dibuat oleh notaris / PPAT SY selaku turut tergugat I.25

Setelah penggugat Ny. PS berhasil mengumpulkan uang sejumlah Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) maka Ny. PS selaku penggugat berniat untuk melakukan pembayaran hutangnya kepada tergugat NG dan pada saat Ny. PS selaku penggugat hendak melakukan pembayaran hutangnya kepada tergugat NG, dihadapan turut tergugat I SY, pembayaran tersebut ditolak oleh tergugat NG, dan tergugat NG telah membalik namakan sertipikat hak milik hak atas tanah Milik Ny. PS sejumlah dua bidang tanah ke atas namanya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung berdasarkan akta jual beli No. 479/2008 tertanggal 5 Agustus 2008 dan akta jual beli No. 480/2008 tertanggal 5 Agustus 2008.

Karena merasa telah dirugikan oleh tergugat NG dan turut tergugat SY selalu Notaris/PPAT maka penggugat Ny. PS mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung, dan berhubung karena di Pengadilan Negeri Bandung Ny. PS sebagai penggugat kalah maka Ny. PS mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat.

Di Pengadilan Tinggi Jawa Barat Ny. PS selaku pembanding dahulu penggugat juga mengalami kekalahan karena Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung, dimana NG selaku tergugat dimenangkan.

Karena kekalahan di Pengadilan Tinggi Jawa Barat maka Ny. PS mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI selaku pemohon kasasi dalam memperjuangkan haknya untuk mengambil kembali dua bidang tanahnya yang telah dibalik namakan oleh

(29)

tergugat NG dan dibantu oleh turut tergugat SY dengan membuat APJB dan surat kuasa dengan menggunakan blangko kosong yang terlebih dahulu ditanda tangani oleh penggugat Ny. PS dan dilanjutkan dengan pembuatan akta jual beli oleh turut tergugat SY sebagai notaris/PPAT.

Penelitian tesis ini akan difokuskan terhadap pembuatan APJB oleh Notaris dengan menggunakan blangko kosong yang mengakibatkan terjadinya perbuatan yang melawan hukum. Hal ini disebabkan bahwa proses pembuatan APJB tersebut tidak dilakukan dihadapan para pihak yaitu pihak calon penjual dan pihak calon pembeli, melainkan hanya meminta tanda tangan dari pihak pemilik tanah selaku penjual dimana tanda tangan itu dilakukan di atas kertas blangko yang tidak memiliki tulisan apapun atau blangko kosong. Setelah ditanda tangani oleh pihak pemilik tanah atau penjual baru dilakukan pengetikan APJB terhadap blangko kosong tersebut tanpa sepengetahuan pihak pemilik tanah. Disamping itu penelitian ini juga akan membahas bagaimana Kedudukan hukum APJB yang dibuat oleh notaris yang mengandung cacat hukum karena dibuat dengan cara melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum tersebut adalah karena pembuatan APJB oleh notaris tidak sesuai dengan ketentuan yang termuat di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dimana APJB tersebut dibuat oleh notaris dan dibacakan dihadapan para pihak yaitu pihak calon penjual (pemilik tanah) maupun pihak calon pembeli.

Pembuatan APJB secara melawan hukum yang dilakukan oleh notaris tersebut dilakukan dengan memberikan blangko kosong tanpa tulisan apapun kepada pemilik

(30)

tanah (calon penjual) untuk ditandatangani, kemudian setelah ditandatangani oleh pemilik tanah tanpa sepengetahuan pemilik tanah tersebut dibuatlah APJB oleh notaris bersama-sama dengan tergugat secara bersama-sama. Penelitian ini juga akan membahas tentang Dasar pertimbangan Majelis hakim dalam putusan MA No.

157K/Pdt/2013 dalam perkara perbuatan melawan hukum notaris dalam pembuatan APJB yang mengakibatkan terjadinya kerugian bagi salah satu pihak.

