• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (Bos Javanicus D’alton 1832) di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi Kasus Padang Penggembalaan Cidaon)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (Bos Javanicus D’alton 1832) di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi Kasus Padang Penggembalaan Cidaon)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

UNTUK PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT BANTENG

(

Bos javanicus

d’Alton 1832)

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

(

Studi Kasus Padang Penggembalaan Cidaon

)

ANDITA HUSNA DESTRIANA

E 34104076

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (Bos javanicus d’alton 1832) Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus padang penggembalaan Cidaon)” benar-benar hasil dari pemikiran dan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di bawah bimbingan dosen pembimbing skripsi dan belum pernah dipublikasikan oleh pihak manapun. Segala bentuk sumber atau kutipan yang digunakan dalam skripsi ini telah dicantumkan dalam daftar pustaka.

Bogor, September 2008

(3)

RINGKASAN

ANDITA HUSNA DESTRIANA. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (Bos javanicus d’alton 1832) Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus padang penggembalaan Cidaon). Dibimbing oleh Ir. HARYANTO R. PUTRO, MS dan Dr. Ir. LILIK BUDI PRASETYO, MSc.

Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tahun 1992 berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992. Selain itu pada tahun yang sama kawasan ini juga ditetapkan sebagai World Heritage Site oleh Komisi Warisan Alam Dunia UNESCO dengan SK No. SC/Eco/5867.2409 karena merupakan kawasan konservasi yang mempunyai habitat satwa langka dan dilindungi, yaitu badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822). Selain sebagai habitat badak jawa, TNUK juga merupakan habitat bagi banteng (Bos javanicus) dan satwaliar dilindungi lainnya.

TNUK merupakan habitat yang cocok untuk badak jawa dan banteng karena menyediakan kebutuhan spesies tersebut baik jenis pakan, tempat berlindung, air dan mineral maupun tempat berhubungan sosial. Akan tetapi, beberapa temuan-temuan lapangan dari beberapa peneliti menunjukkan adanya indikasi persaingan badak jawa dan banteng. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya kondisi habitat banteng dan badak jawa mempunyai kualitas dan kuantitas yang terbatas. Untuk menghindari terjadinya persaingan di antara dua jenis satwa tersebut, maka diperlukan suatu kegiatan pengelolaan habitat dengan terlebih dahulu mengetahui karakteristik habitat yang diperlukan oleh banteng untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Salah satu kegiatan pengelolaan habitat yang dapat dilakukan adalah mengetahui kondisi kualitas habitat banteng dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian disusun berdasarkan urutan kebutuhan hidup banteng yang kemudian dalam SIG dikenal dengan istilah layer atau peta tematik. Terdapat tujuh layer yang dijadikan indikator kriteria kesesuaian habitat, yaitu data jenis dan jumlah pakan yang dianalisis terhadap peta indeks vegetasi atau NDVI (Natural Difference Vegetation Index), jenis tutupan lahan, kelas ketinggian, kelas lereng, jarak dengan sumber air dan jarak dengan jalan.

Analisis data spasial menggunakan metode CMA (Composite Mapping Analysis) yang pada dasarnya akan memberikan skor pada masing-masing faktor sehingga menghasilkan suatu bobot kesesuaian. Berdasarkan hasil analisis data diketahui tipe vegetasi merupakan faktor yang paling penting bagi habitat banteng dan kemiringan lereng merupakan faktor yang dianggap paling tidak berpengaruh bagi habitat banteng. Sedangkan apabila ditinjau dari faktor-faktor penyusun kelas kesesuaian habitat secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa padang penggembalaan Cidaon merupakan areal dengan habitat yang sangat sesuai bagi banteng, hal ini dapat dibuktikan dengan sekitar 58.02% dari seluruh luasan merupakan habitat dengan kesesuaian yang tinggi.

(4)

SUMMARY

ANDITA HUSNA DESTRIANA. Application of Geographic Information System for Mapping of Habitat Suitability of Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) In Ujung Kulon National Park (Case Study of Cidaon Grazing Ground) Supervised by Ir. HARYANTO R. PUTRO, MS and Dr. Ir. LILIK BUDI PRASETYO, MSc.

Ujung Kulon was officially declared as a National Park since 1992 based on Forestry Minister decree No. 284/Kpts-II/1992. In the same year this park was also declared as World Heritage Site by World Nature Heritage Commission of UNESCO by decree No. SC/Eco/5867.2409 for being conservation area that had the habitat of endangered and protected species, which is Javan Rhinoceros (Rhinocheros sondaicus Desmarest, 1822). Beside the habitat of Javan Rhinoceros, UKNP is also a habitat for banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) and other protected wild animals.

UKNP is a suitable habitat for Javan rhinoceros and banteng because providing the life-requisites of those species either food type, shelter, water and mineral, or place for socialization. But then, several finding in the field from several researchers showed indication of competition of Javan rhinoceros and banteng. This was because in fact the habitat condition of Javan rhinoceros and banteng had limited quality and quantity. To avoid competition between those two species, then certain habitat management activity is required by knowing beforehand the habitat characteristic needed by banteng to fulfill its life-requisites.

One of the habitat management activities that can be done was observing the condition of banteng habitat quality by using Geographic Information System (GIS) application. The type of collected data included primary data and secondary data which was then sorted based on the order of banteng life-requisites which in GIS known as layer or thematic map. There were seven layers which were then developed into criteria indicator of habitat suitability, that were data of food type and quantity which were analyzed toward Natural Difference Vegetation Index map, vegetation type, altitude, slope, distance to water source and distance to road.

The analysis of those spatial data used Composite Mapping Analysis method which was basically would give score to each indicator so that produced certain suitability value. Based on data analysis known that vegetation type is most important factor for banteng habitat and slope factor it doesn’t equally influence. While if it examined from entire factor Cidaon grazing ground was an area with habitat that suitable for banteng, this could be confirmed by around 58.02% from whole area was a habitat with high suitability.

(5)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

UNTUK PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT BANTENG

(

Bos javanicus

d’Alton 1832)

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

(Studi Kasus Padang Penggembalaan Cidaon)

ANDITA HUSNA DESTRIANA

E 34104076

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Desember 1986 dan merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Subiyanto (Alm) dan Ibu Ernawati. Penulis telah menyelesaikan masa sekolahnya di TK Tunas Rimba 1 Bogor (1990-1992), SD Negeri Polisi 4 Bogor (1992-1998), SMP Negeri 1 Bogor (1998-2001), SMA Negeri 1 Bogor (2001-2004) dan selanjutnya penulis melanjutkan ke bangku kuliah di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB

Selama perkuliahan di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota dari Kelompok Pemerhati Flora (KPF) dan Biro Infokom pada tahun 2005-2006 kemudian menjadi ketua Biro Kewirausaahaan pada tahun 2006-2007. Pada tahun 2007 penulis pernah melakukan praktek lapang yaitu Praktek Pengenalan Kehutanan di CA/TWA Kamojang dan CA Sancang kemudian dilanjutkan melakukan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ciamis. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat lindungan, rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (bos javanicus d’alton 1832) Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus padang penggembalaan Cidaon)” diharapkan memiliki manfaat untuk dapat menyampaikan data dan informasi mengenai karakteristik habitat banteng di padang penggembalaan Cidaon yang nantinya mampu menjadi dasar pertimbangan bagi pengelolaan populasi maupun habitat banteng di TNUK agar kelestaran jenis ini tetap terjaga.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, penulis mengalami beberapa keterbatasan baik dalam biaya, waktu dan tenaga. Sehingga penelitian ini hanya dilakukan pada saat musim hujan yang berakibat data yang dikumpulkan tidak memenuhi kondisi kualitas habitat banteng khususnya di padang penggembalaan Cidaon pada saat musin kemarau. Namun dengan segala upaya penulis berusaha memberikan data dan juga informasi yang optimal.

Akhir kata ibarat pepatah “Tak ada gading yang tak retak,” sama halnya dengan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan di kemudian hari sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2008

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah... dengan telah diselesaikannya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Mama, Mas Andi dan Dik Dustin atas doa, dukungan, semangat dan kehangatan yang luar biasa selama ini.

2. Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prastyo, MSc sebagai pembimbing skripsi penulis atas ilmu, kritik dan saran kepada penulis dalam proses peyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS, dosen dan staf Departemen KSHE yang telah menambah ilmu, pengajaran dan arti penting kehidupan selama perkuliahan. 4. Kepala Balai, kepala SPTN dan staf Taman Nasional Ujung Kulon atas bantuan,

kerjasama dan tempat istrahat yang nyaman bagi penulis selama penelitian.

5. Pak Sasriful, Pak Ameng, Pak Seha, Pak Weli dan Pak Tumino atas bantuan dan kerjasama yang luar biasa selama penulis melakukan penelitian.

6. “Ndut” yang terus memberikan semangat, dukungan, senyuman dan menguatkan perjalanan penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

7. Teman-teman seperjuangan PKLP TNUK (Aaf, Yogi, Hasto, Afn dan Sukma) atas cerita dan keindahan kebersaman selama hampir 2 bulan.

8. Keluarga Besar KSH’41 atas kekeluargaan, persahabatan dan kenangan yang luar biasa selama 4 tahun bersama.

9. Semua pihak yang telah menjadi bagian dalam perjalanan hidup penulis selama ini.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.3 Manfaat Penelitian... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi... 4

2.2 Penyebaran... 5

2.3 Habitat... 5

2.4 Aktivitas dan Perilaku Banteng... 6

2.5 Pola Penggunaan Ruang... 8

2.6 Konservasi Banteng... 9

2.7 Penginderaan Jauh... 9

2.8 Sistem Informasi Geografis... 14

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu... 20

3.2 Bahan dan Alat... 21

3.3 Tahapan Penelitian... 21

3.4 Analisis Data... 30

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Dasar Hukum... 34

4.2 Keadaan Fisik Kawasan... 34

4.3 Potensi Biotik... 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Ukuran Populasi dan Aktivitas Harian... 38

5.2 Karakteristik Habitat... 45

5.3 Penentuan Model Kesesuaian Habitat... 66

5.4 Peta Kesesuaian Habitat... 69

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 72

6.2 Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 73

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Aplikasi prinsip dan saluran spektral thematic mapper...12

2. Contoh aplikasi sistem informasi geografis... 19

3. Aktifitas banteng di padang pengembalaan... 41

4. Aktifitas banteng di hutan dataran rendah... 42

5. Aktifitas banteng di hutan pantai... 42

6. Analisis vegetasi di padang pengembalaan... 44

7. Analisis vegetasi dominasi di hutan dataran rendah... 45

8. Analisis vegetasi dominasi di hutan pantai... 47

9. Jenis pakan banteng yang dijumpai di lokasi penelitian... 48

10. Luas pg. Cidaon dan sekitarnya berdasarkan kelas lereng... 57

11. Kelas Klasifikasi NDVI... 60

12. Perbandingan antara INP dengan kelas NDVI...60

13. Perbandingan Jumlah Pakan Terhadap Nilai NDVI... 61

14. Skor tiap indikator pada faktor lingkungan (environment factors)... 64

15. Skor tiap indikator pada faktor manusia (human factor)... 65

16. Bobot per indikator faktor lingkungan... 65

17. Bobot per indikator faktor gangguan manusia... 66

18. Bobot faktor lingkungan... 66

19. Bobot faktor manusia... 66

20. Luasan tiap kelas kesesuaian... 67

21. Validasi model pada tiap kelas kesesuaian... 69

(11)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

UNTUK PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT BANTENG

(

Bos javanicus

d’Alton 1832)

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

(

Studi Kasus Padang Penggembalaan Cidaon

)

ANDITA HUSNA DESTRIANA

E 34104076

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(12)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (Bos javanicus d’alton 1832) Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus padang penggembalaan Cidaon)” benar-benar hasil dari pemikiran dan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di bawah bimbingan dosen pembimbing skripsi dan belum pernah dipublikasikan oleh pihak manapun. Segala bentuk sumber atau kutipan yang digunakan dalam skripsi ini telah dicantumkan dalam daftar pustaka.

Bogor, September 2008

(13)

RINGKASAN

ANDITA HUSNA DESTRIANA. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (Bos javanicus d’alton 1832) Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus padang penggembalaan Cidaon). Dibimbing oleh Ir. HARYANTO R. PUTRO, MS dan Dr. Ir. LILIK BUDI PRASETYO, MSc.

Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tahun 1992 berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992. Selain itu pada tahun yang sama kawasan ini juga ditetapkan sebagai World Heritage Site oleh Komisi Warisan Alam Dunia UNESCO dengan SK No. SC/Eco/5867.2409 karena merupakan kawasan konservasi yang mempunyai habitat satwa langka dan dilindungi, yaitu badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822). Selain sebagai habitat badak jawa, TNUK juga merupakan habitat bagi banteng (Bos javanicus) dan satwaliar dilindungi lainnya.

TNUK merupakan habitat yang cocok untuk badak jawa dan banteng karena menyediakan kebutuhan spesies tersebut baik jenis pakan, tempat berlindung, air dan mineral maupun tempat berhubungan sosial. Akan tetapi, beberapa temuan-temuan lapangan dari beberapa peneliti menunjukkan adanya indikasi persaingan badak jawa dan banteng. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya kondisi habitat banteng dan badak jawa mempunyai kualitas dan kuantitas yang terbatas. Untuk menghindari terjadinya persaingan di antara dua jenis satwa tersebut, maka diperlukan suatu kegiatan pengelolaan habitat dengan terlebih dahulu mengetahui karakteristik habitat yang diperlukan oleh banteng untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Salah satu kegiatan pengelolaan habitat yang dapat dilakukan adalah mengetahui kondisi kualitas habitat banteng dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian disusun berdasarkan urutan kebutuhan hidup banteng yang kemudian dalam SIG dikenal dengan istilah layer atau peta tematik. Terdapat tujuh layer yang dijadikan indikator kriteria kesesuaian habitat, yaitu data jenis dan jumlah pakan yang dianalisis terhadap peta indeks vegetasi atau NDVI (Natural Difference Vegetation Index), jenis tutupan lahan, kelas ketinggian, kelas lereng, jarak dengan sumber air dan jarak dengan jalan.

Analisis data spasial menggunakan metode CMA (Composite Mapping Analysis) yang pada dasarnya akan memberikan skor pada masing-masing faktor sehingga menghasilkan suatu bobot kesesuaian. Berdasarkan hasil analisis data diketahui tipe vegetasi merupakan faktor yang paling penting bagi habitat banteng dan kemiringan lereng merupakan faktor yang dianggap paling tidak berpengaruh bagi habitat banteng. Sedangkan apabila ditinjau dari faktor-faktor penyusun kelas kesesuaian habitat secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa padang penggembalaan Cidaon merupakan areal dengan habitat yang sangat sesuai bagi banteng, hal ini dapat dibuktikan dengan sekitar 58.02% dari seluruh luasan merupakan habitat dengan kesesuaian yang tinggi.

(14)

SUMMARY

ANDITA HUSNA DESTRIANA. Application of Geographic Information System for Mapping of Habitat Suitability of Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) In Ujung Kulon National Park (Case Study of Cidaon Grazing Ground) Supervised by Ir. HARYANTO R. PUTRO, MS and Dr. Ir. LILIK BUDI PRASETYO, MSc.

Ujung Kulon was officially declared as a National Park since 1992 based on Forestry Minister decree No. 284/Kpts-II/1992. In the same year this park was also declared as World Heritage Site by World Nature Heritage Commission of UNESCO by decree No. SC/Eco/5867.2409 for being conservation area that had the habitat of endangered and protected species, which is Javan Rhinoceros (Rhinocheros sondaicus Desmarest, 1822). Beside the habitat of Javan Rhinoceros, UKNP is also a habitat for banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) and other protected wild animals.

UKNP is a suitable habitat for Javan rhinoceros and banteng because providing the life-requisites of those species either food type, shelter, water and mineral, or place for socialization. But then, several finding in the field from several researchers showed indication of competition of Javan rhinoceros and banteng. This was because in fact the habitat condition of Javan rhinoceros and banteng had limited quality and quantity. To avoid competition between those two species, then certain habitat management activity is required by knowing beforehand the habitat characteristic needed by banteng to fulfill its life-requisites.

