• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective well being. dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, Subjective Well Being bukanlah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective well being. dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, Subjective Well Being bukanlah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

13

A. Subjective well being

1. Pengertian subjective well being

Menurut Diener, Lucas, dan Oishi (2002) subjective well being adalah kepuasan hidup yang mengacu pada penilaian pribadi seseorang atas kesejahteraan dan kualitas hidup berdasarkan kriteria yang dipilihnya sendiri. Sedangkan Diener (2009) definisi Subjective Well Being dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, Subjective Well Being bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi merupakan beberapa keinginan berkualitas yang ingin dimiliki seseorang. Kedua, Subjective Well Being merupakan sebuah penilaian secara menyeluruh dari kehidupan seseorang yang menunjuk pada berbagai macam kriteria. Ketiga, Subjective Well- Being jika digunakan dalam percakapan sehari – hari yaitu dimana perasaan

positif lebih besar dari pada perasaan negatif

Menurut Pavot dan Diener (Linley dan Joseph, 2004) Subjective Well Being mewakili penilaian seseorang terhadap diri sendiri, dan penilaian

tersebut dapat berdasarkan kepada respon kognitif (teori) dan emosional.

Penilaian tersebut adalah informasi pokok dalam menentukan kualitas hidup dan kepuasan seseorang secara keseluruhan, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan kualitas hidup yang baik jika elemen dasar dari martabat dan kebebasan manusia tidak ada. Subjective Well Being merupakan gabungan

(2)

antara kepuasan hidup dengan afek positif yang dikurangi afek negatif (Linley & Joseph, 2004).

Selanjutnya Diener et all (2009) berpendapat subjective well being adalah evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap hidupnya yang mana evaluasi ini termasuk reaksi emosional terhadap peristiwa serta penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan kehidupan. Dengan demikian, subjective well being merupakan suatu konsep umum yang mencakup

mengalami emosi yang menyenangkan, rendahnya tingkat suasana hati yang negatif dan kepuasan hidup yang tinggi. Sependapat dengan itu, Ariati (2010) Subjective Well Being (kesejahteraan subjektif) adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis.

Halim (2015) Subjective Well Being adalah evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupannya, yang mencakup kepuasan hidup dan emosi positif yang ditandai dengan adanya optimisme, keceriaan atau kebahagiaan, dan aktif. Veenhouven (Diener, 2009) menjelaskan bahwa Subjective Well Being merupakan tingkat di mana seseorang menilai

kualitas kehidupannya sebagai sesuatu yang diharapkan dan merasakan emosi-emosi yang menyenangkan.

Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti mengacu pada pengertian Subjective Well Being menurut Diener (2009) definisi Subjective Well Being dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, Subjective Well

(3)

Being bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi merupakan beberapa

keinginan berkualitas yang ingin dimiliki seseorang. Kedua, Subjective Well Being merupakan sebuah penilaian secara menyeluruh dari kehidupan

seseorang yang menunjuk pada berbagai macam kriteria. Ketiga, Subjective Well Being jika digunakan dalam percakapan sehari – hari yaitu dimana

perasaan positif lebih besar dari pada perasaan negatif 2. Aspek-Aspek Subjective Well Being

Aspek-aspek Subjective Well Being menurut Diener et all (2009) di antaranya :

a.) Pengalaman Positif / Positive Experience

Bentuk evaluasi pengalaman perasaan individu yang bersifat positif mengenai ukuran emosi, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kepuasan hidup lainnya. Hal ini mencerminkan fakta bahwa perasaan positif individu terhadap kesenangan dan keinginan perasaan yang dirasakannya. Seperti perasaan positif, baik, menyenangkan, bahagia, gembira, dan puas

b.) Pengalaman Negatif / Negative Experience

Bentuk evaluasi pengalaman perasaan individu yang bersifat negatif mengenai ukuran emosi, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kepuasan hidup lainnya. Hal ini mencerminkan fakta bahwa perasaan negatif individu terhadap kesenangan dan keinginan perasaan yang dirasakannya. Seperti perasaan negatif, buruk, tidak menyenangkan, sedih, takut, dan marah