Penelitian tentang pembuatan APJB yang dibuat oleh notaris di dalam pembahasannya sangat penting untuk dapat dijadikan bahan referensi bagi para praktisi hukum pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Bahwa setiap pembuatan akta oleh notaris termasuk APJB hak atas tanah harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di bidang hukum perjanjian pada khususnya dan hukum kenotariatan pada umumnya, sehingga akta notaris tersebut dapat dikatakan sebagai suatu akta otentik dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya termasuk kepada pihak ketiga yang berkepentingan. Apabila akta notaris tersebut dibuat dengan cara bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku di bidang hukum perjanjian dan juga hukum kenotariatan maka akta tersebut lemah secara hukum kedudukannya dan rentan untuk digugat baik perdata maupun pidana oleh pihak ketiga termasuk gugatan terhadap notaris yang bersangkutan.

(31)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan hukum akta pengikatan jual beli (APJB) yang dibuat oleh notaris yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum karena dibuat tanpa sepengetahuan pemilik tanah?

2. Bagaimana dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan MA No. 157K/Pdt/2013 dalam perkara perbuatan melawan hukum notaris dalam pembuatan APJB dengan menggunakan blangko kosong?

3. Bagaimana akibat hukum dan bentuk tanggungjawab notaris apabila APJB dengan menggunakan blangko kosong yang dibuatnya batal demi hukum/dibatalkan oleh pengadilan karena mengandung unsur perbuatan melawan hukum dan merugikan pihak lain?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum akta pengikatan jual beli (APJB) yang dibuat oleh notaris yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum karena dibuat tanpa sepengetahuan pemilik tanah

2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan MA No. 157K/Pdt/2013 dalam perkara perbuatan

(32)

melawan hukum notaris dalam pembuatan APJB dengan menggunakan blangko kosong

3. Untuk mengetahui akibat hukum dan bentuk tanggungjawab notaris apabila APJB dengan menggunakan blangko kosong yang dibuatnya batal demi hukum/dibatalkan oleh pengadilan karena mengandung unsur perbuatan melawan hukum dan merugikan pihak lain

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atas kegunaan baik secara teoritis dan praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberikan manfaat guna menambah khasanah di dalam ilmu hukum perjanjian pada umumnya dan hukum pembuatan APJB oleh notaris serta bagaimana pertanggung jawaban notaris terhadap APJB yang telah dibuatnya yang ternyata mengandung unsur perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan cacat hukum dan merugikan para pihak atau pihak lain yang berkepentingan terhadap APJB tersebut.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi masyarakat pada umumnya maupun para praktisi hukum pada khususnya untuk mengetahui secara jelas tentang ketentuan hukum perjanjian pada umumnya dan hukum pembuatan APJB

(33)

oleh notaris pada khususnya, sehingga APJB tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di dalam hukum kenotariatan.

b. Sebagai informasi dan inspirasi bagi para praktisi dalam memahami tentang bentuk-bentuk perjanjian pada umumnya dan juga hukum pelaksanaan pembuatan APJB oleh notaris pada khususnya.

c. Sebagai bahan kajian bagi masyarakat yang dapat mengambil poin-poin atau modul-modul pembelajaran dan penelitian ini dan diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam pelaksanaan pembuatan APJB oleh notaris sehingga dapat diketahui tentang bentuk APJB yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di bidang kenotariatan dalam hal ini adalah UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Sekolah Pasca Sarjana universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang dilakukan dengan judul “ANALISIS YURIDIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (APJB) DENGAN BLANGKO KOSONG (Studi Putusan No. 157K/Pdt/2013)” belum pernah dilakukan, namun demikian terdapat beberapa judul yang membahas tentang perjanjian tanpa agunan, antara lain oleh:

(34)

1. Agustining, 0870110012/MKn, dengan judul tesis “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbhuatan Pidana”.

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana tanggungjawab notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yangdibuat dan berindikasi perbuatan pidana?

b. Fungsi dan peranan majelis pengawas daerah terhadap pemanggilan notaris pada pemeriksaan perkara pidana?