One of the habitat management activities that can be done was observing the condition of banteng habitat quality by using Geographic Information System (GIS) application. The type of collected data included primary data and secondary data which was then sorted based on the order of banteng life-requisites which in GIS known as layer or thematic map. There were seven layers which were then developed into criteria indicator of habitat suitability, that were data of food type and quantity which were analyzed toward Natural Difference Vegetation Index map, vegetation type, altitude, slope, distance to water source and distance to road.

The analysis of those spatial data used Composite Mapping Analysis method which was basically would give score to each indicator so that produced certain suitability value. Based on data analysis known that vegetation type is most important factor for banteng habitat and slope factor it doesn’t equally influence. While if it examined from entire factor Cidaon grazing ground was an area with habitat that suitable for banteng, this could be confirmed by around 58.02% from whole area was a habitat with high suitability.

(15)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

UNTUK PEMETAAN KESESUAIAN HABITAT BANTENG

(

Bos javanicus

d’Alton 1832)

DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

(Studi Kasus Padang Penggembalaan Cidaon)

ANDITA HUSNA DESTRIANA

E 34104076

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Desember 1986 dan merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Subiyanto (Alm) dan Ibu Ernawati. Penulis telah menyelesaikan masa sekolahnya di TK Tunas Rimba 1 Bogor (1990-1992), SD Negeri Polisi 4 Bogor (1992-1998), SMP Negeri 1 Bogor (1998-2001), SMA Negeri 1 Bogor (2001-2004) dan selanjutnya penulis melanjutkan ke bangku kuliah di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB

Selama perkuliahan di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota dari Kelompok Pemerhati Flora (KPF) dan Biro Infokom pada tahun 2005-2006 kemudian menjadi ketua Biro Kewirausaahaan pada tahun 2006-2007. Pada tahun 2007 penulis pernah melakukan praktek lapang yaitu Praktek Pengenalan Kehutanan di CA/TWA Kamojang dan CA Sancang kemudian dilanjutkan melakukan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ciamis. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon.

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat lindungan, rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Banteng (bos javanicus d’alton 1832) Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus padang penggembalaan Cidaon)” diharapkan memiliki manfaat untuk dapat menyampaikan data dan informasi mengenai karakteristik habitat banteng di padang penggembalaan Cidaon yang nantinya mampu menjadi dasar pertimbangan bagi pengelolaan populasi maupun habitat banteng di TNUK agar kelestaran jenis ini tetap terjaga.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, penulis mengalami beberapa keterbatasan baik dalam biaya, waktu dan tenaga. Sehingga penelitian ini hanya dilakukan pada saat musim hujan yang berakibat data yang dikumpulkan tidak memenuhi kondisi kualitas habitat banteng khususnya di padang penggembalaan Cidaon pada saat musin kemarau. Namun dengan segala upaya penulis berusaha memberikan data dan juga informasi yang optimal.

Akhir kata ibarat pepatah “Tak ada gading yang tak retak,” sama halnya dengan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan di kemudian hari sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2008

(18)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah... dengan telah diselesaikannya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Mama, Mas Andi dan Dik Dustin atas doa, dukungan, semangat dan kehangatan yang luar biasa selama ini.

2. Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prastyo, MSc sebagai pembimbing skripsi penulis atas ilmu, kritik dan saran kepada penulis dalam proses peyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS, dosen dan staf Departemen KSHE yang telah menambah ilmu, pengajaran dan arti penting kehidupan selama perkuliahan. 4. Kepala Balai, kepala SPTN dan staf Taman Nasional Ujung Kulon atas bantuan,

kerjasama dan tempat istrahat yang nyaman bagi penulis selama penelitian.

5. Pak Sasriful, Pak Ameng, Pak Seha, Pak Weli dan Pak Tumino atas bantuan dan kerjasama yang luar biasa selama penulis melakukan penelitian.

6. “Ndut” yang terus memberikan semangat, dukungan, senyuman dan menguatkan perjalanan penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

7. Teman-teman seperjuangan PKLP TNUK (Aaf, Yogi, Hasto, Afn dan Sukma) atas cerita dan keindahan kebersaman selama hampir 2 bulan.

8. Keluarga Besar KSH’41 atas kekeluargaan, persahabatan dan kenangan yang luar biasa selama 4 tahun bersama.

9. Semua pihak yang telah menjadi bagian dalam perjalanan hidup penulis selama ini.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.3 Manfaat Penelitian... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi... 4

2.2 Penyebaran... 5

2.3 Habitat... 5

2.4 Aktivitas dan Perilaku Banteng... 6

2.5 Pola Penggunaan Ruang... 8

2.6 Konservasi Banteng... 9

2.7 Penginderaan Jauh... 9

2.8 Sistem Informasi Geografis... 14

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu... 20

3.2 Bahan dan Alat... 21

3.3 Tahapan Penelitian... 21

3.4 Analisis Data... 30

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Dasar Hukum... 34

4.2 Keadaan Fisik Kawasan... 34

4.3 Potensi Biotik... 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Ukuran Populasi dan Aktivitas Harian... 38

5.2 Karakteristik Habitat... 45

5.3 Penentuan Model Kesesuaian Habitat... 66

5.4 Peta Kesesuaian Habitat... 69

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 72

6.2 Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 73

(20)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Aplikasi prinsip dan saluran spektral thematic mapper...12

2. Contoh aplikasi sistem informasi geografis... 19

3. Aktifitas banteng di padang pengembalaan... 41

4. Aktifitas banteng di hutan dataran rendah... 42

5. Aktifitas banteng di hutan pantai... 42

6. Analisis vegetasi di padang pengembalaan... 44

7. Analisis vegetasi dominasi di hutan dataran rendah... 45

8. Analisis vegetasi dominasi di hutan pantai... 47

9. Jenis pakan banteng yang dijumpai di lokasi penelitian... 48

10. Luas pg. Cidaon dan sekitarnya berdasarkan kelas lereng... 57

11. Kelas Klasifikasi NDVI... 60

12. Perbandingan antara INP dengan kelas NDVI...60

13. Perbandingan Jumlah Pakan Terhadap Nilai NDVI... 61

14. Skor tiap indikator pada faktor lingkungan (environment factors)... 64

15. Skor tiap indikator pada faktor manusia (human factor)... 65

16. Bobot per indikator faktor lingkungan... 65

17. Bobot per indikator faktor gangguan manusia... 66

18. Bobot faktor lingkungan... 66

19. Bobot faktor manusia... 66

20. Luasan tiap kelas kesesuaian... 67

21. Validasi model pada tiap kelas kesesuaian... 69

(21)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Uraian-uraian subsistem SIG... 17

2. Peta lokasi penelitian... 20

3. Bentuk plot contoh analisis vegetasi dan pakan banteng... 24

4. Diagram alir pengolahan citra... 26

5. Tahapan metode penelitian... 27

6. Proses pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng... 27

7. Proses pembuatan peta jarak sungai (buffer)... 28

8. Peta kawasan Taman Nasional Ujung Kulon... 33

9. Kondisi populasi banteng di pg. cidaon... 36

10. Histogram jumlah individu dengan tipe vegetasi...37

11. Menara pengamatan dan suasana di padang penggembalaan... 38

12. Perilaku makan sambil waspada... 39

13. Hutan dataran rendah Cidaon... 41

14. Histogram jenis aktivitas dengan tipe vegetasi... 43

15. Beberapa jenis pakan banteng... 47

16. Perlakuan terhadap rumput... 49

17. Kondisi cover di pg. Cidaon... 50

18. Peta penutupan lahan... 51

19. Beberapa sumber air yang terdapat di lokasi penelitian... 52

20. Peta jaringan sungai... 54

21. Peta ketinggian... 56

22. Peta kemiringan lereng... 58

23. Histogram perbandingan antara jenis pakan dengan kelas NDVI... 61

24. Perbandingan NDVI terhadap jumlah pakan... 61

25. Peta lokasi plot biomassa... 62

26. Peta persebaran jenis pakan... 63

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

(23)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tahun 1992 berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 pada tanggal 26 Februari 1992. Selain itu pada tahun yang sama kawasan ini ditetapkan sebagai World Herritage Site oleh Komisi Warisan Alam Dunia Unesco dengan Surat Keputusan No. SC/Eco/5867 2409.