(4)

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa subjective well being menurut Diener (2009) terdiri dari aspek-aspek antara lain

pengalaman positif dan negatif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well Being

Faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well Being menurut Ariatri (2010), yaitu:

a. Harga diri

Campbell (Compton,2000) menyatakan bahwa harga diri merupakan prediktor yang menentukan kesejahteraan subjektif. Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan menciptakan kepribadian yang sehat

b. Kontrol Diri

Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu berperilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa. Kontrol diri ini akan mengaktifkan proses emosi, motivasi, perilaku dan aktifitas fisik. Dengan kata lain, kontrol diri akan melibatkan proses pengambilan keputusan, mampu mengerti, memahami serta mengatasi konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut.

(5)

c. Kepribadian

Ekstraversi Individu dengan kepribadian ekstrovert akan tertarik pada hal-hal yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian Diener dkk. (1999) mendapatkan bahwa kepribadian ekstrovert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. Orang-orang dengan kepribadian ekstrovert biasanya memiliki teman dan relasi sosial yang lebih banyak, merekapun memiliki sensitivitas yang lebih besar mengenai penghargaan positif pada orang lain (Compton, 2005)

d. Sifat Optimis

Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang positif tentnag masa depan. Scheneider (dalam Campton, 2005) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh individu bersifat realistis

e. Relasi Sosial

Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional. Hubungan yang didalamnya ada dukungan dan keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah

(6)

psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik

f. Arti dan tujuan hidup

Memiliki arti dan tujuan dalam hidup Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas.

Penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan religi yang besar, memiliki kesejahteraan psikologis yang besar Menurut Maslihah (2017) menjelaskan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif antara lain

a. Faktor Internal

Faktor internal mengacu pada dalam diri individu yang terdiri dari resiliensi, spiritualitas dan penyesuaian diri

1) Resiliensi

Mengacu pada ketahanan yang dimiliki individu dalam menghadapi segala tekanan dan hambatan dalam kehidupannya

2) Spiritualitas

Mengacu pada tingkat keyakinan individu pada setiap proses yang dijalaninya dalam kehidupannya

3) Penyesuaian Diri

Mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk menjalin hubungan baik dengan lingkungannya, mengatasai segala hambatan dan persoalan, serta

(7)

menyeimbangkan baik dalam diri nya sendiri maupun dengan sosialnya.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar dirinya sendiri, dimana terdiri dari dukungan sosial.

Dukungan sosial mengacu pada adanya dukungan dari keluarga, teman, atau orang terdekatnya baik dalam dukungan secara materiil atau dukungan secara moral.

Berdasarkan paparan diatas maka disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well being menurut menurut Maslihah (2017) menjelaskan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif antara lain faktor internal (resiliensi, spiritualitas dan penyesuaian diri) dan eksternal (dukungan sosial).

B. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Menurut Yuniarti (2009) penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan respon mental dan tingkah laku dimana individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara diri dengan lingkungan sehingga diperoleh hubungan yang

(8)

menyenangkan dengan lingkungan. Sedangkan menurut Hurlock (Gunarsa

& Gunarsa, 2004) mengemukakan penyesuaian diri adalah kemampuan individu menyesuaikan diri kepada umum atau kelompoknya dan orang tersebut memperlihatkan sikap dan perilaku yang menyenangkan, berarti individu diterima oleh kelompok lingkungannya. Gunarsa & Gunarsa (2004), penyesuaian diri merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, sehingga penyesuaian diri dalam hidup harus dilakukan supaya terjadi keseimbangan dan tidak ada tekanan yang dapat mengganggu suatu dimensi kehidupan.

Desmita (2009) menjelaskan bahwa penyesuaian diri pada prinsipnya merupakan suatu proses yang mencakup proses mental dan tingkah laku pada diri individu yang akan berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustasi yang dialaminya sehingga terwujud tingkat keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana individu tinggal.