2. Fransiskus Sinaga, NIM. 107011109/M.Kn dengan dengan judul tesis, “Prinsip Kemandirian Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik”

Pemasalahan yang dibahas

a. Bagaimana wujud pelaksanaan prinsip kemandirian notaris dalam pembuatan akta otentik?

b. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam menujunjung tinggi prinsip kemandirian notaris?

c. Bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum bagi notaris apabila terjadi pelanggarn prinsip kemandirian notaris?

3. Edi Natasari Sembiring, NIM. 077011016/MKn, dengan judul tesis

“Kewenangan notaris dalam status tersangka menjalankan tugas sebagai pejabat umum membuat akta otentik”.

Pemasalahan yang dibahas

a. Bagaimana penyidikan terhadap notaris yang telah melakukan tindak pidana?

(35)

b. Bagaimana kewenangan notaris sebagai tersangka dalam menjalankan tugas jabatannya?

c. Bagaimana pemberhentian sementara terhadap notaris sebgai tersangka tindak pidana?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang akan menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori hukum positif yaitu Teori yang menyatakan bahwa hukum adalah kumpulan perintah dan larangan yang dibuat secara tertulis yang harus dipatuhi dan ditaati seluruh masyarakat dalam suatu negara tanpa adanya pengecualian. Pelanggaran terhadap ketentuan hukum tersebut adalah penjatuhan sanksi bagi orang yang melanggarnya.

Salah satu pelopor dari Teori hukum positif ini adalah HLA Hart. Harta mulai dengan mengidentifikasikan tiga masalah yang diperbaharui :

(36)

1. Bagaimana hukum berbeda dari, dan bagaimana hukum berhubungan dengan perintah yang didukung dengan ancaman.

2. Bagaimana kewajiban hukum berbeda dari, dan bagaimana hukum berhubungan dengan kewajiban moral.

3. Apa itu aturan-aturan dan sejauh mana hukum itu menjadi suatu aturan-aturan.

Hart berpendapat, hukum itu terdiri dari sistem aturan-aturan, masing-masing perlu dipahami secara sebelum keterlibatannya dapat dihargai dengan pasti. Hal ini dapat disimpulkan sebagai perbedaan antara kebiasaan perorangan (personal habbits) dan aturan-aturan sosial (social rule); perbedaan antara yang seharusnya dipatuhi (being oblige) dan yang harus dipatuhi (being under an obligation); perbedaan antara

eksternal dan internal aspek dari aturan-aturan; perbedaan antara aturan-aturan hukum primer dan aturan-aturan hukum sekunder.

Teori Hart menyatakan bahwa aturan primer adalah aturan yang menerapkan kewajiban. Peraturan itu bisa positif atau negatif, dan mencakup baik aturan yang mewajibkan kita untuk membayar pajak pendapatan dan aturan yang mengharuskan kita menjauhkan pembunuhan. Namun demikian dalam kenyataannya aturan yang primer hanya sebagian dari hukum, karena seringkali isi aturan primer itu tidak pasti, mengikuti kebutuhan perubahan dari waktu ke waktu dan kebutuhan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari penerapan aturan itu dalam kasus-kasus tertentu. Oleh karenanya Hart memformulasikan konsep aturan sekunder yang dibaginya menjadi tiga.

(37)

UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 maupun kode etik notaris merupakan ketentuan hukum positip yang harus ditaati dan dipatuhi oleh Notaris sebagai pejabat publik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam membuat akta otentik. UUJN No.30.Tahun 2004 jo UUJN No 2 Tahun 2014 serta kode etik notaris merupakan ketentuan hukum yang berisi perintah dan larangan bagi notaris dalam menjalankan profesinya.26

Notaris dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pejabat publik harus berpedoman kepada hukum positif yang berlaku terhadap nya, dalam hal ini adalah UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 dan kode etik notaris. Di dalam UUJN selain tugas dan kewajiban notaris sebagai pejabat publik, diatur juga tentang kewenangan notaris yang diakui oleh UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014.