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan hutan hujan tropis dataran rendah terluas di Pulau Jawa dengan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang cukup tinggi. Diantara jenis satwaliar yang terdapat didalamnya, salah satunya adalah banteng, jenis ini merupakan salah satu satwaliar yang dilindungi oleh Undang-Undang.

Penyebaran banteng di Indonesia sangat terbatas, selain di Taman Nasional Ujung Kulon dapat juga ditemukan di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Taman Nasional Baluran (TNB) serta di Taman Nasional Kutai (TNK), Kalimantan Timur. Di Taman Nasional Ujung Kulon masih terdapat populasi banteng dalam jumlah yang relatif banyak dan tersebar di beberapa padang penggembalaan. Padang penggembalaan Cidaon merupakan salah satu habitat dengan populasi banteng dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan dengan 3 padang penggembalaan yang masih aktif lainnya (Hasil penelitian YMR dengan WWF pada tahun 2002).

Di sisi lain jenis ini terancam keberadaannya karena semakin meningkatnya perburuan liar, kerusakan habitat dan eksploitasi. Hal ini dikarenakan banteng merupakan jenis satwaliar yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, selain dagingnya yang menjadi perburuan masyarakat adalah kulit dan tengkorak, padahal keberadaan hidup jenis banteng sangat penting bagi kemantapan ekosistem hutan di TNUK.

(24)

diperlukan oleh banteng untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tipe vegetasi yang dimanfaatkan oleh banteng sebagai habitat diantaranya terdiri atas padang penggembalaan, hutan dataran rendah, hutan pantai dan hutan alam.

Pengelolaan banteng harus mengetahui penyebarannya pada saat musim kemarau dan musim penghujan. Dengan mengetahui kondisi penyebaran dan juga karakteristik habitatnya maka dapat dilakukan manajemen pengelolaan agar banteng tersebut dapat selalu terjaga, terutama oleh kegiatan perburuan liar. Perencanaan dan pengelolaan SDAH yang baik mutlak diperlukan untuk itu diperlukan informasi yang memadai yang bisa dipakai oleh pengambil keputusan termasuk menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Seiring dengan perubahan trend dalam perencanaan dan pengelolaan hutan tropis ke arah meningkatnya kesadaran akan nilai lingkungan hidup, yang disertai pula oleh perubahan pendekatan dari top down dan desentralized menjadi bottom up dan desentralized transparancy dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan meningkat. Selain itu koordinasi dan kooperasi inter dan intra organisasi menjadi lebih efektif serta semakin banyak sektor dan disiplin ilmu yang terlibat.

(25)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. mengidentifikasi ukuran populasi dan aktivitas harian banteng di sekitar padang penggembalaan Cidaon.

2. mengetahui kesesuaian habitat banteng dari karakteristik jumlah pakan, jumlah jenis pakan, jenis cover, jarak dengan sumber air, ketinggian, kelerengan, serta gangguan (jarak dengan jalan).

1.3 Manfaat Penelitian

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi

Menurut Lekagul dan McNeely (1977) secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Mamalia

Super Ordo : Eutheria

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Subfamili : Bovinae

Genus : Bos

Spesies : Bos Javanicus d’Alton 1832 di Pulau Jawa

Banteng memiliki bentuk tubuh yang tegap, besar dan kuat dengan bagian bahu depannya lebih tinggi dibandingkan bagian belakang tubuhnya. banteng jantan memiliki warna tubuh yang hitam, semakin tua umurnya semakin hitam warnanya serta memiliki sepasang tanduk berwarna hitam, mengkilap, runcing, dan melengkung simetris ke dalam. Pada bagian dada banteng jantan terdapat gelambir yang dimulai dari pangkal depan sampai bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan. Sedangkan banteng betina memiliki warna tubuh cokelat kemerah-merahan, semakin tua umurnya semakin cokelat tua dan gelap warnanya serta memiliki tanduk yang ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan banteng jantan (Alikodra,1983).

(27)

2.2 Penyebaran

Berdasarkan Hoogerwerf (1970), wilayah penyebaran banteng meliputi Myamnar, Tahiland, Indocina, Semenanjung Malaya, dan Indonesia. Di Indonesia banteng tersebar di beberapa daerah seperti Kalmantan, Bali dan Jawa.

2.3 Habitat

Menurut Alikodra (1990), habitat merupakan suatu tempat yang dapat memenuhi kebutuhan satwa yang digunakan untuk tempat mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan berkembangbiak. Habitat dapat dikelola, sehingga memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Yoakum dan Dasman (1971) dalam Alikodra (1980), pengelolaan habitat merupakan kegiatan praktis dalam mengatur kombinasi faktor fisik dan biotik sehingga dicapai kondisi yang optimal bagi perkembangan populasi satwaliar.

Menurut Alikodra (1983) dan Subroto (1996), tempat yang disukai dan merupakan komponen hidup banteng yang ideal adalah :

1. Hutan primer yang berbatasan dengan padang rumput yang digunakan banteng sebagai tempat berlindung dari serangan predator atau pemburu, tempat beristirahat, tempat tidur serta tempat berkembangbiak.

2. Padang rumput yang terletak pada daerah perbukitan sampai datar serta dibatasi oleh hutan alam primer ke arah darat dan hutan payau atau pantai ke arah laut. Padang rumput sebaiknya diselingi oleh tumbuhan seperti Sengon (Paraserianthes falcataria) dan jenis-jenis Palem.

3. Padang rumput yang berdekatan dengan sumber air baik mata air, danau maupun sungai yang berair sepanjang tahun.

4. Hutan payau sebagai daerah penyangga. Daerah penyangga berfungsi sebagai penghalang angin terutama tajuknya, untuk mencegah intrusi garam ke darat melalui perakarannya, sebagai tempat berlindung atau beristirahat, tempat bersarang dan tempat mencari makan satwa serta mempersulit pemburu masuk ke dalam habitat banteng dari arah laut.

(28)

2.4 Aktivitas dan Perilaku Banteng 2.4.1 Perilaku Umum

Perilaku adalah semua gerak atau perubahan gerak, termasuk perubahan dari bergerak ke tidak bergerak sama sekali atau membeku. Jadi perilaku adalah semua gerakan atau kegiatan satwa untuk melestarikan atau mempertahankan hidupnya (Tinbergen 1979 dalam Alikodra 1983). Pada umumnya banteng mempunyai kegiatan pola aktivitas harian yang tetap dan tergantung pada kondisi lingkungannya. Banteng pada umumnya beraktivitas dari pagi sampai sore hari.

Pola hidup banteng lebih banyak diisi oleh kegiatan merumput dan memamah biak secara bergantian. Menurut Hoogerwerf (1970), banteng akan mulai merumput jika cuaca cukup cerah, kelompok banteng tersebut akan memilih hari yang agak berawan dibandingkan hari yang amat terik. Sedangkan menurut Alikodra (1983), pada waktu siang hari, banteng lebih memilih padang terbuka dan biasanya mereka terdiri dari beberapa kawanan Banteng yang biasanya berkisar antara 10-12 ekor yang terdiri dari banteng jantan dewasa, induk dan anak-anaknya. Mereka merumput sambil berjalan berlawanan dengan arah mata angin dan selalu bersikap waspada serta selalu memperhatikan keadaan sekitarnya.

2.4.2 Perilaku Makan dan Minum

Banteng sebagai satwa herbivora, seperti juga satwa lainnya, mempunyai suatu cara adaptasi yang khusus untuk menyeleksi jenis-jenis makanannya. Pemilihan jenis makanan ini tergantung dari nilai gizi, daya cerna, ukuran, jumlah dan kemampuan makanan tersebut untuk memberikan kekuatan dan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Kandeigh 1975 dalam Delfiandi 2006).