Kartono (2008) menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungan, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan emosi negatif yang lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis.

penyesuaian diri adalah interaksi individu yang terus-menerus dengan

(9)

dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar tempat individu hidup (Calhoun & Acocella dalam Wijaya, 2012)

Semiun (2006) mengemukakan penyesuaian diri berarti seperti pemuasan kebutuhan, ketrampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran dan jiwa, dimana individu belajar bergaul dengan orang lain dan menghadapi tuntutan-tuntutan tugas.. Penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam memenuhi salah satu kebutuhan psikologis dan mampu menerima dirinya serta mampu menikmati hidupnya tanpa jenis konflik dan mampu menerima kegiatan sosial serta mau ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial di dalam lingkungan sekitarnya (Khatib, 2012).

Berdasarkan beberapa pemaparan pengertian mengenai penyesuaian diri, maka peneliti lebih mengacu pada pengertian penyesuaian diri menurut Yuniarti (2009) penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan respon mental dan tingkah laku dimana individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara diri dengan lingkungan sehingga diperoleh hubungan yang menyenangkan dengan lingkungan

2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Aspek penyesuaian diri menurut Alberti dan Emmons (2002) terdiri dari empat aspek antara lain:

(10)

a. Aspek Self Knowledge dan Self Insight

Aspek self-knowledge dan self insight yaitu kemampuan dalam memahami dirinya sendiri bahwa dirinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini dapat diketahui dengan pemahaman emosional pada dirinya, yang berarti adanya kesadaran akan kekurangan dan disertai dengan sikap yang positif terhadap kekurangan tersebut maka akan mampu menutupinya

b. Aspek Self Objectifity dan Self Acceptance

Aspek self-objectifity dan Self Acceptance menggambarkan individu bersikap realistik setelah mengenal dirinya sehingga mampu menerima keadaan dirinya

c. Aspek Self Development dan Self Control

Aspek Self Development dan Self Control menggambarkan individu mampu mengarahkan diri, menyaring rangsangan-rangsangan dari luar, ide-ide, prilaku, emosi, sikap, dan tingkahlaku yang sesuai.

Kendali diri dapat mencerminkan individu tersebut matang dalam menyelesaikan masalah kehidupannya

d. Aspek Satisfaction

Aspek Satisfaction mengambarkan individu menganggap bahwa segala

sesuatu yang dikerjakan merupakan pengalaman yang apabila tercapai keinginannya maka menimbulkan rasa puas dalam dirinya

Sedangkan menurut Fahmy (Yuniarti, 2009) menyebutkan aspek-aspek penyesuaian diri ada dua, antara lain:

(11)

a. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi mengacu pada kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga menciptakan hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Individu menyadari akan dirinya sendiri, baik berupa kelemahan maupun kelebihannya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya sendiri.

b. Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial mengacu pada kemampuan individu dalam membangun keharmonisan hubungan sosial di lingkungan tempat tinggalnya dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan tersebut meliputi hubungan dengan masyarakat, keluarga, sekolah, atau teman sebaya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Aspek penyesuaian diri menurut Fahmy (Yuniarti, 2009) antara lain penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.

c. Hubungan Penyesuaian Diri dengan Subjective Well Being pada Santri Subjective well being adalah kepuasan hidup yang mengacu pada

penilaian pribadi seseorang atas kesejahteraan dan kualitas hidup berdasarkan kriteria yang dipilihnya sendiri. Subjective well being terdiri dari tiga aspek seperti yang dikemukakan Diener (2009) terdiri dari aspek-aspek antara lain kepuasan terhadap hidup, pengalaman positif dan negatif.

(12)

Menurut Diener, Oishi & Lucas (2002) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well being antara lain: diantaranya harga diri, tujuan hidup, kepribadian, hubungan sosial, kesehatan, demografi, sumber pemenuhan kebutuhan, budaya, penyesuaian diri, kognitif, dan religiunitas/spiritualitas.