Kewenangan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tersebut di atas diuraikan secara jelas dalam Pasal 15 UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa:

1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Notaris berwenang pula : a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b) membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

26 Yanri Dirnanto, Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Publik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 27

(38)

khusus; c) membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) melakukan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya; e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Bila dikaitkan dengan Pasal 1 Stbl.1860 Nomor 3 tentang Notaris Reglement atau Peraturan Jabatan Notaris mengatakan bahwa : Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, dan memberikan grosse, salinan honorarium sebagai penghargaan atas jasa yang telah diberikan kepada masyarakat dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Akta yang dibuat oleh Notaris bersifat autentik bukan saja karena undang- undang yang menetapkan demikian, tetapi juga karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang- undang Hukum Perdata yang menyatakan : Suatu akta autentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.

Bentuk akta ada dua yaitu akta yang dibuat oleh Notaris (relaas akta) dan akta yang dibuat di hadapan Notaris (partij akta), Akta yang dibuat oleh Notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat relaas atau menguraikan secara autentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau yang disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni Notaris sendiri, didalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris akta ini disebut juga akta yang dibuat oleh (door) Notaris (sebagai pejabat

(39)

umum). Akta Notaris dapat juga berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi, karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain di hadapan Notaris, artinya yang diterangakan atau yang diceritakan oleh pihak lain terhadap Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang dihadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu di konstantir oleh notaris dalam suatu akta autentik, akta ini disebut pula akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris.27

Ada dua bentuk akta notaris yaitu : 1) Akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten); 2) Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij (partij akten). Di dalam semua akta ini notaris menerangkan atau memberikan dalam

jabatannya sebagai pejabat umum kesaksian dari semua apa yang dilihat, disaksikan dan dialaminya, yang dilakukan pihak lain, Dalam golongan akta yang dimaksud pada sub 2 termasuk akta-akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan dimuka umum atau lelang), kemampuan terakhir (wasiat), kuasa dan lain sebagainya. Di dalam akta partij ini dicantumkan secara autentik keterangan- keterangan dari orang-orang yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta itu, di samping relaas dari Notaris itu sendiri yang menyatakan bahwa orang-orang yang hadir itu telah menyatakan kehendaknya tertentu, sebagaimana dicantumkan dalam akta. UUJN UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 merupakan dasar hukum bagi Notaris sebagai satu satunya pejabat yang berwenang membuat akta

27Rasman Hadi, Notaris dan Akta Autentik, Rajawali Press, Jakarta, 2012, hal. 52

(40)

autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Maka Notaris tidak dapat menolak pembuatan akta apabila dimintakan kepadanya kecuali terdapat alasan yang mendasar.

Pasal 15 ayat (2) UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti: a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tanda tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c) Memberi kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian bagimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) Melakukan pengesahan kecocokan photo copy dengan surat aslinya; e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g) Membuat akta risalah lelang.

Pasal 47 UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 mengatur mengenai surat kuasa autentik dan dibawah tangan yang merupakan wewenang dari Notaris, berbunyi sebagai berikut :

(1) Surat kuasa autentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan wajib dilekatkan pada Minuta Akta.

(2) Surat kuasa autentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa telah dilekatkan pada akta yang dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal tersebut dinyatakan dalam akta.

(41)

Pihak atau penghadap yang tidak bertindak untuk dirinya sendiri, dimungkinkan terjadinya kuasa subtitusi yaitu : Apabila Penerima Kuasa dari orang yang mewakilkan (Pemberi Kuasa) tidak menghendaki menjalankan sendiri kuasanya itu, tetapi menguasakan lagi kepada orang lain (pihak ke 3). Penerima kuasa pertama berdasarkan hak subtitusi yang diterimanya, menempatkan orang lain selaku penerima kuasa. Pihak ang menerima subtitusi ini disebut Kuasa Subtitusi, yang sekarang menggatikan tempat atau posisi penerima kuasa yang pertama yang telah mengundurkan diri dari jalur hubungan antara dia dengan pemberi kuasa. Dalam hal ini pemegang Kuasa Subtitusi tetap sebagai pihak yang mewakili langsung pemberi kuasa.