Selanjutnya Alikodra (1983), menyatakan bahwa jenis rerumputan yang dimakan oleh banteng diantaranya : Jampang piit (Cytococcum patens), Rumput geganjuran (Paspalum commersonii), Rumput bambu (Panicum montanum), Rumput memerakan (Themeda arquens), Ki pait (Axonopus compresus) dan Alang-alang (Imperata cylindrica).

(29)

lebih suka memamah biak sambil berbaring di atas rumput, tetapi jika hujan lebat turun terlalu lama banteng sering kali memamah biak sambil berdiri.

Sedangkan menurut Sancayaningsih dkk (1983), periode memamah biak tersebut ± 2-5 jam/hari. Kecepatan mengunyah selama periode tersebut adalah 48-56 kali/menit dan untuk memenuhi kebutuhan garam dan mineral yang dapat membantu proses pencernaannya, banteng seringkali minum air laut.

2.4.3 Perilaku Anak

Anak banteng yang baru lahir memiliki perkembangan yang cepat, selang beberapa menit setelah lahir sudah mampu berdiri dan dalam beberapa hari saja sudah mampu berlari-lari. Banteng yang masih muda biasanya senang bermain-main. Tingkah laku bermain ini sangat bermanfaat besar bagi perkembangan kemampuan banteng untuk tetap bertahan hidup (survive). Semakin aktif banteng bermain-main, semakin terlatih dan lincah dalam hal pergerakannya.

Kadang-kadang dua ekor banteng muda akan saling mengadukan kepalanya. Jika banteng muda menandukkan kepalanya pada banteng dewasa, maka banteng dewasa tersebut akan mengusirnya (Sancayaningsih, dkk, 1983 dalam Delfiandi 2006).

2.4.4 Perilaku Istirahat

Banteng biasanya beristirahat setelah mencari makan pada pagi hari menjelang siang hari. Pada saat matahari bersinar sangat terik, biasanya banteng akan beristirahat di bawah tegakan hutan. Jika cuaca cerah atau agak berawan banteng lebih sering berada di padang penggembalaan dan kadang pula banteng terlihat beristirahat di tepi pantai. (Lekagul dan McNeely, 1977 dalam Alikodra, 1983).

2.4.5 Perilaku Kawin dan Reproduksi

Aktivitas kawin banteng dilakukan pada bulan-bulan tertentu. Menurut Hoogerwerf (1970), musim kawin banteng di Taman Nasional Ujung Kulon adalah bulan Juli sampai Oktober dan kadang-kadang juga dalam bulan November dan Desember.

(30)

2.5 Pola Penggunaan Ruang

Menurut Legay dan Debouzie dalam Santosa (1990), pola penggunaan ruang merupakan keseluruhan interaksi antara satwaliar dengan habitatnya. Parameter penggunaan ruang yang paling banyak diteliti ada dua hal yaitu wilayah jelajah dan pergerakan. Struktur habitat yang diperlukan oleh satwaliar dapat dilihat dari beberapa keadaan, antara lain kebutuhan pasar, tipe habitat, faktor kesejahteraan yang spesifik dan komponen faktor-faktor kesejahteraan (Bailley 1984; Anderson 1985 dalam Alikodra 1990).

Pola penggunaan ruang dan perilaku sosial betina sangat dipengaruhi oleh keterbatasan, distribusi makanan dan cover, sedangkan pola penggunaan ruang oleh jantan dipengaruhi oleh jumlah dan penyebaran spasial betina (Osfield et al. 1985 dalam Mauziah 1994). Pergerakan atau perpindahan banteng cenderung dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, regenerasi rumput yang lambat dan juga dipengaruhi oleh predator (Fryxell dan Sinclair 1988 dalam Mauziah 1994).

Menurut Hernowo et al. (1991), penyebaran satwaliar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : sejarah penyebaran masa lalu, jenis satwaliar, kemampuan gerak, penghalang geografis, kondisi habitat, iklim, kemampuan adaptasi dan manusia beserta aktivitasnya. Penyebaran satwaliar pada suatu tempat sesuai dengan kemampuan pergerakannya dan kondisi lingkungan. Pergerakan satwaliar dapat dilakukan melalui :

1. Lorong (koridor), yaitu jalan yang memberikan peluang yang sama kepada setiap jenis satwaliar untuk berpindah melalui koridor.

2. Tapisan, yaitu jenis perpindahan yang hanya meliputi beberapa tipe habitat, sehingga beberapa jenis satwaliar tertentu tercegah atau terhambat untuk pindah karena habitatnya tidak sesuai.

3. Undian, yaitu jalan perpindahan melalui laut.

Menurut Alikodra (1983), untuk memenuhi kebutuhannya banteng melakukan pergerakan secara tetap setiap hari, pergerakannya dilakukan pada waktu-waktu sebagai berikut :

1. Jam 11.00-18.00 WIB, berada di padang penggembalaan untuk makan, minum, mengasuh, dan membesarkan anaknya serta melakukan perkawinan.

(31)

3. Jam 21.00-24.00 WIB, banteng menuju tempat minum dan pada waktu tertentu menuju pantai.

Banteng termasuk jenis satwaliar yang hidup berkelompok, sehingga bergerak dalam kelompok yang terdiri dari individu jantan, betina dan anak-anaknya yang dipimpin oleh banteng betina dewasa yang lebih tua. Pengelompokkan yang dilakukan merupakan strategi dasar untuk mempertahankan kelestarian hidupnya untuk memanfaatkan makanan yang optimal, perkawinan, mengasuh dan membesarkan anaknya serta mempertahankan diri dari pemangsa (Alikodra, 1983).

2.6 Konservasi Banteng

Sebagai satwa langka dan terancam kelestariannya maka pemerintah Indonesia merasa perlu untuk melindungi banteng terutama dari kegiatan perburuan yang dilakukan oleh para pemburu liar serta terdesaknya banteng oleh pemukiman manusia. Hal ini didukung dengan telah adanya Undang-Undang yang mengatur akan hal tersebut, seperti Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Beserta Ekosistemnya, dinyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi.

2.7 Penginderaan Jauh

2.7.1 Pengertian Penginderaan Jauh

Pengertian penginderaan jauh telah banyak didefinisikan dan berikut beberapa definisi dari penginderaan jauh yang telah beredar di berbagai pustaka :

1. Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungan dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. (Lo, 1995). 2. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh suatu informasi

tentang suatu obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

(32)

bersinggungan dengan obyek atau fenomena yang dikaji (Manual of Remote Sensing, 1983 dalam Howard, 1996).

4. Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu ilmu dan tekhnologi dimana karakteristik suatu obyek dapat dilihat, diukur dan dianalisa tanpa menyentuh obyek tersebut secara langsung (Japan Assosiation on Remote Sensing, 1999 dalam Wulandari, 2002).

2.7.2 Teknologi Penginderaan Jauh

Paine (1993) menjelaskan batasan pengertian yang lebih tepat tentang penginderaan jauh yang meliputi teknik-teknik yang digunakan untuk perekaman dan evaluasi deteksi energi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan sebuah obyek pada suatu jarak yang jauh tanpa sentuhan fisik. Tiga sistem sensor yang digunakan dalam penginderaan jauh untuk dapat menghasilkan suatu citra antara lain kamera, scanner garis dan radar.

Proses utama dalam kegiatan penginderaan jauh meliputi proses pengumpulan data dan analisis (Lillesand dan Kiefer, 1990). Dalam pengumpulan data, alat penginderaan jauh dapat memperoleh data baik dengan cara-cara fotografis maupun elektronis. Sensor-sensor fotografis memanfaatkan reaksi kimia pada lapisan emulsi film untuk mendeteksi, menyimpan dan memperagakan variasi-variasi energi di dalam suatu pemandangan. Sensor-sensor elektronik menimbulkan pulsa-pulsa listrik ini biasanya disimpan pada pita komputer magnetik dimana pulsa listrik tersebut diubah menjadi gambar digital (Paine, 1993).

2.7.3 Penginderaan Jauh Sistem Satelit

Penginderaan jauh satelit merupakan salah satu jenis Optical Remote Sensing yang menggunakan spektrum tampak dan spektrum inframerah dekat sebagai sumber energi dan satelit sebagai wahananya (Lillesand dan Kiefer, 1990).