Begitu juga Maslihah (2017) menjelaskan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif antara lain faktor internal (resiliensi, spiritualitas dan penyesuaian diri) dan eksternal (dukungan sosial).

Menurut Karimah (2015) individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik maka akan merasakan kesejahteraan subjektif yang tinggi. Ketika individu memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik akan dapat mengatasi hambatan-hambatan yang ada dalam kehidupannya, dan ketika hambatannya teratasi maka akan merasakan kesejahteraan subjektif. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Ermawati (2017) menjelaskan bahwa secara parsial penyesuaian diri berpengaruhi positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Individu yang mampu menyesuaikan dirinya akan merasakan kepuasan dalam hidupnya karena mampu melewati tekanan yang ada dihadapannya.

Selain itu, seseorang yang mampu menyesuaikan dengan diri pribadinya maupun menyesuaikan dengan sosialnya dapat mencapai kesejahteraan subjektif. Individu yang menemukan kesulitan dalam kehidupannya dan merasakan tekanan yang besar akan berdampak pada kesejahteraan subjektif, namun jika individu mampu menyesuaikan dengan sosialnya seperti kemampuan hubungan social maupun komunikasi social akan

(13)

menjadi bantuan dalam mengatasi kesulitan dan dapat mencapai kesejahteraan subjektif. Begitu juga seseorang yang mampu menyesuaikan diri pribadinya dengan menyesuaikan dengan kemampuan pribadi, batasan, maupun tujuan pribadinya akan menguatkan kesehatan dan mental individu dalam mengatasi kesulitan sehingga mampu mencapai kesejahteraan subjektifnya.

Keyes (2002) penyesuaian sosial adalah prediktor bersamaan dari kesejahteraan subjektif, dimana individu yang tinggi dalam kesejahteraannya adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dan memiliki keterampilan dan keyakinan yang membantu mereka dalam mengembangkan hubungan yang sehat dengan masyarakat yang lebih luas.

Selanjutnya Brandtstadter dan Renner (1990) Mengmukakan penyesuaian pribadi menjadi salah satu langkah dalam mengatasi kesulitan dikehidupanya dengan menyesuaikan preferensi pribadi, tujuan pribadi dan batasan situasional sehingga dapat keluar dari kesulitan dan mencapai kesejahteraan subjektif.

Berdasarkan pemapaparan yang diuraiakan di atas, maka peneliti berasumsi adanya hubungan antara penyesuaian diri dengan subjectuve well being.

d. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini diprediksikan akan ada hubungan positif antara penyesuaian diri dan subjective well being pada santri. Semakin tinggi, penyesuaian diri maka akan semakin tinggi subjective well being yang

(14)

dirasakan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah penyesuaian diri, maka akan semakin rendah subjective well being yang dirasakan.

Referensi

Dokumen terkait

juga peran ustadzah thaharah ini sangat membantu guru kelas maupun guru sentra, dengan adanya ustadzah thaharah apabila ada siswa yang ingin buang air, ustadzah kelas

TRI NANDA GHANI RACHMAWATY, D0211098, REPRESENTASI BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH DALAM FILM (Studi Analisis Semiotika Terhadap Film Mean Girls). Skripsi Program Studi

É necessário registrar, também, que, segundo Challub, para que não se perca a noção de metalinguagem é preciso “recortar o vasto tema” (CHALLUB, 2005, pp. Em suma,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh massa Xanthan Gum dalam sintesis ZnO-Xanthan Gum sebagai fotokatalis untuk mendegradasi zat warna methyl orange dengan adanya

Atas izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemerolehan Bahasa Indonesia pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas III SDLB Melalui Kegiatan Membaca Buku

Pada tahun 2017 ini barulah mulai dibuatkan data sesuai Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung tentang sanksi akademik yaitu bila ada yang

Perencanaan teras bangku metode USSCS menggunakan persamaan (2) dengan data yang diperlukan adalah kemiringan lahan (S), Faktor CP (Tabel 1) untuk menentukan kondisi