Seorang Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sudah semestinya dapat mempertanggung jawabkan setiap tindakan ataupun perbuatan yang dilakukan, hal tersebut bukan saja dilaksanakan untuk menjaga nama baiknya tetapi juga menjaga kehormatan dan nama baik dari lembaga kenotariatan sebagai wadah dari para Notaris-Notaris di seluruh Indonesia. Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak bisa dilepaskan dari ketentuan dasar dalam Pasal-Pasal tersebut diatas yang mengatur mengenai kewenangan dan jabatan Notaris. Bila hal tersebut tidak diterapkan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya, maka sudah dapat dipastikan Notaris tersebut sangat rawan dan dekat dengan pelanggaran jabatan dan dapat

(42)

berakibat pada keabsahan ataupun keautentikan dari akta yang dibuatnya maupun pada dirinya sendiri yang dapat dikenakan sanksi akibat perbuatannya tersebut.28 2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational defenition.29 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh notaris yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang mengatur tentang tata cara pembuatan akta otentik APJB

2. Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta.

3. APJB adalah perjanjian Pendahuluan dalam suatu perbuatan hukum jual beli hak atas tanah yang bersertipikat yang dibuat oleh notaris yang bertujuan

28Ibid, hal. 53

29Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para

(43)

untuk mengikat para pihak baik calon penjual maupun calon pembeli agar melaksanakan pembuatan akta jual beli hak atas tanah bila seluruh persyaratan telah terpenuhi utk dibuatnya AJB tersebut.

4. Blangko Kosong adalah suatu kertas kosong untuk pembuatan akta notaris dimana para pihak telah membubuhkan tanda tangannya terlebih dahulu sblm akta tersebut dibuat/ diisi sebagai APJB maupun AJB.

5. Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

6. Akta bawah tangan adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh pihak- pihak dalam ksontrak secara pribadi, dan bukan dihadapan notaris atau pejabat resmi lainnya

7. Perbuatan notaris yang melawan hukum adalah perbuatan notaris dengan terlebih dahulu meminta tanda tangan dari pemilik tanah di atas kertas / blangko kosong, setelah diperoleh tanda tangan dari pemilik tanah baru dilakukan pembuatan APJB oleh notaris tersebut bersama-sama dengan tergugat tanpa sepengetahuan pemilik tanah.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian

(44)

metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.30

Jenis penelitian ini adalah penelitian ilmu hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang- undangan yang berlaku dibidang kenotariatan dalam hal ini adalah UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 dan juga ketentuan tentang pembuatan APJB yang sah berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan ananlisa terhadap hal-hal yang bersifat umum (deduktif) untuk kemudian disimpulkan ke dalam hal-hal yang bersifat khusus induktif.31

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari :

30Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, ANDI, Yogyakarta, 2000, hal. 4

(45)

a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum perjanjian pada umumnya dan hukum pembuatan akta pengikatan jual beli (APJB) yang dibuat oleh notaris. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 dan KUH Perdata (Buku Ketiga tentang Hukum Perjanjian).

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah hukum tentang hukum perjanjian pada umumnya dan hukum akta pengikatan jual beli (APJB) oleh notaris pada khususnya, serta ketentuan hukum lainnya yang berkaitan dengan pengaturan pertanggung jawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.32

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca,

32 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, 2010, hal 16.

(46)

mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini.33

4. Analisis Data

Analisis data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan penulisan.

Analisis data dilakukan secara kualitatif artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.

Data yang diperoleh melalui pengumpulan data sekunder akan dikumpulkan dan kemudian dianalisis dengan cara kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Semua data yang terkumpul diedit, diolah dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya disimpulkan dengan menggunakan metode deduktif.34

33 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal8.