2.7.4 Satelit Sumberdaya Landsat

(33)

sekitar 99,1˚, sehingga dapat menghasilkan liputan global antara 81˚ N- 81˚ S dan hampir mendekati kutub (nealy polar). Periode orbit Landsat sekitar 103,3 menit sehingga dalam satu hari dapat mengelilingi bumi 14 kali. Garis edar Landsat seluruhnya sinkron matahari (sun synchronous) sehingga bidang edar satelit berimpit dengan bidang edar bumi mengelilingi matahari. Karakteristik garis edar melintasi ekuator pada arah utara ke selatan terjadi pada sekitar pukul 09.30 pagi setiap hari dan ketinggian satelit bervariasi antara 880-940 Km. Satu siklus liputan penuh dari 251 revolusi atau 18 hari. Siklus liputan dapat diperpendek menjadi 9 hari atau bahkan 6 hari dengan diluncurkannya Landsat II dan III (Lo, 1995).

Sistem pencitraan Landsat I, II dan III adalah kamera RBV (Return Bean Vidicom) dan MSS (Multispectral Scanner). RBV pada Landsat I dan II memiliki sistem tiga kamera tipe elektro-optik. Sistem ini mampu menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi yang terdiri dari 4125 garis penyiaman dan 4500 elemen gambar (pixel/picture element) per garis penyiaman yang setara dengan resolusi 80 x 80 m di lapangan. Pada Landsat III, sistem RBV hanya terdiri dua kamera di dalam sistem optik, yang merekam hanya pada saluran tunggal, yaitu 0,505 – 0,750 μm (pankromatik). Hal ini menyebabkan pengurangan peliputan areal sampai mencapai seperempat areal yang terliput oleh kamera RBV tunggal yang digunakan Landsat I dan II, namun memperbaiki resolusi spasial menjadi 40 x 40 (Lo, 1995).

(34)
[image:34.612.92.524.98.376.2]

Tabel 1. Aplikasi prinsip dan saluran Spektral Thematic Mapper

Saluran

(Band) Panjang Gelombang (μm) Potensi Pemanfaatan

1 0,45 – 0,52

Dirancang untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Juga berguna untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer.

2 0,52 – 0,60

Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan.

3 0,63 – 0,69 Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk

diskriminasi vegetasi.

4 0,76 – 0,90 Bermanfaat untuk menentukan kandungan

biomassa dan untuk delineasi tubuh air.

5 1,55 – 1,75

Menunjukkan kandungan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan.

6 2,08 – 2,35

Saluran inframerah termal yang penggunannya untuk perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah dan pemetaan termal.

7 10,45 – 12,50

Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

Sumber : Lo (1995)

2.7.5 Aplikasi Citra Landsat TM

Citra satelit landsat sebagai satelit sumberdaya bumi telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Contoh penggunaan citra landsat dalam bidang kehutanan dan lingkungan antara lain : identifikasi penyebaran habitat, pemantauan perubahan penggunaan lahan atau tutupan lahan, evaluasi lahan basah sebagai feeding ground burung air, identifikasi penyebaran spasial dan karakteristik ruang terbuka hijau (RTH), serta masih banyak aplikasi-aplikasi yang lainnya.

2.7.6 Analisis Digital Citra Satelit

Sejumlah informasi dapat diperoleh dari data Landsat dalam format salinan keras (photographic), volume data Landsat yang melimpah dan berbentuk digital menjadikan data tersebut lebih cocok dianalisis dengan bantuan komputer. Analisis digital dilakukan terhadap setiap piksel, melalui cara ini informasi yang diperoleh lebih banyak, karena dapat mengidentifikasi derajat keheterogenan obyek (Lillesand dan Kiefer, 1990).

(35)

1. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Tujuan dari pemulihan citra ini adalah untuk memperbaiki data citra yang mengalami distorsi ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan gambar aslinya. Kegiatannya meliputi pengkoreksian berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada citra asli.

2. Penajaman Citra (Image Enchancement)

Proses penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampilan kontras antar obyek pada sebuah citra. Pada berbagai terapan, langkah ini dapat meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara visual dari data citra.

3. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi secara otomatik dan citra digital. Tiap pengamatan piksel (picture element) dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matriks jenis kategori.

Menurut Jaya (1996) dalam Hastuti (1998), klasifikasi diartikan sebagai suatu proses pengelompokkan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brightness value) atau digital number (DN) piksel yang bersangkutan. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan atas klasifikasi manual dan klasifikasi kuntitatif. Pada klasifikasi manual, pengelompokka piksel ke dalam suatu kelas yang telah ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai kecerahan (BV), contoh yang diambil disebut sebagai area contoh (trainning area).

Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi kedalam dua pendekatan dasar klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Pada klasifikasi terbimbing proses pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi.

(36)

Kelas-kelas spektral tersebut kemudian dibandingkan dengan Kelas-kelas-Kelas-kelas data referensi untuk menentukan identitas dan nilai informasi kelas spektral tersebut.

2.7.7 Analisis Akurasi

Uji akurasi tidak bisa diabaikan dari pengolahan data digital, seperti halnya dengan interpretasi visual citra satelit atau foto udara. Obyek yang telah terklasifikasi pada citra perlu dilakukan uji di lapangan. Untuk melakukan uji hasil klasifikasi spektral citra satelit telah tersedia beberapa uji secara statistik. Metode-metode tersebut biasanya bersifat kualitatif dan kuantitatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi dari citra satelit itu sendiri (Howard, 1996).

Menurut Jensen (1986) dalam Hastuti (1998) cara yang paling umum digunakan untuk menghitung akurasi adalah dengan menggunakan ERROR MATRIX (EM) atau CONFUSSION MATRIX (CM). Error Matrix merupakan matriks berupa bujur sangkar yang tata letak kolom dan barisnya menyatakan jumlah unit contoh (piksel atau poligon) yang masuk kedalam suatu kategori tertentu dibandingkan dengan jumlah unit kategori sebenarnya yang ada di lapangan. Kesalahan dalam error matrix dapat dievaluasi dengan beberapa cara diantaranya :

1. Kesalahan eksklusi (ommisison errors), yaitu evaluasi terhadap piksel yang tidak dijelaskan pada kelas sebenarnya.

2. Kesalahan inklusi (commision errors), yaitu evaluasi terhadap piksel yang dijelaskan pada kelas yang bukan miliknya.

Hasil analisis akurasi dapat diketahui dari nilai akurasi keseluruhan (Overall Accuracy) dan akurasi Kappa (Overall Kappa Statistics). Perbedannya pada akurasi Kappa perhitungannya mempertimbangkan semua elemen dalam error matrix sehingga lebih reliable. Sedangkan pada Overall Accuracy perhitungannya hanya mempertimbangkan jumlah elemen dalam diagonal matriks saja, sementara yang off diagonal tidak dipertimbangkan.

2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.8.1 Konsep Dasar dan Definisi SIG

(37)

bereferensi geografis dalam berbagai cara dan bentuk. Sebutan umum untuk sistem-sistem yang menangani masalah tersebut adalah SIG, Sistem Informasi Geografis. Dalam berbagai literatur SIG dipandang sebagai hasil dari perkawinan antara sistem komputer untuk bidang kartografi (Computer Aided Cartography/CAC) atau sistem komputer untuk bidang perancangan (Computer Aided Design/CAD) dengan teknologi basis data (database). Masalah-masalah tersebut mencakup:

1. Pengorganisasian data dan informasi

2. Menempatkan informasi pada tempat tertentu

3. Melakukan komputasi, memberikan ilustrasi keterhubungan satu sama lainnya beserta analisa spasial lainnya.

Berikut beberapa pengertian dari definisi SIG yang telah beredar di berbagai pustaka :

1. SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk meyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geogrefis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karateristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang berefernsi geografis : (a). Masukan, (b). Manajemen data, (c). Analisis dan manipulasi data, (d) keluaran. (Aronoff, 1989).

2. SIG adalah kumpulan yang teroganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personal yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis. (ESRI, 1990). 3. SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografis.

(38)

4. SIG merupakan sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau kordinat-koordinat geografis. Dengan kata lain, SIG merupakan sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang terferensi secara geografi berikut sekumpulan operasi yang mengelola data tersebut. (Foote, 1995 dalam Prahasta, 2001).

2.8.2 Subsistem SIG

Prahasta (2001) menguraikan Sistem Informasi Geografis berdsarkan definisi-definisi yang telah berkembang menjadi beberapa subsistem berikut :

1. Data Input

Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasi format-format data aslinya kedalam format yang dapat sigunakan SIG.

2. Data Output

Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagaian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti : tabel, grafik, peta, dan lain-lain.

3. Data Management

Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial mupun atribut kedalam sebuah data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit.

4. Data Manipulation dan Analysis

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

(39)

DATA INPUT

DATA

MANAGEMENT & MANIPULATION

Gambar 1. Uraian-uraian subsistem SIG. 2.8.3 Komponen SIG

SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari komponen berikut (Gistut, 1994 dalam Prahasta 2001) :

1. Perangkat Keras : pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multiuser host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan

Tabel

Laporan

Pengukuran Lapangan

Data digital lain

Peta (termasuk topografi, dll)

Citra Satelit

Foto Udara

Data Lainnya

Input

Storage (Database)

Retrieval

Processing

Output

Peta

Tabel

Laporan

[image:39.612.85.501.66.511.2]
(40)

dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (harddisk) yang besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar. Walaupun demikian fungsionalitas SIG tidak terkait secara ketat terhadap karakteristik fisik perangkat keras ini sehingga keterbatasan memori pada PC-pun dapat diatasi. Adapun perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner.

2. Perangkat Lunak : bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap sub sistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul, sehingga tidak mengherankan jika ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan program (*.exe) yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri.

3. Data dan Informasi Geografi : SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan secara tidak langsung dengan cara mengimport dari perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan masukan data atributnya dari tabel dan laporan menggunakan keyboard.

(41)

2.8.4 Aplikasi SIG

[image:41.612.94.527.164.594.2]

Sistem Informasi Geografis (SIG) telah banyak diaplikasikan untuk berbagai bidang kehidupan. Contoh-contoh aplikasi tersebut disajikan pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Contoh Aplikasi Sistem Informasi Geografis

No. Bidang Aplikasi Contoh Aplikasi SIG

1 Sumberdaya Alam Inventarisasi, manajemen, dan kesesuaian lahan untuk

pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tata guna lahan, analisis daerah rawan bencana alam.

2 Perencanaan Perencanaan pemukiman transmigrasi, perencanaan tata ruang

wilayah, perencanaan kota, perencanaan relokasi dan lokasi industri, pasar, pemukinan dan sebagainya.

3 Kependudukan Penyusunan data pokok, penyediaan informasi

kependudukan/sensus dan sosial ekonomi, sistem informasi untuk Pemilu, dan sebagainya.

4 Lingkungan Pencemaran sungai, danau, laut; evaluasi sedimentasi,

pemodelan pencemaran udara, limbah berbahaya dan sebagainya.

5 Utility Inventarisasi dan manajemen informasi jaringan pipa air

minum, jaringan listrik, jaringan pipa gas, sistem informasi pelanggan perusahaan, perencanaan perluasan dan pemeliharaan jaringan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya seperti taman, tempat pembuangan sampah/limbah, WC umum, dan sebagainya.

6 Ekonomi, Bisnis

dan Marketing

Penentuan lokasi-lokasi bisnis yang prospektif untuk bank,

pasar swalayan, mesin ATM, kantor cabang, show room,

counter, outlet, gudang, dan sejenisnya.

7 Biologi Inventarisasi, kesesuaian lahan, manajemen kawasan

perlindungan flora dan fauna yang dilindungi.

8 Hidrografi dan

Kelautan

Inventarisasi dan manajemen stasiun pengamatan pasang-surut, manajemen daerah pesisir pantai, manajemen daerah wisata

bahari, taman laut, costal management, dan sejenisnya.

9 Kesehatan Penyediaan data atribut dan spasial yang menggambarkan

distribusi penderita suatu penyakit, pola atau model penyebaran penyakit, distribusi unit-unit pelayanan kesehatan.

10 Militer Penyediaan data spasial untuk analisis rute-rute perjalanan

logistik, peralatan perang, dan sebagai tools untuk

kebutuhan-kebutuhan war game.

(42)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian adalah di padang penggembalaan Cidaon, Resort Pulau Peucang, Taman Nasional Ujung Kulon untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan data. Sedangkan untuk kegiatan pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Spasial Database and Analyisis Facilities (SDAF) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2 di bawah ini.

[image:42.612.94.517.351.657.2]

Waktu yang digunakan untuk penelitian yaitu selama 3 bulan, sejak bulan April hingga Juni 2008. Dimana 1 bulan digunakan untuk pengamatan dan pengambilan data di lapangan dan 2 bulan selanjutnya digunakan untuk mengolah dan menganalisa data tersebut di laboratorium.

(43)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Citra Landsat TM Path 123 Row 065, Agustus 2003 2. Peta topografi, skala 1:25.000

3. Peta tata batas kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, skala 1:25.000 4. Peta jaringan sungai Taman Nasional Ujung Kulon, skala 1:25.000 5. Peta kontur, skala 1:25.000

6. Tally sheet

Peralatan yang digunakan di lapangan adalah GPS (Global Positioning System), kamera, golok, pita meter dan alat tulis. Sedangkan yang digunakan dalam pengolahan dan analisis data antara lain : satu paket SIG termasuk komputer (PC Dekstop), Ms. Excell, Software ArcView 3.3 dan ERDAS Imagine 9.1.

3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1. Pengumpulan data A. Data Primer

Data primer yang diperoleh langsung di lapangan yaitu :

1. Tipe aktifitas, meliputi makan, minum, sosial, mengasin dan beristirahat.

2. Titik keberadaan banteng saat melakukan aktifitas. Data ini diperoleh dengan mengambil titik pada GPS.

3. Karakteristik habitat, meliputi kondisi fisik, tipe habitat, tipe vegetasi dan jenis pakan.

B. Data Sekunder

(44)

3.3.2. Metode Pengumpulan Data A. Data Primer

A.1. Inventarisasi Populasi dan Aktifitas Banteng 1. Padang Penggembalaan

Metode yang digunakan dalam inventarisasi populasi banteng di padang penggembalaan atau rumpang adalah metode terkonsentrasi (concentration count). Pengamatan banteng di padang penggembalaan dilakukan dengan cara :

a. Mengamati seluruh wilayah padang penggembalaan dari atas menara pengamat. b. Mencatat jumlah kelompok atau individu banteng yang ada di dalam padang

penggembalaan dan banteng yang masuk ke dalam padang penggembalaan.

c. Pengamatan dilakukan sepanjang hari dari pukul 06.00 – 21.00 WIB dengan penghitungan individu banteng setiap dua jam sekali dan mengamati karakteristik individu/kelompok banteng tersebut. Hasil penghitungan dikumulatifkan sehingga diperoleh data populasi banteng yang berada di padang penggembalaan setiap hari pengamatan.

d. Kelompok banteng yang dicatat diklasifikasikan berdasarkan kelas umur dewasa (jantan dan betina) dan anakan.

2. Hutan

Inventarisasi populasi banteng di dalam hutan dilakukan melalui pendekatan penemuan jejak terpadat di sepanjang jalur analisis vegetasi (pengamatan tidak langsung) sebanyak lima kali ulangan atau hari pengamatan.

A.2. Penentuan Koordinat Geografis Banteng

(45)

A.3. Inventarisasi Tumbuhan 1. Padang Penggembalaan

Inventarisasi di padang penggembalaan dilakukan untuk mengetahui nilai komposisi, biomassa dan produktivitas rumput dan bukan rumput. Petak contoh diletakkan tersebar secara sistematik dengan petak awal ditentukan secara acak dan jarak antar petak contoh sekitar 50 meter. Petak contoh dibuat dengan menggunakan bambu berukuran 1 m x 1 m. Jumlah petak contoh ditentukan sebanyak 10 buah dan pada setiap petak contoh dicatat nama jenis, jumlah individu setiap jenis dan berat basahnya.