34 Zainudin Ali, Metode Penelitian Induktif dan Deduktif dalam Penelitian Hukum, Sinar

(47)

BAB II

KEDUDUKAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (APJB) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM KARENA DIBUAT TANPA

SEPENGETAHUAN PEMILIK TANAH

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjanjian Menurut KUH Perdata

Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan, mempunyai sifat sistem terbuka. Maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

Perjanjian adalah sebagai perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal dengan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.35

Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu.36 Menurut Van Dunne perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.37

Sedangkan pengertian Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan adalah suatu

35 Wirjono Pradjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, Tahun 1986, hal 19

36R. Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1998, hal 1

37Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Cetakan Kedua, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 8

(48)

perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan diri terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih. Dari definisi perjanjian yang diterangkan di atas terlihat bahwa suatu perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan oleh para pihak, baik secara lisan maupun secara tertulis untuk melakukan sesuatu atau menimbulkan akibat hukum.

Syarat sahnya suatu atau sebuah perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang berbunyi : untuk sahnya sebuah perjanjian diperlukan empat syarat : Sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut merupakan syarat yang mutlak yang harus ada atau dipenuhi dari suatu perjanjian, tanpa syarat-syarat tersebut maka perjanjian dianggap tidak pernah ada. Kedua syarat yang pertama yaitu kesepakatan para pihak dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan dinamakan syarat subyektif karena mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal, dinamakan syarat obyektif dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi salah satu atau keduanya, maka perjanjian dapat dituntut pembatalannya. Dalam arti, bahwa salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang menuntut pembatalan tersebut, adalah salah satu pihak vang dirugikan atau pihak yang tidak cakap. Sedangkan dalam hal apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi,

(49)

Untuk lebih jelasnya berikut sedikit penjelasan tentang keempat syarat sahnya perjanjian, yaitu :

1. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Diri

Syarat ini merupakan syarat mutlak adanya sebuah perjanjian, dimana kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang menjadi pokok dari perjanjian yang dilakukan/diadakan itu, dan apabila mereka tidak sepakat maka tidak ada perjanjian. Kesepakatan yang dibuat menunjukkan bahwa mereka (orang-orang) yang melakukan perjanjian, sebagai subyek hukum tersebut mempunyai kesepakatan (kebebasan) yang bebas dalam membuat isi perjanjian serta tidak boleh adanya unsur paksaan.

Apabila subyek hukum tersebut tidak bebas dalam membuat suatu perjanjian yang disebabkan adanya unsur paksaan (dwang), unsur kekeliruan (dwaling), atau unsur penipuan, kecuali paksaan yang dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku, maka perjanjian tersebut dapat dituntut untuk dibatalkan.

Pengertian paksaan yang terjadi, dapat berupa paksaan badan, ataupun paksaan jiwa, kecuali paksaan yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti paksaan yang terjadi sebagai akibat terjadinya kelalaian atau wanprestasi dan satu pihak kemudian melakukan penggugatan ke muka pengadilan dan sebagai akibatnya pengadilan memaksa untuk memenuhi prestasi.38

38 Henny Rahmita, Hukum Perikatan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Bina Cipta, Jakarta, 2009, hal. 21

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis kebutuhan tersebut perlu mepertimbangkan hal-hal sebagai berikut : pengetahuan, teknologi, keterampilan, dan sikap yang telah dilakukan oleh staf

Media online sebagai salah satu penyedia sarana media informasi merupakan bagian yang tak terpisah- kan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang terbaru tentang

Print and digital magazine advertising adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk menjadi promotion tools di kampanye periklanan ini.. Ada dua karakteristik media

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, pencerahan, bimbingan,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan layanan perpustakaan digital open library dalam memenuhi kebutuhan informasi mahasiswa Telkom University.. Metode penelitian

Gambar 3 Respon permukaan dan kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal papan partikel 2 jam Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05)

Sampel diambil pada bulan agustus karena pada bulan tersebut merupakan musim kemarau, dimana pada musim kemarau kandungan logam berat dalam sedimen umumnya rendah