Menurut Alikodra (1983), pengukuran biomassa setiap jenis rumput dapat dilakukan dengan cara memotong rumput pada setiap petak contoh sampai batas permukaan tanah lalu ditimbang berat basahnya. Pengukuran produktivitas dilakukan setelah bekas potongan tersebut berumur 30 hari. Rumput yang tumbuh dicatat nama jenisnya, jumlah individu setiap jenis kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.

2. Hutan

Untuk mengetahui komposisi jenis pakan dengan potensi tingkat pohon, tiang, semai dan pancang maupun tumbuhan bawah untuk masing-masing tipe habitat dilakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi vegetasi yang menjadi habitat satwaliar yang akan diteliti. Kegiatan ini bermanfaat untuk mengetahui angka nilai penting yang dapat digunakan sebagai parameter tumbuhan untuk mengetahui dominasi suatu jenis tumbuhan yang menempati suatu daerah. Selain itu dapat mengetahui jenis tumbuhan yang dimakan oleh banteng.

(46)

5 m 5 m 2 m Aa

setinggi dada. Untuk tingkat semai dan pancang data yang dikumpulkan hanya jenis dan jumlah individu.

Pengamatan vegetasi dilakukan pada empat jalur yang terdiri dari masing-masing tipe vegetasi satu jalur dengan panjang jalur 100 meter dan lebar 20 meter. Pengukuran ini dilakukan untuk memperoleh Indeks Nilai Penting (INP) pada tipe vegetasi dan pakan banteng.

100 m

10 m

[image:46.612.101.523.200.373.2]

10 m

Gambar 3. Bentuk Plot Contoh Analisis Vegetasi dan Pakan Banteng.

B. Data Sekunder

Data spasial dan data atribut penunjang penelitian berasal dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Biotrop Training and Information Centre, Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan berbagai hasil yang dikumpulkan dari studi literatur.

3.3.3 Pengolahan Data

Pembangunan model spasial kesesuaian habitat banteng di padang penggembalaan Cidaon dilakukan dengan pengumpulan data yang terdiri dari penelusuran literatur, data peta digital dan survey lapangan untuk menganalisis faktor-faktor habitat banteng. Literatur digunakan sebagai dasar atau kriteria dalam menilai kebutuhan hidup (life requisitas) terhadap habitat banteng yang selanjutnya dalam SIG disebut dengan layer (peta tematik).

(47)

lahan, analisis lahan terhadap nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), jarak dengan sungai (buffer), kelas ketinggian dan kemiringan lereng. Dari survey lapang diperoleh data jumlah pakan, data jumlah jenis pakan, data tempat berteduh, data jarak dengan jalan, serta diperoleh titik sebaran banteng di sekitar padang penggembalaan Cidaon. Berdasarkan survey lapang kemudian diidentifikasi (Summarize Zones) komponennya terhadap tiap layer, kemudian titik tersebut dianalisis dengan menggunakan Composite Mapping Analysis (CMA) untuk mendapatkan bobot masing-masing layer. Selanjutnya semua layer ditumpang tindih (overlay) sesuai dengan bobot masing-masing sehingga diperoleh peta kesesuaian habitat banteng. Hasil model yaitu peta kesesuaian habitat kemudian divalidasi kembali terhadap areal referensi yang menjadi lokasi penelitian. Secara umum tahapan metode penelitian dapat dilihat pada bagan alir tahapan penelitian yang disajikan pada Gambar 5.

Peta penutupan lahan diperoleh berdasarkan hasil pengolahan citra dengan menggunakan teknik supervised classification, yaitu dimana proses pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi. Proses pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 4.

(48)
[image:48.612.131.486.66.422.2]

Gambar 4. Diagram alir pengolahan citra. Citra Landsat 2003

Citra terkoreksi

Citra lokasi penelitian

Citra hasil klasifikasi

Peta batas TNUK

Pemotongan Citra

Supervised Classification

(49)
[image:49.612.101.517.77.297.2]

Gambar 5. Tahapan metode penelitian.

[image:49.612.135.418.413.631.2]

Peta ketinggian dan peta kemiringan lereng dibuat dari data kontur (vektor) yang dianalisis dengan menggunakan Erdas Imagine 9.1. Proses pembuatannya disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses Pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng. Data vektor kontur

Surface (Erdas Imagine 9.1)

Digital Elevation Model

Peta ketinggian Slope

Peta kemiringan lereng Layer

(peta tematik)

peta kelas ketinggian peta kemiringan lereng peta jaringan sungai Jml jenis pakan Jml pakan Peta ndvi

Jarak dengan jalan

Model Peta Kesesuaian Habitat

VALIDASI Peta Kesesuaian Habitat

DATA

CMA

(50)
[image:50.612.225.392.122.261.2]

Peta jarak sungai (buffer) dibuat dari data jaringan sungai (vektor) yang dianalisis dengan menggunakan ArcView 3.3. Proses pembuataanya disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses pembuatan peta jarak sungai (buffer).

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan kemudian dianalisis dengan cara sebagai berikut :

3.4.1. Analisis Tumbuhan Pada Petak Contoh (Padang Penggembalaan dan Hutan) Dari hasil pengukuran vegetasi dan jenis pakan banteng dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a) Kerapatan Jenis

K = Jumlah individu KR = kerapatan suatu jenis x 100 % Luas contoh kerapatan semua jenis

b) Frekuensi Jenis

F = ∑ plot ditemukannya suatu jenis ∑ seluruh plot

FR = frekuensi suatu jenis x 100% frekuensi semua jenis

c) Dominasi Jenis D = luas bidang dasar luas plot contoh

DR = dominasi suatu jenis x 100% dominasi semua jenis

Peta Sungai

Find distance (ArcView 3.3)

(51)

d) Indeks Nilai Penting untuk tingkat pohon dan tiang INP = KR + FR+ DR

e) Indeks Nilai Penting untuk tingkat pancang, semai, tumbuhan bawah dan di padang penggembalaan

INP = KR + FR Keterangan :

K = Kerapatan D = Dominasi

KR = Kerapatan Relatif DR = Dominasi Relatif

F = Frekuensi INP = Indeks Nilai Penting

FR = Frekuensi Relatif 3.4.2. Analisis Nilai Biomassa

Untuk mengetahui nilai bomassa di padang penggembalaan (rumput maupun bukan rumput) dilakukan penghitungan melalui pendekatan rumus sebagai berikut :

Biomassa = Biomassa basah akhir – Biomassa basah awal Keterangan :

Akhir : setelah plot dilakukan pemagaran dan dipotong selama 30 hari Awal : awal dilakukan pemotongan sebelum plot diberi pagar.

3.4.3. Analisis Potensi Pakan Aktual

Untuk mengetahui nilai potensi pakan aktual dilakukan penghitungan dengan pendekatan rumus sebagai berikut :

Ppa = a x PU x p Keterangan :

Ppa : Potensi pakan aktual

a : Panjang bagian tumbuhan yang benar-benar dimakan (1/3) PU : 0.65 (guna nyata untuk daerah yang datar sampai bergelombang) p : Potensi pakan potensial

3.4.4. Analisis Nilai Produktivitas

Menurut Widyatna (1982), nilai produktivitas suatu padang penggembalaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Ppr = a x PU x p x t Keterangan :

Ppr : Produktivitas padang rumput/jenis rumput yang dimakan banteng (kg/ha) a : Panjang bagian tumbuhan yang benar-benar dimakan (1/3)

PU : 0.65 (guna nyata untuk daerah yang datar sampai bergelombang) p : Produksi hijauan rata-rata per hari (kg/ha/hari)

(52)

3.4.5 Analisis Perilaku

Data dan informasi yang telah diperoleh di lapangan kemudian dikumpulkan berdasarkan jeni

Gambar

Tabel 1. Aplikasi prinsip dan saluran Spektral Thematic Mapper
 Tabel
Tabel 2. Contoh Aplikasi Sistem Informasi Geografis
Gambar 2. Peta lokasi penelitian.
+7

Referensi